BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

3 BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Indonesia yaitu PT. Indosat, Tbk yang beralamat di jalan Daan Mogot KM 11

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Jenis data Data Cara pengumpulan Sumber data 1. Jenis dan jumlah produk yang dihasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dan bekerja sama untuk memproses masukan atau input yang ditunjukkan kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dan menurut Rangkuti (2007) Persediaan bahan baku adalah:

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8).

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 Landasan Teori

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. penggerakan, dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAJA MS DI DIREKTORAT PRODUKSI ATMI CIKARANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. future. Forecasting require historical data retrieval and project into the

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. secara lebih baik, karena dalam era perdagangan tanpa batas tersebut mengakibatkan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang akan datang. Ramalan adalah situasi dan kondisi yang diperkirakan akan terjadi

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi

BAB III. Metode Penelitian. untuk memperbaiki keterlambatan penerimaan produk ketangan konsumen.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN TEKNIK LOTTING DI PT AGRONESIA INKABA BANDUNG

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA HASIL. Januari 2008 sampai dengan Desember 2008 rata-rata permintaan semakin

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU TEMPE \MENGGUNAKAN MATERIAL REQUIREMENT PLANNING

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATERIAL REQUIREMENT PLANNING

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Seiring dengan meningkatknya pangsa pasar, permintaan konsumen juga menjadi

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produksi Secara umum produksi diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output). Dalam pengartian yang bersifat umum ini penggunannya cukup luas, sehingga mencakup keluaran (output) yang berupa barang atau jasa. Dalam arti sempit, pengertian produksi hanya dimaksud sebagai kegiatan yang menghasilkan barang baik barang jadi maupun barang setengah jadi, bahan produksi dan suku cadang atau spareparts dan komponen. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa, Herjanto, 1999. 2.2 Sistem Produksi Produksi dalam pengertian sederhana adalah keseluruhan proses dan operasi yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi. Input ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal dan informasi. Sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan berikut sampingannya seperti limbah, informasi, dan sebagainnya.

Sub sistem-sub sistem dari sistem produksi tersebut antara lain adalah Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Pengendalian Kualitas, Penentuan Standarstandar operasi, Penentuan Fasilitas Produksi, Perawatan Fasilitas Produksi, dan Penentuan Harga Pokok Produksi. Sub sistem-sub sistem dari sistem produksi tersebut akan membentuk konfigurasi sistem produksi. Keandalan dari konfigurasi sistem produksi ini akan tergantung dari produk yang dibuat serta bagaimana cara membuatnya (proses produksinya). 2.3 Bahan Baku Bahan baku merupakan salah satu unsur yang paling aktif didalam perusahaan yang secara terus-menerus diperoleh, diubah yang kemudian dijual kembali. Bahan baku adalah bahan baku yang diolah menjadi produk bahan jadi dan pemakaian dapat diidentifikasikan secara langsung atau diikuti jejaknya atau merupakan integral dari produk tertentu. 2.3.1 Tinta Cetak Dalam proses cetak mencetak, tinta merupakan unsur yang sangat penting bahkan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hasil cetakan. Komponen dasar tinta adalah: 1. Pigmen Adalah zat warna tinta, kenampakan tinta ditentukan dari jenis pigmen yang dikandung.

2. Varnish Adalah larutan resin yang ditambahkan sebagai bahan pendispres dan juga sebagai zat pengikat pigmen dengan media cetak. 3. Carrier Carrier atau pembawa adalah komponen pelarut bagi pigmen supaya dapat teraplikasikan pada subtrat. Carrier bisa berupa solvent, air, dan minyak. 4. Aditif Adalah zat tambahan yang diberikan pada larutan tinta supaya tinta memilik sifat yang diharapkan dalam hal kekuatan warna, disperse, viskositas, sifat alir, waktu kering tinta, daya tahan terhadap gesekan dan untuk kestabilan warna. Contoh tinta cetak Sakata dapat dilihat pada tabel berikut: Gambar 2.1 Contoh tinta cetak

Gambar 2.2 Tinta Sakata Sifat kekentalan tinta dapat diukur dengan Viscometer. Nilai kekentalan tinta sangat dipengaruhi oleh mesin dan kertas yang digunakan. Tinta bersifat flow adalah daya alir tinta yang bergerak dan berpindah dari bak tinta sampai ke kertas pada akhir proses cetak. Kelengketan tinta adalah sifat daya tarik tinta terhadap permukaan kertas hingga perpindahan tinta kepermukaan kertas, kecepatan mesin pada saat proses cetak dan juga kertas yang digunakan akan mempengaruhi sifat kelengketan tinta. Selanjutnya sifat daya kering tinta adalah sifat pengeringan tinta sampai dengan pori kertas yang digunakan. 2.4 Persediaan Persediaan adalah bagian dari aset perusahaan, yang mempunyai tingkat mobilitas yang cukup tinggi. Persediaan diadakan untuk: 1. Mengantisipasi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan 2. Mengantisipasi fluktuasi permintaan yang tidak dapat diramalkan Persediaan yang banyak (over stock) menyebabkan tingginya dana yang menganggur, tingginya biaya penyimpanan, tingginya resiko bila terjadi musibah dan meningkatnya biaya tenaga kerja. Sedangkan persediaan yang sedikit (lost stock) dapat

menimbulkan biaya pemesanan yang tinggi, biaya terhentinya produksi dan larinya pelanggan, yang lebih parah kredibilitas perusahaan turun serta target produksi tidak tercapai. Pengelolaan persediaan yang baik adalah dengan persediaan seminimal mungkin dapat memenuhi permintaan/kebutuhan seoptimal mungkin. Target pengelolaan persediaan (manajemen inventori) tercapai apabila tersedianya sediaan dalam kualitas, kuantitas, harga dan waktu yang tepat. Pengendalian persediaan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan material sedemikian rupa sehingga disatu pihak kebutuhan operasi dapat terpenuhi pada waktunya dan dilain pihak investasi persediaan material dapat ditekan secara optimal, Indrajit dan Djokopranoto, 2003. Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarka, menurut Baroto, 2002. Penyebab timbulnya persediaan adalah sebagai berikut: 1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan. Permintaan terhadap suatu bahan baku tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Dalam menyiapkan bahan baku ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit dihindarkan. 2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat, diantaranya yaitu permintaan yang bervariasi yang tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan. 3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga dimasa mendatang.

2.4.1 Tujuan Persediaan Tujuan pengelolaan persediaan adalah kegiatan dalam memperkirakan jumlah persediaan bahan baku dan penolong yang tepat, dengan jumlah yang tidak terlalu besar dan tidak pula kurang atau sedikit dibandingkan dengan kebutuhan atau permintaan. Dari pengertiaan tersebut, maka tujuan pengelolaan persediaan adalah sebagai berikut: 1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat (memuaskan konsumen). 2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi, hal ini dikarenakan alasan kemungkinan bahan baku menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh dan kemungkinan supplier terlambat mengirim barang yang dipesan. 3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba perusahaan. 4. Menjaga supaya pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindarkan, karena dapat mengakibatkan biaya menjadi besar. 5. Menjaga supaya penyimpanan tidak terlalu besar karena mengakibatkan biaya penyimpanan menjadi besar. Dari beberapa tujuan pengendalian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan persediaan adalah untuk menjamin terdapatnya persediaan sesuai kebutuhan. Menurut Indrajit dan Djokopranoto, 2003, tujuan dari persediaan adalah untuk mencapai efisiensi dan efektifitas optimal dalam penyimpanan material. Persediaan yang diadakan mulai dari bahan baku sampai barang jadi antara lain bertujuan untuk:

1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang. 2. Menghilangkan resiko barang yang rusak. 3. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan. 4. Mencapai penggunaan mesin yang optimal. 5. Memberi pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen Tujuan pengendalian persediaan adalah meminimalkan investasi dalam sediaan, namun tetap konsisten dengan penyediaan tingkat pelayanan yang diminta, sedangkan fungsi utama dari persediaan yaitu menjamin bahwa fungsi produksi tidak dihambat oleh kekurangan bahan baku yang diperlukan dan untuk menjamin bahwa pengembangan prosedur untuk mendapatkan dan menyimpan bahan persediaan yang diperlukan telah dilaksanakan dengan biaya minimum. 2.4.2 Fungsi Persediaan Menurut Assauri, 1993, Fungsi persediaan yang diadakan mulai mulai dari persediaan yang berbentuk bahan mentah sampai dengan barang jadi antara lain: 1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan oleh perusahaan. 2. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak memenuhi kualifikasi, sehingga harus dikembalikan. 3. Menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dipasaran. 4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi. 5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.

6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan, dimana kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi setiap saat. 2.4.3 Jenis-jenis Persediaan Jenis persediaan memiliki karakteristik tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Persediaan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya sebagai berikut: 1. Persediaan bahan mentah (raw material) yaitu persediaan barang-barang berwujud, seperti besi, kayu, serta komponen-komponen lain yang digunakan dalam proses produksi. 2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain yang secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk. 3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies) yaitu persediaan barangbarang yang diperoleh dalam proses produksi, tetapi bukan merupakan bagian atau komponen barang jadi. 4. Pesediaan barang dalam proses (work in proses) yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi mesin perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 5. Persediaan barang jadi (finished goods), persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual atau dikirim kepada pelanggan.

2.4.4 Biaya Dalam Persediaan Biaya inventory sebagian merupakan biaya variabel dan sebagian lainnya merupakan biaya tetap. Biaya inventory yang bersifat variabel adalah biaya yang berubah-ubah karena adanya perubahan jumlah inventory yang ada didalam gudang. Biaya tersebut akan naik jika meningkatnya jumlah persediaan yang disimpan dan adanya pengurangan jumlah persediaan yang disimpan. Unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan dapat digolongkan menjadi: 1. Biaya pembelian (purchasing cost) Adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian material. 2. Biaya pemesanan (ordering cost) Adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan/barang, sejak dari penempatan pemesanan sampai tersedianya barang di gudang. 3. Biaya penyimpanan Adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. 2.5 Peramalan Menurut Nasution, 1999, peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan di masa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Langkah awal dalam suatu perusahaan produksi dan persediaan adalah mengetahui besar permintaan di masa mendatang. Peramalan (Forecasting) merupakan

suatu tindakan untuk mengetahui besar permintaan di masa mendatang atau secara umum kejadian di masa mendatang. Dengan adanya informasi tentang besarnya permintaan di masa mendatang yang di dapat dari hasil peramalan, maka dapat ditentukan strategi yang tepat untuk perencanaan yang lebih lanjut. Adapun kegunaan peramalan sebagai berikut: 1. Untuk memperkirakan secara sistematis dan pragmatis atas dasar data relevan pada masa lalu, dengan demikian metode peramalan yang diharapkan dapat memberikan obyektivitas yang lebih besar. 2. Membantu dalam mengadakan pendekatan analisa terhadap pola dari data yang lalu, sehingga dapat memberikan cara pemikiran, pengerjaan dan pemecahan yang sistematis dan pragmatis, serta memberikan tingkat keyakinan yang lebih besar atas ketetapan hasil peramalan yang dibuat atau yang disusun. 2.5.1 Model Peramalan Menurut Gasperz, 2001, dalam sistem peramalan, penggunaan berbagai model peramalan akan memberikan nilai ramalan yang berbeda dan derajat dari galat ramalan (forecast error) yang berbeda pula. Salah satu seni dalam melakukan peramalan adalah memilih model peramalan terbaik yang mampu mengidentifikasi dan menanggapi pola aktivitas historis dari data. Secara umum, model-model peramalan dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok utama, yaitu: metode kualitatif dan metode kuantitatif. Selanjutnya, metode kuantitatif dikelompokan ke dalam dua bagian utama, yaitu intrinsic dan ekstrinsik. Beberapa model peramalan yang dapat digolongkan sebagai metode kualitatif adalah:

1. Dugaan manajemen (management estimate), dimana peramalan semata-mata berdasarkan pertimbangan manajemen, umumnya oleh manajemen senior. Metode ini akan cocok dalam situasi yang sangat sensitif terhadap intuisi dari satu atau kelompok kecil orang yang mampu memberikan opini yang kritis dan relevan. Teknik ini akan digunakan dalam situasi dimana tidak ada alternatif lain dari model peramalan yang dapat diterapkan. Bagaimanapun, metode ini mempunyai banyak keterbatasan, sehingga perlu dikombinasikan dengan metode peramalan yang lain. 2. Riset pasar (market research) merupakan metode peramalan berdasarkan hasilhasil dari survei pasar yang dilakukan oleh tenaga-tenaga pamasar produk atau yang mewakilinya. Metode ini akan menjaring informasi dari pelanggan atau pelanggan potensial (konsumen) berkaitan dengan rencana pembelian di masa mendatang. 3. Metode terstruktur (structured group methods), seperti metode Delphi, dan lainnya. Metode Delphi merupakan teknik peramalan bardasarkan pada proses konvergensi dari opini beberapa orang atau ahli secara interaktif tanpan menyebutkan identitasnya. Dalam metode Delphi sangat diharapkan peranan dari fasilitator untuk memperoleh atau menyimpulkan hasil-hasil peramalan itu. 4. Analogi histori (historical analogy) merupakan teknik peramalan berdasarkan pola data masa lalu dari bahan baku yang dapat disamakan secara analogi. Pada dasarnya metode kualitatif ditujukkan untuk peramalan terhadap produk baru, pasar baru, proses baru, perubahan sosial dari masyarakat, perubahan teknologi, atau penyesuaian terhadap ramalan-ramalan berdasarkan metode kuantitatif.

Metode kuantitatif intrinsik, sering disebut sebagai model-model deret waktu (time series model). Beberapa model deret waktu atau analisis deret waktu (time series) yang popular dan umum diterapkan dalam peramalan permintaan terhadap data permintaan. 2.5.2 Model Deret Berkala (Time Series) Menurut Nasution, 1999, analisis deret waktu didasarkan pada asumsi bahwa deret waktu tersebut terdiri dari komponen Trend (T), Siklus/Cycle (C), pola musiman/season (S), dan variabel Acak/Random (R) yang akan menunjukkan suatu pola tertentu. Komponen-komponen tersebut kemudian dipakai sebagai dasar dalam membuat persamaan matematis. Analisa deret waktu ini sangat tepat dipakai untuk meramalkan permintaan yang pola permintaan di masa lalu cukup konsisten dalam periode waktu yang lama, sehingga diharapkan pola tersebut masih akan tetap berlanjut. Permintaan di masa lalu pada analisa deret waktu akan dipengaruhi keempat komponen utama Trend (T), Cycle (C), Season (S), dan Random (R). penjelasan tentang komponen utama Trend (T), Cycle (C), Season (S), dan Random (R) tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pola Trend (kecenderungan) Pola data ini tejadi bila data memiliki kencenderungan untuk naik atau turun secara terus menerus. Pola ini dapat digambarkan:

Biaya Gambar 2.3 Pola Tren Waktu Sumber : Nasution, 2006. 2. Pola Musiman Pola data ini terjadi bila nilai data sangat dipengaruhi oleh musim yang mengambarkan pola penjualan yang berulang setiap periode. Pola data musim dapat digambarkan; Biaya Waktu Gambar 2.4 Pola Musiman Sumber: Nasution, 2006. 3. Pola Siklus (Cycle) Pola ini dapat terjadi bila penjualan produk dapat memiliki siklus yang berulang secara periodic, biasanya lebih dari satu tahun. Pola ini dapat digambarkan: Biaya Gambar 2.5 Pola Cycle Sumber Nasution, 2006. Waktu

4. Pola Acak (Random) Pola data ini tejadi apabila nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata. Pola ini dapat digambarkan: Biaya Waktu Gambar 2.6 Pola Random (acak) Sumber: Nasution, 2006. Adapun metode peramalan yang termasuk dalam metode Time Series adalah metode Smoothing (penghalusan) digunakan untuk melicinkan atau mengurangi ketidak teraturan (fluktuasi) ramalan berdasarkan data masa lalu. Metode Smoothing dapat dibagi lagi menjadi beberapa metode, antara lain: 1. Moving Average Diperoleh dengan merata-rata permintaan berdasarkan beberapa data masa lalu yang terbaru. Tujuannya adalah untuk mengurangi atau menghilangkan variasi acak permintaan dalam hubungannya dengan waktu. a. Single Moving Average b. Linier Moving Average c. Double Moving Average d. Weighted Moving Average

2. Exponential Smoothing a. Sinlge Expnential Smoothing b. Double Exponential Smoothin c. Expnential Smoothing dengan musiman 3. Metode Regresi 4. Metode Dekomposisi 2.5.3 Teknik-teknik Peramalan Menurut Heizer dan Render, 2009, beberapa macam metode peramalan yang digunakan antara lain: 1. Single Exponential smoothing Metode ini digunakan apabila data yang diperoleh tidak stabil atau memiliki penurunan atau peningkatan dari waktu ke waktu. Rumusnya adalah sebagai berikut: Ft+1 = Ft + α(at Ft) Diamana: α adalah konstanta pemulusan At adalah data aktual pada periode t Ft adalah peramalan pada periode t Ft+1 adalah peramalan pada periode t+1 2. Double Exponential Smoothing Metode ini digunakan bila data tidak stabil dari waktu ke waktu dan mengandung trend. Rumus yang digunakan sebagai berikut:

Ft+m = at + bt m Nilai-nilai deperoleh: S t = α Xt + (1-α) S t-1 S t = α Xt + (1-α) S t-1 at = 2 S t S t bt = dimana: S t = pemulusan eksponential tunggal S t = pemulusan eksponential ganda m = jumlah periode ke muka yang diramalkan Ft+m = peramalan untuk m period eke depat 3. Regresi Linier Salah satu bentuk peramalan yang paling sederhana adalah regresi linier. Dalam aplikasi regresi linier diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara variabel yang ingin diramalkan (dependent variable) dengan variabel lain (independent variable). Selanjutnya peramalan ini didasarkan pada asumsi bahwa pola pertumbuhan dari data historik bersifat linier (walaupun pada kenyataannya tidak linier 100%). Pola pertumbuhan ini didekati dengan suatu model yang menggambarkan hubungan-hubungan yang terkait dalam suatu keadaan. Model tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: Y = a + b(t) b =

a = Y bx = keterangan: Y = nilai peramalan dari variabel tidak bebas a = intercept b = slope X = variabel bebas N = banyaknya data t = periode Dalam pengendaliaan bahan baku tinta Sakata, metode peramalan linier tidak digunakan karena hasil data peramalan tidak linier. 2.5.4 Ukuran Akurasi Hasil Peramalan Menurut Heizer dan Render, 2009, ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada 6 ukuran yang biasa digunakan, yaitu: 1. Rata-rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation= MAD) MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan kenyataannya. Secara matematis, MAD dirumuskan sebagai berikut: MAD = Keterangan: Xi = nilai data yang aktual pada periode ke i

Fi = nilai hasil peramalan pada periode ke i N = jumlah periode pengamatan 2. Rata-rata Kuadrat Kesalahan (Mean Square error = MSE) MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut: MSE = 3. Standard Deviation Error (SDE) SDE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan dikurang dengan 1 periode. Secara matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut: SDE = 4. Mean Error (ME) ME sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama periode tertentu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan tidak bias, maka nilai ME akan mendekati nol. ME dihitung dengan menjumlahkan semua kesalahan peramalan selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, ME dinyatakan sebagai berikut: ME =

5. Mean Absolute Percentage Error (MAPE) MAPE biasanya lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan memberi informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau rendah. Secara matematis, MAPE dinyatakan sebagai berikut: MAPE = 6. Mean Percent Error (MPE) MPE dihitung dengan persentase dari menjumlahkan semua kesalahan peramalan pada setiap periode dibagi dengan nilai aktual kemudian membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut: MSE = 2.6 Material Requirement Planning (MRP) Menurut Indrajit, Material Requirement Planning (MRP) adalah proses perancanaan pembelian dan pengiriman bahan material yang digunakan baik baku maupun bahan setengah jadi. MRP digunakan untuk menghindari kekurangan bahan atau kelebihan bahan saat pengiriman. MRP yang merupakan teknik perencanaan dan teknik penjadwalan yang digunakan oleh perusahaan sebagai sarana bagaimana setiap pekerja yang terkait melakukan komunikasi perihal aliran material atau barang. Teknik atau metode MRP menitik beratkan pada perencanaan, karena memang seperti telah disebutkan sebelumnya pada dasarnya MRP adalah teknik perencanaan dan penjadwalan. Teknik ini sebetulnya sangat sederhana yaitu sekedar menggunakan logika

matematika untuk merencanakan jumlah barang yang diperlukan dan menjadwalkan kapan barang dimaksud diperlukan. Meskipun sangat sederhana tetapi dari praktek diketahui bahwa justru karena perencanaan dan penjadwalan yang digunakan dalam suatu perusahaan mengenai alur barang ke dan melalui proses pembuatan barang jadi. 2.6.1 MRP Sebagai Alat Pengendalian Persediaan Menurut Indrajit, di atas sudah disebutkan bahwa MRP merupakan alat perancanaan dan penjadwalan aliran barang. Yang dimaksud dengan barang di sini berupa produk jadi atau barang dalam bentuk bahan baku atau bahan setengah jadi. Dari segi lain, perencanaan dan penjadwalan arus barang disebut pula sebagai manajemen atau pengendalian persediaan sepanjang barang itu dikelola melalui suatu proses penyimpanan barang, karena persediaan artinya barang yang di simpan. Namun pengertian persediaan atau disebut juga inventory atau stock materials itu tidak lagi hanya barang yang betul-betul secara fisik ada di gudang, tetapi sering kali termasuk juga barang yang sedang disimpan, atau barang yang sedang diangkut, dan sebagainya, termasuk juga pengertian persediaan maya yaitu persediaan yang dicatat secara elektronik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa MRP sebagai pengendalian persediaan. Perbedaan sistem konvensional dan MRP dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1 Perbedaan sistem Konvensional dan MRP Sistem Konvensional Dihitung bedasarkan independent demand Pemesanan kembali didasarkan hanya untuk penggantian barang yang dipakai Perencanaan lebih didasarkan atas sesuatu Sistem MRP Dihitung berdasarkan derived demand Didasarkan atas pemakaian yang lalu dan keperluan yang akan datang Lebih didasarkan atas keperluan yang akan

keperluan yang telah berlalu pemesanan dimaksudkan untuk pengisian kembali persediaan meramalkan semua barang Atas dasar reorder point Just-in-time datang Pemesanan dimaksudkan untuk keperluan nyata Meramalkan barang dalam JIP Atas dasar berkala just-in-time Berorientasi pada produksi atau Berorientasi pada bagian atau suku cadang pemeliharaan Seperti telah disinggung sebelumnya, independent demand adalah permintaan yang independent atau bebas, yaitu suatu permintaan yang tidak ada hubungannya dengan permintaan yang lain. Sedangkan derived demand atau dependent demand atau permintaan terikat adalah permintaan barang yang sangat erat berhubungan dan tergantung dari permintaan barang lain. Teknik perencanaan kebutuhan material (Material Requirement Planning, MRP) digunakan juga untuk perencanaan dan pengendalian bahan baku yang tergantung (dependent) pada bahan baku di tingkat level yang lebih tinggi. Kebutuhan terhadap bahan baku yang bersifat tergantung merupakan hasil dari kebutuhan-kebutuhan yang disebabkan oleh penggunaan bahan baku dalam memproduksi produk yang lain. 2.6.2 Tujuan MRP Menurut Herjanto, 1999, secara umum, sistem Maretial Requirement Planning (MRP) ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan antara lain sebagai berikut:

1. Meminimalkan persediaan MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi (master production schedule). Dengan menggunakan metode ini, pengadaan (pembelian) atas komponenkomponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan. 2. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman MRP mengdentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan kompenen, sehingga dapat memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat mengakibatkan terganggunya rencana produksi. 3. Komitmen yang realistis Dengan MRP, jadwal induk produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat dilakukan secara lebih realistis. Hal ini mendorong meningkatnya kepuasan dan kepercayaan konsumen. 4. Meningkatkan efisiensi MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi.

2.6.3 Input MRP Menurut Heizer dan Render, 2010, input yang dibutuhkan dalam konsep MRP, yaitu sebagai berikut: 1. Jadwal Induk Produksi (JIP) Jadwal induk produksi (Master Production Schedule), merupakan ringkasan jadwal produksi produk jadi untuk periode mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau peramalan permintaan. JIP berisi perencanaan secara mendetail mengenai jumlah produksi yang dibutuhkan untuk setiap produk akhir beserta periode waktunya untuk suatu jangka perencanaan dengan memperhatikan kapasitas yang tersedia. Rencana ini juga meliputi berbagai masukan, termasuk rencana keuangan, permintaan pelanggan, kemampuan teknik, ketersediaan tenaga kerja, fluktuasi persediaan, kinerja pemasok, dan pertimbangan lainnya. Sistem MRP mengasumsikan bahwa pesanan yang dicatat dalam JIP adalah pasti, kendati hanya merupakan peramalan. Salah satu keunggulan utama MRP adalah kemampuannya menentukan dengan tepat kelayakan sebuah jadwal di dalam keterbatasan kapasitas. 2. Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record) Status Pesediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record), merupakan catatan keadaan persediaan yang menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan yang berkaitan dengan: a. Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory).

b. Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan datang (on order inventory). c. Lead time dari setiap bahan. Input-input tersebut membentuk arsip-arsip yang saling berhubungan dengan bagian produksi dan pembelian sehingga dapat menghasilkan informasi terbaru tentang pemesanan, penerimaan, dan pengeluaran komponen dari gudang. 2.6.4 Proses MRP Menurut Gasperz, 2001, langkah-langkah dasar dalam penyusunan MRP yaitu antara lain: 1. Netting, yaitu proses perhitungan jumlah kebutuhan bersih untuk setiap periode selama horison perencanaan yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan jadwal penerimaan persediaan dan persediaan awal yang tersedia. 2. Lotting, yaitu penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan (lot size) yang optimal untuk sebuah item berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan. 3. Offsetting, yaitu proses yang bertujuan untuk menentukan saat yang tepat melaksanakan rencana pemesanan dalam pemenuhan kebutuhan bersih. Penentuan rencana saat pemesanan ini diperoleh dengan cara mengurangkan kebutuhan bersih yang harus tersedia dengan waktu ancang-ancang (lead time). 4. Exploding, merupakan proses perhitungan dari ketiga langkah sebelumnya yaitu netting, lotting dan offsetting yang dilakukan untuk kompenen atau item yang berada pada level dibawahnya berdasarkan atas rencana pemesanan.

2.6.5 Output MRP Output MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan cirri dari MRP, yaitu: 1. Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) adalah penentuan jumlah kebutuhan material serta waktu pemesanannya untuk masa yang akan datang. 2. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna bagi pembeli yang akan digunakan untuk bernegoisasi dengan pemasok dan berguna juga bagi manajer manufaktur yang akan digunakan untuk mengontrol proses produksi. 3. Changes to Planning Orders (perubahan terhadap pesanan yang telah direncanakan) yang merefleksikan pembatalan pesanan, pengurangan pesanan dan pengubahan jumlah pesanan. 4. Performance Report (Laporan Penampilan), suatu tampilan yang menunjukan sejauh mana sistem bekerja, kaitannya dengan kekosongan stok dan ukuran yang lain. 2.6.6 Mekanisme Dasar Dari Proses MRP Menurut Gasperz, 2001, adanya mekanisme dasar dari proses MRP adalah sebagai berikut: 1. Lead Time merupakan jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu pesanan sampai item yang dipesan itu siap untuk digunakan.

2. On hand merupakan inventory on hand yang menunjukan kuantitas dari item yang secara fisik ada dalam stock room. 3. Lot Sizing merupakan kuantitas pesanan (order quantity) dari item yang memberitahukan MRP berapa banyak kuantitas yang harus dipesan serta teknik lot sizing apa yang dipakai. 4. Safety Stock merupakan stock pengaman yang ditetapkan oleh perencana MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan (demand) dan atau penawaran (supply). MRP merencanakan untuk mempertahankan tingkat stock pada tingkat (level) ini pada semua periode waktu. 5. Planning Horizon merupakan banyaknya waktu ke depan (masa mendatang) yang tercakup dalam perencanaan. Dalam praktek, horizon perencanaan harus ditetapkan paling sedikit sepanjang waktu tunggu kumulatif dari sekumpulan item yang terlihat dalam proses manufacturing. 6. Gross Requirement merupakan total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan yang diantisipasi (anticipated requirement). Untuk setiap periode waktu. Suatu part tertentu dapat mempunyai kebutuhan kotor (gross requirement) yang menakup dependent and independent demand. 7. Projected on hand (POH) merupakan projected available balance (PAB) dan tidak termasuk planned order. Rumus : POH = on hand pada awal periode + schedule receipts Gross Requirements. 8. Projected available merupakan kuantitas yang diharapkan ada dalam inventori pada akhir periode, dan tersedia untuk penggunaan dalam periode selanjutnya. Projected available dihitung berdasarkan formula berikut: Projected Available = on hand pada awal periode/projected available periode sebelumnya + Schedule Receipt periode sekarang + Planned Order Receipt periode sekarang Gross Requirements periode sekarang. 9. Net Requirement merupakan kekurangan material yang diproyeksikan untuk periode ini, sehingga perlu diambil tindakan ke dalam perhitungan planned

order receipt supaya menutupi kekurangan material pada periode itu. Net Requirement dihitung berdasarkan formula berikut: Net Requirement = Gross Requirement +Allocations + Safety Stock Schedule receipt Projected available pada akhir periode lalu. 10. Planned Order Receipt merupakan kuantitas pesanan pengisian kembali yang telah direncanakan oleh MRP untuk diterima pada periode tertentu guna memenuhi kebutuhan bersih (net requirement). 11. Planned Order Release merupakan kuantitas planned orders yang ditempatkan atau dikeluarkan dalam periode tertentu, supaya item yang dipesan itu akan tersedia pada saat dibutuhkan. Item yang tersedia pada saat dibutuhkan itu tidak lain adalah kualitas planned order receipt yang ditetapkan menggunakan lead time offset. Contoh format MRP dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut: Level 0, on hand = 0 Tabel 2.2 Contoh Format MRP Periode Lead time = 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Gross requirement Projected On Hand Net Requirements Planned Order Receipt Planned Order Release Menurut Heizer dan Render, 2010, sistem MRP adalah cara yang sangat baik untuk menentukan jadwal produksi dan kebutuhan netto. Ketika terdapat kebutuhan netto, keputusan banyaknya pesanan harus dibuat. Keputusan ini disebut keputusan penentuan ukuran lot. Ada berbagai cara menentukan ukuran lot dalam sebuah sistem MRP, peranti lunak MRP komersil umumnya memiliki beberapa pilihan teknik penentuan ukuran lot. Lot sizing merupakan suatu teknik untuk mencari jumlah pesanan yang optimal berdasarkan pertimbangan biaya-biaya. Menentukan ukuran lot dengan

cara menentukan besarnya lot/kumpulan unit yang harus dipesan, dikaitkan dengan biaya-biaya yang ada, yaitu biaya pesan dan biaya penyimpanan. Biaya pesan merupakan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pemesanan barang ke supplier. Biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: biaya telekomunikasi, biaya administrasi, dan biaya lainnya. Biaya simpan adalah suatu biaya yang harus dikeluarkan karena harus menyimpan bahan baku. Biaya-biaya yang termasuk biaya simpan yaitu: pajak, listrik, asuransi, biaya tenaga kerja yang mengawasi, dan biaya lainnya. Beberapa teknik itu akan dibahas sebagai berikut: 1. Lot For Lot Digunakan sebuah teknik penentuan ukuran lot yang dikenal sebagai lot for lot. Keputusan ini konsisten dengan sasaran sistem MRP, yang memenuhi kebutuhan permintaan yang dependen. Maka, sebuah sistem MRP harus menghasilkan unit hanya jika dibutuhkan. Dengan lot for lot, pemesanan bahan baku hanya ketika dibutuhkan. 2. Economic Order Quantity (EOQ) Economic Order Quantity (EOQ) dapat digunakan sebagai suatu teknik penentuan ukuran lot. Namun, EOQ lebih mudah digunakan ketika terdapat permintaan bebas yang relatif tetap, bukan ketika permintaan diketahui. Economic Order Quantity (EOQ) adalah sebuah teknik statistik menggunakan rata-rata, sedangkan prosedur MRP mengasumsikan permintaan (dependen) diketahui yang digambarkan dalam Jadwal Induk Produksi (JIP). Rumus untuk EOQ: EOQ = Keterangan:

D = rata-rata kebutuhan (unit/tahun) S = biaya pesan (/pesan) h = biaya simpan (/unit/tahun) 3. Periodic Order Quantity (POQ) Teknik POQ merupakan perbaikan dari teknik EOQ, teknik ini dipakai pada sifat permintan yang kontinu. Teknik POQ berprinsip pada interval periode pemesanan yang besifat konstan. Rumus untuk POQ: POQ = T Keterangan: EOQ = economic order quantity T = banyaknya periode D = total kebutuhan/permintaan 4. Least Unit Cost (LUC) Metode ini bertujuan meminimalkan biaya per unit. Langkah-langkah dalam perhitungan metode ini adalah: a. Ukuran lot ditentukan mulai periode T. ukurannya sama dengan dt, kebutuhan pada periode t. Dengan rumus biaya total, hitung biaya pe unit. b. Tambahkan kebutuhan pada periode berikutnya pada lot awal. Kemudian hitung kembali biaya per unitnya. c. Bandingkan biaya total/periode sekarang C(L) dengan biaya total/satu periode sebelumnya C(L-1), dimana L adalah nomor periode pada langkah kedua. Jika C(L) C(L-1), kembali ke langkah b

Jika C(L) > C(L-1), lanjutkan ke langkah d d. Ukuran lot pada periode T adalah: e. Sekarang, T = L, jika akhir dari horizon perencanan lebih dicapai, perhitungan selesai. Jika belum kembali ke langkah a.