BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. saling terkait. Peristiwa banjir, erosi dan sedimentasi adalah sebagian indikator

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

LOGO Potens i Guna Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

PERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya di Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak bersamaan dengan meningkatnya kesadaran dalam pengelolaan sumberdaya alam yang lestari sehingga menimbulkan banyaknya kerusakan lingkungan, seperti sering terjadinya banjir, kekeringan, kekurangan air bersih, longsor dan sebagainya. Hal ini menjadi indikator telah terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan belum optimalnya pengelolaan sumberdaya alam di dalam suatu daerah aliran sungai (Nugroho, 2003) Permasalahan di atas juga terjadi di DAS Barito yang merupakan salah satu DAS terbesar di Pulau Kalimantan dengan panjang sungai kurang lebih 900 km, meliputi dua provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan. DAS Barito menurut Tim Koordinasi Kebijakan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan DAS merupakan daerah aliran sungai dalam kategori kritis dengan prioritas I (Bahat dkk, 2009). Sementara dari kualitas airnya karena semakin banyaknya beban pencemaran di badan Sungai Barito sekarang ini kualitas airnya adalah kelas II IV yang berarti sudah tidak layak sebagai bahan baku air minum (KLH, 2010). Dalam kondisi seperti itu, saat ini tujuh kota di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan air bakunya masih berasal dari DAS Barito ini. Permasalahan lain juga terus meningkat, baik pada DAS bagian hulu maupun DAS bagian hilir. Permasalahan permasalahan tersebut antara lain dapat dilihat dalam pemberitaan berbagai media seperti pada Gambar 1.1. Sedimentasi dibagian hilir DAS Barito berdasarkan data dari ketua komisi III DPRD Kalimantan Selatan yang membidangi pertambangan dan energi, juga terus mengalami peningkatan akibat tingginya erosi di alur Sungai Barito, pertahun 1

tingkat sedimentasi mencapai 3 juta metric Ton / tahun dengan biaya pengerukan 40-50 Dollar Amerika per metriknya (Antara News, 2013)) Gambar 1.1 Berita - berita tentang kerusakan di DAS Barito di beberapa media online (Sumber : AntaraNews,2013 dan Metronews, 2013) Penelitian yang dilakukan oleh Moehansyah (2006) mengenai tingkat kerawanan banjir, kekeringan dan kebakaran di beberapa subdas Barito, didapatkan hasil seperti dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Tingkat kerawanan Bahaya Banjir, Kekeringan dan Kebakaran di Beberapa Subdas Barito. Sub DAS Banjir Kekeringan Kebakaran Barito Tengah Rawan Rawan Rawan Barito Hilir Rawan Rawan Rawan Tabalong Kiwa Sangat rawan Rawan Rawan Tabalong Kanan Sangat Rawan Rawan Rawan Balangan Sangat Rawan Rawan Rawan Danau Panggang Sangat Rawan Rawan Rawan Batang Alai Sangat Rawan Rawan Rawan Amandit Rawan Rawan Rawan Bahalayung Sangat Rawan Rawan Rawan Tapir Sangat Rawan Rawan Rawan Riam Kiwa Sangat Rawan Rawan Rawan Riam Kanan Rawan Rawan Rawan Alalak Sangat Rawan Rawan Rawan Sumber : Moehansyah( 2006) 2

Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa semua Sub DAS berada pada kondisi rawan bahkan untuk banjir beberapa diantaranya masuk kategori sangat rawan. Kondisi ini tentunya cukup mengkuatirkan bagi kesehatan DAS Barito jika tidak segera dilakukan penanganan yang serius mengingat DAS ini berada di beberapa wilayah kabupaten dan dua provinsi. Banyaknya wilayah administrasi yang berada di DAS Barito jika tidak ada sinkronisasi dan koordinasi yang baik akan menambah parahnya kondisi kesehatan DAS Barito itu sendiri. 1.2 Perumusan Masalah. Kabupaten Murung Raya merupakan salah satu kabupaten baru hasil pemekaran di Kalimantan Tengah yang saat ini terus berproses dalam pembangunannya. Perubahan pemanfaatan lahannya pun berjalan sangat dinamis. Di samping itu kabupaten ini juga merupakan bagian hulu dari DAS Barito yang dalam fungsi ekosistem dan hidrologis DAS menjadi kawasan resapan. Sebagai kawasan hulu DAS Barito, proses pembangunan yang dilakukan seperti pembukaan lahan dan hutan, pembuatan jalan dan infrastruktur lainnya akan membawa dampak juga pada kawasan hilir DAS Barito karena DAS merupakan satu kesatuan ekosistem. Meningkatnya permasalahan hidrologis, hidrogeomorfologis dan hidroorologis di DAS Barito saat ini sedikit banyak dipengaruhi oleh aktivitas di DAS Barito bagian hulu, namun bagaimana tingkat kerusakan dan pengelolaan DAS yang ada di bagian hulu belum banyak diketahui sehingga perlunya suatu penelitian untuk mengetahui hal tersebut. Tingkat kerusakan DAS salah satunya dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan fungsi hidrologi karena DAS merupakan satu sistem hidrologi. Perubahan fungsi hidrologi menuruh Khazanah (2004) dapat didekati dari aspek tingkat laju erosi dan limpasan permukaan. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan mengkaji secara spasial tingkat kerusakan DAS dan upaya konservasi apa yang dapat dilakukan untuk mengendalikan terjadinya sedimentasi di DAS Barito dilihat dari perubahan fungsi hidrologi melalui aspek tingkat laju erosi dan limpasan permukaan. 3

1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan diatas maka terdapat tiga pertanyaan penelitian sebagai berikut : a. Sejauh mana kerusakan di DAS Barito bagian hulu dilihat dari perubahan fungsi hidrologinya melalui aspek tingkat laju erosi dan limpasan permukaan. b. Bagaimana tingkat kerusakan DAS yang terjadi dan sebarannya di DAS Barito bagian hulu di Kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah saat ini c. Bagaimana strategi pengelolaan untuk upaya konservasi di DAS Barito bagian hulu Kabupaten Murung Raya dalam rangka pengendalian sedimentasi. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah a. Melakukan identifikasi kondisi kerusakan DAS di DAS Barito Bagian Hulu di kabupaten Murung Raya dilihat dari aspek perubahan fungsi hidrologis melalui pendekatan tingkat laju erosi dan limpasan permukaan. b. Melakukan penilaian terhadap tingkat kerusakan DAS dan sebarannya di DAS Barito bagian hulu di Kabupaten Murung Raya. c. Membuat strategi pengelolaan dalam upaya konservasi DAS Barito bagian hulu dalam rangka pengendalian sedimentasi. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan menjadi : a. Referensi semua pihak baik pemerintah, swasta, LSM dan masyarakat dalam rangka mengatasi kerusakan DAS di DAS Barito Bagian Hulu. b. Masukan dalam pengelolaan DAS Barito terutama untuk bagian hulu di Kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah untuk instansi instansi terkait. 4

1.6 Keaslian Penelitian Penelitian tentang kerusakan DAS dan upaya konservasi di dalamnya sudah dilakukan beberapa peneliti dengan ciri khasnya masing masing. Berbagai aspek dalam penelitian tersebut menjadi referensi bagi peneliti baik dari hasil penelitiannya maupun metode yang digunakan. Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan penelitian ini dijabarkan pada penjelasan sebagai berikut. Penelitian tentang kebijakan pengelolaan DAS dengan menggunakan paradigma baru dilakukan oleh Nugroho (2003). Tujuan dari penelitiannya adalah melakukan analisis terhadap faktor faktor penyebab kerusakan DAS di 22 DAS di Indonesia dan memberikan alternatif penanggulangannya sesuai dengan kebijakan dan konsep yang ada. Metodenya dengan melakukan analisis kerusakan DAS termasuk penyebabnya dan menganalisis kegagalan pengelolaan DAS saat ini hasilnya adalah adanya paradigma baru dalam pengelolaan DAS yang mengarus utamakan adanya pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan yang bersifat bottomup. Dewi dan Iwanudin (2007) melakukan penelitian di DAS Limboto Gorontalo dengan tujuan menganalisis dan memperoleh data serta informasi mengenai tupoksi, wewenang dan peranan lembaga pengelola DAS. Metode yang dipakai adalah analisis stakeholder dengan hasilnya adalah ada 14 stakeholder yang punya kaitan dengan pengelolaan DAS Limboto. Effendi (2008) melakukan kajian tentang sistem pengelolaan daerah aliran sungai dengan mengintegrasikan seluruh pihak dan sektor. Sektor utama yang dianalisis adalah sektor kehutanan, sektor sumberdaya air dan sektor pertanian dan menambahkan sektor permukiman untuk mewakili sektor sektor lainya yang ada di dalam DAS. Analisis yang digunakan adalah analisis ekonometrik. Lokasi penelitian berada di DAS Ciliwung di Jawa Barat, DAS Jratunseluna Jawa Tengah dan DAS Batanghari di Jambi. Hasil yang didapatkan bahwa kinerja DAS tidak hanya dipengaruhi oleh satu atau dua sektor tertentu. Namun dari tiga sektor yang dianalisis semuanya memberikan pengaruh dengan intensitas yang signifikan sehingga diperlukan pengelolaan yang terpadu untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sismanto (2009), melakukan penelitian tentang 5

analisa lahan kritis Sub DAS Riam Kanan DAS Barito Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, metode yang digunakan dengan menggunakan USLE dalam memetakan sebaran lahan kritis, hasilnya 50 % lahan di sub DAS Riam kanan merupakan daerah kritis yang 43,5 %nya merupakan lahan yang sangat kritis dan sisanya lahan kritis. Upaya konservasi yang dapat dilakukan adalah dilakukan dengan cara bertahap. Rismana dan Firmansyah (2011), melakukan kajian pemanfaatan ruang berdasarkan indeks konservasi di sub DAS Cikapundung Hulu Provinsi Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemanfaatan ruang terhadap kondisi hidrologi atau fungsi konservasinya di sub DAS Cikapundung. Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan indeks konservasi baik aktual maupun potensial. Hasilnya adalah penggunaan lahan tahun 2009 memberikan kontribusi negatif terhadap kondisi hidrologis dan sebagian besar sub DAS Cikapundung hulu didominasi oleh zona konservasi yang sebarannya berada di bagian tengah sub DAS. Herawati (2010), melakukan analisis spasial tingkat bahaya erosi di wilayah DAS Cisadane Kabupaten Bogor dengan tujuan menghitung tingkat bahaya erosi dengan mengunakan metode USLE dan analisis Sistem Informasi Geografis, hasil akhir berupa lima kelas tingkat bahaya erosi yaitu sangat ringan (55,85%), ringan (15,74%), sedang (6,33%), berat (0,81% dan sangat berat (0,30%). Halengkara (2011) melakukan penelitian tentang kerusakan lahan di DAS Blukar, Kabupaten Kendal Jawa Tengah dengan pendekatan analisis penyimpangan hidrologi dengan parameter limpasan permukaan dan kehilangan tanah. Penginderaan jauh digunakan sebagai alat untuk mengekstraski data citra satelit sedangkan sistem informasi geografis digunakan untuk mengolah dan membantu analisis secara spasial terhadap parameter parameter dalam menyusun tingkat kerusakan lahan di DAS Blukar. Salah satu hasilnya adalah tidak semua yang mempunyai limpasan permukaan tinggi mengalami erosi tinggi dan begitu juga sebaliknya tidak semua lokasi dengan kehilangan tanah yang tinggi mempunyai tingkat limpasan permukaan yang tinggi pula. Rahman (2013) melakukan penelitian menggunakan Sistem Informasi Geografis untuk estimasi koefisien aliran dan hubungannya dengan tutupan 6

lahan di DAS Riam Kanan Provinsi Kalimantan Selatan, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kondisi hidrologi terutama distribusi spasial limpasan permukaan dan besarnya debit puncak serta dekomposisi sedimen akibat erosi. Metode yang digunakan menggunakan metode Cook dan hasilnya adalah 61,94 % lahan pada posisi normal dimana ini terjadi ditanah garapan, perkebunan, hutan campuran, padang rumput dan permukiman, kemudian tingkat limpasan rendah sebesar 30,53 %, dan koefisien aliran tertinggi sebesar 7,094 ha atau 7, 53 %. Yang berada di tanah terbuka, tanah sedikit vegetasi, tanah galian dan tanah bekas pertanian. Dari hasil tersebut nilai koefisien limpasan permukaan sangat erat hubungannya dengan penggunaan lahan dan dari hasil uji statistik penelitian ini, taraf kepercayaannya 95% yang berarti estimasi limpasan permukaan menggunakan metode Cook dapat digunakan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nugroho (2003), Dewi dan Iwanudin (2007), Effendi (2008), Sismanto (2009), Herawati (2010), Rsman dan Firmansyah (2011), Halengkara (2011) dan Rahman (2013) adalah bahwa penelitian ini dilakukan didaerah pemekaran yang sekaligus menjadi DAS bagian hulu dari DAS Barito dengan menggunakan parameter seperti kemiringan lereng, tingkat infiltrasi, jenis tanah dan teksturnya, penggunaan lahan, curah hujan, dan pola aliran. Paramater parameter tersebut digunakan untuk menentukan potensi limpasan permukaan dan potensi laju erosi sehingga diketahui tingkat kerusakan DAS beserta sebarannya. Tingkat kerusakan DAS yang mengakibatkan peningkatan sedimen di bagian hilir DAS perlu dilakukan upaya upaya sehingga menjadi lebih baik melalui pengelolaan dan strategi pengelolaan yang sesuai dengan permasalahan dilokasi penelitian. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel 1.2. 7

Tabel 1.2 Tabel Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian sebelumnya No Peneliti Persamaan Perbedaan 1 Nugroho (2003) Melakukan kajian terhadap kerusakan DAS dan bagaimana menanggulangi kerusakan tersebut 2 Dewi dan Iwanudin (2007) Menggunakan analisis stakeholder dalam menggali perspektif teradap hasil yang diharapkan dalam pengelolaan suatu DAS 3 Effendi (2008) Mengkaji pengelolaan DAS dengan berusaha mengintegrasikan seluruh pihak dan sektor 4 Sismanto (2009) Menggunakan metode USLE dalam memprediksi tingkat erosi lahan 5 Herawati (2010) Kajian spasial untuk analisis tingkat bahaya erosi menggunakan metode USLE di bagian hulu DAS 6 Risman dan Firmansyah (2011) 7 Halengkara. (2011) Melakukan kajian di Das Bagian Hulu dan melihat pengaruh pemanfaatan lahan terhadap upaya konservasi Kerusakan lahan di DAS diidentifikasi dengan pendekatan limpasan permukaan dan kehilangan tanah 8 Rahman (2013) Estimasi limpasan permukaan menggunakan metode Cook 9 Rosidi (2014) Kajian spasial Kerusakan DAS dengan pendekatan aspek tingkat laju erosi dan limpasan permukaana dengan memanfaatkan tehnologi Sistem Informasi Geografis Sumber : Hasil Analisis, 2014 Sifatnya masih dalam tataran konsep pengelolaan DAS sementara untuk penelitian ini sudah pada aplikasi. Belum memperhatikan aspek lain diluar aspek kelembagaan dalam pengeloaan DAS seperti biofisik sosekbud. Menggunakan ekonometrik, analisis Kerusakan lahan dilihat hanya menggunakan faktor kehilangan tanah saja, belum melihat tingkat koefisien limpasan permukaan Belum mempetimbangkan faktor tingkat koefisien limapasan permukaan Menggunakan metode indeks konservasi Ekstrasi informasi penutupan lahan dengan menggunakan Forest Canoy Density dan format data raster Kerusakan lahan hanya dilihat dari besar kecilnya koefisien limpasan permukaan Pemanfaatan SIG berbasis raster dan Strategi pengelolaan sub DASnya dengan meliahat hulu hilir sebagai satu kesatuan mengunakan konsep DPSIR 8