II. TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c).

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN MINUMAN SARI JAGUNG. Oleh: IRVAN SETYA ADJI F

PAPER BIOKIMIA PANGAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SUSU KEDELAI

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

5.1 Total Bakteri Probiotik

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga perlu mendapat perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG MANIS Jagung manis (Zea mays L. var. saccharata Sturtev.) termasuk ke dalam famili Gramineae (Martin dan Leonard, 1949). Tanaman jagung ini dapat menyumbangkan hasil untuk keperluan konsumsi manusia. Hasil produksinya yang berupa jagung muda apabila direbus mempunyai rasa enak dan manis. Rasa manis ini disebabkan kandungan zat gulanya yang tinggi, bahkan di Meksiko ada beberapa varietas jagung yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat sirup. Di samping itu terdapat gen resesif yang dapat mencegah perubahan gula menjadi pati (Aak, 1993). Dilihat dari penampakan fisik, tanaman jagung manis tidak berbeda dari jenis tanaman jagung lainnya. Tiap tanaman umumnya mengeluarkan dua atau lebih tongkol jagung (Effendi dan Sulistiani, 1991). Rata-rata tanaman jagung manis mempunyai 1-3 tongkol dalam satu pohon. Untuk membedakan jagung manis dan jagung biasa, pada umumnya jagung manis berambut putih sedangkan jagung biasa berambut merah. Umur jagung manis muda 70 ± 3 hari (Aak, 1993). (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c). Endosperm adalah bagian biji yang digunakan untuk menyimpan hasil proses respirasi berupa karbohidrat, yaitu pati. Pati dari biji jagung dapat berasal dari endosperm keras dan lunak. Endosperm keras mengandung molekul-molekul pati lebih tinggi dibanding dengan endosperm lunak. Embrio atau lembaga terletak di bagian bawah dan berhubungan erat dengan endosperm. Embrio kaya akan lemak, protein dan mineral-mineral serta sedikit 3

gula. Bagian ini sering digunakan untuk bahan baku minyak jagung (Jugenheimer, 1976). Pemetikan jagung pada waktu yang kurang tepat, kurang masak dapat menyebabkan penurunan kualitas, butir jagung menjadi keriput, bahkan setelah pengeringan akan pecah, terutama bila dipipil dengan alat (Anonim, 2007). Menurut Shoemaker dan Tesley (1955), salah satu cara untuk menguji kematangan jagung manis adalah dengan cara menekan biji jagung dengan ibu jari. Apabila biji jagung tersebut mengeluarkan cairan putih seperti susu setelah ditusuk dan kelobot masih berwarna hijau, maka jagung itu telah siap untuk dipanen. Kandungan gula jagung manis dipengaruhi oleh jenis varietas, sifat genetik, dan fase kematangan biji. Kandungan gula tersebut diantaranya adalah fruktosa, glukosa dan sukrosa. Sukrosa merupakan jenis gula yang paling dominan dibandingkan jenis gula yang lain (Muchtadi, 1988). Menurut Koswara (1989) kandungan pati jagung manis sekitar 10-11%. Menurut Thompson dan William (1957) kandungan gula jagung manis sekitar 5,69% sedangkan menurut Koswara (1989) kandungan gula jagung biasa sebesar 2-3%. Jagung manis mempunyai nilai gizi yang berbeda tergantung dari varietasnya dan juga ukuran, struktur serta komposisi dari butir-butir jagung manis tersebut. Menurut Jacobs (1980) komposisi jagung manis adalah sebagai berikut: 173,90 % air; 3,70 % protein, 1,20 % lemak; 0,66% abu; 4,29 % gula; 14,60 % pati; 0,80 % serat dan 20,50% total karbohidrat. B. SUSU NABATI Susu adalah cairan bergizi yang dihasilkan oleh kelenjar susu dari mamalia betina (Judkins dan Keener, 1966), namun susu nabati adalah produk yang berasal dari ekstrak biji tanaman tertentu yang pada umumnya biji-bijian. Contoh susu nabati yang biasa dijumpai adalah susu kedelai dan susu kacang hijau. Susu nabati khususnya penting untuk bayi dan anak-anak yang sangat memerlukan protein untuk pertumbuhannya, terutama bagi bayi dan anak-anak 4

yang alergi terhadap susu sapi (Satiarini, 2006). Salah satu contoh produk dari susu nabati adalah susu kedelai. Definisi susu kedelai menurut SNI 01-3830- 1995 adalah produk yang berasal dari ekstrak biji kacang kedelai dengan air atau larutan tepung kedelai dalam air, dengan ataupun tanpa penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lainnya yang diizinkan (BSN, 1995). Pada dasarnya susu kedelai adalah ekstrak dari kacang kedelai yang mirip dengan produk susu pada penampakan dan komposisinya (Liu, 1997). Pengolahan kedelai menjadi susu kedelai dilakukan dengan cara penggilingan biji kedelai yang telah direndam dengan air. Hasil penggilingan kemudian disaring untuk memperoleh filtrat, kemudian dididihkan dan diberi bahan lain untuk meningkatkan rasanya (Koswara, 1992). Susu kedelai memiliki kadar protein dan komposisi asam amino serta tidak mengandung kolesterol. Kandungan protein dalam susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai, komposisi air sebagai campuran susu, jangka waktu, kondisi penyimpanan serta perlakuan panas. Secara umum susu kedelai mengandung vitamin B1, B2, dan niasin dalam jumlah yang setara dengan susu sapi atau ASI. Selain itu susu kedelai juga mengandung vitamin E dan K dalam jumlah yang cukup banyak. Kelebihan dari susu kedelai adalah ketiadaan laktosa sehingga susu ini cocok untuk dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa, yaitu seseorang yang tidak memiliki enzim laktase dalam tubuhnya, sehingga tidak dapat mencerna makanan yang mengandung laktosa. Komoditas lain selain susu kedelai yang merupakan susu nabati adalah susu kacang hijau. Susu kacang hijau didapat dari kacang hijau yang dihancurkan kemudian diambil filtratnya. Secara umum proses pembuatan susu kacang hijau mengadopsi cara pembuatan susu kacang kedelai (Nurdiani, 2003). Seperti halnya susu kedelai, kandungan gizi dari susu kacang hijau tergantung dari varietas kacang hijau yang digunakan. Namun pada umumnya kacang hijau memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi selain dikenal juga sebagai sumber protein yang baik. Berdasarkan kandungan yang dimiliki kacang hijau, susu kacang hijau juga mengandung 9 IU vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C. Namun kandungan kalsium susu kacang hijau relatif tidak 5

terlalu tinggi, karena kacang hijau memiliki kandungan kalsium yang relatif rendah, yaitu sekitar 125 mg/100 gram (Soeprapto, 1993). C. MINUMAN SARI JAGUNG Minuman sari jagung termasuk ke dalam minuman susu nabati. Sebelumnya pernah dilakukan penelitian mengenai minuman sari jagung yang dilakukan oleh Satiarini (2006) dengan nama susu jagung, yang meneliti mengenai kajian produksi dan profitabilitas susu jagung. Dalam pembuatan minuman sari jagung pada penelitian itu digunakan dua perlakuan, yaitu penambahan air sebanyak 125 ml, 150 ml, dan 175 ml, serta penambahan gula sebanyak 2 gram, 5 gram dan 8 gram pada masing-masing formulasi. Pemilihan produk terbaik yang diperoleh dari hasil pembobotan secara subyektif menunjukkan bahwa jus jagung dengan penambahan air 125 ml dan gula sebanyak 8 gram adalah produk terbaik. Analisis proksimat yang dilakukan pada produk terbaik menunjukkan bahwa komposisi kimia jus jagung adalah sebagai berikut: Tabel 1. Analisis proksimat produk sari jagung terbaik Komponen Jumlah Kadar air 88,92 % Kadar abu 0,34 % Kadar lemak 2,79 % Kadar protein 1,64 % Kadar serat 0,73 % Kadar karbohidrat 6,32 % Viskositas 520 mpas Sumber: Satiarini (2006) Menurut Satiarini (2006), sari jagung memiliki komposisi sifat kimia yang menyerupai karakteristik susu kedelai, susu sapi dan ASI. Hal ini menyebabkan sari jagung dapat dijadikan produk alternatif pengganti susu kedelai. Selain itu 6

sari jagung juga dapat dijadikan pengganti ASI atau makanan pendamping ASI karena komposisi kimia yang menyerupai ASI. Sari jagung tidak mengandung kolesterol dan dapat dijadikan sebagai alternatif makanan bayi, karena memiliki aroma yang lebih baik bila dibandingkan dengan kedelai yang berbau langu. Selain itu tidak adanya kandungan laktosa menyebabkan susu ini baik untuk dikonsumsi penderita intoleransi laktosa (Satiarini, 2006). Tabel 2. Komposisi produk sari jagung dengan perlakuan terbaik dan perbandingan komposisi susu kedelai, susu sapi dan ASI. Komposisi Susu Kedelai Susu Sapi ASI Sari Jagung Air 88,60 69,30 67,94 88,92 Kalori 52,99 58,00 62,00 - Protein 4,40 3,50 1,40 1,64 Karbohidrat 3,80 4,50 7,20 6,32 Lemak 2,50 4,00 3,70 2,79 Mineral 0,04 0,70 0,21 0,34 Laktosa - 4,90 6,98 - Total Padatan - 13,10 12,57 - Sumber: Judkins dan Keener (1966) D. PASTEURISASI Proses termal yang diterapkan dalam pengolahan pangan dan pengawetan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis seperti aktivitas mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak dan menguraikan komponen-komponen nutrisi produk pangan. Selain itu pemanasan juga ditujukan untuk memperoleh aroma, tekstur, dan penampakan yang lebih baik (Fardiaz, 1989). Aplikasi panas untuk membunuh mikroorganisme dan inaktivasi enzim dengan denaturasi adalah bentuk umum dari pengawetan pangan. Perlakuan panas diklasifikasikan menjadi sterilisasi, menunjukkan destruksi absolut untuk seluruh mikroorganisme yang hidup. Sterilisasi absolut dapat dilakukan untuk beberapa pangan olahan, namun hal itu membutuhkan biaya yang mahal 7

dan dapat merusak kandungan gizi dari produk pangan tersebut, oleh karenanya diperkenalkan batasan sterilisasi komersial dalam industri pengalengan. Produk pangan yang diolah dengan pemanasan masih mengandung organisme-organisme yang masih hidup (seperti spora-spora bakteri thermofilik) yang tidak mampu tumbuh dan merusak produk pada kondisi penyimpanan normal (Buckle et al., 1987). Aplikasi sterilisasi yang efektif membutuhkan pengetahuan tentang organisme yang dihancurkan. Kapang dan khamir dapat dibunuh pada suhu 66-82 o C. Namun bakteri lebih resisten, terutama bakteri pembentuk spora. Bakteri pembentuk spora dapat dibunuh pada suhu 70-85 o C (Fardiaz, 1992). Pasteurisasi merupakan proses perlakuan panas yang dapat membunuh sebagian besar sel vegetatif mikroorganisme yang terdapat di dalam bahan pangan. Dalam beberapa contoh produk pangan, pasteurisasi ditujukan untuk membunuh mikroorganisme patogen (misalnya susu), sedangkan dalam produk seperti bir, pasteurisasi bertujuan membunuh mikroorganisme pembusuk. Untuk produk lainnya, pasteurisasi yang dikembangkan mungkin berdasarkan pada daya panas dari mikroba tertentu yang ingin dihancurkan (Herro, 1980). Menurut Woodroof dan Luh (1982), pangan yang tergolong sebagai pangan asam dan pangan sangat asam, proses pemanasan di bawah suhu 100 o C selama beberapa menit sudah dianggap memadai. Spora bakteri termofilik yang dikhawatirkan dapat tumbuh pada proses pemanasan di bawah 100 o C ternyata memiliki resistensi panas yang rendah bila spora tersebut berada dalam suasana ph yang rendah. Suasana asam dapat mencegah germinasi spora tersebut, sehingga spora tersebut tidak perlu dihancurkan dengan panas (Potter, 1973). Bahan pangan dengan nilai ph di bawah 3,7 tidak dirusak oleh bakteri berspora dan karenanya dapat disterilisasi komersial dengan pemanasan yang lebih rendah (contohnya pasteurisasi) daripada yang dibutuhkan oleh bahanbahan pangan berasam sedang atau rendah dengan ph di atas 4,5 (Bucke et al., 1987). Penangas yang berisi air mendidih dapat digunakan untuk sterilisasi bahan pangan asam karena suhu 212 o F (100 o C) dianggap cukup untuk 8

menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen yang terdapat dalam bahan pangan tersebut. Waktu yang diperlukan untuk proses tersebut bervariasi menurut jenis bahan pangan dan ukuran wadah (Muchtadi, 1995). E. PENGEMASAN Pengemasan produk merupakan salah satu tahapan proses dalam industri yang memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya penurunan mutu produk. Pengemasan harus dilakukan dengan benar, karena pengemasan yang salah dapat mengakibatkan produk menjadi tidak memenuhi syarat mutunya (Buckle et al., 1987). Wadah mempunyai peranan penting dalam memperpanjang masa simpan bahan pangan, yaitu melindungi produk yang ada didalamnya terhadap kontaminasi dari luar dan melindungi bahan dari kerusakan yang lain. Beberapa persyaratan bagi wadah makanan dan minuman yang perlu dipertimbangkan adalah harus dapat ditutup secara hermitis, yaitu tidak mudah dimasuki udara uap air dan mikroba. Selain itu wadah tidak boleh menyebabkan penyimpangan warna produk, tidak bereaksi terhadap bahan sehingga tidak merusak bahan maupun cita rasanya, bahan tidak mudah teroksidasi atau bocor, mudah cara pengemasannya serta harganya murah (Hariyadi, 2000). Sifat terpenting bahan kemasan yang digunakan meliputi permeabilitas gas dan uap air, bentuk dan permukaannya. Permeabilitas gas dan uap air serta luas permukaan kemasan mempengaruhi jumlah gas dalam kemasan dan waktu gas masuk ke dalam kemasan. Kemasan dengan daya hambat gas yang baik dan luas permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama (Buckle et al., 1987). 1. Kemasan Gelas Polipropilen (PP) Polipropilen adalah jenis polimer termoplastik yang sangat luas penggunaannya. Polipropilen termasuk jenis olefin dan merupakan polimer dari propilen. Sifat unggul polipropilen adalah ringan dan mudah dibentuk, tidak mudah sobek sehingga mudah untuk penanganan dan distribusi, transparan dan 9

putih alami serta memiliki sifat mekanik yang baik (Syarief et al., 1989). Menurut Robertson (1993), polipropilen memiliki densitas yang rendah, yaitu 0,90 g/cm 3. Polipropilen memiliki titik leleh tinggi, yaitu suhu 140-150 o C, sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan dapat digunakan untuk produk yang harus disterilisasi, namun polipropilen memiliki titik lebur yang tinggi sehingga tidak bisa dibuat kantong dengan sifat kelim panas yang baik. Selain itu polipropilen mengeluarkan benang-benang plastik pada suhu tinggi, dan pada suhu tinggi juga dapat bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpektin dan asam nitrat kuat. Polipropilen sangat rentan terhadap sinar ultraviolet dan oksidasi pada suhu tinggi. Penanganan distribusi polietilen cenderung mudah karena tidak gampang sobek dan lebih kaku daripada polietilen stabil pada suhu tinggi sampai 150 o C. Menurut Hanlon (1971), polipropilen memiliki sifat permeabilitas gas sedang sehingga tidak cocok untuk kemasan makanan yang peka terhadap oksigen (O 2 ) karena mudah teroksidasi, sedangkan polietilen memiliki permeabilitas terhadap uap air yang rendah. Sifat-sifat polipropilen yang lain adalah tahan terhadap lemak dan bahan kimia, tahan terhadap goresan, tidak menimbulkan racun, memiliki kilap yang bagus dan kecerahan tinggi, dan mampu melindungi bahan dari kontaminan (Pantastico, 1986). 2. Kemasan Plastik High Density Polyetilene (HDPE) Plastik jenis HDPE juga termasuk polimer termoplastik yang dapat meleleh pada suhu tertentu namun kembali mengeras bila didinginkan, oleh karena itu HDPE dapat dibentuk dan disambung menggunakan panas. Plastik HDPE mempunyai sifat yang kaku, keras, kurang tembus cahaya, kurang terasa berlemak, dan tahan terhadap suhu tinggi. Hal ini dikarenakan HDPE mempunyai jumlah rantai cabang yang sedikit, dengan densitas yang tinggi yaitu lebih besar atau sama dengan 0,941 g/cm 3. Sedikitnya percabangan yang dimiliki HDPE memberikan gaya antarmolekul kuat dan kekuatan tarik dari polietilen kerapatan rendah (Nurminah, 2002). Menurut Robertson (1993), HDPE memiliki struktur yang jauh lebih linier dibandingkan Low Density Polyethylene (LDPE) dan memiliki hingga 90% 10

kristalinitas, sifat linear yang dimiliki HDPE menyebabkan HDPE cenderung untuk menyesuaikan diri dalam arah aliran sobek, sehingga kekuatan film ini jauh lebih rendah di arah mesin dibandingkan dengan arah melintang. Perbedaan ini dapat ditekankan pada arah untuk memberikan efek sobek. Ikatan hidrogen antar molekul juga berperan dalam menentukan titik leleh plastik. HDPE dapat menahan suhu yang tinggi, yaitu 120 C / 248 F untuk jangka waktu yang pendek, dan 110 C / 230 F terus-menerus (Harper, 1975). Lapisan HDPE memiliki penampilan putih dan transparan, oleh karena itu HDPE cenderung bersaing dengan kertas dan bukan lapisan transparan. Untuk dapat bersaing dengan kertas pada harga per unit-dasar daerah HDPE harus tipis, sehingga banyak dari lembaran HDPE yang digunakan hanya setebal 10-12 µm (Robertson, 1993) F. PENYIMPANAN Penyimpanan bahan pangan atau hasil pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengolahan, khususnya pengawetan dan pengemasan bahan pangan. Penyimpanan merupakan suatu perlakuan dimana bahan pangan, baik yang telah dikemas maupun yang belum dikemas akan ditempatkan dalam suatu ruangan pada suhu dan kelembaban tertentu untuk proses-proses selanjutnya (Syarief, 1993). Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti pertumbuhan dan aktivitas mikroba, aktivitas enzim, serangga, tikus, suhu, kadar air, udara, sinar dan waktu (Winarno, 1987). Metode-metode untuk pengawetan pangan menurut Syarif et al., (1989) adalah pendinginan, pembekuan, pengawetan kimia dan pemanasan. Penggunaan suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi-reaksi kimia enzimatis atau mikrobiologi. Pendinginan dapat menghambat reaksi metabolisme. Oleh arena itu, menurut Winarno et al., (1983), penyimpanan bahan pangan dalam suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan di dalam bahan pangan tersebut. 11

Penyimpanan suhu rendah dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penyimpanan sejuk, pendinginan, dan penyimpanan beku. Penyimpanan sejuk biasanya dilakukan pada suhu sedikit di bawah suhu kamar dan tidak lebih rendah dari 15 o C (Winarno et al., 1983). Penyimpanan dingin adalah penyimpanan produk pangan pada suhu 0 o C sampai dengan 10 o C (Syarif et al., 1989). Tujuan penyimpanan dingin atau pendinginan adalah mencegah kerusakan produk tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan. Penyimpanan dingin dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya terdapat tiga tipe mikroorganisme, yaitu termofilik, yang mempunyai suhu pertumbuhan optimum 55 o C, mesofilik, yang mempunyai suhu optimum 36 o C dan umumnya merupakan organisme patogen bagi manusia, dan psikrofilik, yang mempunyai suhu pertumbuhan optimum 10 o C. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroorganisme disebabkan suhu mempengaruhi aktivitas enzim yang mengkatalisasi reaksi-reaksi biokimia dalam sel mikroorganisme. Di bawah suhu optimum, keaktifan enzim dalam sel menurun dengan semakin rendahnya suhu, akibatnya pertumbuhan sel juga terhambat. Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, diantaranya adalah suhu, ph, aktivitas air, adanya oksigen dan tersedianya zat makanan. Oleh karena itu, kecepatan pertumbuhan mikroba dapat diubah dengan mengubah faktor lingkungan tersebut (Syarif dan Halid, 1992). Penyimpanan pada suhu refrigerator (1,7 4,4 o C) akan memperpanjang umur simpan susu yang telah dipasteurisasi selama beberapa hari, bahkan beberapa minggu. 12