Oleh: Risna Julisca Agnes Panjaitan C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh: Risna Julisca Agnes Panjaitan C"

Transkripsi

1 VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI CITRA SATELIT AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN LEMURU DI PERAIRAN SELAT BALI Oleh: Risna Julisca Agnes Panjaitan C DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI CITRA SATELIT AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN LEMURU DI PERAIRAN SELAT BALI adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, 17 Desember 2009 Risna Julisca A Panjaitan C ii

3 RINGKASAN RISNA JULISCA A PANJAITAN. Variabilitas Konsentrasi Klorofil-A dan Suhu Permukaan Laut dari Citra Satelit Aqua Modis serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Lemuru di Perairan Selat Bali. Dibimbing oleh JONSON LUMBAN GAOL. Perairan Selat Bali memiliki potensi sumber daya perikanan lemuru yang cukup tinggi. Kelimpahan ikan lemuru dan penyebarannya dipengaruhi oleh kondisi oseanografi seperti kelimpahan fitoplankton dan variasi suhu permukaan laut (SPL). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi temporal dan spasial konsentrasi klorofil-a dan SPL serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan lemuru. Data yang digunakan adalah citra satelit Aqua MODIS level 3 komposit bulanan selama 5 tahun ( ) dengan resolusi spasial 9 km, yang didownload dari dan data produksi bulanan ikan lemuru selama 5 tahun ( ) yang didaratkan di TPI Pengambengan, Bali. Sebagai data pendukung, digunakan data angin bulanan selama 5 tahun ( ) yang didownload dari Analisis korelasi silang digunakan untuk menganalisis hubungan antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru. Kondisi perairan Selat Bali dipengaruhi oleh dua musim berdasarkan pola pergerakan dan kecepatan angin, yaitu musim barat (November April) dan musim timur (Mei Oktober). Secara umum nilai konsentrasi klorofil-a pada musim timur lebih tinggi dibandingkan pada saat musim barat. Sebaliknya, sebaran SPL relatif tinggi terjadi pada musim barat dibanding dengan musim timur. Nilai konsentrasi klorofil-a yang tinggi dan SPL yang rendah pada musim timur berhubungan dengan upwelling yang terjadi di perairan tersebut dimana massa air yang kaya nutrien dan bersuhu rendah yang naik ke lapisan permukaan. Secara spasial, peningkatan konsentrasi klorofil-a dan penurunan SPL pada musim timur terjadi pada daerah selatan perairan Selat Bali yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Pada musim timur tahun 2006 di perairan Selat Bali terjadi anomali konsentrasi klorofil-a dan SPL yang diperkirakan karena upwelling yang terjadi secara intensif di perairan Selatan Jawa sepanjang musim timur (Agustus- November 2006). Upwelling yang intensif ini diperkirakan akibat fenomena Indian Ocean Dipole Mode (IODM) yang terjadi pada periode tersebut. Secara umum, puncak peningkatan produksi ikan lemuru selama periode penelitian terjadi pada Oktober Desember dengan rata-rata tangkapan kg. Peningkatan jumlah produksi ikan lemuru secara signifikan terjadi pada bulan November 2006 dengan jumlah mencapai kg. Hasil analisis korelasi silang menyatakan adanya korelasi positif signifikan antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru pada waktu sela 1-4 bulan. iii

4 VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI CITRA SATELIT AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN LEMURU DI PERAIRAN SELAT BALI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: Risna Julisca A Panjaitan C DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 iv

5 Judul Nama NRP : VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI CITRA SATELIT AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN LEMURU DI PERAIRAN SELAT BALI. : Risna Julisca A Panjaitan : C Disetujui, Pembimbing I, Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc. NIP Tanggal lulus: 17 Desember 2009 v

6 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas semua berkat dan kasih-nya sehingga penulis dimampukan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul Variabilitas Konsentrasi Klorofil-A dan Suhu Permukaan Laut dari Citra Satelit Aqua Modis serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Lemuru di Perairan Selat Bali dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak pengetahuan, bimbingan, arahan dan nasehat selama proses penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc. selaku Dosen Penguji dan Dr. Henry Manik, MT selaku Koordinator Program Studi. 3. Dinas Perikanan Kabupaten Jembrana Bali dan TPI Pengambengan Bali atas data produksi ikan lemuru bulanan. 4. NASA yang telah menyediakan data citra satelit Aqua MODIS dan data angin bulanan untuk penelitian ini. 5. Kedua orang tua tercinta (W. Panjaitan dan O. Napitupulu) serta adik-adik (Bernard Fernandes Panjaitan dan Ronald Hamonangan Panjaitan), atas doa, dukungan dan bantuan materi. 6. Sahabat sahabat saya (Marissa Ambarita, Lora Silitonga, Lely Hutahaean, Tety Simatupang) dan teman teman di Wisma Gajah, atas doa, semangat, dukungan, pengertian, dan penghiburan selama pengerjaan skripsi ini. 7. Teman-teman ITK 42 dan teman teman yang telah banyak membantu dan mendukung selama penelitian hingga penulisan skripsi selesai, terkhusus kepada Golda Simatupang dan Nuriasih Nababan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Bogor, 17 Desember 2009 Risna Julisca Agnes Panjaitan vi

7 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iii v vi vii ix x xi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Perairan Selat Bali Sumberdaya Ikan Lemuru Jenis, Ciri-ciri, dan Kebiasaan Makan Ikan Lemuru Persebaran Ikan Lemuru Musim dan Penangkapan Ikan Lemuru Kondisi Oseanografi yang mempengaruhi tingkah laku Suhu Permukaan Laut Upwelling Front Klorofil dan Produksi Primer Penginderaan Jarak Jauh Pendeteksian SPL dan Klorofil-a METODOLOGI Waktu dan Lokasi penelitian Alat dan Data Penelitian Data Penginderaan Jauh Data Angin Data Perikanan Lemuru Data Dipole Mode Index (DMI) Metode Pengolahan Data Pengolahan Data Citra Aqua MODIS Data Hasil Tangkapan vii

8 3.4 Analisis Data Konsentrasi Klorofil-a dan Sebaran SPL Analisis Korelasi Silang (Crosscorellation) HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Sebaran SPL di Perairan Selat Bali Produksi Ikan Lemuru yang Didaratkan di TPI Pengambengan, Bali Hubungan Konsentrasi Klorofil-a dan Produksi Ikan Lemuru Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Produksi Lemuru KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP viii

9 DAFTAR TABEL Halaman 1. Nama-nama Lokal Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru) Panjang gelombang kanal pada satelit Aqua MODIS Fluktuasi nilai konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali pada musim timur Fluktuasi nilai konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali pada musim barat ix

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Sistem Penginderaan Jarak Jauh Peta Lokasi Penelitian Diagram Alir Pengolahan dan Analisis Data Penelitian Profil sebaran konsentrasi klorofil-a rata-rata bulanan 5 tahun di Perairan Selat Bali Profil Pergerakan Angin Bulanan di Perairan Selat Bali Selama 5 Tahun Fluktuasi rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali Sebaran spasial (lintang) dan temporal konsentrasi klorofil-a di Perairan Selat Bali Fluktuasi Dipole Mode Index (DMI) selama 5 tahun Grafik fluktuasi rata-rata bulanan SPL di Perairan Selat Bali Sebaran temporal suhu permukaan laut (SPL) bulanan perairan Selat Bali (Januari 2004 Desember 2008) Produksi Bulanan Ikan Lemuru yang Didaratkan di TPI Pengambengan, Bali selama 5 Tahun Grafik fluktuasi 5 tahun konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Pengambengan Bali Korelogram korelasi silang antara konsentrasi klorofil-a dan produksi lemuru Grafik fluktuasi 5 tahun suhu permukaan laut di Perairan Selat Bali dan produksi lemuru yang didaratkan di TPI Pengambengan x

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Bulanan Nilai Rata-rata Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Selat Bali Selama 5 Tahun Profil sebaran bulanan konsentrasi klorofil-a berdasarkan musim di perairan Selat Bali Data Bulanan Nilai Rata-rata Suhu Permukaan Laut di Perairan Selat Bali Selama 5 Tahun Data Produksi Bulanan Ikan Lemuru yang Didaratkan di TPI Pengambengan-Bali Selama 5 Tahun Data Bulanan Nilai Rata-rata Angin Di Perairan Selat Bali Selama 5 Tahun Korelasi Silang Konsentrasi Klorofil-a dan Produksi Ikan Lemuru xi

12 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Bali adalah salah satu perairan di Indonesia yang memiliki potensi perikanan tangkap yang cukup tinggi dengan sumberdaya perikanan utamanya yaitu ikan lemuru (Sardinella lemuru). Produksi ikan lemuru di perairan Selat Bali sangat berfluktuasi secara temporal, dimana pada saat tertentu terjadi produksi yang cukup rendah tetapi pada saat yang lain terjadi produksi yang cukup tinggi. Potensi perikanan tangkap yang tinggi ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa Selat Bali memiliki produktivitas perairan yang tinggi akibat adanya fenomena upwelling yang terjadi secara musiman di perairan selatan Jawa yang berhubungan dengan Samudera Hindia. Selain variasi musim, di perairan Samudera Hindia juga ditemukan adanya variasi interanual seperti Indian Ocean Dipole Mode (IODM) yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kondisi perairan Selat Bali. Pengaruh musim dan fenomena IODM mempengaruhi parameter oseanografi seperti kelimpahan fitoplankton dan suhu permukaan di perairan Selat Bali. Variasi konsentrasi klorofil-a secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kelimpahan dan sebaran ikan lemuru di Selat Bali (Wudianto, 2001) Penyebaran ikan lemuru di perairan Selat Bali dipengaruhi oleh keberadaan sumber makanannya yaitu plankton. Fitoplankton merupakan tumbuhan mikro yang memiliki pigmen klorofil-a yang berfungsi dalam konversi radiasi matahi menjadi energi kimia yg diperlukan untuk proses fotosintesis.

13 2 Kelimpahan fitoplankton dalam suatu perairan dapat dideteksi oleh sensor satelit melalui klorofil-a yang terkandung pada fitoplankton. Berdasarkan hasil penelitian yang sebelumnya, diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara konsentrasi klorofil-a dengan kelimpahan ikan lemuru di Selat Bali, dimana peningkatan konsentrasi klorofil-a akan diikuti dengan peningkatan produksi tangkapan ikan lemuru. Namun pada penelitian penelitian yang sebelumnya hanya menggunakan data produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar (Lumban Gaol et al., 2004; Hosniyanto, 2003; Nababan, 2009). Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan data produksi lemuru yang didaratkan di TPI Pengambengan Bali untuk dilihat hubungannya dengan konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan di perairan Selat Bali Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui variasi spasial dan temporal konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut di Perairan Selat Bali dari hasil pengolahan citra AQUA MODIS periode Januari 2004 Desember Mengetahui hubungan antara konsentrasi klorofil dan suhu permukaan laut terhadap produksi ikan lemuru (Sardinella Lemuru) yang didaratkan di TPI Pengambengan Bali.

14 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Perairan Selat Bali Perairan Selat Bali di sebelah barat dibatasi oleh daratan pulau Jawa, sedangkan di sebelah timur dibatasi oleh daratan Pulau Bali. Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di utara dan Samudera Hindia di sebelah selatan. Berdasarkan topografinya, perairan Selat Bali cenderung dipengaruhi oleh massa air dari Samudera Hindia dibandingkan dengan massa air Laut Flores atau Laut Jawa (Burhanuddin dan Praseno, 1982). Perubahan yang dialami Selat Bali akan sama dengan perubahan yang terjadi di Samudera Hindia, terutama dalam hal variabilitas parameter oseanografinya seperti konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut. Perairan Selat Bali memiliki kesuburan yang tinggi, dimana produktivitas tertinggi terjadi saat musim timur yang disebabkan oleh fenomena upwelling di perairan Samudera Hindia. Saat terjadinya upwelling, zat hara di perairan tinggi. Zat hara seperti nitrat dan fosfat sangat penting bagi perkembangan fitoplankton. Pada saat musim timur dimana terjadi upwelling mengakibatkan terjadinya peningkatan kandungan fitoplankton (Arinardi, 1989). Pada musim barat terjadi pergerakan arus ke arah timur sepanjang pantai Selatan Jawa. Sebagian massa air ini memasuki perairan Selatan Bali yang ditandai dengan salinitas 32,5 dan suhu tinggi sekitar 30 C (Soeriatmadja, 1957). Pada musim timur terjadi penaikan air di sepanjang pantai Selatan Jawa sampai Sumbawa, bersamaan dengan ini poros aliran Arus Khatulistiwa Selatan yang mengalir dari timur ke barat sehingga mendesak Arus Pantai Jawa yang

15 4 mengalir ke timur (Wyrtki, 1962). Menurut Ilahude (1975), terjadinya suhu rendah (26 C) dan salinitas tinggi (34 ) pada musim timur di perairan Selat Bali disebabkan oleh aliran massa air yang berasal dari Samudera Hindia pada saat terjadinya penaikan massa air yaitu pada musim timur. Adanya penaikkan massa air yang cukup kuat di perairan Selatan Bali pada saat musim timur terjadi akibat bertiupnya angin muson tenggara yang menyusuri pantai selatan Jawa-Bali. Kemudian akibat adanya pengaruh gaya Coriolis, transport air di lapisan permukaan dibelokkan ke tengah laut sehingga kekosongan air di perairan pesisir Jawa-Bali ini diisi oleh massa air dari lapisan di bawahnya. Kondisi oseanografi di perairan Selat Bali juga mendapat pengaruh fenomena global seperti fenomena El-Nino/Southern Oscillation (ENSO) yang terjadi di Samudera Pasifik dan Indian Ocean Dipole Mode (IODM) yang terjadi di Samudera Hindia. Menurut Gaol (2003), pada peristiwa El-Nino pada tahun 1997/1998, suhu permukaan laut di Samudera Hindia Bagian Timur cenderung lebih tinggi karena melemahnya kecepatan angin dalam periode yang lama sehingga terjadi pemanasan permukaan laut dari radiasi matahari. Suhu permukaan laut yang tinggi ini mengakibatkan proses upwelling yang biasanya terjadi pada musim timur, intensitasnya menjadi lebih rendah, sehingga mengakibatkan perairan menjadi tidak subur. Pada fenomena IODM, terjadi anomali positif kecepatan angin, dimana kondisi ini sangat berbanding terbalik dengan peristiwa El Nino. Selama IODM berlangsung kecepatan angin yang tinggi mengakibatkan proses upwelling cukup intensif di Sepanjang Selatan Jawa

16 5 dan Bali. Suhu permukaaan laut mengalami penurunan yang cukup rendah dan konsentrasi klorofil meningkat cukup tajam karena kondisi perairan yang subur Sumberdaya Ikan Lemuru Jenis, Ciri-ciri, dan Kebiasaan Makan Ikan Lemuru Ikan lemuru yang terdapat di perairan Indonesia terdiri dari beberapa jenis yaitu Sardinella longiceps (yang kemudian direvisi menjadi Sardinella lemuru), Sardinella aurita, Sardinella leoigaster, dan Sardinella clupeoides (Merta, 1992). Ikan lemuru yang terkenal di Indonesia adalah Sardinella lemuru yang terkonsentrasi di perairan Selat Bali dan sekitarnya. Ciri-ciri umum ikan lemuru yang terdapat di perairan Selat Bali menurut Dwiponggo (1982) adalah: 1. Bentuk badan bulat memanjang, perut agak menipis dengan sisik-sisik duri yang menonjol dan tajam. 2. Sirip dapat mencapai panjang 23 cm. 3. Sirip ekor bercabang, warna badan bagian atas biru kehijauan, bagian bawah putih keperakan, terdapat noda samar-samar di bawah pangkal sirip punggung bagian depan, sirip-sirip lainnya tembus cahaya dan moncong agak kehitam-hitaman. Ikan lemuru oleh nelayan setempat diberi nama berbeda sesuai dengan ukuran panjangnya. Secara umum ikan lemuru dikelompokkan dalam empat nama lokal berdasarkan ukuran yang diberikan oleh nelayan setempat.

17 6 Tabel 1. Nama-nama lokal ikan lemuru di Selat Bali Panjang Total (cm) Nama Lokal Lokasi < 11 Sempenit Penpen Muncar Kedonganan dan Bali Protolan Muncar dan Bali Lemuru Muncar dan Bali >18 Lemuru kucing Muncar dan Bali Sumber: Dwiponggo (1982) dan Merta (1992) Lemuru adalah jenis ikan pemakan zooplankton dan fitoplankton. Zooplankton merupakan makanan utama dengan persentase 90.52% %, sedang fitoplankton 4.46% %. Berdasarkan hasil pemeriksaan lambung ikan lemuru di Selat Bali diperoleh zooplankton copepoda mendominasi 85 95% dari jumlah makanannya, dan sisa makanan 5 15% terdiri dari crustacea, moluska, dan fitoplankton (Ritterbush, 1975 in Burhanuddin et al., 1984) Penyebaran Ikan Lemuru Menurut Whitehead (1985) dalam Muntoha (1998), ikan lemuru tersebar di Lautan India bagian timur yaitu Phuket, Thailand, pantai timur Jawa Timur dan Bali, serta sebelah barat Australia. Sedangkan sebaran ikan lemuru di lautan Pasifik sebelah barat dapat dijumpai dari Laut Jawa ke utara sampai Filipina, Hongkong, Pulau Taiwan sampai Jepang bagian Selatan. Di Selat Bali, penyebaran ikan lemuru mempunyai batasan wilayah tertentu. Menurut Dwiponggo (1982), daerah persebaran saat musim lemuru adalah di sekitar paparan Jawa Timur yaitu dari Bromo sampai ke Grajakan, sedangkan di paparan Bali ikan lemuru tersebar mulai dari Candi Kesuma ke tenggara sampai Jimbaran. Persebaran maupun pergerakan ikan lemuru di Selat Bali belum dapat

18 7 diungkapkan secara pasti, apakah bergerak ke utara melalui mulut selat, atau kembali lagi ke arah selatan pada saat musim lemuru berakhir. Adanya variasi parameter oseanografi seperti kelimpahan fitoplankton, suhu, dan salinitas di perairan Selat Bali diduga mempunyai pengaruh terhadap kelimpahan dan penyebaran ikan pelagis yang hidup di perairan tersebut, khususnya ikan lemuru yang merupakan hasil tangkapan utama dari pukat cincin. Terjadinya upwelling di perairan Samudera Hindia dan Selat Bali memberikan dampak bagi perikanan lemuru. Menurut Wudianto (2001) meningkatnya populasi ikan lemuru mulai terjadi pada saat musim timur tiba (bulan Agustus), dimana saat itu diduga terjadi penaikan massa air di wilayah perairan selatan Jawa dan Bali. Pada musim timur terjadi tiupan angin muson tenggara yang cukup kencang menyusuri pantai selatan Bali dan Jawa ke arah barat dengan menyeret sebagian massa air di permukaan. Adanya gaya Coriolis menyebabkan sebagian massa air di lapisan permukaan dibelokkan ke tengah laut, dan kekosongan air diisi oleh air dari lapisan bawah yang bersuhu lebih rendah (Knauss, 1978) Musim dan Penangkapan Ikan Lemuru Menurut Subani (1971) dalam Indrawati (2001) ikan lemuru di perairan Selat Bali dikenal sebagai ikan musiman karena ikan ini muncul pada musimmusim tertentu saja. Ikan lemuru mulai muncul pada saat musim timur, mulamula dalam jumlah kecil kemudian dalam jumlah besar dan semakin banyak serta mencapai puncaknya pada bulan Desember. Ikan lemuru mempunyai sifat lain yang senang beruaya secara musiman, dimana pada saat tertentu menghilang dari

19 8 jangkauan penangkapan, keadaan ini terjadi pada bulan Februari dan Maret (Subani, 1971) Kondisi Oseanografi yang Mempengaruhi Tingkah Laku Ikan Lemuru Ikan lemuru termasuk jenis ikan permukaan (pelagic fish), mudah tertarik oleh cahaya lampu (forotaksis positif) sehingga dapat berkumpul ke tempat dimana terdapat cahaya lampu. Gerombolan ikan ini jelas terlihat pada kedalaman m dengan menggunakan fish finder. Penelitian dengan menggunakan teknik akustik menurut Merta (1992) menunjukkan adanya gerombolan (schooling) lemuru yang cukup besar pada kedalaman m, m, dan 50 m di perairan Selat Bali. Berdasarkan data tersebut, ikan lemuru cenderung bergerombol di lapisan eufotik yang kaya akan zat hara pada musim tertentu. Keberadaan ikan lemuru diduga berhubungan erat dengan adanya upwelling serta arus ekuator selatan (Merta, 1992). Selain itu berdasarkan penelitian oleh Hanggoro (1995) dan Indrawati (2000), diketahui bahwa ikan lemuru lebih menyukai daerah perairan dengan suhu rendah yaitu ºC. Terjadinya penaikan massa air ternyata sangat berpengaruh terhadap sumberdaya perikanan pelagis. Perairan yang mengalami penaikan massa air umumnya menjadi subur akan unsur hara sehingga sumber makanan bagi ikan pelagis akan melimpah. Laju pertumbuhan ikan lemuru menjadi lebih cepat saat terjadi penaikan massa air, tetapi sebaliknya menjadi lambat saat tidak terjadi penaikan massa air (Edwards dan Shaher, 1987). Bagi wilayah perairan tropis, kelimpahan plankton yang tinggi umumnya terjadi pada perairan yang mengalami penaikan massa air (Nontji dan Ilahude, 1975).

20 9 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wudianto (2001) diketahui bahwa pada musim timur terjadi peristiwa upwelling di perairan Selat Bali. Pada penelitian yang sama juga ditemukan bahwa rata-rata densitas ikan lemuru yang tertinggi terjadi pada musim timur yaitu di lapisan permukaan antara 4-29 m dengan kelimpahan sebesar 12,62 ton/nmil 2. Dari data-data tersebut menunjukkan bahwa saat terjadi upwelling pada musim timur, perairan Selat Bali sangat subur dengan densitas ikan lemuru yang melimpah. Fluktuasi suhu dan perubahan geografis merupakan faktor penting dalam upaya menentukan pengkonsentrasian gerombolan ikan. Dengan demikian suhu memegang peranan dalam menentukan daerah penangkapan (Gunarso, 1985). Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh selama masa pemijahan adalah suhu. Sardinops melanosticta di perairan Laut Jepang memijah pada suhu sekitar 13 ºC 17 ºC dengan suhu optimum berkisar 14 ºC 15.5 ºC, sedangkan ikan sardin di perairan Pasifik (Sardinella caerulea) memijah di luar California pada kisaran suhu 15 ºC 16 ºC (Laevastu dan Hela, 1970). Ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang terdapat di perairan Selat Bali dapat hidup pada suhu sekitar 26 ºC 29 ºC (Mahrus, 1996) Suhu Permukaan Laut Salah satu parameter oseanografi yang mencirikan massa air di lautan adalah suhu perairan. Suhu permukaan laut mempunyai hubungan erat dengan keadaan lapisan air laut yang terdapat di bawahnya, sehingga data suhu permukaan laut dapat digunakan untuk menafsirkan fenomena-fenomena yang terjadi di laut seperti front (pertemuan dua massa air yang berbeda), arus,

21 10 upwelling, sebaran suhu permukaan laut secara horizontal, dan aktifitas biologi (Robinson, 1985). Suhu lapisan permukaan di perairan Indonesia umumnya berkisar pada 28 C 31 C menurut Nontji (1987). Tingginya suhu permukaan laut disebabkan oleh posisi geografis Indonesia yang terletak di wilayah ekuator yang merupakan daerah penerima panas matahari yang terbanyak. Suhu tertinggi 30 C umumnya terjadi pada bulan April Mei, sedangkan suhu terendah 27 C terjadi pada bulan Desember Januari. Suhu permukaan laut juga dipengaruhi oleh angin musiman dan pola curah hujan (Wyrtki, 1961). Laevastu dan Hayes (1981) mengatakan bahwa perubahan suhu perairan yang sangat kecil (± 0.02 C) dapat menyebabkan perubahan densitas populasi ikan di suatu perairan (terutama di daerah subtropis). Ikan-ikan pelagis akan bergerak menghindari suhu yang lebih tinggi, atau mencari daerah yang kondisi suhunya lebih rendah. Lebih lanjut dikatakan bahwa kelimpahan suatu jenis ikan pada suatu daerah penangkapan dipengaruhi oleh perubahan suhu tahunan serta berbagai keadaan lainnya. Amri (2002) menyatakan bahwa suhu perairan sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan; aktifitas dan mobilitas gerakan; ruaya, penyebaran, dan kelimpahan; penggerombolan, maturasi, fekunditas (jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan betina dalam setahun) dan pemijahan; masa inkubasi dan penetasan telur serta kemampuan larva ikan untuk bertahan hidup. Selanjutnya dijelaskan bahwa perubahan suhu perairan di bawah suhu optimal menyebabkan penurunan aktifitas gerakan dan aktifitas makan serta menghambat proses berlangsungnya pemijahan. Pada umumnya semakin bertambah besar ukuran ikan dan semakin tua ikan, ada

22 11 kecenderungan menyukai dan mencari perairan dengan suhu yang lebih rendah di perairan yang lebih dalam. Menurut Gunarso (1985), fluktuasi suhu dan perubahan geografis merupakan faktor penting dalam upaya menentukan pengkonsentrasian gerombolan ikan. Sehingga suhu memegang peranan penting dalam penentuan daerah penangkapan ikan. Menurut Laevastu dan Hela (1970), untuk meramalkan berhasil tidaknya suatu penangkapan ikan harus memperhatikan: a) suhu optimum dari semua jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan; b) pengamatan hidrografi dan meteorologi untuk memberikan keterangan mengenai isotermal permukaan; c) peramalan perubahan keadaan hidrografi. Analisis suhu pemukaan laut bukan hanya penting untuk mengetahui keberadaan dan tingkah laku ikan tetapi juga secara tidak langsung mengindikasikan beberapa proses lain di lautan seperti percampuran massa air, upwelling, arus, perbatasan arus, dan lain sebagainya yang keseluruhannya dapat mempengaruhi keberadaan sumberdaya ikan (Laevastu dan Hela, 1970) Upwelling Upwelling adalah gerakan naiknya massa air dari lapisan yang lebih dalam dimana massa air tersebut mempunyai suhu yang rendah dan salinitas yang tinggi serta membawa unsur-unsur hara yang kaya akan fosfat dan nitrat yang tinggi ke permukaan. Menurut Ilahude (1998), massa air yang naik ke permukaan ini berasal dari lapisan m. Oleh karena itu daerah-daerah upwelling selalu memberikan indikasi produktivitas plankton yang tinggi pada perairan tersebut (Nontji, 1987).

23 12 Dari nilai suhu dan salinitas yang diukur pada tempat yang sama (posisi dan kedalaman yang sama) pada saat terjadi upwelling, diketahui bahwa suhu akan lebih rendah dan salinitas akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Pada lokasi dimana terjadi upwelling, suhu air permukaan dapat turun sampai sekitar 25 C, dan ini disebabkan karena air yang dingin dari lapisan bawah terangkat ke permukaan (Nontji, 1993). Proses upwelling menyebabkan terjadi penurunan suhu permukaan laut dan tingginya kandungan unsur hara dibandingkan daerah sekitarnya. Melimpahnya unsur hara di perairan saat upwelling akan merangsang perkembangan fitoplankton di lapisan permukaan yang erat hubungannya dengan tingkat kesuburan perairan. Oleh karena itu proses upwelling selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer di suatu perairan dan selalu diikuti dengan meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut (Birowo dan Arief, 1983; Pariwono et al., 1988) Front Front di lautan menunjukkan suatu batas antara dua tipe massa air yang berbeda dalam hal suhu dan/atau salinitas, bahkan kerapatan yang mempunyai gradien suhu yang kuat (Robinson, 1985). Front akan berperanan penting dalam hal produktivitas perairan laut jika cenderung membawa bersama-sama air yang bersuhu dingin dan kaya nutrien dibandingkan dengan perairan yang lebih hangat tapi miskin unsur hara. Kombinasi dari temperatur dan peningkatan kandungan hara yang timbul dari percampuran ini akan meningkatkan produktivitas plankton. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya stok ikan disekitar perairan tersebut

24 13 (Robinson, 1985). Front yang terbentuk mempunyai produktivitas yang tinggi karena merupakan perangkap zat hara dari kedua massa air yang bertemu sehingga merupakan feeding ground bagi jenis ikan pelagis (Wyrtki, 1961; Laevastu dan Hela, 1970) Klorofil dan Produksi Primer Klorofil-a memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat produktivitas primer yang ditunjukkan dengan besarnya biomassa fitoplankton. Fitoplankton merupakan tumbuhan mikroskopis yang pergerakannya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitanya, dimana dalam trofik level disebut sebagai produsen utama perairan. Menurut Barnes dan Hughes (1988), pada fitoplankton terdapat pigmen klorofil-a yang merupakan zat hijau daun yang terdapat dalam tumbuhan yang mampu melakukan fotosintesis. Klorofil-a sangat mempengaruhi jumlah dan laju fotosintesis karena pigmen ini mendominasi konversi radiasi menjadi energi kimia. Laju produktivitas primer di lingkungan laut ditentukan oleh berbagai faktor fisika. Faktor fisika utama yang mengontrol produksi fitoplankton di perairan eutropik adalah percampuran vertikal, penetrasi cahaya di kolom air dan laju tenggelam fitoplankton. Beberapa penelitian tentang produktivitas primer dalam kaitannya dengan keberadaan massa air mendapatkan informasi bahwa kedalaman dimana konsentrasi maksimum klorofil-a adalah pada bagian di atas lapisan termoklin. Lapisan permukaan tercampur memiliki konsentrasi klorofil-a yang hampir homogen.

25 14 Laju produktivitas primer di laut juga dipengaruhi oleh angin muson. Hal ini berhubungan dengan daerah asal dimana massa air bisa diperoleh. Menurut Amri (2002), dari pengamatan sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia diperoleh bahwa konsentrasi klorofil-a tertinggi dijumpai pada muson tenggara (musim timur), dimana pada saat itu terjadi upwelling di beberapa perairan terutama di prairan Indonesia bagian timur. Sedangkan klorofil-a terendah dijumpai pada saat muson barat laut, dimana pada saat ini di perairan Indonesia tidak terjadi upwelling sehingga nilai konsentrasi nutrien di perairan lebih kecil. Perairan Selat Bali dapat dikatakan subur saat terjadi upwelling pada musim timur. Ilahude (1975) menyatakan bahwa konsentrasi nutrien tinggi terjadi pada paparan Bali saat musim timur. Tingginya konsentrasi nutrien di perairan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah fitoplankton (Arinardi, 1898). Hal ini disebabkan karena nutrien yang mengandung nitrat dan fosfat sangat dibutuhkan bagi perkembangan fitoplankton. Daerah dimana terjadi upwelling umumnya memiliki zat hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Tingginya kandungan zat hara akan merangsang pertumbuhan fitoplankton di lapisan permukaan. Perkembangan fitoplankton sangat erat hubungannya dengan tingkat kesuburan perairan, sehingga proses naiknya air (upwelling) selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer suatu perairan. Menurut Wyrtki (1961), meningkatnya produktivitas primer di perairan akan selalu diikuti dengan meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut.

26 Penginderaan Jarak Jauh Penginderaan jarak jauh adalah ilmu untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1987). Teknik penginderaan jauh memiliki kemampuan yang tinggi dalam menganalisa areal yang luas dan sulit ditempuh dengan cara konvensional dalam waktu yang singkat. Kelebihan teknik penginderaan jauh ini sangat berguna untuk kegiatan pengkajian dan pemantauan sumberdaya alam di seluruh dunia baik darat maupun laut. Sistem penginderaan jauh secara skematik ditampilkan pada Gambar 1. Gambar 1. Sistem penginderaan jarak jauh Sumber: sedac.ciesin.columbia.edu Keterangan : A = Sumber energi elektromagnetik (matahari dan satelit) B = Radiasi elektromagnetik dan atmosfer C = Interaksi dengan target/objek D = Penerimaan dan perekaman energi oleh sensor satelit E = Transmisi, penerimaan, dan pemrosesan F = Interpretasi dan analisis data penginderaan jauh G = Aplikasi data penginderaan jauh

27 Pendeteksian Klorofil-a dan SPL Pendugaan konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dilakukan dengan menggunakan kisaran cahaya tampak (visible) dan inframerah (infrared). Warna air laut (ocean color) menunjukkan spektrum radiasi di bawah permukaan laut. Penginderaan warna air laut digunakan untuk menduga konsentrasi klorofila. Robinson (1985) menyatakan bahwa perairan dibagi berdasarkan sifat optisnya menjadi dua tipe yaitu tipe perairan 1 yang merupakan perairan dimana komponen optiknya didominasi oleh fitoplankton dan produk degradasinya, dan tipe perairan 2 yang didominasi oleh sedimen tersuspensi (suspended sediment) non organik atau yellow substance. Pendugaan konsentrasi klorofil termasuk dalam tipe perairan 1, dimana pantulan minimum terjadi pada panjang gelombang 0,44 µm (biru) dan 0,66 µm (merah). Warna perairan yang terlihat melalui teknologi penginderaan jarak jauh merupakan hasil pembauran cahaya oleh permukaan perairan. Perairan yang produktif berwarna hijau-biru (turquoise) atau merah, sedangkan perairan yang berwarna biru gelap merupakan perairan dengan kesuburan rendah (Stewart, 1985 dalam Fitriah, 2008). Pengukuran suhu permukaan laut dari satelit dilakukan dengan radiasi inframerah pada panjang gelombang 3-14 µm. Pengukuran spektrum inframerah yang dipancarkan oleh permukaan laut hanya dapat memberikan informasi suhu pada lapisan permukaan (Robinson, 1985). Penelitian tentang suhu permukaan laut pada awalnya menggunakan kanal inframerah jauh dari satelit National Oceanic Athmosphere and Administration Advanced Very High Resolution Radiometer (NOAA-AVHRR)yang terdiri dari 5 kanal. Namun dengan diluncurkannya satelit baru, yakni satelit Aqua yang membawa sensor multi

28 17 spektral Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS), pengamatan tersebut dicoba dengan mengunakan citra MODIS. Salah satu cara untuk mendeteksi konsentrasi klorofil-a dan SPL di suatu perairan adalah dengan menggunakan MODIS. MODIS adalah instrumen kunci pada satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM) yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration (NASA). MODIS pertama diluncurkan bersama satelit Terra pada tanggal 18 Desember 1999, dengan spesifikasi lebih ke daratan. Pada tanggal 4 mei 2002 diluncurkan satelit Aqua yang membawa instrumen MODIS dengan spesifikasi daerah laut (Maccherone, 2005). Satelit Aqua MODIS adalah satelit ilmu pengetahuan tentang bumi yang dimiliki oleh NASA yang mempunyai misi mengumpulkan informasi tentang siklus air di bumi, termasuk penguapan dari samudera, uap air di atmosfer, awan, presipitasi, kelembaban tanah, es yang ada di laut dan di daratan, serta salju yang menutupi daratan. Variabel yang juga diukur oleh satelit Aqua MODIS adalah aerosol, tumbuhan yang menutupi daratan, fitoplankton, dan bahan organik terlarut di lautan, serta suhu di udara, laut, dan daratan (Graham, 2005). Data citra yang merupakan produk MODIS untuk perairan mencakup tiga hal yaitu warna perairan, suhu permukaan laut dan produksi primer perairan melalui pendeteksian kandungan klorofil. Kisaran panjang gelombang yang umum digunakan untuk mengukur kandungan klorofil-a dalam perairan disajikan dalam Tabel 2.

29 18 Tabel 2. Panjang gelombang kanal pada satelit Aqua MODIS Panjang Gelombang Kegunaan Utama Kanal (nm) Darat/ Awan/ Aerosols Boundaries Darat/ Awan/ Aerosols Properties Ocean Color/ Fitoplankton/ Biogeokimia Atmospheric Water Vapor Surface/ Cloud Temperature Atmospheric Temperature Cirrus Clouds Water Vapor Clouds Properties Ozone Surface/ Cloud Temperature Clous Top Altitude Sumber: oceancolor.nasa.gsfc.gov

30 19 Ada beberapa produk Aqua MODIS dengan berbagai sumber. Salah satu produk Aqua MODIS adalah citra level 3. Citra MODIS level 3 terdiri dari data suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a dan data parameter lainnya yang dapat digunakan oleh para peneliti dari berbagai disiplin ilmu, termasuk oseanografi dan biologi. Citra MODIS level 3 merupakan produk data yang sudah diproses. Citra tersebut sudah dikoreksi atmosferik, yang dilakukan untuk menghilangkan hamburan cahaya yang sangat tinggi yang disebabkan oleh komponen atmosfer. Komponen yang dikoreksi yaitu hamburan Rayleigh dan hamburan aerosol. Selain itu, citra MODIS level 3 digunakan untuk data klimatologi dan data ozon yang merupakan data lingkungan untuk mempertajam hasil keluaran citra (Meliani, 2006). Menurut McClain dan Feldman (2004) dalam Meliani (2006), algoritma yang digunakan sebagai standar dalam pengolahan citra Aqua MODIS untuk mendapatkan data klorofil-a di perairan secara global adalah algoritma Ocean Chlorophyll 3-band algorithm MODIS (OC3M). Algoritma ini menggunakan nilai tertinggi dari rasio kanal 443 nm dan 488 nm terhadap 551 nm dengan persamaan sebagai berikut (O Reilly et al., 2000): (1). (2) dimana: Ca = Konsentrasi klorofil-a (mg/m 3 ) R = Rasio reflektansi Rrs = Remote sensing reflectance

31 20 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan laut yang diteliti adalah wilayah yang ditunjukkan pada Gambar 2 yang merupakan wilayah perairan Selat Bali yang terletak pada 8,0 LS 9,5 LS dan 113 BT 115,3 BT. Lokasi pengambilan data produksi ikan lemuru adalah TPI Pengambengan, Bali. Periode pengambilan data lapangan (data produksi ikan) 16 Maret Maret Kegiatan pengolahan data dilakukan pada bulan Mei 2009 Juni Adapun lokasi pengolahan data adalah di Laboratorium Komputer ITK, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

32 Alat dan Data Penelitian Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer beserta kelengkapannya untuk mengolah data. Perangkat lunak yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. SeaDas 5.2 dengan sistem operasi Linux Ubuntu 7.1 untuk mendapatkan nilai kosentrasi klorofil-a dan nilai SPL dalam bentuk ASCII file dari citra satelit Aqua MODIS level 3 konsentrasi klorofil-a bulanan. 2. Surfer 8.0 untuk menampilkan peta lokasi penelitian dan profil pergerakan angin di lokasi penelitian. 3. Ocean Data View version 4.0 dan Ocean Data View mp untuk menampilkan sebaran konsentrasi klorofil-a dan SPL secara temporal. 4. SPSS 13.0 untuk mengetahui hubungan korelasi silang antara konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan lemuru secara time series. 5. Microsoft Office 2007 dan Microsoft Exel Data penelitian yang digunakan terdiri dari data penginderaan jauh yaitu konsentrasi klorofil-a dan SPL dan data hasil tangkapan ikan lemuru Data Penginderaan Jauh Data penginderaan jauh yang digunakan adalah konsentrasi klorofil-a dan SPL yang diperoleh dari citra Aqua MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) level 3 komposit bulanan dengan resolusi 9 km. Citra Aqua MODIS diperoleh melalui website NASA yang di-download dengan periode Januari 2004 sampai dengan Desember Citra Aqua MODIS level 3 merupakan data yang sudah diolah, yang sudah terkoreksi

33 22 secara radiometrik dan atmosferik. Data tersebut sudah memiliki informasi seperti bujur dan lintang, daratan, garis pantai dan nilai estimasi konsentrasi klorofil-a fitoplankton dan nilai SPL di perairan Data Angin Data angin yang digunakan adalah data angin tahunan yang diperoleh secara dengan cara men-download dari situs Data angin hasil download berupa file berekstensi *.nc yang berisi bujur lintang dan kecepatan angin (u dan v). Periode data angin dari tahun 2004 hingga 2008 yang merupakan hasil perata-rataan bulanan Data Perikanan Lemuru Data produksi ikan lemuru yang digunakan merupakan produksi ikan lemuru selama 5 tahun (Januari 2004 Desember 2008) yang didaratkan pada TPI Pengambengan, Bali. Data yang diperoleh merupakan data rata-rata bulanan produksi ikan lemuru selama periode 5 tahun (Januari 2004 Desember 2008). Data produksi ikan tersebut merupakan data harian hasil tangkapan nelayan pukat cincin di Pengambengan yang dicatat oleh petugas TPI Data Dipole Mode Index (DMI) Data Dipole Mode Index (DMI) bulanan periode Januari 2004 Desember 2008 diperoleh dari situs milik JAMSTEC. Perhitungan DMI dilakukan oleh JAMSTEC dengan menggunakan metode rekonstruksi SPL IGOSS.

34 Metode Pengolahan Data Pengolahan Data Citra Aqua MODIS Tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data MODIS adalah pengumpulan citra, pemotongan citra (cropping), pengolahan data konsentrasi klorofil-a dan SPL, dan visualisasi data. Citra Aqua MODIS level 3 konsentrasi klorofil-a dan SPL bulanan diekstrak terlebih dulu menggunakan WinRAR 3.40 agar dapat diproses lebih lanjut. Kemudian, citra ini dipotong wilayahnya (cropping) dengan menggunakan perangkat lunak SeaDAS 5.2. Wilayah yang dipotong antara 114 BT BT dan 8 LS - 9 LS, yang merupakan wilayah perairan Selat Bali. Hasil keluaran (output) yang diinginkan berupa data ASCII (*.asc) yang didalamnya terdiri dari variabel bujur, lintang dan nilai estimasi konsentrasi klorofil-a. Proses selanjutnya adalah kontrol data ASCII yang dilakukan dengan pernagkat lunak Microsoft Excel Kontrol data bertujuan untuk menghilangkan nilai ASCII yang diperkirakan adalah nilai tutupan awan dan juga nilai daratan. Nilai yang tersisa hanya nilai ASCII yang berada pada perairan Selat Bali dan bebas awan. Nilai ASCII ini kemudian divisualisasikan ke dalam beberapa bentuk. Visualisasi pertama ditampilkan dalam bentuk grafik time series dengan menggunakan Microsoft Excel Secara spasial, nilai estimasi konsentrasi klorofil-a bulanan ini divisualisasikan dengan menggunakan Surfer 8.0. Nilai estimasi konsentrasi klorofil-a dan SPL bulanan juga divisualisasikan secara temporal terhadap lintang (spasial) dengan menggunakan ODV 4.0 dan ODV mp. Data konsentrasi klorofil-a dan SPL yang divisualisasikan merupakan data perata-rataan bulanan selama 5 tahun.

35 Data hasil tangkapan Data produksi ikan lemuru diolah dengan Microsoft Excel untuk mengetahui secara grafis kenampakan dari fluktuasi bulanan produksi ikan lemuru di daerah Pengambengan, Bali. Analisis produksi ikan lemuru dengan menggunakan grafik time series dan diinterpretasikan berdasarkan jumlah tertinggi dan terendah produksi bulanan ikan lemuru, serta peningkatan produksi ikan lemuru secara umum. Secara garis besar tahapan pengolahan data disajikan pada Gambar 3. Mulai Data penginderaan jauh Data perikanan Download citra satelit Aqua MODIS level 3, spatial range 9 km, temporal range Monthly di Data produksi bulanan ikan lemuru yang didaratkan di TPI Pengambengan Pengolahan data di SeaDAS 5.2 untuk pemotongan wilayah (cropping) dan keluaran (output) *.asc (nilai ASCII) Grafik produksi bulanan ikan lemuru selama 5 tahun Analisis sebaran konsentrasi klorofil-a dan SPL secara spasial dan temporal Grafik variasi musim konsentrasi klorofil dan SPL selama 5 tahun Analisis hubungan antara konsentrasi klorofil-a dan SPL dengan produksi lemuru Analisis korelasi silang (crosscorrelation) konsentras klorofila dan produksi lemuru Analisis data time series konsentrasi klorofil-a dan SPL dengan produksi lemuru Selesai Gambar 3. Diagram alir pengolahan data penelitian

36 Analisis Data Konsentrasi Klorofil-a dan Sebaran SPL Sebaran konsentrasi klorofil-a dan SPL dari citra Aqua MODIS dianalisis melalui analisis secara spasial dan temporal. Kedua analisis ini dilakukan untuk mengetahui variasi konsentrasi klorofil-a dan SPL berdasarkan waktu dan ruang (wilayah), serta mengetahui fenomena yang terjadi selama periode penelitian. Selain itu grafik fluktuasi dari konsentrasi klorofil-a dan SPL digunakan untuk mengintepretasikan fluktuasi klorofil-a dan SPL secara temporal berdasarkan pola musimnya Analisis korelasi konsentrasi klorofil-a dan SPL dengan hasil tangkapan ikan lemuru Hubungan antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru dapat dilakukan dengan analisis statistik regresi linear, dimana dapat dijabarkan sebagai berikut (Steel and Torrie, 1980):. (3) Keterangan: Yi = Produksi lemuru pada bulan ke-i Xi = Konsentrasi klorofil-a pada bulan ke-i a = intersep b = slope/kemiringan

37 26 Mengingat adanya waktu sela (time lag) antara peningkatan konsentrasi klorofil-a dan peningkatan produksi lemuru, maka dilakukan analisis korelasi silang (cross correlation), dimana koefisien korelasi silang pada waktu sela (lag) k dapat dijabarkan sebagai berikut:..(4) dimana,..(5)...(6).. (7) Keterangan: X = Konsentrasi klrofil-a Y = Produksi Lemuru r XY (k) = Koefisien korelasi silang pada lag k C XY (k) = Kovarian silang pada lag k S X S Y = Standar deviasi variabel X = Standar deviasi variabel Y

38 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Selat Bali Sebaran konsentrasi klorofil-a di Selat Bali secara umum adalah meningkat pada saat musim timur dan menurun pada musim barat. Peningkatan konsentrasi klorofil-a pada musim timur berkaitan dengan fenomena upwelling di perairan Samudera Hindia yaitu sekitar perairan selatan Jawa (Wyrtki, 1962). Proses upwelling membawa zat hara dari perairan yang lebih dalam ke permukaan sehingga meningkatkan konsentrasi klorofil-a di permukaan. Fenomena upwelling yang terjadi di Samudera Hindia Bagian Timur juga memberi pengaruh pada perairan Selat Bali, karena sebagian massa air perairan Selat Bali merupakan masukan dari massa air Samudera Hindia. Gambar 4 menunjukkan sebaran konsentrasi klorofil-a selama 5 tahun di perairan Selat Bali. Kisaran nilai konsentrasi klorofil-a selama 5 tahun di Selat Bali adalah 0,14 3,5 mg/m 3. Peningkatan konsentrasi klorofil mulai terlihat pada bulan Mei dan mencapai nilai konsentrasi tertinggi pada musim timur yaitu pada bulan Agustus. Namun nilai konsentrasi klorofil-a tersebut semakin menurun saat memasuki musim barat. Pola musim yang terjadi di perairan Selat Bali dipengaruhi oleh pola pergerakan dan kecepatan angin muson. Pola pergerakan angin muson akan mempengaruhi sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali. Menurut Wyrtki (1961) bahwa pada musim timur berhembus angin yang lebih kencang dari tenggara menuju barat laut. Sebaliknya, pada musim barat angin bergerak dari arah barat dengan kecepatan yang rendah.

39 Januari Maret Mei Juli November September mg/m3 Februari 12.6 mg/m mg/m mg/m3 9.9 mg/m3 9 mg/m3 8.1 mg/m mg/m3 6.3 mg/m3 5.4 mg/m mg/m3 3.6 mg/m3 2.7 mg/m mg/m3 0.9 mg/m3 0 mg/m mg/m mg/m3 April 11.7 mg/m mg/m mg/m3 9 mg/m3 8.1 mg/m mg/m3 6.3 mg/m3 5.4 mg/m mg/m3 3.6 mg/m3 2.7 mg/m mg/m3 0.9 mg/m3 0 mg/m mg/m3 Juni 12.8 mg/m3 12 mg/m mg/m mg/m3 9.6 mg/m3 8.8 mg/m3 8 mg/m mg/m3 6.4 mg/m3 5.6 mg/m mg/m3 4 mg/m3 3.2 mg/m3 2.4 mg/m mg/m3 0.8 mg/m3 0 mg/m3 14 mg/m3 13 mg/m3 12 mg/m3 11 mg/m mg/m3 9 mg/m mg/m3 7 mg/m3 6 mg/m mg/m3 4 mg/m3 3 mg/m mg/m3 1 mg/m3 0 mg/m3 14 mg/m3 13 mg/m3 12 mg/m mg/m3 10 mg/m3 9 mg/m3 8 mg/m3 7 mg/m3 6 mg/m3 5 mg/m3 4 mg/m3 3 mg/m3 2 mg/m3 1 mg/m3 0 mg/m3 14 mg/m3 13 mg/m3 10 mg/m3 7 mg/m3 4 mg/m3 1 mg/m3 0 mg/m Agustus Oktober mg/m mg/m3 9 mg/m mg/m3 6 mg/m mg/m3 3 mg/m mg/m Desember mg/m mg/m mg/m mg/m3 9.9 mg/m3 9 mg/m3 8.1 mg/m3 7.2 mg/m3 6.3 mg/m3 5.4 mg/m3 4.5 mg/m3 3.6 mg/m3 2.7 mg/m3 1.8 mg/m3 0.9 mg/m3 0 mg/m mg/m mg/m3 12 mg/m mg/m mg/m3 9.6 mg/m3 8.8 mg/m3 8 mg/m3 7.2 mg/m3 6.4 mg/m3 5.6 mg/m3 4.8 mg/m3 4 mg/m3 3.2 mg/m3 2.4 mg/m3 1.6 mg/m3 0.8 mg/m3 0 mg/m mg/m3 12 mg/m mg/m3 9.6 mg/m3 8.4 mg/m3 7.2 mg/m3 6 mg/m3 4.8 mg/m3 3.6 mg/m3 2.4 mg/m3 1.2 mg/m3 0 mg/m3 Gambar 4. Sebaran konsentrasi klorofil-a rata-rata bulanan 5 tahun di Perairan Selat Bali 13.8 mg/m mg/m mg/m3 12 mg/m mg/m mg/m mg/m3 9.6 mg/m3 9 mg/m3 8.4 mg/m3 7.8 mg/m3 7.2 mg/m3 6.6 mg/m3 6 mg/m3 5.4 mg/m3 4.8 mg/m3 4.2 mg/m3 3.6 mg/m3 3 mg/m3 2.4 mg/m3 1.8 mg/m3 1.2 mg/m3 0.6 mg/m3 0 mg/m3 14 mg/m3 13 mg/m3 12 mg/m3 11 mg/m3 10 mg/m3 9 mg/m3 8 mg/m3 7 mg/m3 6 mg/m3 5 mg/m3 4 mg/m3 3 mg/m3 2 mg/m3 1 mg/m3 0 mg/m3 14 mg/m3 13 mg/m3 12 mg/m3 11 mg/m3 10 mg/m3 9 mg/m3 8 mg/m3 7 mg/m3 6 mg/m3 5 mg/m3 4 mg/m3 3 mg/m3 2 mg/m3 1 mg/m3 0 mg/m3

40 29 Pola pergerakan angin pada Gambar 5 menunjukkan bahwa di perairan Selat Bali dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim barat dan musim timur. Hal ini diketahui berdasarkan pola pergerakan angin dan kecepatannya, dimana musim barat di perairan Selat Bali terjadi pada bulan November sampai April, sedangkan musim timur terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Bulan Mei yang merupakan awal musim timur memperlihatkan arah angin bergerak dari tenggara dengan kecepatan angin berkisar pada 3,0 5,9 m/s. Bulan Agustus merupakan puncak musim timur dimana kecepatan anginnya yang terkuat yaitu berkisar pada 5,28 7,02 m/s. September sampai Oktober kecepatan angin mulai melemah yaitu sekitar 2,8 5,44 m/s. Pada bulan November terlihat bahwa arah angin mulai mengalami perubahan dan kecepatannya berangsur melemah pada kisaran 0,89 3,64 m/s. Memasuki bulan Desember arah angin bergerak dari arah barat dengan kecepatan 0,95 3,7 m/s. Pergerakan angin muson barat daya terus terjadi hingga memasuki bulan Maret dengan kecepatan antara 2,2 4,36 m/s. Bulan April masih merupakan periode musim barat, karena kecepatan angin pada saat itu masih rendah dengan kisaran m/s 2.

41 Januari m/s 6.8 m/s 6.6 m/s 6.4 m/s 6.2 m/s 6 m/s 5.8 m/s 5.6 m/s 5.4 m/s 5.2 m/s 5 m/s 4.8 m/s 4.6 m/s 4.4 m/s 4.2 m/s 4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s Februari m/s 6.8 m/s 6.6 m/s 6.4 m/s 6.2 m/s 6 m/s 5.8 m/s 5.6 m/s 5.4 m/s 5.2 m/s 5 m/s 4.8 m/s 4.6 m/s 4.4 m/s 4.2 m/s 4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s Maret Mei Juli September November 7 m/s 6.8 m/s 6.6 m/s 6.4 m/s 6.2 m/s 6 m/s 5.8 m/s 5.6 m/s 5.4 m/s 5.2 m/s 5 m/s 4.8 m/s 4.6 m/s 4.4 m/s 4.2 m/s 4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s 7 m/s 6.8 m/s 6.6 m/s 6.4 m/s 6.2 m/s 6 m/s 5.8 m/s 5.6 m/s 5.4 m/s 5.2 m/s 5 m/s 4.8 m/s 4.6 m/s 4.4 m/s 4.2 m/s 4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s 7 m/s 6.8 m/s 6.6 m/s 6.4 m/s 6.2 m/s 6 m/s 5.8 m/s 5.6 m/s 5.4 m/s 5.2 m/s 5 m/s 4.8 m/s 4.6 m/s 4.4 m/s 4.2 m/s 4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s 7 m/s 6.8 m/s 6.6 m/s 6.4 m/s 6.2 m/s 6 m/s 5.8 m/s 5.6 m/s 5.4 m/s 5.2 m/s 5 m/s 4.8 m/s 4.6 m/s 4.4 m/s 4.2 m/s 4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s 7 m/s 6.8 m/s 6.6 m/s 6.4 m/s 6.2 m/s 6 m/s 5.8 m/s 5.6 m/s 5.4 m/s 5.2 m/s 5 m/s 4.8 m/s 4.6 m/s 4.4 m/s 4.2 m/s 4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s April Juni Agustus Oktober Gambar 5. Pola pergerakan angin bulanan di perairan Selat Bali selama 5 tahun Desember 7 m/s 6.8 m/s 6.6 m/s 6.4 m/s 6.2 m/s 6 m/s 5.8 m/s 5.6 m/s 5.4 m/s 5.2 m/s 5 m/s 4.8 m/s 4.6 m/s 4.4 m/s 4.2 m/s 4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s 7 m/s 6.8 m/s 6.6 m/s 6.4 m/s 6.2 m/s 6 m/s 5.8 m/s 5.6 m/s 5.4 m/s 5.2 m/s 5 m/s 4.8 m/s 4.6 m/s 4.4 m/s 4.2 m/s 4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s 7 m/s 6.8 m/s 6.6 m/s 6.4 m/s 6.2 m/s 6 m/s 5.8 m/s 5.6 m/s 5.4 m/s 5.2 m/s 5 m/s 4.8 m/s 4.6 m/s 4.4 m/s 4.2 m/s 4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s 7 m/s 6.8 m/s 6.6 m/s 6.4 m/s 6.2 m/s 6 m/s 5.8 m/s 5.6 m/s 5.4 m/s 5.2 m/s 5 m/s 4.8 m/s 4.6 m/s 4.4 m/s 4.2 m/s 4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s 7 m/s 6.8 m/s 6.6 m/s 6.4 m/s 6.2 m/s 6 m/s 5.8 m/s 5.6 m/s 5.4 m/s 5.2 m/s 5 m/s 4.8 m/s 4.6 m/s 4.4 m/s 4.2 m/s 4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s

42 31 Kondisi perairan Selat Bali memiiki pola musim yang dipengaruhi oleh pergerakan angin muson. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat 2 musim yang mendominasi perairan Selat Bali, yaitu musim barat dan musim timur. Pola musim ini juga mempengaruhi sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali. Gambar 6 menunjukkan nilai konsentrasi klorofil-a yang semakin meningkat saat memasuki periode musim timur. Gambar 6. Grafik fluktuasi rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali selama 5 tahun ( ) 1. Musim Timur Musim timur terjadi sekitar bulan Mei sampai Oktober dimana pada musim ini bertiup angin muson tenggara menyusuri pantai selatan Jawa Bali yang membawa Arus Katulistiwa Selatan bergerak dari arah timur ke barat bergeser ke arah utara yang menggeser APJ (Wyrtki, 1961). Menurut Susanto et al (2001), variasi tahunan yang berkaitan dengan upwelling atau penaikan massa air terjadi pada musim timur. Massa air yang dingin dan bersalinitas tinggi terbawa oleh Arus Katulistiwa Selatan (AKS) yang bergerak melalui perairan barat Sumatera terdorong ke utara oleh Angin Muson Timur yang bertiup kuat

43 32 pada musim timur. Berdasarkan grafik fluktuasi konsentrasi klorofil-a pada Gambar 6, terlihat bahwa konsentrasi klorofil-a pada saat musim timur lebih tinggi dibandingkan pada saat musim barat. Hal ini disebabkan karena pada musim timur fenomena penaikan massa air di perairan Selat Bali terjadi lebih intensif. Tabel 3. Fluktuasi nilai konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali pada musim timur Peride Musim Timur Konsentrasi Klorofil-a (mg/m 3 ) Mei 0,78 1,09 0,77 1,05 * Juni 0,22 0,73 1,32 1,29 1,01 Juli 0,61 0,71 0,92 1,30 0,84 Agustus 0,78 0,84 1,06 1,34 0,86 September 1,00 0,95 1,13 1,60 0,79 Oktober 0,87 0,50 1,44 1,73 0,93 (* = tidak ada data) Tabel 3 menunjukkan sebaran nilai konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali pada saat musim timur (Mei Oktober) dalam kurun waktu 5 tahun ( ). Pada Tabel 3 terlihat bahwa nilai konsentrasi klorofil-a mulai meningkat dari bulan Mei yang berkisar pada 0,7 1,1 mg/ 3. Pada bulan Juni rata-rata konsentrasi klorofil-a adalah mg/m 3, kemudian nilainya semakin meningkat pada bulan Juli pada kisaran 0, mg/m 3. Peningkatan konsentrasi klorofil-a masih terlihat sampai pada bulan Oktober yang merupakan akhir dari musim timur dengan kisaran mg/m 3.

44 33 2. Musim Barat Periode musim barat di perairan Selat Bali dimulai dari bulan November dan berakhir pada bulan April. Pada saat musim barat, angin muson bertiup dari barat ke timur dengan kecepatan yang rendah membawa Arus Pantai Jawa (APJ) yang mengalir di sepanjang pesisir selatan Jawa dan membawa massa air yang bersuhu relatif lebih tinggi. Pada gambar 6 terlihat bahwa nilai konsentrasi klorofil-a pada musim barat di perairan Selat Bali cenderung lebih rendah dibandingkan pada saat musim timur. Tabel 3. Fluktuasi nilai konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali pada musim barat. Peride Musim barat Konsentrasi Klorofil-a (mg/m 3 ) November 0,87 0,25 3,50 0,27 0,29 Desember 0,24 0,45 1,78 0,25 0,28 Januari 0,29 0,18 0,24 0,38 0,27 Februari 0,33 0,18 0,15 0,26 0,20 Maret 0,22 0,17 0,18 0,32 0,18 April 0,61 0,29 0,32 0,33 0,21 Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa secara umum nilai konsentrasi klorofil-a pada saat musim barat cukup rendah, dimana nilai konsentrasi berkisar antara 0,17 0,9 mg/m 3. Namun pada periode musim barat menunjukkan fluktuasi sebaran konsentrasi klorofil-a yang signifikan, dimana terjadi peningkatan konsentrasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 3,50 mg/m 3 pada bulan November Namun pada Januari 2007 konsentrasi klorofil-a menurun signifikan menjadi 0.38 mg/m 3, dan pada Februari 2007 nilai konsentrasinya adalah sebesar 0.26 mg/m. Secara umum fluktuasi konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali dan sekitarnya akan semakin menurun saat memasuki periode musim barat. Namun

45 34 pada periode musim barat tahun 2006, terjadi peningkatan konsentrasi klorofil-a yang signifikan di perairan Selat Bali dan sekitarnya. Profil sebaran konsentrasi klorofil-a pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa pada bulan September nilai konsentrasi klorofil-a sebesar 1.13 mg/m 3, meningkat menjadi 1.44 mg/m 3 pada Oktober. Peningkatan konsentrasi klorofil-a terus terjadi hingga mencapai nilai yang sangat tinggi yaitu 3.50 mg/m 3 pada bulan November. Peningkatan konsentrasi klorofil-a yang signifikan pada musim timur 2006 masih membawa pengaruh hingga musim barat tahun 2007, dimana rata-rata nilai konsentrasi klorofil-a masih tetap tinggi. Anomali konsentrasi klorofil-a yang terjadi pada tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 7 yang menampilkan distribusi spasial (lintang) dan temporal konsentrasi klorofil-a selama 5 tahun. Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa pada tahun 2004 nilai konsentrasi klorofil-a cukup tinggi pada kisaran mg/m 3. Sepanjang tahun 2005 nilai konsentrasi klorofil-a mengalami penurunan dibandingkan tahun 2004 pada kisaran mg/m 3. Namun pada tahun 2006 terjadi peningkatan konsentrasi klorofil-a yaitu mencapai nilai tertinggi yaitu sebesar 3.50 mg/m 3. Peningkatan konsentrasi klorofil-a pada tahun 2006 masih membawa pengaruh sampai pada tahun 2007 dimana kisaran konsentrasi klorofil-a adalah mg/m 3. Selain variasi secara temporal, Gambar 7 juga menunjukkan variasi spasial konsentrasi klorofil-a, dimana diketahui bahwa peningkatan konsentrasi klorofil-a umumnya jelas terlihat di perairan bagian selatan Selat Bali yaitu pada wilayah 8,5 LS 8,75 LS. Hal ini dikarenakan letaknya yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia yang merupakan daerah upwelling yang paling intensif.

46 35 Gambar 7. Sebaran spasial (lintang) dan temporal konsentrasi klorofil-a di Perairan Selat Bali selama 5 tahun ( ) Tingginya konsentrasi klorofil pada November tahun 2006 hingga tahun 2007 di perairan Selat Bali terjadi karena adanya penaikan massa air yang intensif di perairan selatan Jawa sepanjang musim timur. Fenomena yang serupa juga pernah terjadi pada tahun 1997, dimana pada September 1997 konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali meningkat secara signifikan mencapai 4 mg/m 3 (Hosniyanto, 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saji et al (1999) diketahui bahwa pada tahun 1997 terjadi fenomena Indian Ocean Dipole Mode (IODM) di perairan Samudera Hindia. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada tahun 2006 juga diperkirakan berhubungan dengan fenomena IODM yang terjadi di perairan Selat Bali pada tahun Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Holiludin (2009), diketahui bahwa pada periode September November 2006 terjadi fenomena IODM di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

47 36 DMI ekstrim positif yaitu yang merupakan indikasi IODM positif (Gambar 8). Pada saat terjadi IODM positif, terbentuknya angin zonal yang kuat dan lama dari arah tenggara menyebabkan terjadinya upwelling yang intensif di wilayah selatan Jawa dan barat Sumatera. Gambar 8. Fluktuasi Dipole Mode Index (DMI) selama 5 tahun Sumber: jamstec.go.jp

48 Sebaran suhu permukaan laut (SPL) di perairan Selat Bali Seperti halnya sebaran konsentrasi klorofil-a, sebaran SPL di perairan Selat Bali juga dipengaruhi oleh pola musiman yang diakibatkan pergerakan angin muson (Wyrtki, 1961). Gambar 9 menunjukkan fluktuasi musiman SPL dimana nilai SPL pada musim barat lebih tinggi dibanding musim timur. Menurut Purba (1992), perbedaan SPL pada musim barat dan musim timur bisa mencapai 4 ºC. Gambar 9. Grafik fluktuasi rata-rata bulanan SPL di Perairan Selat Bali selama 5 tahun ( ) Secara umum, peningkatan suhu permukaan laut pada musim barat di perairan Selat Bali mulai terjadi pada bulan November dengan rata-rata suhu 28.9 C. SPL tertinggi terjadi pada bulan Februari yang mencapai suhu C. Nilai SPL masih tetap tinggi sampai pada bulan April yang merupakan akhir dari musim barat, dengan nilai rata-rata suhu C. Namun memasuki periode musim timur, nilai SPL menurun hingga mencapai suhu 25.3 C. Sampai pada bulan September nilai SPL di perairan Selat Bali masih tetap rendah yang berkisar pada 26.3 C. Suhu permukaan laut yang relatif tinggi di perairan Selat Bali pada musim barat dan relatif rendah pada musim timur terjadi akibat pengaruh massa air dari

49 38 Samudera Hindia. Pada musim barat di Samudera Hindia berkembang angin Muson Barat Laut yang membawa Arus Pantai Jawa (APJ) di sepanjang pantai Selatan Jawa. APJ merupakan arus sempit yang bergerak di sepanjang pantai Selatan Jawa dari arah barat ke timur, berlawanan dengan Arus Katulistiwa Selatan (AKS). Menurut Quadfasel dan Cresswell (1992) dalam Farita (2006), APJ di lapisan permukaan membawa suhu yang lebih hangat (lebih dari 27,5 ºC) dengan salinitas yang rendah. Massa air hangat yang dibawa oleh APJ di perairan Selatan Jawa Sumbawa berasal dari Pantai Barat Daya Sumatera dan juga Laut Jawa yang masuk melalui Selat Sunda. Berbeda dengan kondisi perairan pada musim barat, pada musim timur suhu permukaan laut di perairan Selatan Jawa dan Selat Bali cenderung lebih rendah. Rendahnya SPL pada musim timur berhubungan dengan fenomena upwelling yang terjadi di perairan tersebut. Menurut Wyrtki (1962); Nontji (1993); Purba (1995) dalam Gaol (2003), pada periode musim timur di perairan Samudera Hindia berhembus Angin Muson Tenggara yang membuat Arus Katulistiwa Selatan (AKS) semakin berkembang di sepanjang pantai Selatan Jawa. AKS yang bergerak di sepanjang pantai Selatan Jawa mendorong massa air di perairan tersebut ke arah barat daya, sehingga terjadi kekosongan dan kekosongan ini diisi oleh massa air yg berasal dari lapisan yang lebih dalam, atau yang lebih dikenal dengan peristiwa upwelling. Sebaran spasial (lintang) dan temporal suhu permukaan laut bulanan di perairan Selat Bali pada periode disajikan pada Gambar 10. Data ini diperoleh dari hasil rekaman citra satelit Aqua Modis selama 5 tahun dengan periode bulanan (Lampiran 3). Gambar 10 menunjukkan fluktuasi sebaran SPL

50 39 yang jelas selama 5 tahun dimana peningkatan SPL umumnya terjadi pada musim barat (Desember April) dan penurunan SPL umumnya terjadi pada musim timur (Mei November). SPL yang rendah pada musim timur umumnya terjadi pada daerah selatan perairan Selat Bali yaitu pada wilayah 8,5 LS 8,75 LS, yang berdekatan dengan Samudera Hindia. Pada musim timur, perairan Selat Bali mendapat masukan massa air yang bersuhu rendah dari Samudera Hindia. Gambar 10. Sebaran spasial (lintang) dan temporal suhu permukaan laut di perairan Selat Bali ( ) Fenomena IODM yang terjadi pada tahun 2006 juga memberikan pengaruh pada sebaran suhu permukaan laut di perairan Selat Bali. Pada Gambar 10 diketahui bahwa pengaruh fenomena IODM jelas terlihat pada sebaran SPL periode musim timur tahun 2006, dimana nilai SPL pada periode tersebut berada pada kisaran suhu yang paling rendah selama kurun waktu 5 tahun yaitu mencapai 25.3 C. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa fenomena IODM di Samudera Hindia yang berpengaruh pada perairan Selat Bali, terkait dengan proses upwelling yang terjadi secara intensif di perairan yang membawa massa air

51 40 bersuhu rendah ke lapisan permukaan. Sehingga pada saat terjadi IODM secara tidak langsung suhu permukaan laut di perairan Selat Bali juga menurun Produksi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di Selat Bali Data hasil tangkapan ikan lemuru yang diperoleh berupa data sekunder dari TPI Pengambengan (Kabupaten Jembrana) dan Dinas Perikanan Kabupaten Jembrana Bali, dan hasil wawancara. Data yang diperoleh terdiri dari data waktu (bulan) penangkapan, jumlah dan jenis hasil tangkapan, serta jumlah trip penangkapan selama kurun waktu 5 tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2008 (Lampiran 4). Ikan lemuru dikenal sebagai ikan musiman karena kehadirannya hanya pada musim tertentu saja. Menurut Nikiyuluw (2005) di Selat Bali setiap tahun pada permulaan musim hujan yakni September Oktober lemuru mulai muncul di perairan Selat Bali dengan ukuran sempenit (ukuran kecil). Kemudian jumlahnya semakin banyak dan mencapai puncaknya pada bulan Desember sampai Februari dengan ukuran yang semakin besar. Ukuran lemuru dewasa (lemuru kucing) banyak ditemukan pada akhir musim lemuru yaitu Februari atau Maret. Menurut Nikiyuluw (2005), berdasarkan data produksi bulanan lemuru dari tahun ke tahun terlihat bahwa musim lemuru dimulai pada akhir Musim timur yaitu pada bulan Agustus dan mencapai puncaknya pada Musim peralihan II yaitu pada bulan Oktober dan November. Produksi lemuru mulai menurun pada bulan Februari sampai akhir musim lemuru pada bulan April. Dimulainya musim lemuru pada akhir Musim timur diduga berkaitan dengan fenomena upwelling yang secara intensif terjadi pada Musim timur di sekitar bagian Selatan Selat Bali.

52 41 Menurut Ilahude (1975) dan Birowo (1979) dalam Nikiyuluw (2005), daerah upwelling merupakan daerah potensial perikanan karena pada saat upwelling perairan tersebut subur. Gambar 11. Produksi ikan lemuru di yang didaratkan di TPI Pengambengan Bali pada bulan Januari 2004 Desember 2008 (Sumber: TPI Pengambengan Bali dan Dinas Perikanan Kabupaten Jembrana Bali) Berdasarkan Gambar 11 diatas, diketahui bahwa jumlah produksi ikan lemuru selama kurun waktu 5 tahun cenderung berfluktuasi. Secara umum, peningkatan produksi lemuru terjadi pada bulan Oktober Desember dengan ratarata produksi sebesar kg. Pada tahun 2004 produksi lemuru tertinggi terjadi di bulan Juni yaitu sebesar kg, dan produksi terendah pada bulan Maret yaitu sebesar kg. Pada tahun 2005 produksi lemuru tertinggi terjadi di bulan Maret dengan jumlah produksi sebesar kg, sedangkan produksi terendah pada bulan Januari dengan jumlah produksi kg. Pada tahun 2006 nilai produksi tertinggi terjadi pada bulan November dengan jumlah produksi mencapai kg, sedangkan produksi terendah terjadi pada bulan Juni dengan jumlah produksi kg. Pada tahun 2006 terlihat bahwa produksi lemuru mulai meningkat pada bulan Juli dan mencapai puncaknya pada bulan

53 42 November. Nilai produksi lemuru pada tahun 2007 juga terlihat berfluktuasi, dimana nilai produksi tertinggi pada bulan November yaitu sebesar kg dan nilai produksi terendah pada bulan Juli sebesar kg. Pada tahun 2008 nilai produksi lemuru tertinggi juga terjadi pada bulan November dengan nilai produksi sebesar kg. Sementara nilai produksi lemuru terendah pada tahun 2008 yaitu pada bulan Juli dengan nilai produksi sebesar kg Hubungan konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan lemuru Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wudianto (2001) diketahui bahwa variasi konsentrasi klorofil-a memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap produksi ikan lemuru di perairan Selat Bali. Gambar 12 menunjukkan fluktuasi sebaran konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Pengambengan Bali selama 5 tahun (Januari 2004 Desember 2008). Secara keseluruhan tren fluktuasi konsentrasi klorofil-a dan produksi lemuru hampir sama, namun puncak peningkatan konsentrasi klorofil-a dan produksi lemuru tidak terjadi bersamaan. Gambar 12. Grafik fluktuasi 5 tahun konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Pengambengan Bali

54 43 Berdasarkan grafik pada Gambar 12, dapat dilihat adanya waktu sela (time lag) antara peningkatan konsentrasi klorofil-a dan produksi. Hubungan signifikan yang terkait dengan waktu sela tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil analisis korelasi silang yang ditampilkan dalam korelogram korelasi silang (Crosscorelation) pada Gambar Koefisien Korelasi (r) Batas signifikan Korelasi Waktu Sela / Lag (Bulan) Gambar 13. Korelogram korelasi silang antara konsentrasi klorofil-a dan produksi lemuru Hasil analisis korelasi silang menunjukkan adanya korelasi yang positif antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi lemuru. Korelasi ini signifikan pada waktu sela 1 4 bulan. Berdasarkan hasil analisis korelasi silang tersebut, diketahui bahwa peningkatan konsentrasi klorofil-a akan mempengaruhi peningkatan produksi ikan lemuru pada waktu sela 1 4 bulan. Hubungan yang signifikan antara peningkatan konsentrasi klorofil-a dan produksi lemuru di perairan Selat Bali terkait dengan melimpahnya plankton yang merupakan sumber makanan bagi ikan lemuru pada musim timur yang disebabkan

55 44 karena kondisi perairan yang subur pada periode tersebut. Tingginya unsur hara di permukaan pada saat upwelling di musim timur akan meningkatkan konsentrasi fitoplankton di perairan. Fitoplankton merupakan tingkatan yang paling rendah dari rantai makanan di laut dan merupakan sumber makanan bagi zooplankton dan ikan kecil. Ikan lemuru merupakan jenis ikan pemakan plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton. Oleh karena itu, kelimpahan fitoplankton dan zooplankton yang tinggi di perairan mampu menopang stok makanan bagi ikan lemuru sekaligus juga mampu meningkatkan kelimpahan ikan lemuru. Sementara waktu sela yang terjadi antara peningkatan konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru berhubungan dengan siklus hidup ikan lemuru seperti yang dikemukakan dalam penelitian oleh Merta (1992) dan Wudianto (2001). Musim pemijahan ikan lemuru di Selat Bali umumnya terjadi sekitar bulan Mei Juli, setelah mencapai ukuran dewasa yaitu lemuru kucing (>15 cm). Larva ikan yang disebut sempenit mencapai ukuran 7,5 10,5 cm ditemukan pada bulan Agustus - September. Kemudian pada bulan Oktober - Desember, ukuran lemuru yang ditemukan mencapai 11,5 12,5 cm (protolan). Sementara pada bulan Januari - Februari ukuran lemuru mencapai 13,5 14,5 cm, dan sepanjang Maret - Juli panjangnya mencapai 15,5 18,5 cm. Apabila hasil penelitian ini dikaitkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Merta (1992) dan Wudianto (2001), diketahui kelimpahan fitoplankton di perairan Selat Bali yang umumnya terjadi pada periode musim timur bersamaan dengan masa pemijahan bagi lemuru dewasa. Sementara itu kelimpahan produksi lemuru yang umumnya terjadi pada periode musim peralihan II didominasi oleh ikan lemuru jenis protolan.

56 Hubungan suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ikan lemuru Hubungan antara suhu permukaan laut dan produksi lemuru disajikan dalam grafik fluktuasi pada Gambar 15. Berdasarkan grafik tersebut, terlihat adanya kecenderungan peningkatan produksi lemuru pada saat suhu permukaan laut menurun. Gambar 15. Grafik fluktuasi 5 tahun suhu permukaan laut di Perairan Selat Bali dan produksi lemuru yang didaratkan di TPI Pengambengan Meningkatnya produksi lemuru pada saat SPL menurun umumnya terjadi pada periode musim timur. Walaupun diketahui adanya kecenderungan penurunan SPL pada saat produksi lemuru meningkat, namun penurunan SPL tidak langsung menyebabkan peningkatan produksi lemuru. Hubungan antara produksi lemuru dan SPL ini sebenarnya masih terkait pada konsentrasi yang melimpah pada saat musim timur. Dimana, proses upwelling yang terjadi pada musim timur menyebabkan melimpahnya fitoplankton yang merupakan makanan bagi ikan lemuru, sementara SPL pada periode tersebut menurun.

57 46 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut di perairan Selat Bali dan sekitarnya menunjukkan variasi berdasarkan pola musim yaitu pada Musim Barat dan Musim Timur. Adanya variasi konsentrasi klorofil-a dan SPL di perairan Selat Bali berhubungan dengan proses upwelling yang terjadi pada musim timur. Nilai konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali pada musim timur (0.71 mg/m mg/m 3 ) lebih tinggi dibanding dengan konsentrasi klorofil-a pada musim barat ( mg/m 3 ). Sebaliknya, suhu permukaan laut pada musim barat ( C) lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan laut pada musim timur ( C). Selain itu, secara spasial peningkatan konsentrasi klorofil-a dan penurunan SPL pada musim timur jelas terlihat pada daerah selatan perairan Selat Bali. Wilayah ini terletak pada 8,5 LS 8,75 LS, dan merupakan wilayah yang paling dekat dengan Samudera Hindia. Selain variasi musim, diketahui juga adanya variasi interanual yang mempengaruhi konsentrasi klorofil-a dan SPL di perairan Selat Bali. Pada Musim Timur tahun 2006 terjadi anomali positif konsentrasi klorofil-a dan anomali negatif suhu permukaan laut di perairan Selat Bali. Anomali ini disebabkan oleh terjadinya fenomena IODM positif selama bulan September - November Secara umum, peningkatan jumlah produksi ikan lemuru terjadi pada bulan Oktober sampai Desember dengan rata-rata tangkapan sebesar kg. Peningkatan jumlah produksi ikan lemuru secara signifikan terjadi pada bulan November 2006 dengan jumlah mencapai kg. Pada periode yang sama,

58 47 terjadi anomali positif konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali akibat fenomena IODM. Hasil analisis korelasi silang menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru pada waktu sela 1-4 bulan, dengan korelasi tertinggi pada sela 2 bulan Saran Saran untuk penelitian ini adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan proses fisiologi antara klorofil-a dan suhu perairan dengan ikan lemuru, sehingga bisa diketahui secara akurat bagaimana pengaruh suhu terhadap distribusi ikan lemuru di perairan Selat Bali.

59 48 DAFTAR PUSTAKA Anonim About MODIS. From The World Wide Web : [01 Maret 2008] Amri, K Hubungan Kondisi Oseanografi (Suhu Permukaan Laut, Klorofil- A, dan Arus) Dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda. Thesis. Tidak Dipublikasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Almina, N Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a, Hubungannya Dengan Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara. Thesis. Tidak Dipublikasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arinardi, O. H Upwelling di Selat Bali dan Hubungannya dengan Kandungan Plankton serta Perikanan Lemuru (Sardinella longiceps). Penelitian Oseanologi Perairan Indonesia. Buku I. P3O-LIPI. Jakarta. Birowo, S dan D. Arief Upwelling di Indonesia dan Suhu Sebagai Salah Satu Parameter Indikator. Seminar Meteorologi Antariksa. LAPAN. Jakarta. Burhanuddin dan D. Praseno Lingkungan Perairan di Selat Bali. Pros. 2/SPL/82: Burhanuddin, M., S. Hutomo, Martosejowo dan R. Moeljanto Sumber Daya Ikan Lemuru. Proyek Studi Sumber Daya Alam Indonesia. Studi Potensi Sumber Daya Hayati Ikan. Lembaga Oseanografi Nasional LIPI. Jakarta. Dwiponggo, A Beberapa Aspek Biologis Ikan Lemuru. BPPL. Jakarta. Edwards, R. R. C. and S. Shaher Biometrics of Sardinella longiceps Val. in Relation to Upwelling in The Gulf of Aden. J. Fish. Biol. 30 : Farita, Y Variabilitas Suhu di Perairan Selatan Jawa Barat dan Hubungannya dengan Angin Muson, Indian Ocean Dipole Mode (IODM) dan El Nino Southern Oscillation. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

60 49 Fatma, E Pendugaan Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Selatan Jawa Menggunakan Citra Satelit Terra MODIS. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fitriah, N Aplikasi Data Inderaan Multi Spektral untuk Estimasi Kondisi Perairan dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selatan Jawa Barat. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gaol, J. L, Kajian Karakteristik Oseanografi Samudera Hindia Bagian Timur Dengan Menggunakan Multi Sensor Citra Satelit Dan Hubungannya Dengan Hasil Tangkapan Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus). Disertasi. Tidak Dipublikasikan. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gaol, J. L, Wudianto, B. P. Pasaribu, D. Manurung, R. Indriani Chlorophyll-a Concentration Derived From Satellite Imagery and Catch of Oily Sardine (Sardinella lemuru) in Bali Strait. In CReSOS Special Issue, September 2004, Vol. I, No. 1, International Journal of Remote Sensing and Earth Sciences. International Society of Remote Sensing and Earth Science (IReSES). Gunarso, W Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungan Dengan Alat, Metode dan Teknik Penangkapan Ikan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Holiludin Variabilitas Suhu dan Salinitas di Perairan Barat Sumatera dan Hubungannya dengan Angin Munson dan IODM (Indian Ocean Dipole Mode). Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hosniyanto Hubungan antara Fluktuasi Konsentrasi Klorofil Citra SeaWiFS dengan Produksi Ikan Lemuru di Perairan Selat Bali. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ilahude, A.G Seasonal Feature of Hidrology of Bali Strait. Mar. Res. Indonesia. (15): Indrawati, A.T Studi tentang hubungan Suhu Permukaan Laut Hasil Pengukuran Satelit Terhadap Hasil Tangkapan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali. Thesis. Tidak Dipublikasikan. IPB. Bogor

61 50 Knauss, J. A Introduction to Phsycal Oceanography. Prentice-Hall, Englewood Cliffs. New Jersey. Laevastu, T., dan I. Hela Fisheries Oceanography. Fishing News Books Ltd. London. Lillesand, T. M. dan R. W. Kiefer Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (terjemahan dari Remote Sensing and Image Interpretation oleh Dulbari). Gajah Mada. Univ. Press. Yogyakarta. Mahrus, Studi tentang Produktivitas Ikan Lemuru di Perairan Selat Alas, Nusa tenggara Barat. Thesis. Tidak Dipublikasikan. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Merta, I.G.S Beberapa Parameter Biologi Ikan Lemuru Dari Perairan Selat Bali. Jurnal Perikanan Laut,. 67: Muntoha, M Pola Musim dan Karakteristik Oseanografi di Selat Bali Serta Hubungannya Dengan Produksi Ikan Lemuru (Sardinella longiceps) Yang didaratkan di PPI Muncar, Banyuwangi. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. IPB. Bogor. Nababan, N Hubungan Konsentrasi Klorofil-a Di Perairan Selat Bali dengan Produksi Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru) yang Didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nikiyuluw, L. L. U Kajian Variasi Musiman Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a dalam Hubungannya dengan Penangkapan Lemuru di Perairan Selat Bali. Thesis. Tidak Dipublikasikan. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nontji, A., Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Nontji, A. dan A. G. Ilahude Ekologi Fitoplankton Selat Bali. Oseanologi di Indonesia, 5 ; O Reilly, J. E., S. Maritorena, B. G. Mitchell, D. A. Siegel, K. L. Carder, S. A. Garver, M. Kahru, and C. McClain Ocean Color Chlorophyll Algorithms for SeaWIFS. J. Geophys. Res. 103 : 24,937 24,953 Robinson, I.S., Satelite Oceanography On Introduction for Oceanographer and Remote Sensing Scientist. Ellis Harwood Ltd. John Willey and Sons. New York. Saji, N.H., B.N. Goswami, P.N. Vinayachandran dan T. Yamagata A Dipole Mode in The Tropical Indian Ocean. J. Nature. 401:

62 51 Soegiarto, A., dan S. Birowo, Atlas Oseanografi Perairan Indonesia dan Sekitarnya. No. 1. LON LIPI. Jakarta. Soeriatmadja, R, E The Coastal Current South of Java. Mar. Res. Indonesia. 3 :41-55 Steel, Robert. G. D., and James H. Torrie Principles and Procedures of Statistics A Biometrical Approach. McGraw-Hill Book Company. New York Subani, W Masalah Perikanan Lemuru di Bali. Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Jakarta Whitehead Fish Index. Retrieved July 25, :24 PM From The World Wide Web: Wyrtki, K Physical Oceanography Of Southeast Asian Waters. The University Of California, Scripps Institution Of Oceanography, La Jolla, California. California. Wyrtki, K The Upwelling In The Region Between Java And Australia During The Southeast Monsoon. Australia. J. Mar Freshw Res. 13(3): Wudianto Analisis Sebaran Dan Kelimpahan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker1853) Di Perairan Selat Bali: Kaitannya Dengan Optimasi Penangkapan. Disertasi. Tidak Dipublikasikan. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

63 LAMPIRAN

64 53 Lampiran 1 Data bulanan nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali selama 5 tahun ( ) Rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a (mg/m3) pada tahun ke- Bulan Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

65 54 Lampiran 2 Profil sebaran bulanan konsentrasi klorofil-a berdasarkan musim di perairan Selat Bali Musim Barat (Desember Februari) Musim Peralihan I (Maret Mei) Musim Timur (Juni Agustus) Musim Peralihan II (September November)

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan 20 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan laut yang diteliti adalah wilayah yang ditunjukkan pada Gambar 2 yang merupakan wilayah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. seperti konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut.

2. TINJAUAN PUSTAKA. seperti konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Perairan Selat Bali Perairan Selat Bali di sebelah barat dibatasi oleh daratan pulau Jawa, sedangkan di sebelah timur dibatasi oleh daratan Pulau Bali. Selat Bali

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT. 3. METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011. Proses penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI Oleh: Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan C64104075 PROGRAM

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Banda 2.1.1 Kondisi Fisik Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26 29 O C (Syah, 2009). Sifat oseanografis perairan Indonesia bagian

Lebih terperinci

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS Firman Ramansyah C64104010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Oleh: Nurlaila Fitriah C64103051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang terdiri dari proses pembuatan proposal penelitian, pengambilan data citra satelit, pengambilan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi kajian untuk mendapatkan nilai konsentrasi klorofil-a dan SPL dari citra satelit terletak di perairan Laut Jawa (Gambar 4). Perairan ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia,

Lebih terperinci

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELAT SUNDA

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELAT SUNDA ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELAT SUNDA NURUL AENI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan, 6 TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 545 km. Potensi lestari beberapa jenis ikan di Perairan Pantai Timur terdiri

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari anjungan minyak Montara Australia. Perairan tersebut merupakan perairan Australia

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT DESSY NOVITASARI ROMAULI SIDABUTAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali Journal of Marine and Aquatic Sciences 3(1), 30-46 (2017) Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah lautan yang lebih luas dibandingkan luasan daratannya. Luas wilayah laut mencapai 2/3 dari luas wilayah daratan. Laut merupakan medium yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Umum Perairan Selatan Jawa Perairan Selatan Jawa merupakan perairan Indonesia yang terletak di selatan Pulau Jawa yang berhubungan secara langsung dengan Samudera Hindia.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan 22 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan menggunakan citra MODIS. Lokasi untuk objek penelitian adalah perairan Barat-

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 18 3 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Juni 2011 dengan lokasi penelitian yaitu Perairan Selat Makassar pada posisi 01 o 00'00" 07 o 50'07"

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS Irfan A. Silalahi 1, Ratna Suwendiyanti 2 dan Noir P. Poerba 3 1 Komunitas Instrumentasi dan Survey

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK Indri Ika Widyastuti 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama bulan Februari-Mei 2013 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR Analysis of Upwelling Distribution and Area Enlargement in the Southern of Makassar Strait Dwi Fajriyati Inaku Diterima:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Salah satu parameter yang mencirikan massa air di lautan ialah suhu. Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS. LAMPIRAN Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS. Pada tanggal 18 Desember 1999, NASA (National Aeronautica and Space Administration) meluncurkan Earth Observing System (EOS) Terra satellite untuk mengamati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan sistem angin pasat yang

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 416-421 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Studi Variabilitas Suhu Permukaan Laut Berdasarkan Citra Satelit Aqua MODIS

Lebih terperinci

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, ABSTRAK

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha,   ABSTRAK ANALISIS PARAMETER OSEANOGRAFI MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BERBASIS WEB (Sebaran Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dan Tinggi Permukaan Laut) Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, e-mail

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

Gambar 2. Batimetri dasar perairan Selat Lombok

Gambar 2. Batimetri dasar perairan Selat Lombok 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Perairan Selat Lombok Selat Lombok merupakan perairan yang menghubungkan antara Pulau Bali dan Pulau Lombok juga merupakan perairan yang berkarakter unik dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Spasial Arus Eddy di Perairan Selatan Jawa-Bali Berdasarkan hasil visualisasi data arus geostropik (Lampiran 3) dan tinggi paras laut (Lampiran 4) dalam skala

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT Muslim 1), Usman 2), Alit Hindri Yani 2) E-mail: muslimfcb@gmail.com

Lebih terperinci

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Oleh: Nurlaila Fitriah C64103051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Lokasi penelitian adalah Perairan Timur Laut Jawa, selatan Selat Makassar, dan Laut Flores, meliputi batas-batas area dengan koordinat 2-9 LS dan 110-126

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA 2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut 5,8 juta km 2 atau 3/4 dari total

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut 5,8 juta km 2 atau 3/4 dari total BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis dan kandungan sumber daya kelautan yang dimiliki Indonesia memberikan pengakuan bahwa Indonesia merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) DAN KLOROFIL-A DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PENDARATAN IKAN (PPI) BLANAKAN SUBANG MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MODIS NELA UTARI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sirkulasi Monsun di Indonesia Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki karakteristik yang unik, yaitu terletak di antara benua Australia dan Asia dan dua samudera, yaitu

Lebih terperinci

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DARI CITRA SATELIT SeaWiFS DI PERAIRAN PULAU MOYO, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DARI CITRA SATELIT SeaWiFS DI PERAIRAN PULAU MOYO, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DARI CITRA SATELIT SeaWiFS DI PERAIRAN PULAU MOYO, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT Oleh : Diki Zulkarnaen C64104064 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Ocean Color Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan oseanik dimana pada bagian timur berhubungan dengan perairan Selat

2. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan oseanik dimana pada bagian timur berhubungan dengan perairan Selat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Jawa Keadaan umum perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh kondisi geografis dan lingkungan oseanik dimana pada bagian timur berhubungan dengan perairan Selat

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai adalah kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.49 Tahun 1999. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman 452 461 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI PENGARUH EL NINO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DAN INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam, secara keseluruhan merupakan bagian dari Selat Malaka yang terletak diantara Sabang,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) Oleh: Ince Mochammad Arief Akbar C64102063 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia. HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) SADENG YOGYAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MODIS Dewantoro Pamungkas *1, Djumanto 1

Lebih terperinci

Karakteristik Oseanografi Dalam Kaitannya Dengan Kesuburan Perairan di Selat Bali

Karakteristik Oseanografi Dalam Kaitannya Dengan Kesuburan Perairan di Selat Bali Karakteristik Oseanografi Dalam Kaitannya Dengan Kesuburan Perairan di Selat Bali B. Priyono, A. Yunanto, dan T. Arief Balai Riset dan Observasi Kelautan, Jln Baru Perancak Negara Jembrana Bali Abstrak

Lebih terperinci

APLIKASI DATA INDERAJA MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

APLIKASI DATA INDERAJA MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 15 Nomor 2, ember 2009 APLIKASI DATA INDERAJA MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Nurlaila Fitriah 1 dan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus Lintas Indonesia atau ITF (Indonesian Throughflow) yaitu suatu sistem arus di perairan Indonesia yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia yang

Lebih terperinci

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA Briliana Hendra P, Bangun Muljo Sukojo, Lalu Muhamad Jaelani Teknik Geomatika-ITS, Surabaya, 60111, Indonesia Email : gm0704@geodesy.its.ac.id

Lebih terperinci

DINAMIKA MASSA AIR DI PERAIRAN TROPIS PASIFIK BAGIAN BARAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN MUSIM DAN EL NINO SOUTHERN OSCILLATION

DINAMIKA MASSA AIR DI PERAIRAN TROPIS PASIFIK BAGIAN BARAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN MUSIM DAN EL NINO SOUTHERN OSCILLATION DINAMIKA MASSA AIR DI PERAIRAN TROPIS PASIFIK BAGIAN BARAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN MUSIM DAN EL NINO SOUTHERN OSCILLATION Oleh : SEPTINA PAPILAYA K.L C64103024 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2013. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputer Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

Adaptasi Perikanan Tangkap terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Resiko MODUL TRAINING

Adaptasi Perikanan Tangkap terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Resiko MODUL TRAINING Adaptasi Perikanan Tangkap terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Resiko MODUL TRAINING Pusat Perubahan Iklim ITB Pengertian Iklim dan Perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Kajian Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah perairan Jawa bagian selatan yang ditetapkan berada di antara 6,5º 12º LS dan 102º 114,5º BT, seperti dapat

Lebih terperinci

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS Firman Ramansyah C64104010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fitoplankton adalah tumbuhan laut terluas yang tersebar dan ditemui di hampir seluruh permukaan laut pada kedalaman lapisan eufotik. Organisme ini berperan penting

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 661-669 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A KAITANNYA DENGAN EL NINO SOUTHERN

Lebih terperinci

KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR. Oleh : MUKTI DONO WILOPO C

KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR. Oleh : MUKTI DONO WILOPO C KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR Oleh : MUKTI DONO WILOPO C06400080 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara, ( 2) Staff Pengajar Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sumatera Utara, (  2) Staff Pengajar Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, ANALISIS KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT MENGGUNAKAN DATA SATELIT AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus sp.) DI SELAT MALAKA Analysis of Chlorophyll-a

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT JAWA DARI CITRA SATELIT MODIS

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT JAWA DARI CITRA SATELIT MODIS Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 1 November 2012: 1-10 ISSN 2087-4871 HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT

Lebih terperinci

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang 8 PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan letaknya yang pada bagian selatan berbatasan dengan laut Flores, karakteristik perairan Teluk Bone sangat dipengaruhi oleh laut ini. Arus permukaan di Teluk Bone sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu, Cahaya dan Warna Laut Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu Bersama dengan salinitas dan densitas, suhu merupakan sifat air laut yang penting dan mempengaruhi pergerakan masa air di laut

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin Umum Perairan Indonesia memiliki keadaan alam yang unik, yaitu topografinya yang beragam. Karena merupakan penghubung dua system samudera

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arlindo (Arus Lintas Indonesia) Arlindo adalah suatu sistem di perairan Indonesia di mana terjadi lintasan arus yang membawa membawa massa air hangat dari Samudra Pasifik menuju

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA

VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA 1 VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA Nina Miranda Amelia 1), T.Ersti Yulika Sari 2) and Usman 2) Email: nmirandaamelia@gmail.com ABSTRACT Remote sensing method

Lebih terperinci

Keywords : Upwelling, Sea Surface Temperature, Chlorophyll-a, WPP RI 573

Keywords : Upwelling, Sea Surface Temperature, Chlorophyll-a, WPP RI 573 APLIKASI PENGINDERAAN JAUH MULTITEMPORAL UNTUK MONITORING KEJADIAN UPWELLING DI PERAIRAN BAGIAN SELATAN PULAU JAWA - LAUT TIMOR Ismail Pratama ippratamaismail@gmail.com Nurul Khakhim nurulkhakhim@ugm.ac.id

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Letak Geografis dan Kondisi Umum Perairan Mentawai

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Letak Geografis dan Kondisi Umum Perairan Mentawai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Letak Geografis dan Kondisi Umum Perairan Mentawai Secara geografis Mentawai adalah suatu gugusan kepulauan yang membujur dari utara ke selatan sepanjang pantai barat Sumatera Barat

Lebih terperinci

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009 32 6 PEMBAHASAN Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci