Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo Telp

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

1 Universitas Indonesia

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia. besar mengimpor karena kebutuhan kedelai yang tinggi.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

I. PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia. Salah satu komoditas pangan yang penting di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

ANALISIS KINERJA DAN PROSPEK SWASEMBADA KEDELAI DI INDONESIA. Muhammad Firdaus Dosen STIE Mandala Jember

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSPEK TANAMAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

REVITALISASI PERTANIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di

Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih

BAB I PENDAHULUAN. pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung. Di Indonesia, budidaya

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1)

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

Bab I. Pendahuluan. Kebutuhan kedelai meningkat seiring dengan meningkatkan permintaan untuk

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian dipandang dari dua pilar utama dan tidak bisa

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Politik Pangan, Upaya Dalam Membentuk Sistem Ketahanan Pangan Nasional.

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

SKRIPSI MUTIARA VIANI SINAGA

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF USAHATANI KEDELAI DI DESA WONOKALANG KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO SKRIPSI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak menjadi

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

Transkripsi:

Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo fuad.hsn@gmail.com Telp. 081578753458 Kedelai merupakan salah satu dari lima komoditas yang menjadi prioritas dalam swasembada dan swasembada berkelanjutan oleh pemerintah. Empat komoditas yang lain adalah padi, jagung, gula, dan daging sapi (Kementan, 2012). Swasembada bertujuan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan tetapi juga untuk mendukung agroindustri dan menghemat devisa serta mengurangi ketergantungan terhadap impor. Ketergantungan yang semakin besar pada impor bisa menjadi musibah terutama jika harga dunia sangat mahal akibat stok menurun. Menurut Rasahan (1999), ketergantungan kepada bahan pangan dari luar negeri dalam jumlah besar akan melumpuhkan ketahanan pangan nasional dan mengganggu stabilitas social, ekonomi dan politik. Peningkatan ketahanan pangan merupakan program utama Departemen Pertanian yang berdampingan dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian (Sinulingga, 2006). Indonesia mencapai puncak produksi tertinggi pada tahun 1992 yaitu sebesar 1,6 juta ton dan berhasil mencapai swasembada kedelai. Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama, karena dari tahun ke tahun produksi dalam negeri terus menurun. Hal ini terutama dipicu oleh perubahan kebijakan tataniaga kedelai, yaitu dengan diberlakukannya pasar bebas yang mengakibatkan derasnya kedelai impor dengan harga murah. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya minat petani karena insentif yang diterima rendah (Ditjend Tanaman Pangan 2010). Makalah ini bertujuan untuk memaparkan tinjauan kritis terhadap besarnya impor kedelai dikaitkan dengan peranannya dalam ketahanan pangan. Hasil kajian diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan pengambil kebijakan dalam mengatasi permasalahan ketahanan pangan khususnya komoditas kedelai. Metode penulisan dengan studi kepustakaan (review) dari berbagai sumber. Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi dan jagung. Komoditas ini memiliki kegunaan yang beragam, terutama sebagai bahan baku industri makanan kaya protein nabati dan sebagai bahan baku industri pakan ternak. Selain sebagai sumber protein nabati, kedelai juga merupakan sumber lemak, mineral, dan vitamin serta dapat diolah menjadi berbagai makanan seperti tahu, tempe, tauco, kecap, dan susu (Zakaria, 2010). Menurut Sastrahidajati dan Sumarno (1991), biji-biji kedelai mengandung 30 persen protein kasar dan lemak 16-24 persen. Kedelai sebagai sumber protein nabati berperan sangat penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat, karena selain aman bagi kesehatan juga relatif lebih murah. Dengan kata lain kedelai mempunyai peran dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa. Ada kurang lebih 2,3 juta rumah tangga tani menjadikan kedelai sebagai pilihan komoditas dalam usahataniya (Ditjen Tanaman Pangan, 2009). Kesejahteraan mereka sangat tergantung pada besar kecilnya insentif finansial yang diperoleh dari usahatani kedelai Hal ini memberikan alternatif kebijakan kepada pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan atau mengentaskan kemiskinan petani melalui pengembangan agribisnis kedelai. Secara finansial, tingkat pendapatan/penerimaan dari usahatani kedelai lokal mencapai Rp 4,8 juta per hektar per musim tanam di Jawa dan Rp 4,4 juta per hektar permusim tanam di luar jawa (Sari, 2011). Rata-rata pendapatan bersihnya adalah 2.058.500/ha/musim (Deptan, 2007) Produksi kedelai lokal di Indonesia selama tahun 1992-2007 terus menurun dengan rata-rata produksi sebesar 6,26 persen per tahun. Pada tahun 1992 produksi kedelai mencapai 1,8 juta ton dengan luas panen sebesar 1,6 juta ha dan produktivitas sebesar 1,12 ton/ha. Hingga tahun 2007 produksi kedelai lokal terus menurun. Produksi kedelai tahun 2007 hanya 80

sebesar 592.534 ton dengan luas panen 459.116 ha dan produktivitas 1,3 ton/ha (Tabel 1). Namun sejak tahun 2008-2009 produksi kedelai lokal mulai mengalami peningkatan dengan persentase produksi masingmasing tahun sebesar 30,91 persen dan 24,59 persen. Kenaikan ini antara lain didorong dengan membaiknya harga kedelai dunia dan berbagai insentif yang dilakukan pemerintah untuk tercapainya swasembada kedelai tahun 2014 (Dirjen Tanaman Pangan, 2010). Rendahnya luas lahan kedelai beberapa tahun terahir karena berkurangnya minat petani karena pendapatan yang diterima rendah. Antara tiga komoditas pangan padi, jagung, dan kedelai menunjukkan bahwa padi masih menjadi pilihan utama petani dibandingkan jagung dan kedelai dikarenakan nilai B/C ratio komoditas padi lebih tinggi dibandingkan dengan rasio B/C jagung dan kedelai untuk lahan sawah (Dermoredjo, 2012). Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 1985-2009 1995 1,476,284 1.13 1,679,092 1996 1,277,736 1.18 1,515,937 1997 1,118,140 1.21 1,356,108 1998 1,094,262 1.19 1,304,950 1999 1,151,079 1.20 1,382,848 2000 824,484 1.23 1,017,634 2001 678,484 1.21 826,932 2002 544,522 1.23 673,056 2003 526,796 1.27 671,600 2004 565,155 1.28 723,483 2005 621,541 1.30 808,353 2006 580,534 1.28 747,611 2007 459,116 1.29 592,534 2008 590,956 1.31 775,710 2009 722,791 1.34 974,710 2010 660,823 1.37 907,031 Pert(%) -10,42-10,66 Sumber: Pusat Data & Informasi Pertanian (diolah) 81

Produksi kedelai belum bisa memenuhi kebutuhan kedelai yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan industri olahan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, taucho, snack, dan sebagainya. Kedelai lokal baru memenuhi 48 persen dari total kebutuhan kedelai dalam negeri yang selebihnya dipenuhi oleh kedelai yang berasal dari impor (Tabel 2). Tabel 2 meunjukkan bahwa ketergantungan Indoneisa terhadap impor cukup besar antara 55-70%. Menurut pulungan (2008), ketahanan pangan dalam arti kemandirian pangan akan tercapai apabila produksi dalam negeri bisa menyediakan 90% dari konsumsi total. Nilai impor kedelai rata-rata setiap tahun mencapai: 595 juta dollar AS atau setara dengan Rp.5,95 trilyun (Alam, 2009) yang semestinya dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi petani di pedesaan. Tabel 2. Konsumsi dan Impor Kedelai di Indonesia Tahun 2000-2009 2000 2,295.2 1,277.7 55.67 2001 1,960.0 1,136.4 57.98 2002 2,038.1 1,365.2 66.98 2003 2,016.0 1,193.7 59.21 2004 1,841.0 1,117.8 60.72 2005 1,894.0 1,086.2 57.35 2006 1,837.2 1,132.1 61.62 2007 2,004.1 1,411.6 70.44 2008 1,945.5 1,173.1 60.30 2009 1,974.7 1,314.6 66.57 Sumber: BPS (2010) diolah Dengan mekanisme pasar bebas, produksi kedelai petani lokal tidak mampu bersaing dengan produksi kedelai negara lain karena mereka lebih efisien berproduksi dan proteksi terhadap petaninya begitu kuat. Sejak tahun 1998, hampir semua bentuk subsidi dan jaminan harga output untuk sub sektor pangan di hapus. Penghapusan meliputi subsidi kredit, subsidi pupuk, dan pestisida, irigasi, dan lain sebagainya sehingga biaya produksi naik, menekan tingkat keuntungan usahatani subsektor tanaman pangan termasuk kedelai. Hal ini berpengaruh terhadap insentif berusahatani dan mempersulit introduksi teknologi baru seperti benih bermutu, alsintan dan lain-lain (Supadi, 2009). Berbeda dengan negara lain, Jepang memberikan subsidi paling besar mencapai 104 persen untuk subsidi output kedelai dan Amerika memiliki tarif impor kedelai terbesar yaitu 75.1 persen (Dermoredjo, 2012). Eropa dan Jepang juga menerapkan kebijakan yaitu pembayaran tunai pemerintah kepada petani kecil yang mau menanam komoditas anjuran pemerintah. Kedelai sebagai komoditas pangan yang strategis mungkin terlalu berisiko bila diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Pertimbangan pokoknya adalah komoditas ini memegang peranan sentral dalam seluruh kebijakan pangan nasional karena sangat penting dalam menu pangan penduduk (Sumarno, et.al,1989). Adanya gejolak seperti berkurangnya pasokan yang diikuti dengan lonjakan harga akan membuat susah banyak orang. Bukan hanya pengrajin tahu dan tempe yang terancap gulung tikar, tetapi juga pihak-pihak yang ada didalam mata rantai perdagangan seperti pedagang makanan dan juga konsumen tahu dan tempe serta produk olahan yang lain. Rentetan lebih panjang dari adanya gejolak ini berimbas ke peternak dan pembudidaya ikan terkait meningkatnya harga pakan sehingga kenaikan harga kedelai dapat berpengaruh pada produksi dan harga telur, daging dan ikan (Samhadi, cit. Supadi, 2010). Kebijakan impor pemerintah untuk memenuhi konsumsi dalam negeri sangat dirasakan pahitnya pada tahun ini dimana harga kedelai internasional karena kurangnya pasokan kedelai di pasar dunia. Hal ini terjadi setelah produksi kedelai Amerika Serikat sebagai eksportir terbesar dunia berkurang karena musim panas berkepanjangan. Pada dasarnya Indonesia telah mencanangkan pelaksanaan program swasembada kedelai sejak pertengahan tahun enampuluhan dan terus berlanjut hingga kini. Swasembada kedelai belum berhasil dicapai karena dihadapkan pada berbagai kendala dalam pelasanaannya Swasembada kedelai belum berhasil dicapai karena dihadapkan pada berbagai kendala dalam pelaksanaanya sebagai akibat dari: a) rendahnya minat petani, b) belum berkembangnya penerapan teknologi anjuran di tingkat usahatani khususnya pemakaian benih unggul bermutu dan pemakaian pupuk berimbang; c) meningkatnya impor kedelai karena adanya kemudahan tataniaga impor; dan d) terjadinya persaingan penggunaan sumberdaya lahan dengan komoditas lain, khususnya jagung (Zakaria, 2010). Dengan kondisi tersebut kinerja pengembangan kedelai menunjukkan rapuhnya sistem agribisnis kedelai sehingga tidak berkembangnya luas tanam dan panen serta rendahnya tingkat produktivitas yang dicapai dan menjadikan produksi kedelai doestik tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Swasembada kedelai mutlak harus terus diupayakan untuk mengurangi beban pengurangan devisa dan meningkatkan kesejahteraan petani. Ada bebrapa alternatif upaya sebagai startegi pencapaian swasembada kedelai, yaitu: 1. Dari segi persaingan harga pasar sebelum tahun 2012 ketika pasokan kedelai dunia turun, ternyata harga 82

riil kedelai impor jauh lebih murah daripada kedelai produksi dalam negeri. Hal ini merupakan disinsentif bagi petani dalam menanam kedelai. Selama tidak ada pengendalian impor melalui kebijakan proteksi maka arus impor akan makin deras, dan harga kedelai produksi dalam negeri akan turun, Pada sisi lain harga kedelai hampir tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintah, karena lebih banyak ditentukan oleh mekanisme pasar, yang tentu saja terkait dengan permintaan dan persediaan ( ) sehingga petani tidak bergairah menanam kedelai dan beralih ke komoditas lain. Indonesia dalam kontek perdagangan internasional adalah salah satu negara yang paling patuh dalam tataniaga perdagangan dunia, khususnya menyangkut perdagangan komoditas pertaniannya. Sejak krisis ekonomi tahun 1998, Indonesia telah mengurangi tarif bea masuk untuk komoditas pertanian dan semua subsidi kecuali harga dasar pembelian pemerintah sehingga Indonesia dapat diibaratkan sebagai a. Sikap ini ternyata tidak adil bagi petani Indonesia karena petani dihadapkan pada persaingan yang tidal fair dengan petani dari negara lain yang dengan mudah mendapatkan perlindungan tarif dan non tarif serta subsidi langsung dan tidak langsung (Mardianto dan Ariani, 2004). Peran Bulog sudah seharusnya dikembalikan seperti semula sebagai stabilisator harga untuk komoditas pangan utama. 2.., Upaya ini dilakukan untuk memingkatkan produktivitas kedelai. Rendahnya produktivitas kedelai petani (rata-rata 1,29 ton/ha) disebabkan sebagian besar petani belum menggunakan benih unggul dan teknik pengelolaan tanaman masih belum optimal (DP3 Deptantan, 2007). Potensi benih unggul kedelai adalah >2 ton/ha. Proses produksi yang mampu memberikan produktivitas tinggi, efisien, dan berkelanjutan yakni melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Menurut Balitkabi (2008), PTT adalah salah satu pendekatan dalam usahatani yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani serta melestarikan lingkungan produksi. Dalam implementasinya, PTT mengintegrasikan komponen teknologi pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (LATO) secara terpadu. 3. Peningkatan produksi dengan melakukan penambahan areal panen telah sukses dilaksanakan di India dengan perbandingan 60% merupakan lahan bukaan baru dan 40% mengganti tanaman, sedangkan di Brasil hampir 100% tambahan areal merupakan lahan bukaan hutan. Pada saat ini, kedua negara tersebut telah menjadi negara penghasil utama kedelai di dunia (Adisarwanto, 2010). Perluasan areal tanam dilakukan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) pada lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah tadah hujan atau lahan kering. Deptan menetapkan wilayah sasaran perluasan areal adalah Nusa Tenggara Barat, Jawa, Lampung, Sumatera Utara, Aceh dan Sulawesi Selatan (BP3 Deptan, 2007). Dalam perluasan tanam, kedelai bisa dijadikan tanaman sela atau tumpangsari, misalnya dengan kelapa sawit, kelapa, ubi kayu atau tanaman tua lainnya Ketidakseimbangan produksi dibanding kebutuhan kedelai dalam negeri mengancam sistem ketahanan pangan dan menguras banyak devisa negara. Swasembada kedelai adalah solusi yang harus diupayakan dengan kebijakan proteksi dan insentif dan strategi peningkatan produksi dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. Kebijakan dan strategi akan jalan bila ada konsistensi program dan kesungguhan aparat terkait. Adisarwanto, 2010. Strategi Peningkatan Produksi Kedelai Sebagai Upaya untuk Memenuhi Kebutuhan di Dalam Negeri dan Mengurangi Impor. Pengembangan Inovasi Pertanian Vol.3 No.4: 319-331 Alam, R. 2009. Bagaimana Kebijakan Pangan Kita. http://www.pdii.lipi.go.id/wpcontent/uploads/2011/09/rahmat-alamkebijakan-pangan.pdf. diakses 15 Agustus 2012 Atman, 2009.Strategi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia Vol VIII No.1: 39-45 Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Deptan, 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Jakarta Balitkabi. 2008 Teknologi produksi kedelai: Arah dan pendekatan pengembangan. Warta Litbang Pertanian. Vol. 30. No. 1. Tahun 2008. Badan Litbang Pertanian Jakarta. Hlm.5-6. Dermorejdo,S.K., 2012.. Disertasi. Fakultas Pertanian UGM. Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2010 Jakarta: Kementrian Pertanian. Kementan, 2012.. Jakarta Mardianto, S. dan Ariani,W., 2004.Kebijakan Proteksi dan Promosi Komoditas Beras di Asia dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. Vol.2 No.4: 340-353. Sari, F.D, 2011.. Skripsi.IPB. 83

Sumarno, F. Daupphin, A.Rachim, N.Sunarlim, B.Santoso, H.Kunstyastuti, dan Harnoto, 1989.. Pusat Palawija. Bogor. Supadi, 2009. Dampak Impor Kedelai Berkelanjutan Terhadap Ketahanan Pangan. Vol. 7 No.1: 87-102. Zakaria,K.A.,2010. Kebijakan Pengembangan Budidaya Kedelai Menuju Swasembada Melalui Partisipasi Petani. Vol.8 No.3:259-272 84