DAFTAR ISI I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

KOTA SURAKARTA KEBIJAKAN UMUM PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KUPA) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan Imam Bonjol Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Mukomuko Kode Poss 38364

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

1. Tinjauan Umum

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

4. Outlook Perekonomian

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA Catatan atas Laporan Keuangan Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2014 dan 2013

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

DAFTAR ISI I PENDAHULUAN

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

Pemerintah Provinsi Bali

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

4. Outlook Perekonomian

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 13 TAHUN 2010 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN UMUM PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2012

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

NOMOR : 910/3.907 NOMOR : 910/3.196 TANGGAL : 12 NOVEMBER 2012

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

DAFTAR ISI I PENDAHULUAN... 1-1 1.1 Latar Belakang... 1-1 1.2 Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD... 1-3 1.3 Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD... 1-4 II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1 Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD... 2-1 2.2 Pendapatan Daerah... 2-16 2.3 Belanja Daerah... 2-18 2.4 Pembiayaan Daerah... 2-21 III PENUTUP... 3-1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan umum perubahan APBD pada dasarnya adalah rencana tahunan yang bersifat makro, merupakan bagian dari rencana jangka panjang daerah dan rencana jangka menengah daerah disusun dengan memperhatikan dan mengacu pada agenda Pembangunan Nasional, Kebijakan Pemerintah Pusat serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUA) mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan dipertegas dalam Permendagri nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014 bahwa substansi PPAS/PPAS Perubahan mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari SKPD terkait. Prioritas program dari masing-masing SKPD kabupaten/kota selain disesuaikan dengan urusan pemerintahan daerah yang ditangani dan telah disinkronisasikan dengan prioritas program nasional yang tercantum dalam RKP Tahun 2014 juga telah disinkronisasikan dengan prioritas program provinsi yang tercantum dalam RKPD provinsi Tahun 2014. KUA/PPAS Perubahan selain menggambarkan pagu anggaran sementara untuk belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan I-1

sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga,serta pembiayaan, juga menggambarkan pagu anggaran sementara dimasing-masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan prioritas dalam RKPD. Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah rancangan peraturan daerah tentang Perubahan APBD disetujui bersama antara kepala daerah dengan DPRD serta rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD tersebut ditetapkan oleh kepala daerah menjadi Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang ditegaskan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014, bahwa perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi : 1. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi Kebijakan Umum APBD; 2. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar Satuan Kerja Perangkat Daerah, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; 3. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan; 4. Keadaan darurat; dan 5. Keadaan luar biasa. Memperhatikan hasil capaian kinerja pelaksanaan kegiatan APBD Kota Bekasi Tahun Anggaran 2014 sampai dengan bulan Juni2014 dan perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi-asumsi dalam Kebijakan Umum APBD (KUA) Kota Bekasi Tahun Anggaran 2014, meliputi: penyesuaian standar satuan harga, perubahan asumsi ekonomi makro yang telah disepakati terhadap kemampuan fiskal daerah, penyesuaian sasaran dan hasil yang harus dicapai, perubahan kebijakan pusat, Proyeksi Belanja yang menjadi prioritas sesuai aspirasi masyarakat dan permasalahan aktual yang berkembang serta adanya penjadwalan ulang beberapa kegiatan, maka harus dilakukan I-2

perubahan dokumenpenganggaran daerah sesuai dengan peraturan perundangan di atas. Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) dilakukan secara menyeluruh guna menampung seluruh perubahan asumsi-asumsi dalam pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang terjadi karena perubahan asumsi makro yang berimbas pada stuktur APBD Kota Kota Bekasi Tahun Anggaran 2014, maupun untuk menampung tambahan belanja prioritas yang belum diakomodir dalam APBD Kota Bekasi Tahun 2014. B. Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD Tujuan penyusunan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah : 1. Memberikan pedoman umum atas perubahan asumsi-asumsi kebijakan umum APBD Tahun Anggaran 2014; 2. Menyesuaikan perubahan prediksi penerimaan Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain pendapatan yang sah; 3. Menyesuaikan penetapan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (SILPA) ; 4. Menyesuaikan dampak kebijakan kewajiban pemakaian bahan bakar minyak non subsidi bagi kendaraan dinas sebagaimana diamanatkan dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 500/1518/SJ tanggal 24 April 2012 tentang Antisipasi Dampak Ekonomi Global; 5. Menyesuaikan perubahan kebijakan pemerintah pusat terkait Dana Alokasi Khusus; 6. Menyelesaikan kegiatan fisik yang belum selesai pada APBD Tahun Anggaran 2014. 7. Menyesuaikan perubahan pemberian hibah dan bantuan sosial dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD; 8. Melakukan perubahan kebijakan pengganggaran terkait dinamika permasalahan yang timbul di masyarakat yang perlu mendapat I-3

penanganan secara cepat dengan memperhatikan prioritas nasional, regional dan daerah; 9. Melakukan penajaman prioritas kegiatan melalui pergeseran anggaran, penambahan alokasi anggaran dan penjadwalan ulang beberapa kegiatan dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014; 10. Melakukan penyesuaian penempatan kode rekening sesuai ketentuan yang berlaku. C. Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) Kota Bekasi Tahun 2014, secara spesifik legal formal mendasarkan pada peraturan perundang-undangan berikut : 1. Undang - Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3857); 2. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang - Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang - Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 5. Undang - Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan I-4

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4700); 9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 10. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 11. Undang - Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 12. Undang - Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik9 Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48 Tambahan Lembaran Negara Republtk Indonesia Nomor 4502); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 I-5

Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4574); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Tata Kerja Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia I-6

Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21); 24. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 25. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 26. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 27. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen serta Tunjangan Kehormatan Professor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5016); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 5 29. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pembentukan Wilayah Administrasi Kecamatan dan Kelurahan Kota Bekasi; 30. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Wajib dan Pilihan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Bekasi; 31. Peraturan Daerah Kota Bekasi No. 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bekasi Tahun 2011-2031; I-7

32. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 10 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Bekasi Tahun 2005-2025; 33. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 11 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Bekasi Tahun 2013-2018; 34. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014 35. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 36. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; 37. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 38. Peraturan Walikota Bekasi Nomor 21 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2014. I-8

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD A. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD 1. Kondisi Perekonomian Nasional Kinerja perekonomian Indonesia di tahun 2014 tidak terlepas dari kinerja perekonomian global. Revisi ke bawah outlook pertumbuhan ekonomi negara-negara maju oleh IMF dan World Bank turut mempengaruhi perkiraan kinerja perekonomian Indonesia, khususnya melalui jalur perdagangan dan arus modal. Perkiraan pertumbuhan ekonomi global 2014 yang masih relatif lemah, berdampak pada perlunya dilakukan penyesuaian terhadap outlook kinerja ekspor Indonesia. Pada saat yang sama, kondisi likuiditas global yang lebih ketat akan mempengaruhi likuiditas domestik dan suku bunga dalam negeri, yang pada akhirnya akan mempengaruhi aktivitas investasi. Lebih lanjut, terjadi perubahan tingkat keseimbangan nilai tukar yang akan berdampak pada pergerakan dan aktivitas usaha dan ekonomi di dalam negeri. Selain dampak perubahan kondisi perekonomian global, perkiraan kinerja perekonomian domestik tidak lepas dari realisasi kinerja perekonomian tahun lalu. Dinamika dan perkembangan ekonomi domestik yang terjadi menyebabkan adanya perubahan basis perhitungan dan perkiraan terhadap outlook variabel-variabel asumsi dasar ekonomi makro. Dengan menyadari hal-hal tersebut, maka besaran-besaran asumsi dasar ekonomi makro perlu disesuaikan kembali. Dalam RAPBN Perubahan tahun 2014, proyeksi pertumbuhan ekonomi mengalami penyesuaian dari perkiraan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan mencapai 5,5 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN 2014 yang sebesar 6,0 persen. Penurunan perkiraan II-1

pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh tekanan pada kinerja perdagangan internasional. Sumber utama penopang pertumbuhan ekonomi tahun 2014 adalah konsumsi rumah tangga. Kuatnya kinerja konsumsi rumah tangga masih didasari pada faktor bonus demografi dan peningkatan kelompok masyarakat tingkat pendapatan menengah (middle income class). Di samping itu, pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden diharapkan menjadi faktor stimulus tambahan bagi pertumbuhan konsumsi rumah tangga, khususnya melalui peningkatan aliran dana terkait kegiatan kampanye. Investasi atau PMTB diperkirakan masih meningkat meskipun pada tingkat yang relatif rendah. Peningkatan tersebut antara lain didorong oleh peningkatan kinerja investasi langsung PMA dan PMDN. Namun di sisi lain, kondisi likuiditas di dalam negeri masih menghadapi tekanan, sebagai dampak masih berlangsungnya kebijakan tapering off oleh the Fed. Di samping itu, tekanan pada kegiatan investasi disebabkan pula oleh masih terdapat gejolak dan tekanan terhadap nilai tukar yang turut menyebabkan peningkatan biaya impor bahan baku dan barang modal yang dibutuhkan bagi kegiatan produksi dan investasi. Sementara itu, kinerja ekspor merupakan komponen penyusun PDB yang mengalami tekanan paling berat. Di tahun 2014, ekspor barang dan jasa diperkirakan tumbuh melambat. Penurunan kinerja ekspor tersebut dipengaruhi oleh masih relatif lemahnya permintaan dari mitra dagang utama Indonesia, khususnya Tiongkok yang diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, strategi dan kebijakan hilirisasi industri dan mendorong ekspor produk dan hasil tambang olahan akan berdampak pada penurunan ekspor Indonesia dalam jangka pendek. Pada saat yang sama, tekanan pada ekspor juga dipengaruhi oleh pengetatan likuiditas domestik dan peningkatan suku bunga, serta dampak bauran kebijakan untuk mengatasi tekanan terhadap neraca perdagangan yang sedang terjadi. Penurunan kinerja ekspor juga diikuti oleh pelemahan kinerja impor sebagai dampak menurunnya II-2

kebutuhan bahan baku input untuk produksi serta dampak tekanan nilai tukar. Tabel 2.1 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Pengeluaran, 2013-2014 (persen, yoy) Hingga saat ini, harga komoditas energi masih berfluktuasi seiring dengan masih berlanjutnya kekhawatiran terhadap perkembangan harga komoditas energi di pasar internasional. Secara historis, tekanan harga komoditas energi akan memberikan dorongan terhadap peningkatan harga komoditas bahan pangan di pasar internasional, mengingat beberapa komoditas bahan pangan menjadi sumber bagi penyediaan bahan bakar alternatif. Kondisi tersebut berdampak terhadap peningkatan tekanan inflasi yang bersumber dari komoditas energi, yang pada gilirannya juga mendorong tekanan inflasi bahan pangan. Kondisi di pasar internasional tersebut pada gilirannya akan berpengaruh terhadap perkembangan harga komoditas sejenis di pasar domestik. Sementara itu, tekanan inflasi dari dalam negeri hingga saat ini antara lain dipengaruhi oleh faktorfaktor iklim atau cuaca yang mempengaruhi pasokan bahan pangan, kelancaran distribusi, faktor ekspektasi, serta rangkaian kebijakan di bidang harga seperti upah minimum provinsi (UMP), tarif tenaga listrik (TTL), dan harga BBM domestik bersubsidi. Hingga April tahun 2014, perkembangan harga bahan pangan relatif terkendali, meskipun harga beberapa komoditas bahan pangan II-3

menunjukkan peningkatan karena adanya gangguan cuaca dan bencana alam. Peningkatan harga komoditas beras menunjukkan peningkatan seiring dengan gangguan produksi yang disebabkan oleh bencana alam di beberapa sentra produksi beras di Jawa. Namun, peningkatan produksi beras di beberapa sentra beras nasional di Sumatra dan Sulawesi serta relatif terjaganya penyerapan beras dalam negeri oleh Bulog sepanjang tahun 2013, mampu mengurangi tekanan dari kenaikan harga beras tidak semakin meningkat. Bila dilihat dari komponen pembentuk inflasi hingga April 2014, komponen inflasi harga diatur Pemerintah (administered prices) tercatat sebesar 17,64 persen (yoy), bergerak jauh di atas nilai ratarata historisnya. Tingginya tekanan inflasi yang bersumber dari kelompok tersebut merupakan dampak penetapan rangkaian kebijakan reformasi di bidang energi yang dilaksanakan mulai tahun 2013 serta ekspektasi inflasi sebagai dampak rencana lanjutan kebijakan di bidang energi. Setelah menjadi penyumbang laju inflasi tahun 2013 karena adanya gangguan pasokan dan kebijakan pengendalian importasi produk hortikultura, laju inflasi komponen bergejolak (volatile foods) mulai menunjukkan tekanan yang cenderung menurun, seiring dengan pergerakan harga komoditas bahan pangan secara umum yang relatif stabil. Laju inflasi komponen volatile foods mencapai 6,57 persen (yoy), relatif rendah setelah mencapai tingkat tertinggi pada Agustus 2013. Sementara itu, komponen inflasi inti (core inflation) tercatat sebesar 4,66 persen (yoy), sedikit mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan posisi awal tahun. Peningkatan komponen inflasi inti antara lain dipengaruhi oleh gejolak nilai tukar Rupiah dan fluktuasi harga jual emas di pasar internasional serta dampak lanjutan dari tekanan inflasi yang bersumber dari gejolak harga pangan tahun 2013. Realisasi laju inflasi di awal tahun 2014 cenderung menurun. Sampai dengan triwulan I tahun 2014 tercatat inflasi sebesar 7,32 persen (yoy). Pada bulan April 2014 terjadi deflasi 0,02 persen (mtm) sehingga sampai dengan April 2014 inflasi mencapai 7,25 persen II-4

(yoy). Dengan melihat berbagai kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga laju inflasi pasca penerapan kebijakan kenaikan harga jual BBM bersubsidi pada 22 Juni 2013 serta relatif terjaganya pasokan dan kelancaran arus distribusi barang, diharapkan gejolak inflasi dari sumber eksternal dapat diredam dan laju inflasi di tahun 2014 dapat terkendali. Laju inflasi pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 5,3 persen yaitu masih berada pada rentang sasaran inflasi tahun 2014 sebesar 4,5 ± 1 persen. Sepanjang tahun 2013, nilai tukar Rupiah bergerak melemah apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS merupakan dampak dari kombinasi faktor eksternal dan internal yang dialami perekonomian nasional sejak tahun 2013. Dari sumber eksternal, tekanan pelemahan Rupiah masih bersumber dari perlambatan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok, India dan beberapa negara emerging markets lainnya, belum stabilnya pemulihan ekonomi di Eropa, serta pelaksanaan kebijakan pengurangan stimulus moneter tapering off oleh Bank Sentral Amerika Serikat. Dari sisi domestik, tekanan terhadap nilai tukar Rupiah bersumber dari kinerja neraca pembayaran nasional yang masih mengalami defisit. Defisit neraca pembayaran tersebut bersumber dari melemahnya kinerja ekspor Indonesia, sementara pada saat yang sama kebutuhan untuk pembiayaan impor masih tetap tinggi, sehingga menggerus salah satu sumber pasokan dan cadangan valas di Indonesia. Kondisi tersebut mendorong Pemerintah dan Bank Indonesia untuk terus berupaya menjaga volatilitas nilai tukar Rupiah pada level fundamentalnya melalui penguatan sinergi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil, penerapan kebijakan moneter yang berhatihati, serta pengawasan lalu lintas devisa. Kebijakan tersebut diharapkan mampu menjaga stabilitas nilai tukar dan mencegah volatilitas yang berlebihan serta menjaga kecukupan cadangan devisa untuk memenuhi kebutuhan fundamental perekonomian. Di samping itu, peningkatan koordinasi kebijakan serta peningkatan efektivitas II-5

peraturan dan monitoring lalu lintas devisa terus dilakukan untuk menopang kebijakan moneter tersebut. Di tingkat internasional dan regional, komitmen untuk mempercepat pemulihan ekonomi disertai dengan perjanjian kerja sama bidang keuangan diharapkan semakin memperkuat proses pemulihan ekonomi global dan regional. Komitmen pemerintah AS untuk tetap melanjutkan kebijakan quantitative easing (QE) meskipun dalam jumlah yang akan terus menurun hingga akhir 2014 diharapkan dapat menjadi faktor pendorong penguatan nilai tukar Rupiah. Dari sisi domestik, bauran kebijakan sebagai respon terhadap depresiasi Rupiah yang telah ditetapkan sejak Agustus 2013 diharapkan dapat memberikan dorongan agar perkembangan nilai tukar Rupiah ke depan dapat bergerak stabil pada rentang keseimbangan saat ini. Selain itu, berbagai upaya pemerintah melalui bauran kebijakan untuk melonggarkan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah serta meningkatnya ketahanan fiskal (fiscal sustainability) juga dapat dilaksanakan. Bauran kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan sinyal positif kepada pasar sehingga meningkatkan arus modal masuk. Sampai dengan akhir April 2014, nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi dengan posisi rata-rata sebesar Rp11.744 per dolar AS, melemah sebesar 17,38 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan perkembangan tersebut, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan berfluktuasi dengan kecenderungan melemah pada kisaran Rp11.700 per dolar AS sepanjang tahun 2014, melemah bila dibandingkan dengan asumsinya dalam APBN 2014 sebesar Rp10.500 per dolar AS. Hingga akhir April tahun 2014, rata-rata tingkat suku bunga SPN 3 bulan mencapai 5,8 persen dan masih menunjukkan tren meningkat dari periode sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh dampak pelaksanaan kebijakan tapering off oleh the Fed. Dengan mempertimbangkan implementasi kebijakan the Fed yang masih akan berlanjut di sepanjang tahun 2014, suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan masih akan menghadapi tekanan. Rata- II-6

rata tingkat suku bunga SPN 3 bulan hingga akhir tahun 2014 diperkirakan sekitar 6,0 persen atau sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga SPN 3 bulan dalam APBN 2014 yang ditetapkan sebesar 5,5 persen. Pada tahun 2014, menurut Organisasi Pengekspor Minyak (OPEC), permintaan minyak dunia diperkirakan meningkat sebesar 1,14 juta barel per hari bila dibandingkan dengan permintaan tahun 2013 sehingga permintaan minyak dunia diperkirakan mencapai 91,14 juta barel per hari. Badan Energi AS (EIA) juga memperkirakan terjadinya peningkatan konsumsi minyak dunia sebesar 1,2 juta barel per hari pada tahun 2014. Peningkatan permintaan tersebut seiring dengan pertumbuhan ekonomi global yang membaik secara bertahap pada negara OECD terutama AS dan Eropa. Di samping itu, permintaan minyak negara berkembang juga diperkirakan masih meningkat walaupun terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama Tiongkok. Sementara itu, perekonomian India diperkirakan mengalami peningkatan pertumbuhan sehingga turut memberikan kontribusi pada peningkatan permintaan minyak dunia. Di sisi pasokan, OPEC memperkirakan pasokan dari negaranegara di luar OPEC meningkat sebesar 1,37 juta barel per hari, yaitu dari 54,18 juta barel per hari (2013) menjadi 55,55 juta barel per hari pada tahun 2014. Badan Energi AS (EIA) juga memperkirakan terjadi peningkatan pasokan dari negara-negara di luar OPEC yang akan meningkatkan produksinya hingga 1,6 juta barel per hari pada tahun 2014. Sebaliknya, pasokan dari negara-negara OPEC diperkirakan menurun sebesar 0,2 juta barel per hari. Berdasarkan perkembangan tersebut, Badan Energi AS memperkirakan terjadi penurunan harga minyak mentah di tahun 2014 dengan harga rata-rata WTI dan Brent masing-masing diperkirakan akan mencapai US$96,6 per barel dan US$106,3 per barel. Perkembangan harga minyak ICP di awal tahun 2014 masih menunjukkan level yang tinggi karena faktor musim dingin, gangguan II-7

pasokan, dan faktor geopolitik (Ukraina, Libya dan Sudan Selatan). Pada bulan April 2014, harga minyak mentah Indonesia mencapai level US$106,4 per barel, atau naik 6,2 persen dari harga April tahun 2013. Tren tersebut bergerak seiring dengan naiknya harga minyak Brent dari US$103,5 per barel pada April 2013 menjadi US$108,1 per barel di bulan April 2014. Perkiraan perkembangan pasar minyak dunia akan menyebabkan berkurangnya tekanan peningkatan harga ICP. Namun, perkiraan harga minyak mentah dunia dan ICP masih menghadapi banyak risiko dan faktor ketidakpastian yang bersumber pada kondisi geopolitik, kondisi alam dan iklim. Dengan mempertimbangkan halhal tersebut, harga minyak di tahun 2014 diperkirakan sedikit menurun bila dibandingkan dengan harga rata-rata 2013. Pemerintah memperkirakan harga ICP akan berada di level US$105 per barel atau sama dengan asumsi rata-rata harga minyak ICP pada APBN tahun 2014. Realisasi lifting minyak bumi selama periode Desember 2013 Maret 2014 baru mencapai sekitar 797 ribu barel per hari. Hal tersebut disebabkan oleh cuaca buruk pada Januari 2014, gangguan operasi, dan penurunan alamiah produksi sumur-sumur minyak yang tua. Sementara itu, lapangan minyak yang baru belum siap berproduksi maksimal terutama Blok Cepu. Tren penurunan produksi dan lifting minyak diperkirakan masih akan berlanjut di tahun 2014. Sasaran lifting minyak yang dalam APBN 2014 ditetapkan sebesar 870 ribu barel per hari diperkirakan hanya akan terealisasi sebesar 818 ribu barel per hari. Selama periode Desember 2013 s.d. Maret 2014, realisasi lifting gas bumi mencapai 1.301 ribu barel setara minyak per hari dan untuk keseluruhan tahun 2014, lifting gas diperkirakan mencapai 1.224 ribu barel setara minyak per hari, lebih rendah bila dibandingkan dengan asumsi lifting gas bumi pada APBN tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 1.240 ribu barel setara minyak per hari. II-8

Berdasarkan gambaran perkembangan dan outlook kondisi perekonomian global dan domestik, Pemerintah menyadari bahwa beberapa asumsi dasar yang telah ditetapkan dalam APBN 2014 perlu disesuaikan. Penyesuaian asumsi tersebut dimaksudkan agar usulan perubahan APBN tahun 2014 lebih dapat sesuai dengan realita yang terjadi dan menghindari tekanan-tekanan yang dapat mengganggu pelaksanaan kegiatan pembangunan. Secara ringkas dalam APBNP tahun 2014, asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai basis perhitungan postur APBN adalah sebagai berikut: 1) Asumsi pertumbuhan ekonomi dari 6 persen menjadi 5,5% persen. 2) Asumsi inflasi yang sebelumnya 5,5 persen pun diubah menjadi 5,3-7,3 persen. 3) Asumsi suku bunga 5,5 persen ditambah menjadi 5,5-6 persen. 4) Asumsi nilai tukar rupiah sebesar 10.500-11.700 diubah menjadi 11.000-11.700. 5) Asumsi lifting dari 870.000 bph barel per hari (bph) menjadi 818.000 barel per hari (bph) 6) Lifting gas bumi direvisi dari asumsi awal 1.240 barel setara minyak per hari, menjadi 1.224 barel setara minyak per hari. Asumsi diatas ditetapkan bersama antara pemerintah dengan DPR dengan pertimbangan agar tidak ada risiko defisit anggaran yang mencapai 4,69% atau sekitar Rp472 triliun dari sebelumnya 1,7%. Dari sisi belanja negara, pelaksanaan APBN 2014 mengalami tantangan yang berat, terutama akibat meningkatnya beban subsidi sebagai akibat langsung dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Tekanan subsidi tersebut juga dilatarbelakangi realisasi lifting pada kuartal I-2014 yang meleset dari asumsi APBN 2014. Selain mengubah asumsi ekonomi makro, pemerintah juga merombak skema belanja negara, akibat perlambatan ekonomi. Target penerimaan pajak, dari 1.280,4 triliun menjadi Rp 1.232,1 triliun. Namun, belanja subsidi energi justru diperbesar. II-9

No Subsidi bahan bakar minyak bertambah Rp 65 triliun menjadi Rp 285 triliun. Sedangkan subsidi listrik, naik Rp 35,7 triliun, menjadi Rp 107 triliun. Pembengkakan ini disebabkan deviasi kurs rupiah yang cukup besar, dari Rp 10.500 per dollar AS, menjadi Rp 11.700 per dollar AS. Perubahan asumsi ekonomi makro ini dilakukan guna menjaga defisit APBN di level 2,5 persen. Efek pertumbuhan akan mengarah pada penerimaan pajak menurun secara signifikan, dan harga komoditas seperti barang tambang juga mengalami penurunan. Kenaikan nilai tukar Rp 100 akan membuat beban defisit meningkat Rp 3 hingga Rp 4 triliun, berarti tambahan beban defisit jadi Rp 48 triliun. Beban subsidi BBM akan meningkat dari Rp147 triliun jadi Rp195 triliun. Asumsi dasar ekonomi makro nasional pada APBN-P 2014 disajikan pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Nasional Tahun 2012 2014 Uraian 1. Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy ) 2013 2014 APBNP Realisasi APBN APBNP 6,3 5,78 6 5,5% 2. Inflasi (%, yoy ) 7,2 8,38 5,5 5,3-7,3 3. Tingkat Suku Bunga SPN 3 bulan (%) 5,0 4,5 5,5 5,5-6 4. Nilai Tukar (Rp/US$) 9.600 10.460 10.500-11.700 5. Harga Minyak mentah Indonesia (US$/barel) 6. Lifting Minyak (Ribu barel per hari) 7. Lifting Gas (Ribu Barel setara minyak per hari) Sumber : Kementerian Keuangan 11.000-11.700 108,0 105,84 105,7 105 840,0 825,0 870 818 1.240,0 1.213,0 1.240 1.224 2. Kondisi Perekonomian Provinsi Jawa Barat Dengan memperhatikan kondisi dan dinamika perekonomian daerah, nasional maupun global beberapa tahun sebelumnya serta II-10

proyeksi perkembangan ekonomi daerah, nasional, dan internasional, secara makro pada tahun 2013-2014 prospek pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat diprediksikan masih dalam kondisi yang cukup stabil meskipun dihadapkan pada tantangan kondisi pemulihan perekonomian global yang penuh ketidakpastian. Dengan memperhatikan kondisi tersebut, indikator makro ekonomi Provinsi Jawa Barat diproyeksikan sebagai berikut Tabel 2.3. Proyeksi Beberapa Indikator Makro Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2014-2015 Krisis ekonomi di Amerika dan Eropa diperkirakan akan berpengaruh terhadap perekonomian Jawa Barat sehingga Jawa Barat harus mengantisipasi dan menyiapkan diri terhadap berbagai dampak dari krisis tersebut. Perlambatan laju pertumbuhan ekspor diprediksikan akan terjadi pada perekonomian nasional dan cukup berimbas pada perekonomian Jawa Barat, mengingat Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang paling dominan dalam melakukan kegiatan ekspor. Kawasan Eropa dan Amerika merupakan pasar utama ekspor produkproduk Jawa Barat, menurunnya daya beli masyarakat Eropa dan Amerika secara otomatis menurunkan permintaan ekspor mereka, sehingga dapat menyebabkan perlambatan laju pertumbuhan ekspor produk-produk Jawa Barat. Dengan memperhatikan kondisi perkembangan perekonomian global diatas, maka skenario laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diprediksikan akan tumbuh pada kisaran sebesar 6,8 7,2% pada tahun 2014 dan dengan inflasi berada pada kisaran 4,5-5%. Hal ini II-11

diasumsikan apabila kondisi pemulihan ekonomi global menunjukkan tanda-tanda positif dan akselerasi pemulihan dapat dipercepat. Untuk mewujudkan laju pertumbuhan ekonomi tersebut, maka: Kinerja sektor-sektor unggulan yang menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat harus dapat dipertahankan didorong untuk lebih produktif. Pertumbuhan investasi dan perdagangan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren pertumbuhan naik, disamping tren penurunan laju inflasi dan suku bunga yang dapat memicu laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat harus bisa dipertahankan. Jawa Barat harus mampu memanfaatkan momentum beralihnya fokus investor ke negara-negara Asia dan dapat menyerap aliran modal menyusul krisis yang melanda kawasan Eropa dan Amerika. Beberapa kawasan dengan daya dukung infrastruktur yang memadai masih akan menjadi tujuan utama arus modal. Serapan investasi ke Provinsi Jawa Barat berpeluang lebih besar jika daya dukung infrastruktur diperkuat. Intensitas implementasi tematik sektoral dan kewilayahan harus ditingkatkan. Pengawalan pengelolaan perkembangan tiga metropolitan dan dua pusat pertumbuhan. Meningkatkan kualitas komunikasi dengan kabupaten/kota untuk efektivitas pelaksanaan kegiatan pembangunan ekonomi. Prediksi pertumbuhan ekonomi makro Provinsi Jawa Barat yang mencapai lebih dari 6% bukan merupakan suatu hal yang mustahil apabila potensi-potensi yang dimiliki Jawa Barat dapat dioptimalkan dan disertai dengan tata kelola ekonomi yang baik, untuk mempercepat pembangunan dan pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Pencapaian ke arah prediksi ekonomi makro yang optimis, tentunya menjadi tantangan ke depan yang harus disikapi oleh pemerintah daerah dengan cara melakukan terobosanterobosan/inovasi-inovasi dalam perencanaan pembangunan daerah, misalnya dengan cara pendekatan pembangunan industri wilayah II-12

untuk mencapai daya saing daerah melalui pencapaian skala ekonomis. Bila dilihat dari kontribusinya, perekonomian Jawa Barat masih ditopang oleh sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR). Pada tahun 2014, Sektor Industri Pengolahan diprediksikan akan memiliki kontribusi sekitar 39,71% pada tahun 2014. Sedangkan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran diprediksikan akan menyumbang sekitar 24,69% pada tahun 2014 dalam pembentukan PDRB secara keseluruhan. Sektor pertanian diperkirakan akan masih tetap dapat memberikan kontribusi di atas 10% sebagai dampak dari beroperasinya Waduk Jatigede pada awal tahun 2014. Dari sisi tingkat kemiskinan, diprediksikan angka kemiskinan secara gradual akan menurun. Pada tahun 2014, tingkat kemiskinan di Jawa Barat diperkirakan akan berada pada kisaran 5% 9%. Sejalan dengan tingkat kemiskinan, Tingkat Penganguran Terbuka (TPT) juga akan memiliki kecenderungan trend yang menurun. Pada tahun 2014 tingkat Pengangguran Terbuka akan berada pada 9% - 10%. Untuk menjamin agar proyeksi tersebut dapat terealisasi, tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah Jawa Barat adalah menjamin terciptanya kesempatan kerja yang signifikan, terutama untuk sektor-sektor yang bersifat padat karya, mendorong program-program pemberdayaan ekonomi masyarakat (terutama di perdesaan) yang efektif, memperbaiki program-program pengentasan kemiskinan diantaranya memperbaiki program perlindungan sosial, meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar (seperti akses terhadap pendidikan, kesehatan, air bersih, sanitasi dan sebaginya) serta upaya penciptaan program pembangunan yang inklusif, yang diartikan sebagai pembangunan yang mengikutsertakan dan sekaligus memberi manfaat kepada seluruh masyarakat. Tantangan lain dari perekonomian Jawa Barat ke depan selain kondisi pemulihan ekonomi global yang penuh ketidakpastian adalah II-13

permasalahan yang terkait dengan isu perubahan iklim (climate change). Isu ini akan sangat terkait erat dengan permasalahan ketahanan pangan. Kecenderungan meningkatnya harga komoditas pangan dunia sejak tahun 2000-an, mengindikasikan bahwa dampak perubahan iklim sudah mulai terasa, dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi skenario pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Namun target beroperasinya Waduk Jatigede awal tahun 2014 memberikan harapan adanya peningkatan produksi sektor pertanian secara signifikan sehingga diproyeksikan sektor tersebut dapat tetap tumbuh sesuai kapasitasnya. Selain tantangan tersebut di atas ada beberapa tantangan lain yang terkait dengan perekonomian Jawa Barat ke depan antara lain: 1. Adanya ketimpangan yang cukup besar pada PDRB antar kabupaten/kota di Jawa Barat. 2. Proporsi angka kemiskinan dan pengangguran walaupun ada kecenderungan menurun tetapi pada beberapa tahun kedepan diperkirakan masih relatif besar, sehingga program pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja harus masih menjadi prioritas 3. Target Indeks daya beli masyarakat Jawa Barat tahun 2013 sebesar 64,83dengan PPP sebesar Rp 640.550, perlu adanya upaya upaya yang kongkrit untuk mencapai target tersebut. 4. Dengan tantangan perubahan iklim dan out break hama penyakit, dikawatirkan produksi pangan Jawa Barat akan mengalami penurunan pada beberapa tahun ke depan. Perlu adanya upaya peningkatan produksi pangan melalui perbaikan sistem perbenihan, intensifikasi, proteksi, pengolahan hasil, fasilitasi sarana produksi. 5. Kelangkaan energi pada beberapa tahun mendatang diperkirakan akan semakin terasa, sehingga untuk antisipasinya perlu ada upaya peningkatan eksplorasi dan pengembangan sumber energi alternatif. II-14

6. Terjadi penurunan daya saing beberapa produk andalan Jawa Barat di pasar Global seperti tekstil dan lain-lain, perlu ada upaya-upaya peningkatan daya saing produk Jawa Barat. 7. Dibidang teknologi, peran Perguruan Tinggi dan lembaga Penelitian dan Pengembangan dalam pemacuan inovasi untuk pembangunan masih relatif rendah, sehingga perlu adanya upaya peningkatan peran Perguruan Tinggi dan lembaga Penelitian dan Pengembangan dalam pemacuan inovasi untuk pembangunan Jawa Barat. 8. Tuntutan upah minimum kerja semakin mencuat di beberapa daerah industri. 9. Penciptaan keterkaitan industri pengolahan dengan sumberdaya lokal. 10. Penciptaan keterkaitan pembangunan perkotaan dan perdesaan. 3. Kondisi Perekonomian Kota Bekasi Kondisi ekonomi global, selain berpengaruh terhadap ekonomi nasional dan regional juga akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian. Pertumbuhan ekonomi bekasi diperkirakan cenderung melambat. Hal tersebut diakibatkan masih defisitnya neraca transaksi berjalan, sehingga mengakibatkan investor akan ragu menanamkan modalnya di Kota Bekasi. Peningkatan investasi, kemungkinan masih akan didominasi oleh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), utamanya pertumbuhan dari investasi usaha skala kecil dan menengah. Berdasarkan berita resmi statistik BPS Kota Bekasi, pada Juni 2014 di Kota Bekasi terjadi inflasi sebesar 0,47 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 110,67. Tingkat inflasi tahun kalender Juni 2014 Kota Bekasi sebesar 1,43 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Juni 2014 terhadap Juni 2013) sebesar 5,68 persen. Inflasi di Kota Bekasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks di 5 kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan 1,88 persen; kelompok makanan jadi, II-15

minuman, rokok, dan tembakau 0,10 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,18 persen; kelompok sandang 0,47 persen; kelompok kesehatan 0,07 persen; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,01 persen. Kelompok Bahan Makanan mengalami inflasi tertinggi sebesar 1,88 persen. Adapun sub kelompok yang menjadi penyumbang inflasi tertinggi adalah sub kelompok bumbu-bumbuan sebesar 6,32 persen; diikuti sub kelompok daging dan hasil-hasilnya sebesar 3,42 persen; dan sub kelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya sebesar 2,66 persen. 4. PERUBAHAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Sesuai hasil evaluasi pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2014 sampai dengan bulan Juni 2014 serta memperhatikan sinkronisasi kebijakan belanja dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, maka kebijakan pendapatan dan belanja pada perubahan APBD Kota Bekasi Tahun Anggaran 2014 diarahkan sebagai berikut: 1. Pendapatan Daerah a. Penyesuaian Pendapatan Asli Daerah dengan mempertimbangkan: 1) Perkiraan berdasarkan potensi yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. 2) Realisasi Pendapatan Asli Daerah sampai dengan semester I tahun 2014; 3) Penyesuaian pendapatan BLUD yang bersumber dari jasa layanan, hibah, hasil kerjasama dengan pihak ketiga, APBN, dan lain-lain pendapatan BLUD yang sah. b. Penyesuaian Dana Perimbangan, terkait Dana Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak/ Sumber Daya Alam dari Pemerintah Pusat dengan berpedoman pada : II-16

1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.07/2014 tentang Alokasi Kurang Bayar Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Tahun Anggaran 2006 sampai dengan Tahun Anggaran 2012; 2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.07/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.07/2013 tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Pajak Tahun Anggaran 2014; 3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.07/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PMK.07/2014 tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Tahun Anggaran 2014; 4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.07/2014 tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2014; 5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.07/2014 tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Panas Bumi Tahun Anggaran 2014; 6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2014 tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Umum Tahun Anggaran 2014; 7) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.07/2014 tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Perikanan Tahun Anggaran 2014; 8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.07/2014 tentang Alokasi Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Umum Tahun 2008 sampai dengan Tahun Anggaran 2012; 9) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.07/2014 tentang Alokasi Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Umum Tahun Anggaran 2012. c. Penyesuaian Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah, meliputi: II-17

a. Penyesuaian Dana Tambahan Penghasilan dan Tunjangan Profesi Guru PNSD berdasarkan : 1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2014 tentang Pedoman Umum Dana Alokasi Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah Kepada Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun Anggaran 2014; 2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.07/2014 tentang Pedoman Umum Dana Alokasi Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah Kepada Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun Anggaran 2014. 3) Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 948 Tahun 2014 Tentang Pemberian Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan dalam Bentuk Uang kepada individu, Keluarga, Masyarakat, Kelompok Masyarakat, Organisasi Kemasyarakatan, Pemerintah Daerah Lain dan Pemerintah. 2. Belanja Daerah a. Belanja Tidak Langsung 1) Belanja Pegawai a) Gaji PNS dihitung dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2013 tentang Perubahan ketiga belas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS, dengan berdasar pada realisasi pembayaran gaji sampai bulan Juni 2014; b) Pemberian tambahan penghasilan bagi guru PNSD/CPNSD yang belum bersertifikasi dan tunjangan profesi guru disesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat; c) Pemberian insentif atas pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010. II-18

2) Belanja Bunga Belanja bunga memperhitungkan kembali kewajibankewajiban yang memasuki masa jatuh tempo pembayaran sampai akhir tahun 2014. 3) Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan : a) Pemberian hibah dan bantuan sosial berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial beserta perubahannya; b) Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan yang diterima Panitia Pembangunan Sekolah (P2S) dialokasikan pada belanja hibah sesuai pedoman pelaksanaan DAK dari Pemerintah Pusat. 4) Belanja Tidak Terduga Belanja tidak terduga dianggarkan untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang yang tidak diperkirakan sebelumnya, seperti bencana alam, bencana sosial termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya. b. Belanja Langsung 1) Penyesuaian alokasi belanja Program/kegiatan yang bersumber pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi Jawa Barat; 2) Penyesuaian sasaran dan target indikator kinerja kegiatan Program/kegiatan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaannya sampai dengan triwulan II dan dinamika permasalahan yang timbul di masyarakat. 3) Pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan diutamakan untuk peningkatan mutu II-19

pendidikan sesuai pedoman pelaksanaan DAK dari Pemerintah Pusat; 4) Penggunaan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sesuai dengan peraturan perundang undangan; 5) Belanja pegawai a) Pemberian honorarium bagi pegawai dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan dibatasi dengan mempertimbangkan asas efisiensi, kepatutan, kewajaran, dan kinerja serta pemerataan penerimaan penghasilan, yang besarnya mengacu pada standarisasi satuan harga tahun 2014. 6) Belanja Barang dan Jasa a) Kebutuhan tambahan tenaga kerja dalam rangka mendukung kinerja program dan kegiatannya dilaksanakan secara outsourcing dan dikriteriakan sebagai jasa dari pihak ketiga dialokasikan pada belanja barang dan jasa, serta penyesuaian upah/honor mengacu pada Standar Satuan Harga Tahun Anggaran 2014. b) Belanja barang dan jasa di setiap SKPD digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang dan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan tidak menambah nilai aset/modal, termasuk belanja pemeliharaan. c) Dalam perubahan APBD, anggaran belanja barang habis pakai disesuaikan dengan kebutuhan riil dan dikurangi dengan sisa barang persediaan sampai dengan bulan Juni Tahun 2014. d) Penganggaran belanja perjalanan dinas daerah, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun perjalanan dinas luar negeri dilakukan secara selektif melalui pengendalian frekuensi dan jumlah hari dengan II-20

menerapkan prinsip kebutuhan dan ketercukupan nyata (at cost) berpedoman pada Standarisasi Satuan Harga Pemerintah Kota Bekasi Tahun 2014. e) Penganggaran belanja pemeliharaan aset barang, infrastruktur, kontruksi pada belanja barang dan jasa f) Penganggaran belanja modal yang akan diserahkan kepemilikannya kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan, dialokasikan pada belanja barang dan jasa. g) Penyesuaian harga BBM bagi kendaraan dinas dengan kebijakan pemerintah. 7) Belanja Modal 1) Jumlah alokasi belanja modal diupayakan sekurangkurangnya 30% dari belanja daerah. 2) Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengadaan aset tetap berwujud, yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan menambah nilai aset/modal. 3) Penganggaran perubahan belanja modal memperhatikan skala prioritas kebutuhan dan jadwal waktu proses pengadaan beserta pelaksanaannya. 4) Pengadaan kendaraan dinas sebagai pendukung mobilitas kerja bagi SKPD, dalam rangka pemenuhan kebutuhan tugas kedinasan sekaligus sebagai pengganti kendaraan dinas yang dihapus. 3. Pembiayaan Daerah 1. Penerimaan Pembiayaan berasal dari Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu (SiLPA) Tahun 2013 berdasarkan hasil audit BPK atas Laporan Keuangan APBD Tahun Anggaran 2013. II-21

2. Pengeluaran Pembiayaan diarahkan pada penyelesaian pembayaran hutang daerah dan penyertaan modal pada perusahaan milik daerah. II-22

BAB III PENUTUP Kebijakan Umum Perubahan APBD Kota Bekasi Tahun 2014 merupakan pedoman pelaksanaan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 yang berisi ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh Pemerintah Kota Bekasi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi. Kebijakan Umum APBD berfungsi sebagai acuan dalam penyusunan Rancangan Perubahan APBD Kota Bekasi Tahun Anggaran 2014, yang merupakan panduan untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun dan melaksanakan program dan kegiatannya Sesuai dengan amanat pasal 105 ayat 3c Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juncto Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 juncto Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pembahasan KUA dan PPAS diharapkan dapat berlangsung sesuai dengan jadwal waktu perencanaan yang telah ditentukan sehingga tidak menyebabkan mundurnya proses penyusunan, penyampaian dan pembahasan RP-APBD Tahun 2014. Demikianlah Kebijakan Umum Perubahan APBD Kota Bekasi Tahun 2014 ini dibuat untuk menjadi pedoman dalam penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan dan RP-APBD Kota Bekasi Tahun Anggaran 2014. Semoga Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa meridhoi setiap ikhtiar yang dilakukan dalam rangka membangun dan mensejahterakan masyarakat Kota Bekasi sesuai dengan visi Kota Bekasi yang Maju, Sejahtera, dan Ihsan. Amiiin yaa Robbal alamiin.. Bekasi, Oktober 2014 III-1