Pengaruh Milling Time Terhadap Pembentukan Fasa γ-mgal Hasil Mechanical Alloying

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Milling Time Terhadap Pembentukan Fasa γ-mgal Hasil Mechanical Alloying

Pengaruh Penambahan 10at.%Ni dan Waktu Milling pada Paduan MgAl Hasil Mechanical Alloying dan Sintering

Pengaruh Variasi Lama Waktu Hidrogenasi terhadap Pembentukan Metal Hidrida pada Paduan MgAl

Analisis Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Al-Mg Hasil Proses Metalurgi Serbuk

Galuh Intan Permata Sari

Pengaruh Penambahan 10at.%Ni dan Waktu Milling pada Paduan MgAl Hasil Mechanical Alloying dan Sintering

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti

PREPARASI ULTRA FINE-GRAINED PADUAN HIDRIDA LOGAM SISTEM Mg-Fe MENGGUNAKAN TEKNIK MECHANICAL MILLING UNTUK HYDROGEN STORAGE

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

Analisa Rietveld terhadap Transformasi Fasa (α β) pada Solid Solution Ti-3 at.% Al pada Proses Mechanical Alloying dengan Variasi Milling Time

TINJAUAN MIKROSTRUKTUR, STRUKTUR KRISTAL, DAN KRISTALIT PERTUMBUHAN FASA Mg 2 Al 3 HASIL MECHANICAL ALLOYING

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan PbTiO 3 Dengan Metode Mechanical Alloying

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan Nanopartikel Fe 2 TiO 5 Dengan Metode Mechanical Alloying

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

Gabriella Permata W, Budhy Kurniawan Departemen Fisika, FMIPA-UI Kampus Baru UI, Depok ABSTRAK ANALISIS SISTEM DAN UKURAN KRISTAL PADA MATERIAL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Analisis Struktur Mikro dan Perubahan Fasa γ-tial sebagai Material Paduan Tahan Temperatur Tinggi

I. URAIAN PENELITIAN. A. Bahan

PENGARUH SISIPAN KATALIS SiO2 DALAM MgH2 YANG DISINTESIS MELALUI RUTE MECHANICAL ALLOYING

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

ANALISIS POLA DIFRAKSI PADA INGOT PADUAN Zr-1%Sn1%Nb-0,1%Fe DAN Zr- 1%Sn-1%Nb-0,1%Fe-0,5%Mo

Pengaruh Temperatur Solution Treatment dan Aging terhadap Fasa Dan Kekerasan Copperized-AISI 1006

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

Dosen Pembimbing : Sutarsis, S.T, M.Sc.Eng

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Aging Presipitasi Hardening terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Mg-6Zn-1Y

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI

Pengaruh Penambahan Yttrium Terhadap Struktur Mikro, Sifat Mekanik Dan Ketahanan Termal Pada Paduan Mg-6Zn Sebagai Aplikasi Engine Block

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

Adisi Fe 2 O 3 dan SiC Pada Material MgH 2 untuk Aplikasi Tangki Penyimpanan Hidrogen Kendaraan Fuel Cell

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA.

Studi Katalis Ni Nano pada Material Penyimpan Hidrogen MgH 2 yang Dipreparasi melalui Teknik Mechanical Alloying

PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR FASA PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH LAMA MILLING TERHADAP SUSEPTIBILITAS MAGNETIK DAN MORFOLOGI TONER BERBAHAN BAKU ABU RINGAN (FLY ASH ), KARBON DAN POLIMER

PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL (Ni) TERHADAP STRUKTUR KRISTAL, MORFOLOGI, DAN KEKERASAN PADA PADUAN Al (2-x) FeNi (1+x)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Variasi ph dan Temperatur Sintering terhadap Nilai Sensitivitas Material TiO 2 Sebagai Sensor Gas CO

4 Hasil dan Pembahasan

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-108

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1

STUDI PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU AGING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA.319-T6 AKIBAT PENGARUH VARIASI TEMPERATUR AGING PADA PROSES PRECIPITATION HARDENING

BAB IV HASIL PENGUJIAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

SIDANG TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM

BAB V HASIL PENELITIAN. peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray Fluorecense), SEM (Scanning Electron

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Perubahan Fraksi Berat Zn dan Temperatur Milling pada Mechanical Alloying terhadap Proses Pemaduan Cu-Zn Alloy

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb

Analisa Sifat Magnetik dan Morfologi Barium Heksaferrit Dopan Co Zn Variasi Fraksi Mol dan Temperatur Sintering

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI

Pengaruh Variasi Kecepatan Stiring dan Temperatur Sintering terhadap Perubahan Struktur Mikro dan Fase Material Sensor Gas Tio 2

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP SIFAT BAHAN PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Pengaruh Milling Time Terhadap Pembentukan Fasa γ- Hasil Mechanical loying Ganive Pangesthi Aji, Hariyati Purwaningsih Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail: hariyati@mat-eng.its.ac.id Abstrak Paduan berbasis magnesium () merupakan salah satu paduan yang banyak sekali manfaatnya dalam dunia industri. Salah satu manfaatnya dapat digunakan sebagai Hydrogen Storage Material. Baru-baru ini peneliti mengembangkan paduan berbasis magnesium sebagai metal hydride, salah satunya adalah paduan magnesium dengan aluminium (-). Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah mechanical alloying. at yang digunakan adalah Modification Horizontal Ball Mill. at ini dibuat dengan menggunakan prinsip rotasi secara horizontal untuk proses milling-nya. Paduan - dengan komposisi -42 at.% disintesa melalui proses milling dengan variasi waktu 2, 5, 10, dan 20 jam. Serbuk hasil milling disintering dengan temperatur 600 o C dengan holding time selama 2 jam. Pengujian dilakukan dengan menggunakan BET, XRD, SEM-EDX, dan DSC/TGA. Hasil penelitian menunjukan paduan γ- 17 12 terbentuk setelah serbuk hasil milling dipanaskan pada temperatur 600 o C. Hasil XRD juga menunjukan paduan membentuk solid solution -, dimana hal ini ditunjukkan oleh puncak yang mengalami pelebaran akibat terlarutnya unsur ke dalam dan sebaliknya. Hasil DSC/TGA menunjukkan adanya reaksi pembentukan pada paduan. Paduan γ- 17 12 terbentuk pada temperatur 475,33 o C. Kata Kunci:,, Milling Time, Mechanical loying I. PENDAHULUAN Magnesium () merupakan logam paling ringan diantara logam yang biasa dipakai dalam suatu struktur. Magnesium merupakan unsur yang termasuk melimpah keberadaannya di bumi. Akhir-akhir ini telah dikembangkan paduan dari magnesium dalam hal teknologi fuel cell (sel bahan bakar). Penelitian tentang sumber energi dari hidrogen difokuskan pada pengembangan metal hydride sebagai media penyimpanan hidrogen yang lebih aman, karena sifat hidrogen yang sangat mudah terbakar. Penelitian tentang metal hydride yang akhir-akhir ini banyak dilakukan adalah metal hydride yang berbasis magnesium. Paduan yang banyak diteliti adalah paduan magnesium yang dipadukan dengan nickel (Ni), alumunium (), besi (Fe), chromium (Cr), titanium (Ti). Salah satu paduan yang banyak dikembangkan adalah paduan magnesium dengan aluminium (-). Pada penelitian ini sintesa dilakukan dengan menggunakan metode mechanical alloying / pemaduan mekanik. Ball Mill adalah salah satu metode alloying dengan memanfaatkan tumbukan bola dengan serbuk yang mengakibatkan serbuk mengalami deformasi. Serbuk yang telah mengalami deformasi akan hancur menjadi partikel nano. Dalam penelitian ini juga akan dilakukan proses sintering terhadap paduan setelah dilakukan mechanical alloying. Sintering sendiri adalah suatu metode metalurgi serbuk yang didasarkan pada difusi atom. Difusi akan terjadi dengan cepat jika dalam keadaan temperatur yang tinggi dibawah titik lebur bahan. Banyak faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil dari proses milling ini seperti, kecepatan, waktu, temperatur, tekanan, ukuran grinding ball, persentase PCA (process control agent), dan komposisi berat serbuk tersebut [8]. Pada penelitian ini dpilih variabel milling time pada metode mechanical alloying terhadap pembentukan fasa γ 17 12. Pada penelitian Ilham Thias [1] telah dipelajari pengaruh kecepatan penggilingan dan komposisi berat terhadap perubahan fasa dan struktur mikro paduan magnesium dan aluminium. Dari penelitian itu diketahui bahwa dengan mevariasikan kecepatan penggilingan dan komposisi berat belum dapat menghasilkan fasa γ 17 12 dengan maksimal. Oleh karena itu dalam penelitian ini diharapkan dengan mevariasikan waktu penggilingan dan penambahan proses sintering didapatkan fasa γ 17 12 yang maksimal. II. URAIAN PENELITIAN Preparasi awal material menggunakan serbuk (kemurnian 99,7%), (kemurnian 90%). Serbuk kemudian dicampur dengan perbandingan 55%wt, dan 45%wt. Milling dilakukan dengan menggunakan alat Modification Horizontal Ball Mill dengan kecepatan 700rpm. Ethanol (kemurnian 90%) ditambahkan pada serbuk sebagai PCA ketika dilakukan milling. Setelah serbuk tercampur rata, kemudian dilakukan proses pengeringan untuk menghilangkan ethanol pada serbuk. Serbuk yang telah kering diambil sampel untuk diuji XRD Phillips X Pert MPD System (X-Ray Diffraction), SEM FEI tipe INSPECT S50 (Scanning Electron Microscope), BET (Brunauer, Emmett, Teller) dan Sieving. Pegujian DSC/TGA (Differential Scannig Calorimetry /

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 2 Thermo Gravimetrik Analysis) dilakukan pada serbuk degan milling time 20 jam Proses selanjutnya adalah dilakukan sintering dengan temperatur 600 o C dan holding time selama 2 jam dan dalam lingkungan Argon untuk menghindari terbentuknya oksida pada spesimen. Karakteristik material hasil proses sintering dianalisa menggunakan XRD, dan SEM. DSC/TGA dilakukan pada serbuk dengan milling time 20 jam. III. DATA DAN PEMBAHASAN Tabel 1 adalah hasil pengujian sieving pada spesimen serbuk yang telah di miling selama 2, 5, 10, 20 jam. Milling yang dilakukan mampu mereduksi ukuran partikel. Tabel 1 Distribusi Ukuran Partikel Ukuran Partikel (µm) Distribusi Ukuran Partikel (%) 0 Jam 2 Jam 5 Jam 10 Jam 20 Jam >55 56 55,4 49,3 45,5 42,6 55-50 17,9 17,3 16,2 16 16 50-45 10,1 11.2 12,8 14,4 14,7 45-40 8,9 9 12,1 13,4 14,8 <40 7,1 7,1 9,6 10,7 11,9 Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian BET. Dari hasil BET tersebut dapat diketahui bahwa dengan bertambahnya milling time, surface area pada partikel serbuk bertambah. Dan semakin besar nilai surface area semakin kecil ukuran partikel serbuk. Namun pada beberpa variabel milling time yaitu 2 dan 20 jam, nilai surface area sama dengan nol. Penelitian Bouaricha [2] juga menunjukkan hasil yang sama dimana paduan dengan komposisi : adalah 52:48 at.% mempunyai nilai sirface area nol. Tabel 2 Hasil Pengujian BET Milling Time Surface Area (m 2 /g) 2 Jam 0 5 Jam 9,737 10 Jam 11,326 20 Jam 0 Gambar 1 adalah hasil pengujian XRD pada serbuk setelah dilakukan milling. Untuk serbuk as-received yang ditunjukan oleh grafik (a), terdapat peak yang menunjukan unsur dan Pada grafik (b) yaitu pada serbuk dengan milling time 2 menunjukan model yang sama dimana hanya terdapat peak untuk dan. Bila dilihat secara sepintas terlihat memang tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap puncak difaksi dari unsur dan, tetapi sebenarnya bila dilihat dengan detail terjadi pergeseran dan pelebaran kurva pada kedua puncak difraksi dan. Counts Gambar 1. Hasil Uji XRD Pada serbuk Hasil Milling dengan kecepatan 700rpm : (a) 0 jam, (b) 2 jam, (c) 5 jam, (d) 10 jam, (e) 20 jam Gambar 2 menunjukkan bahwa puncak difraksi pada setiap variabel milling time. Terdapat pergeseran kurva dan pelebaran kurva yang dimiliki yang semula terdapat pada 2θ = 38,4892º. Pelebaran puncak difraksi ini mengindiasikan terjadi perubahan struktur kristal yang dimiliki akibat dari pembentukan fasa baru yaitu solid solution atau bisa juga disebut (). yang terlarut pada mengakibatkan struktur kristal yang dimiliki semakin amorf. Hasil ini sesuai dengan apa yang dikatakan pada penelitian Scudino [7]. Yang mengatakan bahwa hasil mechanicall milling yang dilakukan pada - dengan komposisi 90 10, 80 20, 70 30, dan 60 40 dan di milling dengan menggunakan Retsch PM400 dengan kecepatan 150rpm hanya menghasilkan sebuah fasa solid solution (). Hasil XRD menggunakan panjang gelombang Co Kα menunjukkan terjadi pelebaran puncak difraksi seiring dengan penambahan komposisi paduan. Melebarnya puncak difraksi ini menandakan bahwa terbentuk fasa solid solution () ss dimana unsur larut dalam. 3000 2000 1000 0 Jam 2jam 5 jam 10H 20H 38 38.50 39 Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Gambar 2. Puncak Difraksi Pada Setiap Variabel Milling Time Gambar 3 menunjukkan analisa single peak unsur yang terdapat pada 2θ = 36,620º. Dapat dilihat puncak difraksi yang dimiliki oleh semakin melebar dan intensitasnya juga semakin berkurang seiring dengan penambahan milling time. Hal ini mengindikasikan semakin lama milling dilakukan maka juga telah terjadi perubahan struktur kristal pada unsur. Hal ini juga mengindikasikan telah terbentuk solid solution () dimana kali ini larut di dalam

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 3 Counts 2000 1000 Gambar 3. Puncak Difraksi Pada Setiap Variabel Milling Time.Pada Tabel 3 menunjukkan analisa data XRD serbuk hasil milling. Berdasarkan Tabel 3 pada kolom FWHM untuk masing-masing fasa dan menunjukkan perubahan. Perubahan ini mengindikasikan adanya perubahan struktur kristal unsur dan pada proses mechanical alloying seiring dengan lamanya milling time. Perubahan struktur kristal pada unsur dan ini yang menunjukkan perubahan fasa dan yang telah berubah menjadi solid solution -. Tabel 3. Analisa Data XRD Hasil Mechanical loying. Sampel As- Received 2 jam 5 jam 10 jam 20 jam 0 Jam 2jam 5 jam 10H 20H 36.20 36.40 36.60 36.80 37 Fasa Peak 2θ ( o ) Interg. FWHM 36,5679 38,4892 36,6318 38,4892 36,7164 38,5614 36,6274 38,5257 36,6313 38,5682 Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) 26478,7 33884,9 28555,2 28958,9 32685,1 34090,5 23335,7 37826,1 12577,2 55769,7 0,1754 0,2113 0,1724 0,2004 0,2685 0,2754 0,1952 0,2199 0,2050 0,2277 D (nm) 47,699 39,821 48,538 41,987 31,173 30,559 42,868 38,268 40,819 36,962 Ukuran kristal dari setiap unsur yang ada pada ke empat sampel dapat dihitung secara teoritikal. Pengukuran kristal dihitung sesuai dengan rumus Debye Scherrer pada persamaan 1 sebagai berikut. (1) dimana D adalah ukuran kristal (nm), λ adalah panjang gelombang yang digunakan dalam pengujian XRD yaitu 1.54056 Å, B adalah lebar setengah puncak (FWHM) dalam radian, dan θ adalah posisi sudut terbentuknya puncak. Hasil tersebut menunjukan terjadinya perubahan struktur kristal yang terjadi pada proses mechanical alloying seiring dengan lamanya milling time. Perubahan struktur kristal pada unsur dan ini yang menunjukkan perubahan fasa dan yang telah berubah menjadi solid solution - [3], [9]. Gubicza [5] pada penelitiannya menyatakan bahwa hasil XRD yang dilakukan pada paduan -6wt.% yang di milling menggunakan SPEX8000 shaker miller menunjukkan semakin lama milling dilakukan intensitas puncak difraksi semakin berkurang dan semakin banyak konsentrasi yang ada pada solid solution () ss. Dari analisa ukuran kristal di atas terlihat bahwa semakin lama milling time yang dilakukan semakin kecil ukuran kristal dari masing-masing unsur. Dapat dilihat bahwa untuk unsur semakin lama milling time ukuran kristalnya cenderung semakin kecil, begitu juga halnya yang terjadi pada unsur. Hal ini menunjukan proses mechanical alloying dengan menggunakan Modification Horizontal Ball Mill efektif untuk mereduksi ukuran kristal pada paduan dan. Hadi Suwarno dan Wisnu Ari Adi [9] pada penelitiannya menyatakan hasil penghitungan ukuran kristal dari paduan dengan perbandingan stokiometri unsur : = 2 : 3 yang di milling dengan menggunakan HEM SPEX 8000 dengan variasi waktu 10, 20, dan 30 jam menunjukan bahwa ukuran kristalit unsur dan berkurang seiring dengan penambahan waktu sedangkan ukuran kristal dari 2 3 semakin besar. Ukuran kristalit yang semakin kecil ditandai dengan puncak difraksi dari unsur dan tampak semakin amorf. Gambar 4. Hasil Uji SEM Dengan Perbesaran 2000X Serbuk Setelah Dilakukan Proses Milling a). 2 Jam, b). 5 Jam c). 10 Jam d). 20 Jam. Dari Gambar 4 merupakan hasil uji SEM pada serbuk hasil milling. Dapat dilihat unsur yang berbentuk spherical atau bulat mulai diselimuti unsur yang memiliki bentuk flake atau pipih. Hal ini dapat dikatakan mechanical milling yang dilakukan pada paduan magnesium dan aluminium hanya membentuk fasa solid solution -. Untuk distribusi dari solid solution - itu sendiri terlihat beberapa unsur dan yang membentuk solid solution. Terlihat pada gambar masih terdapat unsur dan yang masih terpisah dan tidak membentuk paduan solid solution.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 4 Crivello [4], pada penelitiannya diketahui bahwa pada komposisi ideal untuk membentuk 17 12 yaitu 41,38 at. % hasil SEM menunjukkan distribusi homogenitas aglomerasi yang terjadi pada saat pembentukan 17 12 lebih baik bila dibandingkan terhadapa paduan dengan komposisi -30 at. %. Gambar 5. Hasil Uji XRD Sintering 600 o C Pada Serbuk dengan Milling Time: a) 2 Jam, b) 5 Jam, c) 10 Jam, d) 20 Jam. Dari hasil uji XRD PADA Gambar 7 dapat dilihat bahwa fasa γ- 17 12 dapat terbentuk pada setiap variabel setelah sintering dilakukan pada temperatur 600 o C. Hasil analisa menggunakan software High Score Plus didapatkan beberapa fasa lain yaitu fasa 28 45 dan fasa ( 37 3 ) 0.1. Kedua fasa ini diindikasi sebagai fasa metastabil. Perbesaran yang dilakukan pada 2θ 30-50 o terlihat puncak difraksi fasa metastabil ini berada disekitar puncak difraksi fasa 17 12. A. B. C. Gambar 6. Hasil Uji SEM Sintering 600 o C Dengan Perbesaran 600X Pada Serbuk Dengan Milling Time a). 2 Jam, b). 5 Jam c). 10 Jam d). 20 Jam D. Gambar 7. Hasil Pengujian DSC/TGA Pada Serbuk Dengan Milling Time 20 Jam. (Ted) dan (Tex) Menunjukan Temperatur Endothermik dan Eksothermik Pada Gambar 8 dapat diketahui puncak endothermik pertama yang ditandai dengan Ted 1 menunjukan terjadinya pemisahan solid solution () yang terjadi pada temperatur 317,83 o C. Kemudian dilanjutkan dengan proses rekristalisasi yang terjadi pada puncak yang ditandai dengan Tex 1 dengan temperatur 423,83 o C. Pada puncak Tex 1 ini di indikasi terbentuk sebuah fasa metastabil - dimana fasa metastabil ini masih bisa berubah menjadi fasa yang lebih stabil. Pada puncak endothermik yang kedua yaitu pada temperatur 449,50 o C terjadi melting pada fasa metastabil yang terbentuk. Kemudian pada puncak eksothermik yang kedua dengan temperatur 475,33 o C terjadi pembentukan γ- 17 12 yang stabil. S.Scudino [7], pada penelitiannya diketahui bahwa mechanical milling yang dilakukan pada beberapa komposisi paduan yaitu 80 20 dan 60 40 kemudian dilakukan analisa DSC pada temperatur 0-700K. Hasil DSC menunjukan untuk 60 40 terdapat puncak eksothermik pada temperatur 400K, 550K dan 670K. Analisa XRD pada paduan yang di annealing pada temperatur tersebut menunjukan 60 40 yang dipanaskan pada temperatur 470K mngindikasikan terbentuk solid solution (). Selanjutnya 60 40 yang dipanaskan pada temperatur 550K hasil XRD menunjukan terbentuk fasa metastabil -. Kemudian 60 40 yang dipanaskan pada temperatur 703K menunjukan tidak terdapat lagi () dan fasa metastabil yang terbentuk melainkan fasa stabil 2 3 Pada Gambar 6 dapat diketahui bahwa unsur dan telah membentuk paduan baru yaitu 17 12 seperti yang diperlihatkan pada gambar tersebut. Dari gambar diatas dapat dilihat bentuk butiran dari 17 12 terlihat seperti butiranbutiran kecil yang menggumpal. Serbuk ini terlihat mengalami aglomerasi bila dibandingkan dengan serbuk dengan sintering 400 o C

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 5 berkorelasi dengan peak broadening masing-masing puncak difraksi dan. 3. Milling time hingga 20 jam dapat mereduksi crystallite size sebesar 40,819 nm dan crystallite size sebesar 36,962 nm. 4. Fasa γ- 17 12 terbentuk setelah serbuk dengan milling time 2, 5, 10 dan 20 jam dipanaskan pada temperatur 600 o C dan holding time selama 2 jam. Gambar 8 Hasil Pengujian DSC/TGA Pada Serbuk Dengan Milling Time 20 Jam dan Sintering 600 o C. (Ted) dan (Tex) Menunjukan Temperatur Endothermik dan Eksothermik Pada Gambar 8 dapat diketahui puncak eksothermik pertama yaitu Tex 1 menunjukan bahwa terjadi pembentukan fasa metastabil - yang terjadi pada temperatur 328,33 o C. Kemudian pada puncak eksothermik kedua yaitu Tex 2 dengan temperatur 413,667 o C terbentuk fase tunggal γ- 17 12. Pada puncak ini sepenuhnya dan membentuk fase γ- 17 12. Fase ini mengalami melting pada temperatur 441,33 o C yang ditunjukan oleh Ted 1. J.C. Crivello [4], pada penelitiannya diketahui bahwa mechanicall alloying paduan dengan komposisi 58,62 at. % dengan menggunakan HEM kemudian dilakukan pemanasan pada temperatur 100 o C dan holding time 3 jam, terbentuk fasa 17 12. Hasil tersebut dilakukan pengujian DSC dengan laju pemanasan 10K/min. Hasil DSC menunjukan pada temperatur 468 o C terdapat puncak endothermik dimana dalam hal ini merupakan meltig point dari 17 12 Hiromasa Yabe, Toshiro Kuji [6], mengatakan serbuk yang telah terbentuk fasa 17 12 dan dilakukan pengujian DSC dengan laju 20K/min hasil pengujian menunjukan pada temperatur 380K dan 580K terdapat puncak eksothermik yang mengindikasikan berinteraksinya dengan untuk membentuk 17 12 dan pada temperatur 720K terdapat puncak endothermik dimana hal ini menunjukan melting point dari fasa 17 12. DAFTAR PUSTAKA [1] Aditya, Ilham Thias. 2011. Pengaruh Variasi Komponen Berat dan Kecepatan Milling pada Mechanical loying - terhadap Perubahan Dasa dan Struktur Mikro. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [2] Bouaricha, dkk. 2000. Hydriding Behavior of - and Leached - Compounds Prepared by High-Energy Ball Milling. Journal of loys and Compounds 297(2000) 282-293. [3] Bououdina M., Z.X. Guo. 2001. Comparative Study of Mechanical loying of (+) and (++Ni) Mixtures for Hydrogen Storage. Journal of alloys and Compounds 336 (2-7) : 222-231. [4] Crivello, dkk. 2007. Limit of the - γ-phase range by Ball Milling. Intermetallics 15 (2007) 1432-1437. [5] Gubicza, dkk. 2004. The Microstructure of Mechanicall loyed - Determined by X-Ray Diffraction Peak Profile Analysis. Materials Science and Engineering. A 372 (2004) 115-122. [6] Toshiro Kuji, Hiromasa Yabe. 2006. Thermal Stability and Hydrogen Absorption/Desorption Properties of 17 12 Produced by Bulk Mechanical loying. Journal of loys and Compounds 433 (3) : 241-245. [7] Scudino, dkk. 2009. Mechanical loying adn Mechanical Milling of - loys. Journal of loys and Compounds. 493(2009) 2-7. [8] Suryanarayana, C. 2003. Mechanical loying and Milling. New York : Marcel Dekker. [9] Suwarno, Hadi dan Wisnu Ari Adi. 2009. Tinjauan Mikrostruktur, Struktur Kristal, dan Kristalit Pertumbuhan Fasa 2 3 Hasil Mechanical loying. Urania Vol 15 No.1:1-60. IV. KESIMPULAN Dari hasil penelitian pembuatan sintesa - melalui proses mechanical alloying serta karakterisasinya, maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Hasil mechanical alloying yang dilakukan pada paduan -42at.% dengan menggunakan Modification Horizontal Ball Mill menghasilkan solid solution () dan () dimana hal ini dapat diketahui dari pelebaran kurva XRD yang dimiliki oleh dan. 2. Penambahan milling time berpengaruh pelebaran kurva puncak difraksi dan yang menunjukkan banyaknya solid solution yang terbentuk. Lama milling time