PERTUMBUHAN TANAMAN BUAH NAGA MERAH (Hylocerus polyrhizus) PADA BERBAGAI KONSENTRASI BENZILAMINO PURINE DAN UMUR KECAMBAH SECARA IN VITRO

dokumen-dokumen yang mirip
PERTUMBUHAN TANAMAN BUAH NAGA (Hylocereus undatus L.) YANG DIBERIKAN BERBAGAI KONSENTRASI NAA (Napthalen Acetic Acid) SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

INISIASI TUNAS CENGKEH (Syzigium aromaticum L.) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI BAP SECARA IN VITRO

III. METODE PENELITIAN A.

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus undatus) PADA POSISI TANAM DAN KOMPOSISI MEDIA BERBEDA SECARA IN VITRO

PENGARUH 2.4 D DAN BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

INDUKSI TUNAS TIGA AKSESI Stevia rebaudiana Bertoni PADA MEDIA MS DENGAN PENAMBAHAN BAP DAN IAA SECARA IN VITRO

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

III. METODE PENELITIAN

PENGGUNAAN BAP DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) SECARA IN-VITRO

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PROLIFERASI TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SECARA INVITRO

III. METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TERHADAP INISIASI TANAMAN APEL (Malus sylvestris Mill)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

Program Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

III. BAHAN DAN METODE

PENGARUH KOMBINASI AUKSIN-SITOKININ TERHADAP PERTUMBUHAN BUAH NAGA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH:

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Pertumbuhan dan Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAP dan IAA

PERBANYAKAN IN VITRO PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca Var. Sapientum L.) PADA MEDIA MURASHIGE DAN SKOOG DENGAN PENAMBAHAN BENZYLAMINOPURIN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

PENGARUH PEMBERIAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN NAA (Naftalen Asam Asetat) TERHADAP MORFOGENESIS DARI KALUS SANSEVIERIA (Sansevieria cylindrica)

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

Perbanyakan Tunas Mikro Pisang Rajabulu (Musa AAB Group) dengan Eksplan Anakan dan Jantung

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358)

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

BAB III METODE PENELITIAN

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

SKRIPSI RESPON KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA L.) TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN BAP SECARA IN VITRO. Oleh Dian Rahmawati H

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP REGENERASIBAWANG PUTIH (Allium sativum L) SECARA KULTUR JARINGAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di

MULTIPLIKASI EMBRIO SOMATIS ANGGREK VANDA DENGAN MENGGUNAKAN BAP (Benzil Amino Purine) DAN TARAF KONSENTRASI GLUKOSA

PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP INISIASI TUNAS MENGKUDU (Morinda citrifolia) SECARA IN VITRO ABSTRAK

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

MULTIPLIKASI PROPAGULA PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca L.) DARI BERBAGAI JUMLAH TUNAS, DALAM MEDIA MS YANG DIBERI BAP PADA BERBAGAI KONSENTRASI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

Pertumbuhan In Vitro Biji Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizuswebb. Britton &Rose ) dengan Penambahan Air Kelapa dan Naphthalene Acetic Acid (NAA)

PERKEMBANGAN PISANG RAJA NANGKA (Musa sp.) SECARA KULTUR JARINGAN DARI EKSPLAN ANAKAN DAN MERISTEM BUNGA

UPAYA PEMBIBITAN BIJI SARANG SEMUT (Myrmecodia pendans) DENGAN KULTUR JARINGAN. Heru Sudrajad

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

PERTUMBUHAN ANGGREK VANDA (vanda sp) PADA BERBAGAI KOMPOSISI MEDIA SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

Kata kunci: pucuk Swietenia mahagoni; 6-benzylamino purine (BAP); kinetin, media MS; kultur in vitro

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi

III. METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011

Transkripsi:

e-j. Agrotekbis 1 (4) : 332-338, Oktober 2013 ISSN : 2338-3011 PERTUMBUHAN TANAMAN BUAH NAGA MERAH (Hylocerus polyrhizus) PADA BERBAGAI KONSENTRASI BENZILAMINO PURINE DAN UMUR KECAMBAH SECARA IN VITRO Red Dragon Fruit Plant Growth (Hylocerus polyrhizus) On Benzilamino Purine Concentration And Germination Agein In Vitro 1) Fadlia Wahyuni 1), Zainuddin Basri 2), Mirni Ulfa Bustami 2) Mahasiswa Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. 2) Dosen Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Jl. Soekarno-Hatta Km 9, Tondo-Palu 94118, Sulawesi Tengah. Telp. 0451-429738) e-mail: fadlia_uni90@yahoo.com. ABSTRACT Dragon fruit plants at beginning used as an ornamental plant because of its unique figure, exotic, as well as flowers and fruit look very beutiful. However, constrain encountered in the development of these plants is the availability of seedlingin large numbers with shorten time. To solve this problem, it can be done through tissue culture. This research was conducted at the Laboratory of Plant Biotechnology Faculty of Agriculture, University of Tadulako Palu, from August to October 2012. The purpose of this study was to determine the growth of dragon fruit plants at various ages germination and BAP concentrations in vitro. This study used a design Plots Separated ( RPT ) with treatment in the main plot was the age of germination 3, 4, 5 week after trasplanting, while the subplot treatment was the concentration of BAP: 1, 2, 3 ppm. Therefore, there are 9 combinations of treatment and repeated four times, so there are 36 experimental units. Each unit used three explants, so there are 108 explants were used. The results showed that germination ageeffectsignificant on plant height and number of shoots, while the concentration of BAP significantly effect on the number of shoots and number of roots. Media added with 2 ppm BAP (B2) average plant height 3.37, number of shoots 4.08per explant respectively, and media added with 1 ppm BAP (B1) Average number of roots per explant was 0.53. Keywords : dragon fruit, BAP concentration, germination agein, in vitro ABSTRAK Tanaman buah naga awalnya dipergunakan sebagai tanaman hias karena sosoknya yang unik, eksotik, serta tampilan bunga dan buahnya yang sangat cantik. Namun kendala yang dihadapi dalam pengembangan tanaman ini adalah ketersediaan bibit dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat, usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu melalui kultur jaringan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu, dari bulan Agustus sampai Oktober 2012. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pertumbuhan tanaman buah naga pada berbagai umur kecambah dan konsentrasi BAP secara in vitro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT) dengan perlakuan pada petak utama adalah umur kecambah 3, 4, 5 MST, sedangkan perlakuan pada anak petak adalah konsentrasi BAP yaitu 1, 2, 3 ppm BAP. Dengan demikian terdapat 9 kombinasi perlakuan yang dicobakan dan diulang sebanyak empat kali, sehingga terdapat 36 unit percobaan. Tiap unit menggunakan tiga eksplan, sehingga terdapat 108 eksplan yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur kecambah berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah tunas, sedangkan konsentrasi BAP berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas dan 332

jumlah akar. Media yang ditambahkan 2 ppm BAP (B 2 ) rata-rata secara berurutan 3,37 tinggi tanaman, 4,08 jumlah tunas per eksplan, media yang ditambahkan 1 ppm BAP (B 1 ) rata-rata 0,53 jumlah akar per eksplan. Kata Kunci : buah naga, konsentrasi BAP, umur kecambah, in vitro PENDAHULUAN Tanaman buah naga atau dragon fruit (Hylocereus undatus) merupakan jenis tanaman kaktus yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan bagian Utara (Colombia). Tanaman ini awalnya dipergunakan sebagai tanaman hias karena bentuknya unik, eksotik, serta tampilan bunga dan buahnya yang cantik (Hardjadinata, 2010). Buah naga masuk ke Indonesia pada dekade 90-an, dan mulai dikembangkan masyarakat pada awal tahun 2000, khususnya di Pasuruan, Jember, Mojokerto, dan Jombang. Buah naga termasuk buah pendatang baru yang cukup popular karena warnanya yang mencolok, memiliki rasa asam manis dan segar (Kristanto, 2005). Buah naga memiliki kandungan gizi cukup lengkap. Setiap 100 g buah naga mengandung 83 g air, 0,61 g lemak, 0,22 g protein, 0,9 g serat, 11,5 g karbohidrat, 60,4 mg magnesium, vitamin B 1, B 2, C, mengandung asam fenolat yang lebih tinggi, dan bijinya mengandung asam lenoleat sebagai anti kanker. Selain dikonsumsi langsung, buah ini dapat digunakan sebagai jus, manisan, dan selai yang berkhasiat sebagai penyeimbang kadar gula darah, pelindung kesehatan mulut, penurun kolestrol, mencegah pendarahan, dan kanker usus (Kristanto, 2005). Saat ini, buah naga di pasaran masih dijumpai sebagai buah impor dengan harga relatif mahal, utamanya bagi daerah-daerah yang jauh dari sentra produksi. Ini menunjukkan, pengembangan buah naga memiliki prospek yang cukup menjanjikan, khususnya untuk wilayah Indonesia yang beriklim tropis, seperti Sulawesi Tengah. Namun demikian, terdapat kendala dalam pengembangan buah naga, yakni mahalnya biaya pengadaan bibit dan transportasi. Pemanfaatan teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit tanaman buah naga dapat menjadi alternatif yang tepat. Dengan kultur jaringan biji buah berkualitas dapat digunakan sebagai sumber eksplan. Chaturani dan Jayatilleke (2006) melaporkan, persentase perkecambahan biji buah naga secara in vitro pada media dasar MS (Murashige-Skoog, 1962) nyata lebih tinggi dibandingkan secara in vivo, yaitu dengan persentase kecambah 98,5%. Rodziah et.al. (2010) melaporkan media MS memberikan persentase perkecambahan paling tinggi pada tiga minggu setelah tanam yakni 87,0% dibandingkan dengan media dasar lainnya pada perkecambahan red purple dragon fruit. Pada perbanyakan apel (Yuliana, 2005), pir (Ridwan, 2006) dan buah naga (Samudin, 2009) asal biji, penggunaan media MS dengan setengah hara makro dan mikro (MS 1 /2) menghasilkan kecambah steril yang baik digunakan sebagai sumber eksplan. Percobaan pendahuluan di Laboratotium Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian UNTAD menunjukkan, media dasar MS dengan setengah hara makro dan mikro tanpa zat pengatur tumbuh, mampu mengecambahkan biji buah naga dengan persentase rata-rata 93% (Seling,R. 2009). Namun demikian, laporan mengenai umur kecambah yang optimal untuk dijadikan sumber eksplan masih perlu dievaluasi. Pada perbanyakan tunas dengan eksplan pucuk kecambah steril Hylocereus undatus, Samudin (2009) menyarankan penambahan 3 mg/l BAP + 0,2 mg/l NAA pada media dasar MS untuk jumlah tunas tinggi, dan 2 ppm BAP + 0,4 ppm NAA untuk kualitas 333

tunas yang lebih baik. Selanjutnya Rodziah et al. (2010) melaporkan, media terbaik untuk perkecambahan dan pertumbuhan red-purple dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) asal biji adalah Chinese A (modifikasi media dasar MS yang kaya hara makro dan mikro), yang ditambahkan 1.0 mg/l kinetin + 0.5 mg/l IBA. Berdasarkan uraian di atas, penelitian mengenai umur kecambah dan konsentrasi benzylamino purine yang lebih rendah pada perbanyakan tunas tanaman buah naga secara in vitro perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan tanaman buah naga pada berbagai umur kecambah dan konsentrasi BAP secara in vitro. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu, dari bulan Agustus sampai Oktober 2012. Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, timbangan analitik, ph meter, hot plate dan magnetic stirrer, kulkas, Laminar Air Flow Cabinet, rak kultur, air conditioning, pinset, scalpel dan blade, peralatan gelas (Beker glass, Erlenmeyer, Petridish, botol kultur), mikro pipet, handsprayer, lampu Bunsen. Bahan-bahan yang digunakan terdiri atas biji buah naga, bahan kimia sesuai media dasar MS, aquadest steril, gula, agar-agar, alcohol 70%, spritus, kertas label, karet gelang, tissue, aluminium foil dan bayclin. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT) dengan perlakuan petak utama adalah umur kecambah yang terdiri atas tiga macam yaitu: U 3 = 3 minggu setelah tanam, U 4 = 4 minggu setelah tanam, U 5 = 5 minggu setelah tanam. Perlakuan anak petak adalah konsentrasi BAP yang terdiri dari tiga taraf, yaitu B 1 = 1 ppm BAP, B 2 = 2 ppm BAP, B 3 = 3 ppm BAP. Dengan demikian terdapat 9 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak empat kali, sehingga terdapat 36 unit percobaan. Tiap unit menggunakan tiga eksplan, sehingga terdapat 108 eksplan yang digunakan. Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan kegiatan yaitu sterilisasi alat dan aquadest, pembuatan media, sterilisasi eksplan, penanaman, pemeliharaan, dan pengamatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Tabel 1 Rata-rata Tinggi Tanaman 8 Minggu Setelah Tanam Perlakuan Konsentrasi BAP (ppm) Umur Kecambah (MST) 1 2 3 BNJ 5% 3 p2,21 a p1,80 a p1,73 a 4 r3,23 b q2,57 a q2,91 ab 0,25 5 q2,95 a r3,37 a r3,19 a BNJ 5% 0,57 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf sama pada baris (a, b, c) dan kolom (p, q, r) yang sama tidak berbeda pada uji BNJ α = 0,05 Perlakuan umur kecambah berpengaruh sangat nyata, sedangkan perlakuan konsentrasi BAP tidak berpengaruh serta terdapat interaksi yang nyata dari kedua perlakuan tersebut terhadap tinggi tanaman. Rata-rata tinggi tanaman dari berbagai perlakuan yang dicobakan disajikan pada Tabel 1. 334

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh umur kecambah berbeda pada setiap konsentrasi BAP. Pada konsentrasi 1 ppm BAP perlakuan umur kecambah 4 MST menghasilkan konsentrasi lebih tinggi dan berbeda dengan perlakuan lainnya, sedangkan pada konsentrasi 2 ppm BAP dan 3 ppm BAP perlakuan umur kecambah 5 MST menghasilkan tanaman lebih tinggi dan berbeda dengan perlakuan lainnya. Tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi BAP berbeda pada umur kecambah 4 MST tetapi tidak berbeda pada umur kecambah 3 MST dan 5 MST. Pada umur kecambah 4 MST konsentrasi BAP 1 ppm BAP menghasilkan tanaman lebih tinggi, berbeda dengan konsentrasi 2 ppm BAP dan tidak berbeda dengan konsentrasi 3 ppm BAP. Pembentukan tinggi tanaman pada media MS yang ditambahkan 2 ppm BAP dan umur kecambah 5 MST disajikan pada Gambar 1. Jumlah Tunas Umur kecambah dan konsentrasi BAP serta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas. Rata-rata jumlah tunas yang terbentuk pada setiap perlakuan yang dicobakan disajikan pada Tabel 2. Gambar 1. Tinggi tanaman pada media yang ditambahkan 2 ppm BAP dan umur kecambah 5 MST Data pada Tabel 2 menunjukkan pengaruh umur kecambah berbeda pada setiap konsentrasi BAP. Pada konsentrasi 1 ppm BAP perlakuan umur kecambah 4 MST menghasilkan konsentrasi lebih tinggi dan berbeda dengan perlakuan lainnya, sedangkan pada konsentrasi 2 ppm BAP dan 3 ppm BAP perlakuan umur kecambah 5 MST menghasilkan tanaman lebih tinggi dan berbeda dengan perlakuan lainnya. Tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi BAP berbeda pada umur kecambah 3 MST tetapi tidak berbeda pada umur kecambah 4 MST dan 5 MST. Pada umur kecambah 3 MST konsentrasi BAP 1 ppm BAP, 2 ppm BAP dan 3 ppm BAP tidak berbeda. Pembentukan tunas pada Tabel 2. Rata-rata Jumlah Tunas 8 Minggu Setelah Tanam Perlakuan Umur Kecambah (MST) Konsentrasi BAP (ppm) BNJ 5% 1 2 3 3 p1,08 a p1,08 a p1,08 a 4 q3,25 b p1,67 a p1,25 a 0,85 5 p1,17 a q4,08 b p1,66 a BNJ 5% 0,95 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf sama pada baris (a, b, c) dan kolom (p, q, r) yang sama tidak berbeda pada uji BNJ α = 0,05 335

media MS yang ditambahkan 2 ppm BAP dan umur kecambah 5 MST disajikan pada Gambar 2. konsentrasi 2 ppm BAP yaitu 0,09 helai. Akar yang terbentuk pada tunas tanaman buah naga disajikan pada Gambar 3 berikut ini. Gambar 2. Pembentukan tunas pada media yang ditambahkan 2 ppm BAP dan umur kecambah 5 MST Jumlah Akar Konsentrasi BAP berpengaruh sangat nyata, sedangkan umur kecambah dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh terhadap jumlah akar yang terbentuk. Rata-rata jumlah akar yang terbentuk pada setiap perlakuan yang dicobakan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Jumlah Akar 8 Minggu Setelah Tanam Data pada Tabel 3 menunujukkan bahwa jumlah akar paling banyak terbentuk pada media yang ditambahkan 1 ppm BAP yaitu 0,53 helai akar dan tidak berbeda dengan konsentrasi 3 ppm BAP yaitu 0,14 helai akar, tetapi berbeda dengan Gambar 3. Pembentukan akar pada media yang ditambahkan 1 ppm BAP dan umur kecambah 3 MST Pembahasan Pertumbuhan tanaman secara in vitro dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain komposisi media dan genotipe atau varietas yang digunakan. Penelitian ini menggunakan zat pengatur tumbuh BAP dengan konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm dan umur kecambah 3, 4, 5 minggu setelah tanam. Hasil penelitian menunjukkan Perlakuan Umur Kecambah (MST) Konsentrasi BAP (ppm) Rata-rata BNJ 5% 1 2 3 3 0,86 0,24 0,16 0,42 4 0,56 0,02 0,09 0,22 5 0,16 0,02 0,18 0,12 Rata-rata 0,53 b 0,09 a 0,14 ab 0,41 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf sama pada baris (a, b, c) dan kolom (p, q, r) yang sama tidak berbeda pada uji BNJ α = 0,05 bahwa komposisi media dalam hal ini konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda pula bagi pertumbuhan tanaman buah naga. Selain itu, umur kecambah yang digunakan sebagai eksplan juga diketahui 336

dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman buah naga secara in vitro. Umur kecambah berpengaruh sangat nyata pada pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah tunas, namun tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan jumlah akar. Interaksi umur dan konsentrasi BAP berpengaruh sangat nyata pada pertumbuhan jumlah tunas dan berpengaruh nyata pada perumbuhan tinggi tanaman, namun tidak berpengaruh nyata pada jumlah akar. Gunawan (1998) menyatakan bahwa interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan ke dalam media dan diproduksi oleh sel tanaman menentukan arah perkembangan suatu kultur. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, diketahui bahwa pertumbuhan tanaman buah naga secara in vitro menunjukkan tinggi tanaman paling tinggi dan menghasilkan jumlah tunas lebih banyak pada media MS yang ditambahkan 2 ppm BAP dan umur kecambah 3 MST, sedangkan jumlah akar paling banyak terbentuk pada media yang ditambahkan 1 ppm BAP. Terjadinya respon tersebut diduga disebabkan oleh adanya interaksi zat pengatur tumbuh BAP yang ditambahkan ke media dengan hormon dalam tanaman. Sesuai hasil yang diperoleh maka diketahui bahwa pada media MS yang ditambahkan 2 ppm BAP dan umur kecambah 5 MST lebih sesuai untuk memacu dan mendorong pertumbuhan tinggi tanaman dan pembentukan tunas pada eksplan kecambah buah naga. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Samudin (2009) bahwa penggunaan media MS dan 2 ppm BAP + 0,4 ppm NAA menghasilkan kualitas tunas yang lebih baik untuk tanaman buah naga. Selanjutnya Nursandi (2003) menjelaskan bahwa BAP memiliki rantai samping dari gugus benzyl sehingga tidak mudah dirombak oleh enzim yang terdapat dalam jaringan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah akar paling banyak terbentuk pada media yang ditambahkan 1 ppm BAP yaitu 0,53 helai akar. Penambahan BAP 2 ppm pada media tidak meningkatkan jumlah akar, yaitu hanya 0,09 helai. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi media yang digunakan tidak mampu mendorong pembentukan akar yang lebih banyak. Basri (2004) menyatakan bahwa akar biasanya dapat terbentuk bila kandungan hara makro dan mikro di dalam media diturunkan atau tanpa menggunakan zat pengatur tumbuh. Bila menggunakan zat pengatur tumbuh, maka yang digunakan biasanya hanya auksin. George dan Sherrington (1984) menyatakan bahwa pembentukan akar in vitro memerlukan auksin tanpa sitokinin atau sitokinin dengan konsentrasi yang rendah. Penambahan sitokinin (BAP) kedalam media dapat menghambat perpanjangan dan perkembangan akar. Halperin (1978) menyatakan bahwa adanya suplai sitokinin dalam media tanam menyebabkan akar tidak berkembang. KESI MPULAN Pertumbuhan tanaman buah naga merah berbeda pada konsentrasi BAP yang dicobakan untuk setiap umur kecambah. Pada konsentrasi 2 ppm BAP dengan umur kecambah 3 MST memberikan hasil yang lebih baik dengan rata-rata 3,37 cm tinggi tanaman dan 4,08 jumlah tunas. Konsentrasi BAP yang menghasilkan jumlah akar paling banyak diperoleh pada 1 ppm BAP yang mencapai 0,53 helai akar. 337

DAFTAR PUSTAKA Basri, Z., 2004. Kultur Jaringan Tanaman. Penerbit Tadulako Press, Universitas Tadulako, Palu Chaturani, GDG and Jayatilleke, MP, 2006. Studied Of In Vitro Germination Ability Of Dragon Fruit (Hylocereus undatus). Departement Of Crop Science, Faculty Of Agriculture, University Of Ruhuna. George, E.F and P.D Sherrington 1984. Plant Propogation by Tissue Culture. Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Exegetis. Ltd, England Gunawan, L. W., 1998. Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Antar Universitas (PAU). IPB, Bogor Halperin, W. 1978. Alternative morphogenic events in cell suspensions. Am. J. Bot. 53:443-453. Harjadinata, 2010. Budidaya Buah Naga. Penebar Swadaya Jakarta. Kristanto, D., 2005. Buah Naga, Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar Swadaya, Jakarta Nursandi, 2003 Pengaruh Pemberian Auksin, Sitokinin, dan GA3 dalam memacu pertumbuhan Tanaman. Makalah tidak dipublikasikan. Ridwan, 2006. Inisiasi Tanaman Pir (Pyrus pyrifolia) Varietas Shandog pada Berbagai Konsentrasi Benzylamino Purine dan Nephthaleneacetic Acid Secara In Vitro. Skripsi Fakultas Pertanianniversitas Tadulako Palu. Tidak Dipublikasikan. Rodziah K., Ahmad L.L., Rokiah Z. dan Hafsah, J., 2010. Basal Media for In Vitro Germination of Red-Purple Dragon Fruit Hylocereus polyrhizuz. J. Agrobiotech. Vol 1 Samudin, S. 2009. Pengaruh Kombinasi Auksin-Sitokinin Terhadap Pertumbuhan Buah Naga. Media Litbang Sulawesi Tengah. Vol II No. 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah. Seling, R., 2009. Pertumbuhan Buah Naga (Hylocereus undatus) Asal Kultur Jaringan pada berbagai ukurab setek. Skripsi Program Studi Agronomi Jurusn Budidaya Pertanian UNTAD. Yuliana., 2005. Inisiasi Tanaman Apel (Malus sylvestris Mill) Varietas Fuji pada Berbagai Konsentrasi Benzylamino Purine dan Napthalneacetic Acid Secara In Vitro. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu. Tidak Dipublikasikan. 338