Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011

dokumen-dokumen yang mirip
Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mananggulangi masalah-masalah yang dihadapi sepanjang hayat

PERMAINAN TEPUK BERGILIR YANG BERORIENTASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN KONSEP KPK SISWA KELAS IV A DI SD N 21 PALEMBANG

(PTK Di SD N 1 Boyolali Tahun Ajaran 2008/2009) Skripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. yang damai, demokratis, berakhlak, berkeahlian, berdaya saing, maju dan

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses membantu manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu matematika perlu dikuasai baik

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Pengajaran merupakan aktivitas yang sistematis dan sistemik terdiri atas banyak

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA MATERI KESEBANGUNAN DI KELAS IX B SMP NEGERI 1 SAMALANTAN

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan. Semakin banyak siswa yang mencapai tingkat pemahaman dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

Menjebatani Keabstrakan Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017

BAB I PENDAHULUAN. zaman inilah yang mendorong para pendidik untuk lebih kreatif dalam. nasional (Marsigit dalam Renni Indrasari,2005:1).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan.

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia. Lebih lanjut matematika dapat memberi bekal kepada siswa. matematika siswa secara umum belum menggembirakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir dan kemampuan dalam memecahkan masalah, terutama dalam

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR NATA PRAYOGA A

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

PEMBELAJARAN MATEMATIKA HUMANISTIK DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) * Rahmah Johar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK DAN OUTLINE EXECUTIVE SUMMARY HIBAH BERSAING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PADA MATERI LUAS DI KELAS IV MI

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Akan tetapi, matematika

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan masalah yang harus dipikirkan dan direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Ali Hamzah, dkk, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm.

Jurnal EDUCATIO Jurnal Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR KELAS AWAL

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Model Pembelajaran Matematika Realistik Di Sekolah Menengah Pertama

LEMBAR PERSETUJUAN PENERAPAN PENDEKATAN PMRI PADA MATERI PERSEGI DAN PERSEGIPANJANG DI KELAS III MI PSM AL AMIN SUMBERAGUNG NGAWI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga

Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS

UPAYA PENINGKATAN KEBERANIAN SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL GEOMETRI DI DEPAN KELAS MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

Andre Putrawan, Sri yulianti, Junaidi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram

PERANAN LEMBAR KEGIATAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN ARITMETIKA SOSIAL BERDASARKAN PENDEKATAN REALISTIK

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERMAINAN ANAK UNTUK MATEMATIKA

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : SUNDARI FATHONAH A

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 1

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR SISWA DI TINGKAT SEKOLAH DASAR Oleh: Evi Soviawati ABSTRAK Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Secara umum pendekatan pengajaran matematika di Indonesia masih menggunakan pendekatan tradisional atau mekanistik yang menekankan proses 'drill and practice', sehingga siswa dilatih mengerjakan soal seperti mekanik atau mesin; selain itu, penilaian yang dilakukan lebih menekankan pada penilaian akhir (hasil belajar) dan kurang memperhatikan proses, sehingga pembelajaran matematika kurang bermakna; lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian. Selain itu, proses pembelajaran cenderung tektbook dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari, akibatnya, siswa kurang menghayati atau memahami konsep-konsep matematika, dan siswa mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Faktor lain yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran matematika ialah bahwa tahap perkembangan berfikir siswa tingkat SD belum formal atau masih konkrit, sementara salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Berdasarkan permasalahan di atas maka diperlukan sebuah model pembelajaran yang dipandang tepat yang dapat menjembatani permasalahan tersebut yaitu model pembelajaran matematika realistik yakni pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Matematika Realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa mempunyai pengertian kuat tentang konsep-konsep matematika. Dengan demikian, pembelajaran Matematika Realistik akan mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian siswa dan kemampuan berfikir siswa. Kata Kunci: Matematika realistik, kemampuan berfikir, pembelajaran matematika PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas, seperti halnya dikemukakan oleh Naisbitt (dalam Tilaar, 2002:116) Education and training must be a major priority; they are the keys to maintaining competitiveness. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Putra (2007:15), salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah meningkatkan kualitas pendidikan yang berfokus pada pengembangan kemampuan berfikir siswa. Sementara itu, pemikiran kritis, kreatif, sistematis, dan logis dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika. Hal ini sangat memungkinkan karena matematika memiliki struktur dengan keterkaitan yang kuat dan jelas satu dengan yang lainnya serta berpola pikir 79 ISSN 1412-565X

yang konsisten (Depdiknas, 2003). Menurut Permen No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Salah satu indikator keberhasilan siswa adalah pencapaian NEM (Nilai Ebtanas Murni) atau NUAN (Nilai Ujian Akhir Nasional). Di Indonesia, NEM matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dari tahun ke tahun belum menggembirakan. Jika dilihat hasil tes Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003 yang dikoordinir oleh The International for Evaluation of Education Achievement (IEA) tentang kemampuan Matematika dan Sains siswa usia 9-13 tahun menempatkan Indonesia pada peringkat ke-34 penguasaan Matematika dan peringkat ke-36 penguasaan Sains dari 50 negara peserta (Zamroni, 2001). Secara nasional, hasil belajar matematika pada jenjang persekolahan adalah rendah. Laporan Depdikbud (1995) menyebutkan bahwa prestasi siswa dalam matematika secara rata-rata dalam ebtanas sejak dilakukan pembaharuan kurikulum pada tahun 1975 pada umumnya selalu berada di bawah skor 5. Selanjutnya, Sidi (1998) merinci rendahnya rata-rata hasil belajar matematika pada jenjang Sekolah Dasar secara nasional dari tahun ajaran 1993/1994 sampai 1996/1997 sebagai berikut: 5,41 (1993/1994), 4,83 (1994/1995), 5,76 (1995/1996), dan 6,15 (1996/1997) (Umaedi, 2000). Salah satu penyebab rendahnya prestasi matematika siswa adalah dikarenakan belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah. Jenning dan Dunne (1999) mengatakan bahwa, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna (Soedjadi, 2000; Price,1996; Zamroni, 2000). Menurut Van de Henvel-Panhuizen (2000), bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika. Proses belajar mengajar umumnya berlangsung dikelas dimana guru berinteraksi dengan siswa maka dapat dipastikan bahwa keberhasilan proses belajar mengajar sangat bergantung kepada apa yang dilakukan serta model apa yang digunakan oleh guru, sebagaimana pendapat Sukmadinata (2004: 194) 80 ISSN 1412-565X

yang menyatakan bahwa betapapun bagusnya kurikulum (official) hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan guru didalam kelas (actual). Salah satu model pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan seharihari adalah pembelajaran Matematika Realistik (MR). Pembelajaran MR pertama kali dikembangkan dan dilaksanakan di Belanda dan dipandang sangat berhasil untuk mengembangkan pengertian dan kemampuan berfikir siswa. KAJIAN TEORI 1. Pembelajaran Matematika Realistik Menurut Zainurie (2007) matematika realistik adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsepkonsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran matematika realistik di kelas berorientasi pada karakteristik-karakteristik Realistic Mathematics Education (RME), sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal (dalam Zainurie, 2007) yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari. Menurut Treffers (dalam Zainurie, 2007: tidak berhalaman) karakteristik RME: 81 ISSN 1412-565X

a. Menggunakan konteks dunia nyata, yang menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari b. Menggunakan model-model (matematisasi), artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. c. Menggunakan produksi dan konstruksi, dengan pembuatan produksi bebas siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika formal. d. Menggunakan interaksi, secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa. e. Menggunakan keterkaitan (intertwinment), dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain. Karena matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar kontekstual atau sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga siswa dapat memecahkan masalah dengan cara-cara informal. Cara-cara informal yang ditunjukkan oleh siswa digunakan sebagai inspirasi pembentukan konsep matematika. 2. Kemampuan Berfikir Siswa Dalam kamus bahasa Indonesia Poerwadarminta (1984: 752) disebutkan bahwa berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan sesuatu. Berpikir merupakan proses mempertimbangkan dan memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan masing-masing individu. Pembentukan dan perkembangan kemampuan berpikir seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu lahir dari kematangan kemampuan intelektual serta yang diperolehnya dari belajar selama waktu tertentu. Pentingnya kemampuan berpikir pada pelaksanaan pembelajaran matematika, jika dihubungkan dengan teori Piaget (teori perkembangan kognitif). Maka berdasarkan teori ini, proses belajar dapat berlangsung apabila terjadi proses pengolahan data yang aktif dipihak pembelajar. Pengolahan data yang aktif merupakan aktivitas lanjutan dari kegiatan mencari informasi dan dilanjutkan dengan kegiatan penemuan (Gredler dalam Ari; 1997: 24). Bruner membangun teori belajar yang dinamakan dengan teori Bruner. Menurut teori ini, belajar merupakan proses aktif di mana siswa mengkonstruk gagasan atau konsep baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki 82 ISSN 1412-565X

sebelumnya. Siswa menyeleksi dan mengubah informasi, mengkonstruksi hipotesis, dan membuat keputusan didasarkan pada struktur kognitif (Kamarga, 2000). Menurut Bruner bahwa pengembangan dalam pembelajaran menjelaskan, bahwa Mengajarkan suatu pelajaran kepada siswa pada usia manapun dapat memperkenalkan struktur keilmuan pada pelajaran tersebut asalkan disesuaikan dengan cara berpikir siswa. Berdasarkan teori yang dikemukakannya, Bruner menganjurkan untuk mengajarkan disiplin ilmu pada siswa, sehingga terjadi apa yang dinamakan dengan transfer of training yaitu pemahaman terhadap struktur keilmuan yang menyebabkan bahan pelajaran menjadi lebih komprehensif (Hasan; 1996). Selanjutnya perkembangan kemampuan berpikir siswa dalam belajar dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan yang meliputi tiga tahapan berpikir yaitu: enactive, iconic dan symbolic (Hasan, 1996). Adapun tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel Perkembangan Berpikir menurut Bruner Tahap Perkembangan berpikir 1.Enactive 2. Iconic 3. Simbolic Kemampuan-kemampuan Berpikir Pada masa anak-anak, apa yang dipelajari, dikenal ataupun yang diketahui siswa hanya sebatas dalam ingatan. Belum dapat memproses informasi yang akan terjadi. Informasi masih terbatas pada ruang dan waktu. Informasi yang diterima sebagaimana adanya. Dapat mencerna dan memahami informasi yang tidak ada di lingkungan geografis disekitar mereka atau pada waktu sekarang. Dapat menggali informasi lebih jauh dari apa yang tertulis dan diberikan. Berpikir logis dan tingkat abstraksi konsep yang masih rendah. Berpikir abstrak cukup kuat untuk dijadikan dasar keilmuan. Memahami simbol-simbol bahasa matematika atau disiplin ilmu lainnya sebagaimana harusnya. Analisis, sintesis maupun evaluatif. Peran utama pendidik pada akhirnya adalah memahami cara berpikir siswa dengan potensi otak yang dimilikinya serta menghormati sistem pembelajaran individualnya, ini ditujukan untuk membantu siswa berkembang menjadi diri mereka yang terbaik. 3. Pembelajaran Matematika Sanjaya (2008 : 215), Pembelajaran merupakan istilah lain dari mengajar. Dalam kegiatan pembelajaran siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan 83 ISSN 1412-565X

peserta didik. Dalam proses pembelajaran La Costa (dalam Sanjaya, 2008: 219), mengklasifikasikan pembelajaran berpikir menjadi tiga, yang salah satunya adalah teaching of thinking. Teaching of thinking adalah proses pembelajaran yang diarahkan untuk pembentukan keterampilan mental tertentu, seperti keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif dan sebagainya. Ruseffendi (2006: 94) menyatakan, Matematika itu penting baik sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmiyawan), sebagai pembimbing pola berpikir, maupun sebagai pembentuk sikap. Oleh karena itu kita harus mendorong siswa untuk belajar matematika dengan baik. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi 2006: 156), pembelajaran matematika dibuat untuk meningkatkan pengajaran matematika yang lebih mengutamakan kepada pengertian, sehingga matematika itu lebih mudah dipelajari dan lebih menarik. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika adalah usaha sadar guru untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik serta membantu siswa dalam belajar matematika agar tercipta komunikasi matematika yang baik sehingga matematika itu lebih mudah dipelajari dan lebih menarik. Selama proses pembelajaran matematika berlangsung guru dituntut untuk dapat mengaktifkan siswanya. KESIMPULAN Hasil belajar matematika siswa dan penguasaan siswa terhadap konsep-konsep matematika secara umum masih berada dalam tataran rendah. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan penguasaan siswa terhadap konsep dasar matematika serta untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa, guru diharapkan mampu berkreasi dengan menerapkan model ataupun pendekatan dalam pembelajaran matematika yang cocok. Model atau pendekatan ini haruslah sesuai dengan materi yang akan diajarkan serta dapat mengoptimalkan suasana belajar. Salah satu pendekatan yang membawa alam pikiran siswa ke dalam pembelajaran dan melibatkan siswa secara aktif adalah pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) atau Pembelajaran Matematika Realistik (RME). Pendekatan Matematika Realistik adalah suatu pendekatan yang menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika formalnya melalui masalah-masalah realitas yang ada. Dengan pendekatan ini siswa tidak hanya mudah menguasai konsep dan materi pelajaran namun juga tidak cepat lupa dengan apa yang telah diperolehnya tersebut. Pendekatan ini pula tepat diterapkan dalam mengajarkan konsep-konsep dasar dan diharapkan mampu 84 ISSN 1412-565X

meningkatkan kemampuan berfikir siswa yang akhirnya bermuara pada meningkatnya hasil belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Asikin. M. 2001. REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME):Paradigma baru pembelajaran Matematika. Makalah (Online). Tersedia: http:// www.edukasionline.info/ (11 Januari 2010). Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum Standar Kompetensi Matematika SD dan MI. Jakarta: Depdiknas. De Lange. 1987. Mathematics Insight and Meaning. OW & OC. Utrecht Ernest,P. 1991. The Philosopy of Mathematics Education. London : Falmer Press Gravemeijer. 1994. Developing Realistics Mathematics Education. Freudenthal Institute. Utrecht. Hammad Fithry Ramadhan. (2009). Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Indonesia. Tersedia: http://h4mm4d.wordpress.com/2009/02/27/ pendidikanmatematika-realistik-indonesia-pmri-indonesia/. (10 Desember 2010). Hiebert,J & Thomas Carpenter. 1992. Learning and Teaching With Understanding Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning. New York : Macmillan Sanjaya, W. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan KTSP. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Soedjadi. 2000. Nuansa Kurikulum Matematika Sekolah Di Indonesia. Dalam Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia (Prosiding Konperensi Nasional Matematika X ITB, 17-20 Juli 2000) Soedjadi. 2002. Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan dalam Pembelajaran Matematika. UNS. Makalah. Sunardi. 2001. Makalah Pembelajaran Geometri dengan Pendekatan Realistik.Surabaya : Unesa. Sukmadinata, N. S. (2006). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya. Syah, Muhibbin. (2009). Psikologi Balajar. Jakarta: Grafindo Persada. UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Nuansa Aulia. BIODATA SINGKAT Penulis adalah Mahasiswa S2 Bidang Studi Pengembangan Kurikulum SPS UPI 85 ISSN 1412-565X