1. Puskesmas Punggur, Kabupaten Lampung Tengah 2. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati Bandar Lampung

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh : VINELLA ISAURA No. BP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan bisa dijadikan

Asti Nurilah Khadar 1, Dewi Hanifah 2

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan dan pelatihan. Kader posyandu mempunyai peranan

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA KENCANA

Oleh : Teti Herawati* *Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar, karena menyangkut pemenuhan kebutuhan yang sangat vital bagi kesehatan

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Kader Kesehatan Dengan Pelayanan Posyandu

Upaya Kader Posyandu Dalam Peningkatan Status Gizi Balita di Kelurahan Margasuka Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kader merupakan tenaga non kesehatan yang menjadi. penggerak dan pelaksana kegiatan Posyandu. Kader merupakan titik sentral dalam

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA BIDAN DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN DESA SIAGA DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. satunya adalah melalui pelayanan kesehatan di posyandu. Kegiatan-kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan suatu bangsa tergantung pada keberhasilan

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Balita ke Posyandu di Kelurahan Jayaraksa Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kecamatan Baros Kota Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

STUDI PERKEMBANGAN POSYANDU PASCA REVITALISASI POSYANDU DI WILAYAH PUSKESMAS KENJERAN SURABAYA Oleh Pipit Festy

BAB I PENDAHULUAN. perlu dilakukan karena kesehatan bukan tanggung jawab pemerintah saja, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah disebabkan banyak

Dinamika Kebidanan vol. 2 no 2. Agustus 2012

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ismawati tahun 2010 (dalam Ariyani dkk, 2012), posyandu

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER DENGAN PELAYANAN POSYANDU DI DESA SIDOREJO GODEAN SLEMAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU BALITA DALAM PELAKSANAAN POSYANDU DI KECAMATAN MRANGGEN KABUPATEN DEMAK TAHUN 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari

PERAN KADER DALAM PENINGKATAN STRATA PELAYANAN POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN 2008

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan Ibu Balita Dalam KegiatanPosyandu Di Provinsi Lampung (Analisis Lanjut Data Riskesdas Tahun 2010)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI IBU BALITA KE POSYANDU DI DESA NGAMPEL KECAMATAN KAPAS KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2016

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BETTY YULIANA WAHYU WIJAYANTI J.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 mengatakan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENIMBANGAN BALITA DI POSYANDU DI DESA BARU KECAMATAN SUNGAI TENANG KABUPATEN MERANGIN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan karena mengancam kualitas sumber daya manusia yang akan

ABSTRAK GAMBARAN PELAKSANAAN KEGIATAN POSYANDU DI DESA NGERING KECAMATAN JOGONALAN KABUPATEN KLATEN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN KADER DALAM PELAKSANAAN KELURAHAN SIAGA DI KOTA BANJARMASIN TAHUN 2013

Oleh : Desi Evitasari, S.ST ABSTRAK

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal

Serambi Saintia, Vol. II, No. 2, Oktober 2014 ISSN :

ABSTRAK. : Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Pemberian, Imunisasi Dasar. Nuur Octascriptiriani Rosdianto

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyelenggaraan pembangunan kesehatan dasar terutama ibu, bayi dan anak balita

Nisa khoiriah INTISARI

HUBUNGAN PELATIHAN PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) DENGAN KETERAMPILAN KONSELING PADA BIDAN DI WILAYAH KAWEDANAN PEDAN TAHUN 2014

PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT KELURAHAN MOODU KECAMATAN KOTA TIMUR KOTA GORONTALO

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU IBU DALAM BERSALIN KE BIDAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI USIA 1 TAHUN DI PUSKESMAS DEPOK I SLEMAN YOGYAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN BALITA KE POSYANDU DI PUSKESMAS MINASATE NE KABUPATEN PANGKEP IRSAL

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

PENGARUH PERILAKU IBU DALAM MEMBERIKAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 7-12 BULAN. Kolifah *), Rizka Silvia Listyanti

PENGARUH DUKUNGAN MASYARAKAT BAGI KELUARGA TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELUARGA DALAM PROGRAM IMUNISASI DASAR DI KELURAHAN DAYEUH LUHUR

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG SDIDTK TERHADAP PELAKSANAAN SDIDTK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN KARANGANOM KLATEN

HUBUNGAN ANTARA PERAN IBU BALITA DALAM PEMBERIAN MAKANAN BERGIZI DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA. Kata Kunci: Peran, ibu balita, gizi, status gizi.

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran, tergantung pada keberhasilan

Eka Fauzia Laila ABSTRAK

Oleh : Merlly Amalia ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEHADIRAN IBU MENIMBANG ANAK BALITA DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS ALALAK TENGAH DAN PUSKESMAS S

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan strategi pemerintah yang ditetapkan pada kementrian kesehatan untuk. segera dapat diambil tindakan tepat (Mubarak, 2012).

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI TETANUS TOKSOID PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS TABONGO KECAMATAN TABONGO KABUPATEN GORONTALO TAHUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG POSYANDU TERHADAP STATUS GIZI ANAK BALITA

HUBUNGAN SIKAP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAWAH LEBAR KOTA BENGKULU

II. METODE PENELITIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN KADER DALAM PENGISIAN KARTU MENUJU SEHAT BAYI DESA NGLUMBER KECAMATAN KEPOHBARU KABUPATEN B O J O N E G O R O

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 1-5 TAHUN DI DESA PEKUNCEN BANYUMAS TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS TANJUNG BINTANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Populasi lansia pada masa ini semakin meningkat, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun menitikberatkan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kurangnya Kunjungan Anak Balita Di Posyandu

ABSTRAK. meninggal sebanyak 49 bayi dan 9 bayi diantaranya meninggal disebabkan karena diare. 2 Masa pertumbuhan buah hati

Keaktifan Kader Kesehatan dan Partisipasi Ibu dalam Pelaksanaan Kegiatan Posyandu

Jurnal Medika Saintika Vol 7 (2) Jurnal Medika Saintika

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan. Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009, p.98).

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PEMBERIAN ASI PADA IBU MENYUSUI DI DESA LOLONG KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN PEKALONGAN

ABSTRAK. Kata Kunci: Pengambilan Keputusan, Kepesertaan, JKN

BAB 1 PENDAHULUAN. diupayakan, diperjuangkan dan tingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh

STATUS GIZI BALITA DI LINGKUNGAN BONTO MANAI KELURAHAN ALLEPOLEA WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAU KABUPATEN MAROS

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DIPUSKESMAS CAWAS

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil tentang Pemanfaatan Kelas Ibu Hamil di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KADER DENGAN PELAKSANAAN POSYANDU BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PACITAN KABUPATEN PACITAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya bayi dan balita. Tujuan Posyandu adalah menunjang penurunan Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat atau kader posyandu (Depkes, 2007). Menurut MDGs (Millenium Development Goals) di tingkat ASEAN, AKB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KETEPATAN WAKTU MELAKUKAN IMUNISASI PADA BAYI DI BPS SRI MARTUTI, PIYUNGAN, BANTUL, YOGYAKARTA

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

Nelly Malahayati 1. STIKes Bina Nusantara ABSTRAK. : Posyandu, Peran Kader,Dukungan Keluarga

Persetujuan Pembimbing. Jurnal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA HUIDU KECAMATAN LIMBOTO BARAT KABUPATEN GORONTALO

Jurnal Kesehatan Kartika 50

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Jaya Mekar Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

Oleh : Aat Agustini ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GAMBARAN PELAKSANAAN KELAS IBU HAMIL DI WILAYAH PUSKESMAS PADURESO KABUPATEN KEBUMEN Tri Puspa Kusumaningsih

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Hal. masyarakat dan swasta (Depkes RI, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUNGGUR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2013 Titin Septina¹, Achmad Farich², Dina Dwi Nuryani 2 ABSTRAK Kader merupakan relawan yang berasal dari masyarakat yang mempunyai peranan besar dalam penyampaian informasi kesehatan kepada masyarakat. Perkembangan dan peningkatan mutu pelayanan posyandu sangat dipengaruhi oleh peran serta masyarakat diantaranya adalah kader. Menurut data Kecamatan Punggur terdapat 275 kader sampai Juni tahun 2012 terdapat 223 kader aktif dan 22 posyandu dengan kader kurang yang aktif. Tujuan penelitian ini adalah diketahui hubungan tingkat pendidikan dan pelatihan dengan keaktifan kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Punggur Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Punggur pada bulan Juni sampai Agustus tahun 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Punggur sebanyak 275 orang dengan sampel sebanyak 163 orang yang diambil secara proposi non random sampling. Penelitian ini menggunakan analisis bivariat chi square dengan nilai α = 0,05. Hasil penelitian sebagian besar responden aktif sebagai kader 90 responden (55,2%), sebagian besar responden memiliki pendidikan lanjutan yaitu 94 responden (57,7%) dan sebagian besar responden tidak pernah dilatih yaitu 85 responden (52,1%). Hasil analisis ditemukan terdapat hubungan tingkat pendidikan (p value = 0,00) dan pelatihan (p value = 0,00) dengan keaktifan kader posyandu. Disarankan untuk pembinaan dan pelatihan secara berkesinambungan serta pendanaan untuk posyandu. Kata Kunci : Keaktifan Kader, Pendidikan, Pelatihan. PENDAHULUAN Kader merupakan relawan yang berasal dari masyarakat yang mempunyai peranan besar dalam penyampaian informasi kesehatan kepada masyarakat. Kader-kader posyandu pada umumnya adalah relawan yang berasal dari tokoh masyarakat yang dipandang memiliki kemampuan lebih dibanding anggota masyarakat lainnya. Mereka inilah yang memiliki peranan besar dalam memperlancar proses pelayanan kesehatan primer. Namun keberadaan kader relatif lebih karena partisipasinya bersifat sukarela sehingga tidak ada jaminan bahwa para kader akan tetap menjalankan fungsinya dengan baik seperti yang diharapkan. Jika ada kepentingan keluarga atau kepentingan lainnya maka kader akan lebih memilih untuk meninggalkan tugasnya. Perkembangan dan peningkatan mutu pelayanan posyandu sangat dipengaruhi oleh peran serta masyarakat diantaranya adalah kader. Fungsi kader terhadap posyandu sangat besar yaitu mulai dari tahap perintisan posyandu, penghubung dengan lembaga yang menunjang penyelenggaraan posyandu, sebagai perencana pelaksana dan sebagai pembina serta sebagai penyuluh untuk memotivasi masyarakat yang berperan serta dalam kegiatan posyandu di wilayahnya (Depkes RI, 2006). 1. Puskesmas Punggur, Kabupaten Lampung Tengah 2. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati Bandar Lampung Jurnal Dunia Kesmas Volume 3. Nomor 2. April 2014 103

Upaya-upaya tersebut dilakukan melalui pusat-pusat kesehatan masyarakat, pos pelayanan terpadu serta berbagai kegiatan masyarakat lainnya. Dengan demikian perlu dikembangkan Sistem Kesehatan Nasional yang terpadu yang dapat mendorong partisipasi masyarakat termasuk swasta untuk mewujudkan tingkat kesehatan yang lebih baik (Kemenkes RI, 2010). Posyandu adalah wujud peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan. Kita mengengenal lima program prioritas yang dilaksanakan di Posyandu, yaitu program gizi, kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), imunisasi dan penanggulangan diare. Selain 5 program tersebut, posyandu mempunyai kegiatan penunjang, yaitu: dana sehat, simpan pinjam dan arisan. Kegiatan posyandu dapat dijadikan sarana bagi masyarakat untuk menunjukkan kontribusi yang nyata dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi (Kemenkes RI, 2012). Secara kuantitas, perkembangan jumlah posyandu di Indonesia sangat menggembirakan, karena disetiap desa ditemukan sekitar 3-4 posyandu. Pada saat posyandu dirancang pada tahun 1986, jumlah posyandu tercatat sebanyak 25.000 posyandu, sedangkan pada 2004, meningkat menjadi 238.699 posyandu, tahun 2005 menjadi 315.921 posyandu dan pada tahun 2006 menurun menjadi 269.202 posyandu. Namun bila ditinjau dari aspek kualitas, masih banyak ditemukan masalah, antara lain kelengkapan sarana dan keterampilan kader yang belum memadai (Depkes RI, 2006). Menurut Hemas (2005), pada beberapa tahun terakhir ini, tingkat kinerja dan partisipasi kader posyandu dirasakan menurun, hal ini disebabkan antara lain karena krisis ekonomi, kejenuhan kader karena kegiatan yang rutin, kurang dihayati sehingga kurang menarik, atau juga mungkin karena jarang dikunjungi petugas. Sedangkan posyandu merupakan institusi strategis, karena melalui posyandu berbagai permasalahan kesehatan seperti gizi dan KB dapat diketahui sejak dini, termasuk jika ada anak balita yang mengalami gangguan tumbuh kembang. Penelitian Festi (2009) menemukan bahwa jumlah responden dengan nilai terbesar yaitu berpendidikan SMP 44%, sedangkan terendah pada tingkat pendidikan PT 12%. Faktor pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja kader di Posyandu. Partisipasi dan keaktifan kader posyandu dipengaruhi oleh status pekerjaan, tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan, pendidikan dan pelatihan serta keikutsertaan dengan organisasi lain (Depkes RI, 2006). Hasil penelitian oleh Nofriadi (2005) menyatakan bahwa, pembinaan kader posyandu yang kurang akan menimbulkan kinerja kader yang kurang yaitu sebesar 92,7%, sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara pembinaan terhadap kader dengan kinerja kader posyandu. Pelatihan merupakan salah satu upaya pembinaan terhadap kader Posyandu. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Propinsi Lampung Tahun 2011 diketahui bahwa cakupan Posyandu dengan strata Purnama dan Mandiri pada tahun 2011 sebesar 50,93, sedangkan sisanya yaitu 49,07 adalah madya dan pratama. Masih banyaknya Posyandu madya dan pratama di tunjang oleh jumlah kader yang tidak aktif pada kegiatan Posyandu yang juga berdampak pada cakupan kedatangan balita ke Posyandu (Bapeda Provinsi Lampung, 2011) Kabupaten Lampung Tengah memiliki sebanyak 1.356 Posyandu dengan tingkat Pratama dan Madya 552 (40,69%), tingkat Purnama 768 (56,26%), tingkat Mandiri 45 (3,3%). Dari jumlah tersebut posyandu yang aktif sebanyak 813 Posyandu (59,56) (Dinkes Lampung Tengah, 2011). Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa masih tingginya persentase posyandu yang tidak aktif (43,74%), dan persentase posyandu madya masih cukup tinggi, yang disebabkan masih rendahnya hasil cakupan program utama posyandu, sebagai akibat tidak aktifnya kader hadir setiap diadakan kegiatan posyandu (Dinkes Lampung Tengah, 2011). Puskesmas Punggur adalah satusatunya Puskesmas di Kecamatan Punggur, merupakan Puskesmas yang berada di Kabupaten Lampung tengah. Menurut data Kecamatan Punggur 104 Jurnal Dunia Kesmas Volume 3. Nomor 2. April 2014

terdapat 9 desa dengan 1 Puskesmas induk dan 2 Puskesmas Pembatu. Di Puskesmas Punggur terdapat dengan 55 Posyandu dengan 2 Posyandu Mandiri, 20 Purnama, 20 Madya dan 13 Posyandu Pratama, dan 275 kader sampai Juni tahun 2012 terdapat 223 kader aktif dan 22 posyandu dengan kader kurang yang aktif. Hasil presurvey yang dilakukan terhadap 10 posyandu dengan kader yang aktif kurang dari lima orang, diketahui bahwa hanya terdapat 3 (7,1 %)dari 42 kader yang sudah pernah dilatih dan terdapat 20 (47,6 %) dari 42 kader memiliki pendidikan SLTP ke bawah (Puskesmas Punggur, 2012). Dalam pelaksanaan Posyandu menunjukkan bahwa Posyandu belum berjalan dengan baik secara keseluruhan. Rendahnya sumber daya manusia dan kurangnya dukungan lintas sektoral merupakan penyebab terbesar dari masalah masalah yang ada di Posyandu, sehingga masalah-masalah tersebut mempengaruhi pada tingkat perkembangan Posyandu. Peranan lintas sektoral dan lintas program berpengaruh dalam keberhasilan Posyandu. Sumber daya manusia pada posyandu diantaranya adalah pengetahuan, pendidikan dan pelatihan yang berpengaruh pada keaktifan kader dan akhirnya mempengaruhi keberhasilan Posyandu (Effendy, Nasrul, 2004). Adapun tujuan penelitian in adalah diketahui hubungan tingkat pendidikan dan pelatihan dengan keaktifan kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Punggur Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013. a. Diketahui hubungan tingkat pendidikan dengan keaktifan kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Punggur Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013. b. Diketahui hubungan pelatihan dengan keaktifan kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Punggur Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubunganhubungan kuantitatif (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Punggur Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Juni Agustus Tahun 2013 Adapun subjek penelitian adalah sekumpulan responden yang merupakan populasi. Populasi adalah keseluruhan satuan analisis yang merupakan sasaran penelitian (Notoadmojo, 2010). Populasi merupakan keseluruhan dari satu variabel yang diteliti. Variabel tersebut dapat berupa orang. perilaku atau sesuatu yang lain yang akan dilakukan penelitian (Nursalam, 2003). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Punggur 275 orang. Sampel pada penelitian ini berjumlah 163 orang yang didapat dari hitung besar sampel. Teknik pengambilan sampel ini secara acak proporsional (Proposi Non Random sampling) Analisis bivariat, dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan satu sama lain, dapat dalam kedudukan yang sejajar pada pendekatan komparasi dan kedudukan yang merupakan sebab akibat (experimentasi). Tujuan analisis ini untuk melihat hubungan variabel independen dan variabel dependen. Jurnal Dunia Kesmas Volume 3. Nomor 2. April 2014 105

HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Pendidikan dengan Keaktifan Kader Hasil analisis statistik diperoleh nilai p value = 0,00 (p value α), maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan keaktifan kader posyandu. Hasil analisis juga diperoleh OR = 9,27 yang artinya responden dengan pendidikan dasar berpeluang 9,27 kali untuk tidak aktif sebagai kader dibandingkan responden dengan pendidikan lanjutan. Hasil analisis penelitian tentang hubungan antara pendidikan dengan keaktifan kader di Puskesmas Punggur diperoleh bahwa sebanyak 51 dari 69 (73,9%) responden dengan pendidikan dasar, tidak aktif sebagai kader. Responden dengan pendidikan lanjutan hanya terdapat 22 dari 94 (23,4%) responden yang tidak aktif sebagai kader. Penelitian ini menemukan bahwa kader yang aktif sebagian besar memiliki pendidikan lanjutan. Hal ini sesuai dengan teori Suryani dalam Rizal 2012, keaktifan merupakan aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan lingkungannya. Berkaitan dengan hal tersebut maka salah satu persoalannya adalah bagaimana cara membentuk perilaku itu sesuai dengan yang diharapkan. Aksi kader sangat dipengaruhi oleh pengetahuan yang didapat dari pendidikan. Menurut Notoatmodjo (2007), mengemukakan bahwa pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya sehingga akan melakukan perilaku yang lebih mendukung lagi. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Kurniasih (2010) yang berjudul Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Keaktifan Kader Dengan Kemampuan Kader Posyandu Dalam Pengisian Kartu Menuju Sehat Bawah Lima Tahun Di Desa Purwojati Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas. Hasil penelitian menemukan tentang pendidikan dengan tingkat keaktifan kader dalam pengisian KMS dengan mengunakan uji spearman s diperoleh hasil r = 0.213 dengan nilai p = 0.220 yang menunjukkan tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kemampuan kader dalam pengisian KMS. Penelitian tersebut diatas tidak sejalan dengan penelitian ini dikarenakan fokus pada penelitian Kurniasih menitikberatkan pada keaktifan kader dalam pengisian KMS, sedangkan keaktifan kedatangan kader tidak dikaji. Responden mayoritas aktif sebagai kader, hal ini dilatar belakangi oleh pendidikan dan pernah mendapatkan informasi dari media atau penyuluhan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka makin tinggi pula pengetahuan seseorang. Serta disebabkan oleh sumber informasi yang didapat sehingga dapat berperilaku yang diharapkan (Notoatmodjo, 2007). Penelitian ini juga menemukan 23,4 % responden dengan pendidikan lanjutan tetap tidak aktif sebagai kader. Hal ini dapat disebabkan karena faktor kader yang bekerja dan faktor sosial ekonomi keluarga sehingga kader tidak dapat sepenuhnya meluangkan waktu untuk kegiatan posyandu. Sosial ekonomi yang rendah akan menyebabkan kader mencari tambahan pengahasilan dengan bekerja sehingga waktu untuk datang ke posyandu tidak tersedia. Selain itu pekerjaan sebagai kader merupakan kegiatan sukarela sehingga akan menurunkan motivasi pada kader dengan keluarga ekonomi rendah. Menurut peneliti, pendidikan yang semakin tinggi akan menambah wawasan dan pengetahuan seseorang begitu pula dalam bidang kesehatan dan akhirnya akan berperilaku aktif dalam kegiatan posyandu. Program posyandu berjalan secara optimal tentunya 106 Jurnal Dunia Kesmas Volume 3. Nomor 2. April 2014

diperlukan pemahaman dan pengetahuan masyarakat sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam program tersebut. Peningkatan pengetahuan dengan pembinaan dan pelatihan sangat penting dilakukan pada kader dengan pendidikan rendah untuk meningkatkan keaktifan kader di posyandu. Penelitian ini menemukan rentang Confident interval adalah dari 4,51 sampai dengan 19.03 masuk dalam katagori lebar. Hal ini disebabkan oleh responden dengan jumlah yang banyak dan heterogen dari segi pendidikan. Latar belakang yang heterogen menyebabkan data yang diperoleh menjadi heterogen. Jenjang pendidikan sekolah dasar akan menyebabkan perbedaan data yang signifikan dengan responden dengan pendidikan perguruan tinggi. Hubungan Pelatihan dengan Keaktifan Kader Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,00 (p value α), maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan keaktifan kader posyandu. Hasil analisis juga diperoleh OR = 6,92 yang artinya responden yang tidak dilatih berpeluang 6,92 kali untuk tidak aktif sebagai kader dibandingkan responden yang dilatih. Hasil penelitian tentang hubungan antara pelatihan kader dengan keaktifan kader di Puskesmas Punggur diperoleh bahwa sebanyak 56 dari 85 (65,9%) responden yang tidak dilatih, tidak aktif sebagai kader. Responden yang dilatih hanya terdapat 17 dari 78 (21,8%) responden yang tidak aktif sebagai kader. Pelatihan merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pelatihan kader akan meningkatkan kinerja dan keaktifan kader di Posyandu. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pelatihan merupakan proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu. Pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan melalui proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaanpekerjaan tertentu (Suhendra, 2010). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sahrul (2006) Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006. Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat hubungan pelatihan dengan kinerja kader posyandu (p=0,002) sehingga kader dengan pelatihan cukup memiliki kinerja yang cukup. Prosesnya pembentukan perilaku aktif kader menurut Depkes (2005), perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan setiap individu memiliki kebutuhan dasar, dorongan, motivasi, kebutuhan-kebutuhan dasar manusia yang merupakan sumber kekuatan untuk menuju kearah tujuan tertentu secara didasari maupun tidak didasari. Menurut Depkes, 2005, promosi kesehatan adalah suatu proses pemberdayaan atau memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan, kemampuan serta pengembangan lingkugan sehat. Promosi kesehatan mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi, mendorong, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Disamping itu promosi kesehatan juga mencakup berbagai aspek khususnya yang berkaitan dengan aspek lingkungan, atau suasana yang mempengaruhi perkembangan perilaku yang berkaitan dengan aspek sosial budaya, pendidikan, ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan. Bila kader merasa bahwa kegiatan posyandu adalah kebutuhan yang harus dipenuhi maka kader akan berusaha melakukan kegiatan sesui dengan tanggung jawabnya. Penelitian ini juga menemukan terdapat 21,8 responden dengan yang sudah pernah dilatih tetap tidak aktif sebagai kader. Hal ini dapat disebabkan Jurnal Dunia Kesmas Volume 3. Nomor 2. April 2014 107

karena faktor kesibukan kader dirumah, selain itu factor motivasi yang berkaitan dengan imbalan yang didapat kader dianggap belum memadai. Kelemahan penelitian ini adalah tidak meneliti umur kader sebagai variabel penelitian sehingga kemungkinan adanya keterkaitan umur dengan keaktifan kader tidak terkaji. Umur kader secara umum dapat mempengaruhi motivasi, pengetahuan dan perilaku kader. Umur kader yang produktif akan memberikan kontribusi yang positif pada keaktifan kader posyandu. Kader sebagai bagian dari masyarakat yang merupakan keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Gerakan pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya dalam peningkatan kemampuan untuk meningkatkan kesehatan. Peningkatan keberdayaan berarti peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat sumber daya yang dimiliki untuk mencapai kemajuan. Pembinaan kader dan dukungan dari tokoh masyarakat sangat penting untuk meningkatkan keaktifan kader KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah 1. Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan keaktifan kader posyandu di Puskesmas Punggur Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013 dengan p value : 0,00. 2. Ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan keaktifan kader posyandu di Puskesmas Punggur Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013 dengan p value : 0,00. Saran 1. Bagi Masyarakat Melakukan sosialisasi tentang peran dan fungsi kader di posyandu di tingkat desa, 2. Puskesmas Melakukan pembinaan dan pelatihan terutama pada kader dengan melakukan refresing kader. Refresing kader dengan melakukan pelatihan kader di puskesmas dilakukan rutin setiap tahun saat pelayanan posyandu dan pembinaan dengan melakukan kunjungan ke posyandu setiap tiga bulan sekali untuk melihat kelengkapan administrasi seperti buku register balita, kas, buku tamu dan lain. 3. Bagi Peneliti selanjutnya Melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keaktifan kader posyandu dengan variabel selain pendidikan dan pelatihan seperti upah, sosial ekonomi sertá pekerjaan. DAFTAR PUSTAKA Amira,2005, Hubungan Motivasi dan Sikap Kader dengan Kinerja Kader Posyandu di Kelurahan Kuranji di Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Tahun 2005 [Skripsi]. Padang: PSIKM UNAND. Arikunto, 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta Bapeda Provinsi Lampung, 2011, Capaian Pembangunan Provinsi Lampung 2011, Lampung Departemen Kesehatan RI. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta:Departemen Kesehatan RI; 2006. Dodo. D, 2008, Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Keaktifan Kader Dalam Pelaksanaan Kegiatan Posyandu di Kelurahan. Jurnal Pangan, Gizi dan Kesehatan. Tahun 1, Vol 1, No 1 April 2009. Depkes, 2005, Rencana Strategis Tahun 2005-2009. Depkes RI, Jakarta Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah. 2011. Profil Dinkes Lampung Tengah 2011, Lampung Tengah. Effendi, Nasrul, 2004. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta, EGC. Erlinda, 2005, Hubungan Karakteristik Individu Kader dengan Keaktifan Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Sarik Kecamatan VII Koto Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2005 [Skripsi]. Padang: PSIKM UNAND 108 Jurnal Dunia Kesmas Volume 3. Nomor 2. April 2014

Festy Pipit, 2009, Studi Perkembangan Posyandu Pasca Revitalisasi Posyandu Di Wilayah Puskesmas Kenjeran Surabaya, Unair, Surabaya Fitriana, 2009, Peran serta kader posyandu dalam upaya peningkatan status gizi balita di posyandu Kelurahan Titi Papan. Dalam Skripsi pada Program S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Hastono, 2007, Modul Analisis Data, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UI, Jakarta Hasibuan, M. 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Bumi Aksara Hemas, 2005, Hemas, 2005. Strategi Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia. Kuliah Perdana Program Studi Kesehatan Masyarakat, UGM Yogyakarta. Ircham Machfoedz dan Eko Suryani, 2007, Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan,. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Fitramaya. Kemenkes RI, 2010, Buku Saku Posyandu, Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarata ; Departemen Kesehatan RI Kemenkes, 2011, Pedomam Pengelolaan Posyandu, Dirjen Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta. Kurniasih, 2010, Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Keaktifan Kader Dengan Kemampuan Kader Posyandu Dalam Pengisian Kartu Menuju Sehat Bawah Lima Tahu Di Desa Purwojati Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas, Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang Maryoto, 2000, Pengaruh pelatihan dengan metode belajar berdasarkan masalah terhadap pengetahuan dan keterampilan kader gizi dalam kegiatan posyandu : studi di Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang. Dalam Tesis pada Program Pascasarjana Gizi Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2007. Moekijat 2007, Manajemen tenaga kerja dan hubungan kerja. Bumi Aksara, Jogjakarta Nofriadi, 2005, Faktor faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Kader Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Manggopoh Kabupaten Agam Tahun 2005 [Skripsi]. Padang: PSIKM UNAND; 2005. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003 Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan 2. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Pramastuti, 2004. https:// www. google.com/ #fp=3b0574ffc02a2d7&q=iriani+ Pramastuti%2C + 2004%2Ckader Diakses Tanggal 28 juni, 2013 Rizal, Syamsul, 2012, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Posyandu Oleh Ibu Balita Usia 1-5 Tahun Di Desa Keputran Puskesmas Sukoharjo Kabupaten Pringsewu Tahun 2012, Unimal, Bandar Lampung Sahrul, 2006, Studi Tentang Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006, UGM, Jogjakarta Suhendra, 2010, Pendidikan Dan Latihan, UGM, Jogjakarta Sugiono, 1997. Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung Suryani, 2003, digilib.unimus.ac.id/download.php? id=867. Diakses Tanggal 28 juni, 2013 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Walihono, 2005, Menuju Pendidikan Dasar 9 Tahun, Diknas, Jakarta Jurnal Dunia Kesmas Volume 3. Nomor 2. April 2014 109