BAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII PARTISIPASI KOMUNITAS TANI DAN KESIAPAN INSTITUSI DALAM PELAKSANAAN PROSES PEMBERDAYAAN

BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

BAB VII PELAKSA AA MODEL PEMBERDAYAA PETA I SEKOLAH LAPA GA PE GELOLAA TA AMA TERPADU

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI PENILAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM CSR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI

INTERNALISASI MODAL SOSIAL DALAM KELOMPOK TANI GUNA MENINGKATKAN DINAMIKA KELOMPOK TANI DI KABUPATEN JEMBER. Sri Subekti Fak. Pertanian RINGKASAN

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERAN PEMIMPIN DESA MIYONO DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENYULUHAN PEMBUATAN KOMPOS DI KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO

dari semua variabel karakteristik individu dan rumahtangga dapat dilihat pada Lampiran 4.

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi

Strategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. terutama buah dan sayuran masih terbuka lebar, karena jutaan hektar lahan kering

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Karakteristik Individual Anggota Masyarakat dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

BAB V KESIMPULAN. Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang program TRI 1975 dengan tujuan

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

BAB VIII HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PESERTA POSDAYA DENGAN MOTIVASI BERPERANSERTA PADA POSDAYA MANDIRI TERPADU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman,

UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

PENDAHULUAN. Latar Belakang

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

STATISTIK NON PARAMETRIK (2) Debrina Puspita Andriani /

BAB V PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1) kesimpulan, 2) implikasi dan saran hasil penelitian.

PENDAHULUAN Latar Belakang

MANFAAT KEMITRAAN USAHA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PERTANIAN TERPADU USAHATANI PADI ORGANIK

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. BAB IV, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS TANI DALAM PENERAPAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK (Studi Tiga Desa Binaan BP3K UPTD Dramaga Kabupaten Bogor)

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Pada bagian akhir tesis ini akan dikemukakan hal-hal pokok yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN DAN EKUITAS MEREK

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Oleh: Indah Listiana *) Abstrak

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Kata kunci : Kepemimpinan, Motivasi kerja. Universitas Kristen Maranatha

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakikatnya akan hidup sebagai kelompok, hal tersebut

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN :

A. Definisi dan Tujuan Usaha Tani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pemaparan penelitian ini, maka diperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

MENGULAS KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH. DI ERA OTONOMI Oleh: Dr. H. Yoyon Bahtiar Irianto, M.Pd. (FIP-UPI)

BAB I PENDAHULUAN. Menurunnya kualitas lahan akibat sistem budidaya yang tidak tepat dapat

Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No. Pertanyaan Sampel

Transkripsi:

68 BAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK 9.1 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Program Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Upaya pembangunan pertanian organik yang berkelanjutan dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan komunitas tani dalam penerapan program pertanian organik. Pada hakikatnya, makna pemberdayaan mencakup tiga aspek, yaitu: 1) menciptakan iklim kondusif yang mampu mengembangkan potensi masyarakat setempat, 2) memperkuat potensi/modal sosial masyarakat demi meningkatkan mutu kehidupannya, 3) melindungi dan mencegah semakin melemahnya tingkat kehidupan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya peningkatan kemampuan masyarakat agar tanggap dan kritis terhadap berbagai perubahan, serta mampu mengakses proses pembangunan untuk mendorong kemandirian yang berkelanjutan. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat mampu berperan aktif dalam menentukan nasibnya sendiri. Upaya memberdayakan masyarakat ini membutuhkan tanggung jawab dan partisipasi dari berbagai pihak. Dalam hal ini, peran stakeholder terkait menjadi sangat penting dalam mensinergikan antara kebutuhan komunitas tani dengan program-program pemberdayaan. Dengan demikian, pemberdayaan komunitas ini menjadikan komunitas sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan program pembangunan. Pelaksanaan pemberdayaan komunitas tani dalam penerapan pertanian organik juga memerlukan keberlanjutan dari kelembagaan dalam masyarakat (Indriana, 2009), dalam hal ini kelembagaan pertanian berupa kelompok-kelompok tani. Selain itu kelembagaan dari institusi pengelola program juga menjadi faktor yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka faktor-faktor penentu keberhasilan program pemberdayaan komunitas tani dalam penerapan pertanian organik yang diuji dalam penelitian ini meliputi, partisipasi anggota komunitas tani dalam

69 pelaksanaan program, juga kesiapan institusi dalam pelaksanaan program, meskipun demikian peran kelembagaan pertanian juga turut mempengaruhi keberhasilan program pemberdayaan, hal tersebut terlihat dari peran kelompok tani dalam mewadahi kebutuhan anggotanya dalam bidang petanian. 9.1.1 Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Komunitas Tingkat keberhasilan pemberdayaan komunitas tani dalam penerapan pertanian organik merupakan ukuran dikatakan berhasilnya pemberdayaan petani dalam penerapan pertanian organik. Hal ini dilihat dari berlanjut atau tidaknya kegiatan bertani organik oleh petani. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dalam pelaksanaan program, hanya sebagian kecil responden yang mengulang praktek kegiatan bertani organik setelah mencoba bertanam organik diawal program, yaitu dari 40 jumlah responden hanya 32,5 persen responden yang masih menerapkan kembali praktek bertani organik secara prinsip bertani organik. Hal ini seperti yang tertera dalam tabel berikut: Tabel 24. Tingkat Partisipasi Responden dalam Pengulangan Kegiatan Bertani Organik Tingkat Partisipasi dalam Pengulangan Penerapan Bertani Organik Jumlah N % Rendah 15 37.5 Sedang 14 35.0 Tinggi 11 27.5 Jumlah 40 100 Berdasarkan Tabel 24, dapat dilihat bahwa responden yang masih turut berpartisipasi dalam menerapkan praktek bertani organik setelah mencoba sekali, dan masih mempraktekan hingga saat dilaksanakan penelitian hanya sebesar 27,5 persen, selebihnya mayoritas tidak menerapkan kembali setelah mencoba bertanam organik di awal program yaitu sebanyak 37,5 persen. Hal tersebut terjadi karena mayoritas aktivitas pertanian hanya pada skala subsisten dan adanya kekhawatiran akan resiko kegagalan panen, yang mana setelah menerapkan praktek bertani organik, hasil panen mengalami penurunan yang sangat tajam. Selain itu, resiko hama tungro yang sampai saat dilakukan penelitian ini belum dapat ditemukan penyelesaiannya. Hal inilah yang seringkali menjadi penyebab petani belum mau

70 menerapkan sepenuhnya cara-cara bertani organik terutama yang berkaitan dengan pemakaian pupuk organik. Ife (2008) yang mengatakan bahwa partisipasi merupakan unsur pokok pemberdayaan. Dengan demikian, partisipasi dapat dikatakan sebagai suatu langkah memberdayakan masyarakat, sehingga dalam pelaksanaan program partisipasi petani menjadi salah satu faktor yang mempengarui keberhasilan program pemberdayaan komunitas tani dalam penerapan sistem pertanian organik. Ketika petani tidak terlibat dalam pelaksanaan program, maka program penerapan pertanian organik tersebut tidak berlanjut. Elizabeth (2007) menyebutkan bahwa pemberdayaan (empowerment) merupakan strategi/upaya untuk memperluas akses masyarakat terhadap suatu sumberdaya ataupun program melalui penciptaan peluang seluas-luasnya agar masyarakat lapisan bawah mampu berpartisipasi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa sebagian kecil petani mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan praktek bertani organik yang bebas pestisida dan praktek bertani secara tumpangsari, da mina padi yang termasuk prinsip bertani organik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa petani terberdayakan dalam prinsip bertani organik yang bebas pestisida dan sistem tumpangsari atau pergiliran tanaman, dan mina padi. 9.1.2 Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Keberhasilan Program Pemberdayaan Komunitas Tani dalam Penerapan Pertanian Organik Dalam penelitian ini, partisipasi yang diteliti adalah partisipasi berupa kehadiran dan dukungan responden baik berupa biaya, tenaga, fikiran dan lainnya sesuai kemampuan responden dalam seluruh rangkaian kegiatan pelaksanaan program. Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed) hitung sebesar 0,01 < (0,05) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi, tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan program pertanian organik mempengaruhi tingkat keberhasilan program pemberdayaan komunitas dalam penerapan pertanian organik.

71 Tabel 25. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Komunitas dalam Penerapan Pertanian Organik Tingkat Partisipasi Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Tidak Berhasil Berhasil Total Rendah 66.7 33.3 100 Sedang 50.0 50.0 100 Tinggi 14.3 85.7 100 Ket: =0,01 rs = 0,356 Berdasarkan Tabel 25, terlihat bahwa tingkat partisipasi responden dalam pelaksanaan program mepengaruhi tingkat keberhasilan program pemberdayaan petani dalam penerapan sistem pertanian organik. Jika partisipasi responden rendah program tidak berhasil, dan jika partisipasi responden tinggi, maka program cenderung berhasil. Dalam pelaksanaannya hanya sebagian kecil responden yang masih menerapkan praktek bertani organik pada prinsip bebas pestisida dan sistem tumpangsari. Adapun dalam penggunaan pupuk an organik masih belum bisa ditinggalkan dengan alasan untuk mempertahankan produktivitas. Selain itu, mereka cenderung tidak ingin repot melakukan praktek bertani organik yang kurang efisien secara waktu. 9.1.3 Hubungan Tingkat Kesiapan Institusi dengan Tingkat Keberhasil Program Pemberdayaan Komunitas Tani dalam Penerapan Pertanian Organik Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed) hitung sebesar 0,002 < (0,05) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi, tingkat kesiapan institusi dalam pelaksanaan sosialisasi program pertanian organik mempengaruhi tingkat keberhasilan program pemberdayaan komunitas dalam penerapan pertanian organik.

72 Tabel 26. Hubungan Tingkat Kesiapan Intitusi dengan Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Komunitas dalam Penerapan Pertanian Organik Tingkat Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Total Kesiapan Institusi Tidak Berhasil Berhasil % % Kurang Siap 77.8 22.2 100 Siap 33.3 66.7 100 Ket:=0.02 rs = 0,444 Berdasarkan Tabel 26 juga terlihat bahwa tingkat kesiapan institusi dalam pelaksanaan sosialisasi program mempengaruhi tingkat keberhasilan program, artinya semakin tinggi tingkat kesiapan institusi dalam pelaksanaan sosialisasi program, maka semakin tinggi pula kecenderungan tingkat keberhasilannya. Sebanyak 77,8 persen tingkat kesiapan institusi yang sedang tergolong pelaksanaan program yang tidak berhasil. Menyusul 66,7 persen tingkat kesiapan intitusi yang tinggi yang tergolong pelaksanaan program yang berhasil. Berdasarkan hasil data penelitian secara kulitatif, Institusi secara program telah mempersiapkan instrument pemberdayaan yang cukup baik begitupun pelaksanaan kegiatan dilapangan berjalan seperti yang direncanakan, namun pada pelaksanaannya, sebagian besar petani yang tergolong earlymayority dan late mayority kembali menerapkan prakten bertani konvensional, hal ini juga ditemukan bahwa instrument dan perencanaan program tersebut tidak sepenuhnya melibatkan petani dan tidak menyentuh ranah kebutuhan petani yang mendasar dalam hal ini kebutuhan pokok sehingga hanya menyentuh ranah partisipasi petani yang bersifat tokenisme. Hal ini pula yang menyebabkan pelaksanaan program dikatakan belum berjalan baik. Menurut Anwar (2005) upaya untuk mewujudkan pembangunan pertanian berkelajutan di Indonesia selain dapat dimulai dari inisiatif pemerintah dan tekanan kelembagaan yang dilakukan oleh masyarakat luas itu sendiri, juga perlu adanya pengembangan sumberdaya manusia seutuhnya. Begitupun dari hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa program yang dimulai dari inisiatif institusi ini belum dapat mewujudkan partisipasi petani dalam aktivitas pembangunan pertanian, meskipun secara umum, program penyuluhan pertanian tersebut bertujuan untuk mengembangkan sumberdaya manusia petani seutuhnya melalui beragam kegiatan penyuluhan yang berorientasi partisipatif.

73 Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diluar dari kesiapan institusi penyuluhan dan individu penyuluhnya, juga faktor internal petani dan dukungan dari kelembagaan pertanian serta peran pemimpin dalam kelompok-kelompok tani, serta proporsi jumlah orang yang terpengaruh yang memiliki peranan dalam masyarakat. Hal demikian terlihat dari aktivitas partisipasi petani dalam kegiatan penerapan program, yang mana dibandingkan dari kesiapan institusi dalam pelaksanaan program, lebih banyak dipengaruhi oleh peran inovator atau mereka yang termasuk early adopter dari kelompok tani yang memiliki peranan dalam wilayah itu sendiri terutama kepemimpinan dalam kelompok tani sangat mempengaruhi partisipsi petani. Untuk menggugah kesadaran petani diluar petani yang tergabung dalam kelompok tani, pemimpin dan pengurus kelompok tani yang terlebih dahulu memberikan teladan dalam praktek bertani organik, yang kemudian diikuti oleh anggota kelompok tani setelah membuktikan manfaat dari praktek bertani organik.