PENGELOLAAN PROGRAM %MTEWSBFIKAS!

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN

PENDAHULUAN. kehidupan para petani di pedesaan tingkat kesejahteraannya masih rendah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

PAPER TUTORIAL PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN. Kebijakan Produksi (Intesifikasi melalui BIMAS)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

III. METODE KERJA 1. Lokasi dan Waktu 2. Pengumpulan data

PENDAHULUAN. mereka berniat meningkatkan produksi padi semaksimal mungkin menuju

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF Rp,3.- (TIGA RUPIAH) PER-KILOGRAM GABAH KERING GILING KEPADA PETANI INSUS

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, hampir 80% warga negaranya. bermasyarakat di pedesaan serta sekitar 62% dari jumlah tersebut bermata

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ean, Tini, Antort, Novi. Kecuali orang-orang yang beriman. Demi masa Sesungpuhnya manusia ittz benarbenar berada dalam kerugian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

STUD1 PEREMGANAAN USAWATAN DI KABUPATEN DATl II SUBAMG

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

RINGKAS AN. Pemantapan Sistem Intensifikasi Jalur Pantura. di WKPP Cilandak, BPP Patrol, Kabupaten Indramayu (di bawah

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

KAJIAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAERAH IRIGASI (D.I) TEMPURAN DI KABUPATEN BLORA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA BEBERAPA DESA DI JAWA TIMUR

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENYERAHAN BANTUAN ALAT MESIN PERTANIAN DARI KEMENTERIAN PERTANIAN RI

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 42 TAHUN 1992 TENTANG

PEDOMAN PENILAIAN BALAI PENYULUHAN KECAMATAN BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

X.82. Pengembangan tanaman jagung yang adaptif di lahan masam dengan potensi hasil 9,0 t/ha. Zubachtirodin

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

IDENTIFIKASI PENYEBAB RENDAHNYA PENYALURAN KREDIT USAHATANI

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

Beras dan perkembangannya.

I. PENDAHULUAN. empiris, baik pada kondisi ekonomi normal maupun pada saat krisis. Peranan pokok

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perlindungan tanaman dengan menggunakan pestisida telah menimbulkan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA

I Putu Wardana Zulkifli Zaini Hasil Sembiring

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

IKU TAHUN 2017 SEKRETARIAT DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG. Indikator Kinerja Formulasi Penghitungan/Penjelasan Sumber Data

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEGIATAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

PENGORGANISASIAN KELOMPOK TANI INSUS

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan

PENGEMBANGAN PERBENIHAN (UPBS) PADI DI SUMATERA UTARA. Tim UPBS BPTP Sumatera Utara

SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO 2 1 MENINGKATKAN HASIL GABAH. Oleh : Drh. Saiful Helmy

INDIKATOR KINERJA UTAMA SKPD DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN PETERNAKAN KOTA BLITAR TAHUN 2015

1, Latar Belakang, Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NO. : 37/Kpts/OT.210/2/1998

PANDUAN OPERASIONAL PENGEMBANGAN JEJARING USAHA KELEMBAGAAN PETANI

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 32 SERI D

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

7. HASIL EVALUASI RENCANA AKSI KINERJA (MONITORING RAK) TAHUN 2016 DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN SIAK

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

4.b PENETAPAN KINERJA (PK) TAHUN 2014 (SEKRETARIS & KEPALA BIDANG)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN (LAKU)

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

PENDAHULUAN. Penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan di luar sekolah (non

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu upaya untuk membantu kelancaran pembangunan pertanian yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan keniscayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. negara kita tidak pernah surut, melainkan kian bertambah dari tahuan ke

BAB I PENDAHULUAN. ternyata mendorong meningkatnya permintaan dan kosumsi komoditas-komoditas

FAKTOR AGRO EKONOMI DAN SOSIAL YANG MEMPENGARUHI KUALITAS INTENSIFIKASI USAHATANI PADI SAWAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/PP.410/1/2010 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PELATIHAN PERTANIAN SWADAYA

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi

BAB I. PENDAHULUAN. sehingga pertanian memang cocok untuk terus dikembangkan di Indonesia. negara Departemen Pertanian (2000), yaitu:

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

Transkripsi:

PENGELOLAAN PROGRAM %MTEWSBFIKAS! SUPRA INSUS Studi Kasus di Unit Himpunan Supra lnsus III Kebupaten Daerah Tingkat I1 Bekasi Oleh JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANlADd FAKULTAS PERTANIAN lnstltut PERTANlARl BOGOR 1990

RINGKASAN ELI HERLINA. Pengelolaan Program Intensifikasi Supra Insus, Studi Kasus di UHSI I11 Kabupaten DT. I1 Bekasi (dibawah bimbingan T. HANAFIAH). Dalam rangka melestarikan swasembada pangan yang telah dicapai pada tahun 1384. maka sejak tahun 1387 diterapkan program intensifikasi Supra Insus di bidang pertanian tanaman pangan untuk meningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya padi, sekaligus meningkatkan pendapatan petani Alat utama yang menjadi airi Supra Insus adalah kerjasama sedangkan alat struktural penyelenggaraannya adalah organisasi Bimas. Untuk mengkoordinasikan kerja- sama yang akan menentukan keberhasilan program Supra Insus ini diperlukan sistem pengelolaan yang tepat, baik pada tingkat aparatur pemerintah maupun tingkat kelembagaan petani. Keberhasilan penyelenggaraan program intensifikasi Supra Insus sangat ditentukan oleh tiga unsur strategis, yaitu pengelolaan irigasi, pengelolaan penyuluhan dan pengelolaan kelompoktani. Dapat dikatakan bahwa semakin baik pengelolaan irigasi maka akan semakin mendorong keberhasilan program intensifikasi Supra Insus; semakin

semakin baik kerjasama antar kelompoktani maka akan semakin baik pengadopsian teknologi Supra Insus daan pengelolaan irigasi oleh petani. Analisis SWOT terhadap sistem pengelolaan irigasi, penyuluhan dan kelompoktani adalah sebagai berikut : 1. Pengelolaan Irigasi : - Pembagian golongan air adalah faktor kekuatan sistem ini, namun kelemahannya adalah belum seluruh organisasi P3A Mitra Cai berjalan seper- ti yang diharapkan. Kursus-kursus pengairan merupakan peluang bagi terciptanya keadaan pengairan yang lebih baik. Namun dalam sistem ini terdapat ancaman, yaitu terjadinya keterlam- batan waktu tanam oleh petani sehingga menimbul- kan masalah-masalah pengairan. 2. Pengelolaan Penyuluhan : - Faktor kekuatan pengelolaan penyuluhan di UHSI I11 adalah kerjasama yang cukup baik antar pihak pengelola dengan petani dan peranserta yang tinggi dari petani dalam kegiatan ini. Namun metoda penyuluhan yang belum memenuhi kebutuhan petani merupakan faktor kelemahannya. Untuk keragaan Supra Insus di masa datang, kursus- kursus pertanian merupakan peluang yang baik.

Namun di sisi lain kurangnya pendekatan PPL terhadap petani merupakan ancaman yang cukup berpengaruh. 3. Pengelolaan Kelompoktani : - Faktor kekuatan pengelolaan kelompoktani adalah peranserta yang cukup baik dalam kegiatan kerjasama. Namun kerjasama tersebut hanya terbatas pada kegiatan usahatani di lapang, sehingga belum ada kegiatan pemupukan modal kelompok dan sebagainya. Penilaian kelompoktani yang dilaku- kan oleh PPL dan disertai pertandingan-pertan- dingan antar kelompoktani merupakan peluang untuk mendorong petani agar lebih maju. Ancaman bagi pengelolaan kelompoktani ini adalah belum semua kelompoktani berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam sistem pengelolaan Supra Insus di wilayah UHSI I11 ini para aparat pemerintah sebagai pihak pengelola masih sangat besar peranannya dalam mendorong dan membina petani, karena ha1 ini memang masih sangat diperlukan mengingat tingkat perkembangan kelompoktani yang pada umumnya masih rendah. D i sisi lain, KUD belum dapat berfungsi secara penuh dalam menunjang penye- lenggaraan program Supra Insus ini.

Sistem pengelolaan Supra Insus yang telah diterap- kan di UHSI I11 telah menunjukkan hasil, yaitu peningka- tan produktivitas usahatani dan pendapatan petani, jika dibandingkan dengan keadaan sebelum penerapan Supra Insus. Namun peningkatan tersebut belum mencapai sasa- ran yang diharapkan, sehingga untuk keragaan Supra Insus yang lebih baik di masa datang perlu diadakan perbaikan dalam sistem pengelolaan Supra Insus. Untuk mencapai ha1 tersebut perlu diciptakan jalinan komunikasi yang lebih erat antara pihak pengelola dengan petani, misalnya melalui peningkatan kunjungan pengelola ke lapang, peningkatan f rekuensi pertemuan sejenis penyuluhan, dalam suasana yang dapat mendorong petani untuk mengemukakan pendapat dan masalah-masalah yang dihadapi. Dengan demikian diharap- kan akan tercapai suatu keselarasan gerak antara petani dengan pihak pengelola.