2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELAT SUNDA

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut 5,8 juta km 2 atau 3/4 dari total

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Pantai Timur Sumatera Utara merupakan bagian dari Perairan Selat

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

Gambar 1. Diagram TS

2. TINJAUAN PUSTAKA. seperti konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut.

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI

2. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan oseanik dimana pada bagian timur berhubungan dengan perairan Selat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

BAB II KAJIAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

2. TINJAUAN PUSTAKA. (

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

Oleh: Risna Julisca Agnes Panjaitan C

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, ABSTRAK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Letak Geografis dan Kondisi Umum Perairan Mentawai

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini

Universitas Sumatera Utara, ( 2) Staff Pengajar Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Umum Perikanan Layang (Decapterus spp)

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

J. Sains & Teknologi, Agustus 2008, Vol. 8 No. 2: ISSN

BAB I PENDAHULUAN. jumlah yang melimpah, hal ini antara lain karena usaha penangkapan dengan mencari daerah

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

6 HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL DENGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 2.2 Penginderaan Jauh Sistem penginderaan jauh

VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA

PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 1-8 Online di :

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI PERAIRAN JAYAPURA SELATAN KOTA JAYAPURA

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1 Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-a dan SUHU PERMUKAAN LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT Terra MODIS DI PERAIRAN NATUNA

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA

Keyboard: upwelling, overfishing, front, arus Eddies I. PENDAHULUAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta yang dibatasi oleh garis bujur

PENDAHULUAN Latar Belakang

VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DARI CITRA SATELIT SeaWiFS DI PERAIRAN PULAU MOYO, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman Online di :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

2. TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Perairan Selat Makassar. Secara geografis Selat Makassar berbatasan dan berhubungan dengan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tenggiri (Scomberomorus commerson).

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya

Arum Sekar Setyaningsih Sudaryatno, Wirastuti Widyatmanti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT SELAT MALAKA. Universitas Riau.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT JAWA DARI CITRA SATELIT MODIS

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 YellowfinTuna. Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai. berikut: : Percomorphi

Transkripsi:

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut selat yang berhubungan dengan Samudera Hindia. Karakteristik perairan Selat Sunda juga dicirikan oleh keberadaan gunung yang masih aktif di tengah selat, pulaupulau kecil dan pertemuan dua massa air dengan karakteristik yang berbeda, yang menjadikan wilayah ini secara geologis maupun oseanografis sangat menarik, dengan demikian dapat diduga secara spesifik akan mempengaruhi populasi, jenis, sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et al.,2004). Perairan Selat Sunda juga dapat menghubungkan wilayah Laut Jawa bagian barat dengan perairan Selatan Jawa bagian barat dan pantai barat Sumatera bagian selatan, yang merupakan perairan dengan musim yang dipengaruhi oleh pergerakan massa air dari Laut Jawa dan Samudera Hindia ( Hendiarti et al.,2004). Hal ini dapat mempengaruhi kelimpahan dan produktivitas perairan di Selat Sunda. Selat Sunda dipengaruhi oleh Angin Muson Tenggara dan Angin Muson Barat Laut yang terjadi di Indonesia. Pada saat angin Muson Tenggara, suhu permukaan Selat Sunda lebih dari 29 C, dengan konsentrasi klorofil-a lebih dari 0.5 mg/m 3 dan salinitas rendah. Pada saat terjadi angin muson tenggara (southeast monsoon), di wilayah pantai Jawa-Sumatera terjadi Upwelling, namun kondisi ini belawanan saat terjadinya Angin Muson Barat Laut ( Hendiarti et al., 2005). 3

4 2.2. Suhu Permukaan Laut Suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter oseanografi yang mencirikan massa air di lautan dan berhubungan dengan keadaan lapisan air laut yang terdapat di bawahnya,sehingga dapat digunakan dalam menganalisis fenomena-fenomena yang terjadi di lautan seperti fenomena arus, upwelling, front ( pertemuan dua massa air yang berbeda), dan aktifitas biologi di laut ( Robinson, 1985). Suhu berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap proses fotosintesis di laut. Pengaruh langsung dalam fotosintesis disebabkan karena reaksi kimia enzimatik yang berperan dalam proses fotosintesis. Sedangkan reaksi tidak langsung suhu dapat berpengaruh dalam menentukan struktur hidrologis suatu perairan. Semakin dalam perairan, maka suhu akan semakin rendah dan salinitas semakin meningkat, yang dapat mengurangi laju penenggelaman fitoplankton. Suhu perairan juga dapat berpengaruh terhadap aktifitas biologi di dalamnya sehingga perubahan suhu perairan yang sangat kecil (±0.02 C) dapat menyebabkan perubahan densitas populasi ikan di suatu perairan. Ikan-ikan cenderung akan menghindari perairan yang bersuhu tinggi dan bergerak ke suhu yang lebih rendah ( Laevastu dan Hayes, 1981). Perubahan suhu perairan di bawah suhu optimal menyebabkan penurunan aktivitas gerakan dan aktivitas gerakan dan aktivitas makan sehingga menghambat proses berlangsungnya pemijahan. Perubahan suhu musiman pada suatu perairan, selain disebabkan oleh panas matahari, juga dipengaruhi oleh faktor arus permukaan, keadaan awan, pertukaran massa air secara horizontal dan vertikal maupun upwelling. Suhu

5 merupakan parameter yang mudah dan biasa diamati. Setiap spesies memiliki tingkatan suhu optimum dan batas toleransi terhadap suhu sekitar 0,1 C. Ikan merupakan hewan yang tubuhnya dapat menyesuaikan dengan suhu lingkungan di sekitarnya atau juga bisa disebut hewan berdarah dingin (poikilothermal) ( Laevastu dan Hayes, 1981). Menurut penelitian Gordon (2005), berdasarkan analisis data Aqua MODIS dan Sea WiFS diketahui bahwa SPL, distribusi klorofil-a, dan upwelling masing-masing sangat dipengaruhi oleh angin monsoon. Dari hasil penelitian arus lintas kepulauan Indonesia diketahui bahwa, termoklin di Samudera Hindia dengan suhu dingin dan salinitas rendah bergerak memotong arus lalu lintas kepulauan Indonesia dekat 12 LS. Menurut penelitian dari Amri (2002), nilai suhu permukaan laut di selat Sunda bervariasi sepanjang tahun, tergantung musim. Nilai suhu permukaan laut terendah ( 27 C) terjadi pada musim barat dan nilai tertinggi terjadi pada musim timur dan peralihan 2 (30,5 C). 2.3. Klorofil-a Klorofil adalah pigmen hijau yang terdapat pada tumbuhan. Klorofil-a adalah tipe klorofil yang paling umum dari tumbuhan. Dalam inventarisasi dan pemetaan sumberdaya alam pesisir dan laut, klorofil-a digunakan untuk mengetahui keberadaan fitoplankton dalam air. Semakin tinggi konsentrasi klorofil-a semakin berlimpah fitoplankton di air tersebut (United State Environmental Protection Agency, http://seawifs.gsfc.nasa.gov/seawifs.html). Fitoplankton adalah organisme laut yang melayang dan hanyut dalam air laut serta mampu berfotosintesis (Nybakken,1992).

6 Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplankton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Berdasarkan penelitian Nontji (1974), nilai rata-rata kandungan klorofil di perairan Indonesia sebesar 0,19 mg/m 3, nilai rata-rata pada saat berlangsung musim timur (0,24 mg/m 3 ) menunjukkan nilai yang lebih besar daripada musim barat (0,16 mg/m 3 ). Daerah-daerah dengan nilai klorofil tinggi mempunyai hubungan erat dengan adanya proses penaikan massa air / upwelling (Laut Banda, Arafura, Selat Bali dan Selatan Jawa), proses pengadukan dan pengaruh sungai-sungai (Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan). Salah satu satelit inderaja yang mampu mendata nilai klorofil adalah satelit Aqua MODIS yang diluncurkan pertama kali pada 4 Mei 2002 yang spesifikasinya digunakan untuk memetakan lautan (Maccherone, 2005). 2.4. Penginderaan Jauh Pada pemanfaatan data penginderaan jauh di bidang perikanan yang umum dipergunakan adalah pengamatan suhu permukaan laut dan warna laut. Penentuan suhu permukaan laut menggunakan citra satelit dilakukan dari besarnya nilai radiasi infra merah jauh (infra merah panas) yang mempunyai kisaran panjang gelombang 3µm-14µm. Perlu diketahui bahwa pengukuran spektrum infra merah jauh yang dipancarkan oleh permukaan laut hanya dapat memberikan informasi suhu pada lapisan permukaan sampai kedalaman 0.1 mm (Kushardono, 2003). Data SPL dan konsentrasi klorofil-a dapat diperoleh dari data penginderaan jauh sensor ocean color. Sensor ocean color merupakan sensor yang

7 memanfaatkan cahaya matahari sebagai sumber energi untuk melakukan penginderaan terhadap objek yang terdapat di permukaan bumi. Satelit membawa sensor yang dapat menerima pantulan radiasi sinar matahari dari permukaan dan kolom perairan. Proses yang terjadi dalam sistem penginderaan jauh ocean color adalah transfer radiasi dalam sistem sinar matahari-perairan-sensor satelit. Sebagai contoh SPL dan konsentrasi klorofil-a diturunkan dari data satelit Aqua MODIS yang memiliki karakteristik dengan kuantitasi 12 bits dan memiliki 36 band dengan resolusi spasial 250 m untuk band 1 dan 2, 500 m untuk band 3 hingga 7 dan 1 km untuk band 8 hingga 36 (Kushardono, 2003). Penelitian yang menggunakan data Aqua MODIS sudah banyak dilakukan, antara lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Southes Asian Regional Centre for Tropical Biology ( SEAMEO BIOTROP), Vincentius (2011) yang menggunakan data level 3 SPL dan konsentrasi klorofil-a dari citra Aqua MODIS untuk mengkaji dampak dari pemanasan global terhadap aktifitas perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya di perairan utara Jawa. Penelitian lainnya yaitu yang dilakukan oleh Julisca 2009, mengenai variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra Aqua MODIS serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan lemuru di perairan Selat Bali. 2.5. Satelit Aqua MODIS Berbagai jenis sensor satelit telah dikembangkan untuk mendeteksi berbagai parameter penting termasuk proses-proses yang terjadi di lautan baik

8 secara fisik, kimia maupun proses biologi. Salah satunya adalah satelit aqua yang membawa sensor Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS). Sensor modis mempunyai 36 kanal dengan kisaran panjang gelombang (0,4-4,4 µm) sehingga diharapkan dapat di peroleh informasi yang lebih akurat bila dibandingkan dengan sensor ocean color lainya. Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) merupakan instrumen penting yang telah dikembangkan sejak pertengahan 1995. Sebagian besar kanal MODIS memiliki resolusi spasial sebesar 1 km ( 29 kanal), namun terdapat juga kanal yang memiliki resolusi spasial sebesar 250m ( 2 kanal) dan 500 m ( 5 kanal), dimana 2 kanal tersebut berada pada rentang spektral daerah tengah sinar tampak. Instrumen MODIS ini berhasil diluncurkan satelit Terra (EOS AM) pada tanggal 18 Desember 1999 dan satelit Aqua (EOS PM) yang diluncurkan pada 4 Mei 2002 (www.modis.gsfc.nasa.gov), untuk lebih jelasnya spesifikasi MODIS dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Spesifikasi teknik satelit Aqua MODIS (Maccherone, 2005) Orbit Rataan pantauan Luas liputan Berat Tenaga (power) Kuantisasi Resolusi spasial 705 km; 13.30 P.M., ascending node, sunsynchronous, near polar, sirkular 20,3 rpm, cross track 2330 km (cross track) dengan lintang 10 lintasan pada nadir 228,7 kg 168,5 W (single orbit average) 12 bit 250 m (kanal 1-2) 500 m (kanal 3-7) 1000 m (kanal 8-36)

9 Aqua MODIS mempunyai beberapa produk dengan berbagai sumber. Salah satu produk Aqua MODIS adalah citra level 3. Citra MODIS level 3 terdiri dari data suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a dan data parameter lainnya yang dapat digunakan dan diproses lebih lanjut oleh para peneliti dari berbagai disiplin ilmu, termasuk oseanografi dan biologi. Citra MODIS level 3 merupakan produk data yang sudah diproses. Citra tersebut sudah dikoreksi atmosferik, yang dilakukan untuk menghilangkan hamburan cahaya yang sangat tinggi yang disebabkan oleh komponen atmosfer. Komponen yang dikoreksi yaitu hamburan Rayleigh dan hamburan aerosol (www.modis.gsfc.nasa.gov). 2.6. Ikan pelagis Ikan pelagis merupakan ikan yang hampir sepanjang daur hidupnya berada pada kolom perairan, bebas dari dasar perairan. Daerah yang diminati oleh ikan pelagis yaitu daerah yang masih dapat terkena sinar matahari ( zona eufotik) dengan perbatasan bawah pada umumnya terletak pada kedalaman 100-200 meter, bervariasi terhadap batas tembus cahaya dan kejernihan air ( Nybakken, 1988). Potensi perikanan pelagis di selat Sunda salah satunya yaitu jenis ikan tongkol (Euthynnus sp). Ikan tongkol termasuk ikan pelagis kecil karena panjangnya 20-60 cm tetapi kadang-kadang bisa mencapai 100 cm ( Kriswantoro dan Sunyoto 1986). Berat maksimum ikan tongkol dapat mencapai 13,6 kg. Makanan Ikan Tongkol adalah teri, ikan pelagis dan cumi-cumi. Pada famili Scombiridae lainnya, ikan tongkol cenderung membentuk kumpulan multi spesies menurut ukurannya, misalkan dengan kumpulan Thunnus albacores, Katsuwonus pelamis, Auxis sp, dan Megalopis cardyla.

10 Ikan tongkol umumnya hidup di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik bagian barat ( Nontji, 2005). Ikan ini bersifat epipelagis berenang membentuk schooling dan umumnya hidup pada kisaran 21,6 C-30 C. Beberapa sifat dan kebiasaan hidup ikan tongkol dikemukakan Unar dalam Nurjaelani (1991) sebagai berikut : 1). Tongkol umumnya adalah karnivor yang rakus. 2). Dalam ruayanya, tongkol kadang-kadang berhenti untuk mencari makan. 3). Terdapat di daerah tropis yang berkadar salinitas tinggi. 4). Bergerak dalam gerombolan besar di lautan bebas dan dapat beruaya dengan jarak yang sangat jauh. Blackburn (1965), mengemukakan bahwa ikan tongkol memiliki daerah penyebaran yang luas. Pada umumnya ikan tongkol menyenangi perairan panas dan hidup pada lapisan permukaan hingga kedalaman 40 meter. Kondisi oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan tongkol adalah suhu, arus dan salinitas ( Hela dan Laevastu, 1970). Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan Gunarso (1985) bahwa ikan tongkol dapat mendeteksi perubahan suhu sampai sekecil 0,03 C, sedangkan untuk salinitas dapat mendeteksi perubahan sampai besarnya sekitar 0,02. Oleh karena itu, ikan tongkol sangat sensitif terhadap perubahan suhu maupun salinitas.