BAB I PENDAHULUAN. diperoleh dengan melakukan kerjasama dengan negara-negara lain, walaupun. akan sangat menarik dijalankan (Ulfah, 2013: 2).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. oleh kualitas SDM yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut. (Indriati, A. 2015)

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

MEDIA ECONOMICS Media massa adalah institusi ekonomi yang berkaitan dengan produksi dan penyebab isi media yang ditargetkan pada khalayak atau konsume

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. perdagangan semakin tinggi. Maka dengan ini upaya untuk mengantisipasi hal

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Devisa yang dihasilkan oleh

PEMASARAN INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Batik saat ini berusia 4 tahun setelah batik diakui oleh lembaga kebudayaan PBB

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis dan persaingan antar perusahaan pada masa

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

sehingga mempunyai ciri-ciri dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap

MODEL KEPEMIMPINAN DAN PROFIL PEMIMPIN AGRIBISNIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin mengalami kamapanan dan keajegan. Adanya pengaruh

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat bebas (GATT, WTO, AFTA, dan APEC).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

PENDAHULUAN. Indonesia telah menyelesaikan Pembangunan Jangka Panjang I selama lirna Pelita

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah suasana kehidupan sekarang ini, manusia mengalami kemajuan

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

BAHAN AJAR KEWARGANEGARAAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

2. Masa awal kemerdekaan Indonesia sangat menentang sistem perekonomian kapitalis dan liberalisasi dan condong ke ideologi politik dan sosialis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh keuntungan dari mengekspor dan mengimpor.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENGUSAHA INDUSTRI KECIL MEBEL DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

Etika Bisnis dan Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL

SISTEM EKONOMI INDONESIA BY DIANA MA RIFAH

: l. : Meria Utama. Hukum Ekonomi Internasional ISBN. Penulis

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

Kebangkitan ekonomi Korea Selatan tidak dicapai dengan mudah karena melalui proses yang panjang dan berliku. Dari proses yang panjang tersebut,

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Nilai sosial budaya dan norma sosial yang berlaku di masyarakat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN.

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. *

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan persaingan pada dunia bisnis di era globalisasi ini

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

PENGARUH PEMBERLAKUAN AREA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan semakin ketat. Kondisi persaingan saat ini

di kawasan Asia Pasifik melalui Asia Pacific Economic

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ii Ekonomi Internasional

ANCAMAN GLOBALISASI. Ali Hanapiah Muhi Juli, komunikasi. Revolusi informasi mengarahkan kita ke dalam milenium ketiga

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan kondisi yang sesuai dengan keinginan, dalam jumlah yang tepat, pada waktu

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PROGRAM KELAS AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. bebasnya telah menjadi dasar munculnya konsep good governance. Relasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hadirnya World Trade Organization (WTO) pada tingkat global dan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi sangat berperan dalam perkembangan dunia secara keseluruhan. Dengan adanya globalisasi seakan dunia tidak memiliki batasan dan jarak, tidak lagi menjadi masalah dalam melakukan hubungan dengan negara-negara lain, tidak ada negara yang mengisolasi dirinya dan memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa melakukan hubungan dengan negara lain di dunia. Karena hal tersebut tidak realistis melihat banyaknya keuntungan yang akan diperoleh dengan melakukan kerjasama dengan negara-negara lain, walaupun juga akan terdapat beberapa dampak negatif. Namun selama manfaat yang diperoleh lebih besar dari kerugian yang diterima, maka kerjasama tersebut akan sangat menarik dijalankan (Ulfah, 2013: 2). Kerjasama antar negara-negara bukan hanya menjadikan peluang besar untuk lebih meningkatkan pendapatan suatu negara, tetapi lebih daripada itu semua negara bisa menjadi pusat perhatian bagi negara lain. Salah satu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan semua negara adalah perdagangan internasional atau biasa disebut perdagangan bebas. Perdagangan internasional atau perdagangan negara yang tanpa hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui spesialisasi produk yang diunggulkan, namun kenyataannya dengan semakin terbukanya suatu perekonomian hal tersebut tidak serta merta menciptakan kemakmuran bagi semua negara-negara yang tergabung didalamnya (Ariawan, 2007: 1).

2 Tanpa adanya hambatan identik dengan perdagangan bebas yang berarti tidak adanya diskriminasi dari mana barang atau jasa berasal. Sebagian negara dan kalangan menganggap perdagangan bebas sebagai bentuk penjajahan model baru (Ariawan, 2007: 1). Konsep perdagangan bebas (free trade) terus dikampanyekan oleh negara-negara liberal dan didukung oleh rezim internasional sejak dari GATT (General Agreements on Trade and Tariffs) hingga WTO (World Trade Organitation). Tujuannya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya melalui ekspor ke pasar internasional. Pemberlakuan AFTA (Asean Free Trade Area) di kawasan Asia menjadi bukti bahwa bukan hanya ditingkat global semuanya bisa dijangkau, perdagangan antar negara Asia semakin mudah terjangkau, hal tersebut mengakibatkan tingkat persaingan dunia usaha semakin tinggi. Perusahaanperusahaan di setiap negara dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan dapat bersaing. Setiap negara yang diwakili oleh perusahaan berlomba-lomba menyuguhkan segala keunggulan dari produknya yang menjadi kekuatan dalam bersaing. Bagi Indonesia, AFTA (Asean Free Trade Area) menjadi peluang untuk lebih meningkatkan volume penjualan, kuantitas, kualitas komoditas perdagangannya dan juga bisa di jadikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi terutama sektor usaha industri kecil (Wirawan, 2003: 1). Selain keuntungan yang besar, berbagai argumentasi dibangun guna membungkam fakta empirik kemiskinan yang terbukti telak merupakan

3 produk dari pasar bebas. Tidak hanya kemiskinan yang semakin menggila, wajah ekonomi pasar semakin parah dengan aneka temuan kerusakan lingkungan. Efek rumah kaca, banjir, kekeringan, terancamnya eksistensi satwa langka hingga gempa dan tsunami yang muncul akibat hilangnya keseimbangan alam karena eksploitasi besar-besaran perusahaan-perusahaan raksasa multinasional menjadi bukti tak terbantah betapa di dalam sistem ekonomi kapitalis terkandung nilai-nilai ketidakadilan (unfairness). Konteks ketimpangan ekonomi global juga berpengaruh terhadap aneka dimensi kehidupan umat manusia yang lainnya, inilah yang menjadi pemicu munculnya gagasan dan gerakan perdagangan yang adil (fair trade) pada tahun 1943 oleh para aktivisnya di Amerika Serikat dan Guatemala (Pramono, 2012: 1). Gerakan fair trade di tingkat global ditandai dengan munculnya World Fair Trade Organizations (WFTO) dengan jumlah anggota 320 organisasi bisnis berbasis fair trade (setidaknya hingga tahun 2011) yang tersebar di 70 negara di dunia. Sedangkan di Asia ada Asia Fair Trade Forum (AFTF) yang merupakan forum dari organisasi-organisasi berbasis fair trade ditingkat regional. Sementara di tingkat domestik, di Indonesia gerakan ini diwadahi oleh Forum Fair Trade Indonesia (FFTI) yang hingga 2011 memiliki sedikitnya 20 anggota. Salah satu dari 20 anggota organisasi itu adalah Asosiasi Pemasaran Industri Kerajinan Rakyat Indonesia (APIKRI). APIKRI termasuk lembaga yang menyuarakan gerakan fair trade untuk menguatkan masyarakat pengrajin

4 mikro kecil di Yogyakarta (Pramono, 2012: 2). APIKRI didirikan di Yogyakarta yang mayoritas masyarakatnya adalah muslim, hal ini terlihat dari tabel dibawah. APIKRI sedikit banyak mempengaruhi perdagangan di daerah Yogyakarta. Tabel 1:1 Jumlah Pemeluk Agama di D.I. Yogyakarta Kabupaten/ Kota Islam Kristen Katolik Hindu Budha Konghucu Jumlah Kulonprogo 403524 6076 20201 31 634 1 430467 Bantul 873768 12489 27710 791 235 5 914998 Gunungkidul 819987 15375 15804 1390 555 576 853687 Sleman 923322 40913 66408 1941 1002-1033586 Yogyakarta 335389 26478 43196 552 1366 26 407007 Total 3355990 101331 173319 4705 3792 608 3639745 Sumber: BPS D.I. Yogyakarta Namun, apakah yayasan APIKRI yang menyuarakan gerakan fair trade ini sudah sesuai dengan anjuran Islam salah satunya yaitu memakai sistem Islam? karena banyak di era modern ini bisnis-bisnis yang dilakukan hanya untuk memperkaya individualism sendiri, seperti aliran ekonomi yang digunakan oleh kaum kapitalisme yang menganut laisses faire. Pendekatan laissez faire dalam ekonomi berarti minimnya campur tangan pemerintah dalam berbagai aspek ekonomi seperti produksi, pembelian, penjualan, perdagangan, dan pembiayaan. Kebijakan seperti ini dilakukan untuk mempromosikan pasar bebas. (http://www.amazine.co). Sehingga hak kepemilikan seseorang tanpa batas, terjaminnya kebebasan memasuki segala macam kegiatan ekonomi dan transaksi menurut persaingan bebas dan normanorma individual dan utilitarisme, dimana setiap komoditi itu dianggap baik

5 secara moral dan ekonomi sepanjang itu dapat dijual (Saefuddin dalam Fairuzah, 2011: 4). Begitu banyak diantaranya usaha bisnis yang tidak mengedepankan keadilan, seperti aliran ekonomi sosialisme/marxisme, hak milik yang hanya untuk kaum buruh yang diwakili oleh kepemimpinan diktator, distribusi yang harus ditetapkan negara, bagaimana dan untuk siapa produksi diatur oleh negara juga, sedangkan hubungan-hubungan ekonomi dalam transaksi secara perorangan sangan dibatasi (Saefuddin dalam Fairuzah, 2011: 5). Berdasarkan gambaran diatas, penulis berkeinginan melakukan penelitian yang berkaitan tentang Rumah Fair Trade Indonesia tepatnya APIKRI yang sejak lama telah berdiri di Indonesia. Apakah APIKRI sudah menerapkan prinsip fair trade dalam kegiatan sehari-hari dan bagaimana pandangan sistem Ekonomi Islam terhadap lembaga fair trade? B. Batasan Penelitian Untuk lebih memfokuskan dalam menyusun skripsi ini, penulis membatasi persoalan masalah yang dimunculkan mencakup: 1. Aspek umum tentang pemasaran di APIKRI sebagai Rumah Fair Trade Indonesia. 2. Tinjauan Sistem Ekonomi Islam terhadap APIKRI sebagai salah satu Rumah Fair Trade Indonesia.

6 C. Rumusan Masalah Penelitian 1. Bagaimanakah mekanisme pemasaran di APIKRI sebagai salah satu lembaga Rumah Fair Trade Indonesia? 2. Bagaimanakah pandangan Sistem Ekonomi Islam terhadap APIKRI sebagai salah satu lembaga Rumah Fair Trade Indonesia? D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana konsep Ekonomi Islam terhadap sistem pemasaran pada lembaga Rumah Fair Trade Indonesia. 2. Untuk mengetahui bagaimanakah pandangan Ekonomi Islam terhadap lembaga Rumah Fair Trade Indonesia. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoritis. Penelitian ini bisa dijadikan bahan kajian serta referensi untuk menambah pengetahuan maupun pengembangan penelitian selanjutnya terkait tinjauan sistem Ekonomi Islam terhadap Rumah Fair Trade Indonesia. 2. Manfaat Praktis. Bahan pertimbangan bagi lembaga yang bersangkutan dalam pembuatan kebijakan yang sesuai konsep Ekonomi Islam.