ABSTRAK PREVALENSI Candida albicans PADA SPUTUM PASIEN TB DAN TB- HIV DI INSTALASI MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR Latar belakang: Tuberculosis (TB) dan HIV adalah penyakit infeksi dengan spektrum yang luas, penyakit ini dapat menyerang hampir semua sistem organ tubuh serta sering didapatkan bersamaan dengan penyakit infeksi lainnya termasuk jamur. Salah satu jenis jamur yang sering didapatkan adalah jenis jamur Candida albicans yang merupakan flora normal yang sering didapatkan di saluran gastrointestinal. Penurunan sistem imun pada pasien dengan penyakit TB/HIV menyebabkan jamur ini menjadi virulen dan menjadi agen oportunistik tersering pada pasien TB/HIV. Metode: Sputum diambil pada pasien yang sudah terdiagnosa TB/HIV, kemudian dilakukan pengecatan Ziehl Neelsen (Zn) untuk mengetahui status BTA dan jamur di Instalasi Mikrobiologi RSUP Sanglah. Sample dengan status jamur positif selanjutnya ditanam pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dan diinkubasi selama 7 hari. Selanjutnya sample yang didapatkan koloni jamur pada media SDA dilakukan pengecatan gram untuk membedakan jenis jamur Candida atau non Candida. Proses identifikasi terakhir menggunakan serum germ tube untuk membedakan jenis Candida albicans atau non albicans, dengan mengambil koloni jamur, lalu dihomogenkan dan diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 2 jam untuk identifikasi di bawah mikroskop. Sample dinyatakan positif Candida albicans bila didapatkan pseudohypae. Hasil: Dari hasil penelitian didapatkan 64,5% sample yang digunakan positif Candida albicans, 19,35% sample dinyatakan Candida non albicans dan 16,12% sample dinyatakan non Candida. Candida albicans merupakan jenis jamur yang paling dominan baik menurut umur, jenis kelamin, status BTA dan status TB/HIV. Simpulan: Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa jamur jenis Candida albicans merupakan jamur dengan prevalensi tertinggi sebagai koinfeksi pada pasien TB/HIV. Kata Kunci: Candida albicans, TB/HIV, prevalensi, ko-infeksi
ABSTRACT PREVALENSI Candida albicans PADA SPUTUM PASIEN TB DAN TB- HIV DI INSTALASI MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR Background: Tuberculosis (TB) and HIV are wide spectrum infectious disease. These diseases can infect almost all part of human organ system and usually found concomitant with fungal infection. The fungal type that mostly found is the Candida albicans which is normal flora that found in the gastrointestinal tract. The decrease of the immune system in the TB/HIV patient cause this type of fungi become virulent and as the most opportunistic agent in TB/HIV patient. Methods: The sputum was collected from the patient that already diagnose with TB/HIV, then the Ziehl Neelsen staining was done to identify the BTA and fungi status at Microbiology Instalation at RSUP Sanglah. After that the sample with fungi positive status was cultured on Sabouraud Dextrose Agar media and incubated for 7 days. After that the sample with the fungal colonization on SDA was identified with gram staining to differentiate Candida and non Candida species. The last identification was germ tube serum test to differentiate between Candida albicans or non albicans, by the colonization and then was suspented and incubated in 37 o C for 2 hours before identified under microscope. The sample defined as Candida albicans positive if the pseudohypae was found. Results: From the research we found 64,5% sample was Candida albicans, 19,35% was Candida non albicans and 16,12% was non Candida. Candida albicans is the most dominant species found by age, sex, BTA status and TB/HIV status. Conclusion: Based on the research, Candida albicans species was found as the highest prevalence at TB/HIV patient co-infection. Keywords: Candida albicans, TB/HIV, prevalence, co-infection
RINGKASAN PREVALENSI Candida albicans PADA SPUTUM PASIEN TB DAN TB- HIV DI INSTALASI MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR Tuberculosis (TB) dan HIV adalah penyakit infeksi dengan spektrum yang luas, penyakit ini dapat menyerang hampir semua sistem organ tubuh serta sering didapatkan bersamaan dengan penyakit infeksi lainnya termasuk jamur. Salah satu jenis jamur yang sering didapatkan adalah jenis jamur Candida albicans yang merupakan flora normal yang sering didapatkan di saluran gastrointestinal. Penurunan sistem imun pada pasien dengan penyakit TB/HIV menyebabkan jamur ini menjadi virulen dan menjadi agen oportunistik tersering pada pasien TB/HIV. Candida albicans merupakan jenis jamur dimorfik atau memiliki dua bentuk yaitu yeast dan mold yang sering terdapat pada makhluk hidup berdarah panas termasuk manusia. Infeksi oleh jamur Candida albicans memiliki 4 bentuk infeksi diantaranya Pseudomembranous Candidiasis, Hyperplastic Candidiasis, Erythematous Candidiasis dan Angular Cheilitis. Oral candidiasis dan vaginal candidiasis adalah salah satu bentuk manifestasi klinis tersering yang ditemukan pada pasien dengan penyakit TB/HIV. Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa jamur Candida albicans merupakan agent patogenik tersering pada penyakit ini. Untuk membuktikan latar belakang dan teori di atas, dilakukan penelitian di Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah dengan menggunakan 31 sample sputum pasien TB/HIV positif. Sputum diambil pada pasien yang sudah terdiagnosa TB/HIV, kemudian dilakukan pengecatan Ziehl Neelsen (Zn) untuk mengetahui status BTA dan jamur di Instalasi Mikrobiologi RSUP Sanglah. Sample dengan status jamur positif selanjutnya ditanam pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dan diinkubasi selama 7 hari. Selanjutnya sample yang didapatkan koloni jamur pada media SDA dilakukan pengecatan gram untuk membedakan jenis jamur Candida atau non Candida. Proses identifikasi terakhir menggunakan serum germ tube untuk membedakan jenis Candida albicans atau non albicans, dengan mengambil koloni jamur, lalu dihomogenkan dan diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 2 jam untuk identifikasi di bawah mikroskop. Sample dinyatakan positif Candida albicans bila didapatkan pseudohypae. Dari hasil penelitian didapatkan 64,5% sample yang digunakan positif Candida albicans, 19,35% sample dinyatakan Candida non albicans dan 16,12% sample dinyatakan non Candida. Candida albicans merupakan jenis jamur yang paling dominan baik menurut umur, jenis kelamin, status BTA dan status TB/HIV. Sebagai simpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa jamur jenis Candida albicans merupakan jamur dengan prevalensi tertinggi sebagai ko-infeksi pada pasien TB/HIV.
SUMMARY PREVALENSI Candida albicans PADA SPUTUM PASIEN TB DAN TB- HIV DI INSTALASI MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR Tuberculosis (TB) and HIV are an infectious disease with a wide spectrum of disease. this disease can infected almost all part of our system organ and usually can be found with other infectious disease including fungal infection. The type of fungi that mostly found is the Candida albicans type that usually are a normal flora that can be found in the gastrointestinal tract. The decrease of the immune system in the TB/HIV patient cause this type of fungi become virulen and become the most opportunistic agent in TB/HIV patient. Candida albicans is a dimorphic species of fungi or have two type of form the yeast and mold type that usually found in warm blooded creature including human. The Candida albicans has 4 types of infection including Pseudomembranous Candidiasis, Hyperplastic Candidiasis, Erythematous Candidiasis and Angular Cheilitis. Oral candidiasis and vaginal candidiasis are the most common of clinical manifestation that can be found in patient with TB/HIV disease. Some research that already done show that the Candida albicans species is the most common of pathogenic agent in this disease. To prove the background and the theory above, a research was done at Microbiology Clinic Instalation of RSUP Sanglah with 31 amount of patient sample that was TB/HIV positive. The sputum was collected from the patient that already diagnose with TB/HIV, then the Ziehl Neelsen staining was done to identified the BTA and fungi status at Microbiology Instalation at RSUP Sanglah. After that the sample with fungi positive status was cultured on Sabouraud Dextrose Agar media and incubated for 7 days. After that the sample with the fungi colonization on SDA was identified with gram staining to differentiate the fungi between Candida or non Candida species. The last identification proses was the germ tube serum test to differentiate between Candida albicans or non albicans, first harvest the fungi colonization and then suspented it and incubated in 37 o C at 2 hours long before identified it under the microscope. The sample was Candida albicans positive if the pseudohypae was found. From the research we found 64,5% sample that we used is Candida albicans positif, 19,35% sample identified as Candida non albicans and 16,12% sample identified as non Candida. Candida albicans is the most dominant species of fungi at age, sex, BTA status and TB/HIV status. As the conclusion based on the research, Candida albicans species was found as the highest prevalence number at TB/HIV patient ko-infection.
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM...i LEMBAR PENGESAHAN...ii LEMBAR PENETAPAN PENGUJI...iii KATA PENGANTAR...iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI...v ABSTRAK...vi ABSTRACT...vii RINGKASAN...viii SUMMARY...ix DAFTAR ISI...x DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR GAMBAR...xiv DAFTAR LAMPIRAN...xv BAB I PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...5 1.3 Tujuan...5 1.4 Manfaat...5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6 1.1 Candida albicans...6 1.2 Tuberculosis pada infeksi HIV...7 1.3 Prevalensi Candida albicans pada sputum pasien TB-HIV...8
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN...11 3.1 Kerangka berpikir...11 3.2 Konsep penelitian...12 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan rancangan penelitian...13 4.2 Tempat penelitian...14 4.3 Bahan uji...14 4.4 Bahan penelitian...14 4.5 Alat penelitian...14 4.6 Prosedure penelitian...14 4.6.1 Pengecatan Ziehl Neelsen...14 4.6.2 Pembuatan media sabouraud dextrose agar...15 4.6.3 Kultur sputum pada media SDA...16 4.6.4 Proses identifikasi jamur pada sputum...16 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...18 5.1 Karakteristik sampel...19 5.2 Prevalensi Candida albicans pada sputum pasien TB/HIV...19 5.2.1 Gambaran prevalensi Candida albicans menurut umur...19 5.2.2 Gambaran prevalensi Candida albicans jenis kelamin...20 5.2.3 Gambaran prevalensi Candida albicans status BTA...21 5.2.4 Gambaran prevalensi Candida albicans menurut TB/HIV...22 5.3 Pembahasan...23
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN...27 6.1 Simpulan...27 6.2 Saran...27 DAFTAR PUSTAKA...28
DAFTAR TABEL Page Tabel 5.1 Karakteristik sampel... 18
DAFTAR GAMBAR Page Figure 2.1 Jamur Candida albicans... 6 Figure 2.2 Uji Sputum dilakukan untuk mengetahui prevalensi C. albicans. 9 Figure 2.3 Oral Candidiasis... 10 Figure 3.1 Konsep Penelitian... 12 Figure 4.1 Bagan alur penelitian... 13 Figure 5.1 Ko-infeksi jamur Candida albicans dan jenis jamur lainnya menurut umur pada sputum TB/HIV... 19 Figure 5.2 Persentase jenis jamur berdasarkan jenis kelamin... 20 Figure 5.3 Persentase jenis jamur berdasarkan status BTA... 21 Figure 5.4 Persentase jenis jamur menurut status TB/HIV pasien... 22
LAMPIRAN Page Lampiran data hasil penelitian... 30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi (infectious disease), yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang nyata secara klinik (yaitu, tanda-tanda dan/atau gejala-gejala medis karakteristik penyakit) yang terjadi akibat dari infeksi, keberadaan dan pertumbuhan agen biologik patogenik pada organisme host individu. Dalam hal tertentu, penyakit infeksi dapat berlangsung sepanjang waktu. Patogen penginfeksi meliputi virus, bakteri, jamur, protozoa, parasit multiseluler dan protein yang menyimpang yang dikenal sebagai prion. Patogen-patogen ini merupakan penyebab epidemi penyakit, dalam artian bahwa tanpa patogen maka tidak akan ada epidemi infeksi yang terjadi. Penularan patogen dapat terjadi melalui berbagai cara yang meliputi kontak fisik, makanan yang terkontaminasi, cairan tubuh, benda, inhalasi yang ada di udara atau melalui organisme vector. Istilah infektifitas menyatakan kemampuan organisme untuk masuk, bertahan hidup dan berkembang biak di dalam tubuh, sementara daya tular penyakit mengindikasikan kemampuan penyakit dalam menularkan infeksi ke tubuh lainnya (Rai, 2008). Salah satu jenis penyakit infeksi yang paling banyak terjadi dengan epidemiologi yang cukup luas sekarang adalah tuberkulosis (TB). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Mycobacterium tuberculosis adalah sejenis bakteri berbentuk batang,
berukuran panjang 1-4 um dengan tebal 0,3-0,6 um. Sebagian besar komponen Mycobacterium tuberculosis berupa lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Bakteri Mycobacterium tuberculosis mampu tumbuh dengan cukup cepat terutama dalam kondisi udara yang buruk serta lembab, penyebaran bakteri ini tergolong cepat dan mudah karena Mycobacterium tuberculosis dapat menyebar melalui kontak langsung penderita saat bersin maupun batuk (World Health Organization, 2004). Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8.8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3.9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Itu artinya setiap detik ada satu orang yang terinfeksi Tuberkulosis di dunia ini dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi bakteri tuberkulosis. Kawasan dengan angka kejadian infeksi terbesar tuberkulosis terjadi di Asia Tenggara yaitu berkisar 33% dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk di Asia Tenggara, sedangkan di Afrika terdapat 350 kasus per 100.000 penduduk yang artinya bahwa di Afrika kasus TB berkembang lebih pesat dari Asia Tenggara. Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat TB pada tahun 2002. Jumlah kematian terbesar terdapat di Asia Tenggara dengan 625.000 orang (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2002).
Hingga saat ini tuberkulosis masih merupakan ko infeksi utama dari HIV/AIDS, hal itu disebabkan penurunan jumlah konsentrasi sel Limfosit CD4 pada pasien dengan HIV/AIDS sangat memudahkan kuman Mycobacterium tuberculosis dalam menginfeksi individu dikarenakan penyebarannya yang mudah dan dapat melalui udara. Pada akhir tahun 2002 WHO dan United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) memperkirakan sekitar 1 milyar orang di dunia telah terinfeksi oleh TB dan 2.5 juta diantaranya juga terinfeksi oleh virus HIV/AIDS. Hal ini menunjukkan bahwa penderita HIV/AIDS yang disertai ko infeksi TB akan terus meningkat secara progresif dari tahun ke tahun (Narain et al, 2004). Melihat penyebaran tuberkulosis yang sangat pesat di dunia maka sangat penting untuk mendiagnosis infeksi ini secara dini. Hingga saat ini ada 2 metode yang dinilai cukup efektif dalam mendiagnosa tuberkulosis yaitu melalui pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan kultur bakteri. Pemeriksaan mikroskopis adalah pemeriksaan dahak langsung dengan menggunakan pewarnaan Ziehl Neelsen (Carbol Fuchsin) sebagai standar pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA), sedangkan pemeriksaan kultur bakteri adalah dengan menggunakan pertumbuhan bakteri yang ditanam pada media pembenihan. Pemeriksaan kultur merupakan Golden Standar bagi diagnosis tuberkulosis, penggunaan media padat berbahan dasar telur Lowenstein Jensen merupakan pemeriksaan yang direkomendasikan WHO (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
Pemeriksaan mikroskopis sputum pada penderita tuberkulosis sering ditemukan berbagai macam jamur di sputum penderita, salah satu penelitian intensif yang dilakukan selama 1 tahun di semarang oleh Politeknik Kesehatan Makasar menunjukkan bahwa dari 10 sampel yang diperoleh 7 diantaranya terinfeksi oleh jamur Candida albicans dan 3 diantaranya terinfeksi oleh jamur lain. Maka dapat disimpulkan bahwa pada penderita suspek tuberkulosis dapat terinfeksi oleh jamur (Widarti, 2013). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat 7 dari 10 kemungkinan penderita tuberkulosis dapat terinfeksi oleh jamur Candida albicans, dengan angka prevalensi yang cukup tinggi tersebut maka sangatlah penting bagi setiap Rumah Sakit di Indonesia untuk memiliki data prevalensi penemuan jamur ini di sputum penderita TB-HIV, karena seperti yang sudah diketahui jamur Candida albicans merupakan jamur oportunistik yang berarti jamur tersebut dapat menjadi patogenik dibawah kondisi yang mendukung. Salah satu kondisi yang mendukung jamur ini mencapai fase patogenik adalah menurunnya kadar sel Limfosit CD4 dalam tubuh yang sering dijumpai pada pasien TB-HIV. Salah satu upaya mencegah fase patogenik dari jamur ini adalah dengan mengetahui secara dini keberadaan jamur tersebut pada penderita TB-HIV. Saat ini Laboratorium Mikrobiologi RSUP Sanglah Denpasar belum memiliki persentase data penemuan jamur Candida albicans pada pasien dengan suspek TB- HIV. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan pembahasan mengenai isolasi kultur pada sputum pasien suspek TB-HIV di Laboratorium RSUP
Sanglah Denpasar untuk mendapatkan gambaran dan persentase mengenai infeksi jamur Candida albicans pada sputum pasien suspek TB-HIV yang terjadi di RSUP Sanglah Denpasar Bali. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Berapakah prevalensi Candida albicans dari sputum pasien TB dan TB-HIV? 1.3 Tujuan 1.3.1 Untuk mengetahui prevalensi jamur Candida albicans pada sputum pasien TB dan TB-HIV 1.4 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk : 1. Peneliti Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang ilmu kedokteran dalam bidang Mikrobiologi. 2. Rumah Sakit Untuk membantu memberikan gambaran data pada ko infeksi Candida albicans pada pasien TB dan TB-HIV. 3. Peneliti Lain Untuk dijadikan studi pembanding maupun untuk dijadikan acuan dalam melakukan penelitian di bidang Mikrobiologi.