IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan susu segar sebagai bahan dasarnya, karena total padatan

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

II. TINJAUAN PUSTAKA

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

ANALISA ph OPTIMUM UNTUK PERKEMBANGBIAKAN LACTOBACILLUS BULGARICUS DALAM PROSES FERMENTASI GLUKOSA PADA SOYGURT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN YOGHURT SUSU SAPI DENGAN BANTUAN MIKROORGANISME DALAM PLAIN YOGHURT MENGGUNAKAN ALAT FERMENTOR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Susu Fermentasi dan Yogurt

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Total Bakteri Probiotik

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan Yoghurt Page 1

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

LAPORAN TUGAS AKHIR OPTIMASI PEMBUATAN COCOGURT MENGGUNAKAN FERMENTOR SERTA KULTUR CAMPURAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat sangat memperhatikan pentingnya pengaruh makanan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Susu Kambing. Dipasteurisasi 70 o C. Didinginkan 40 o C. Diinokulasi. Diinkubasi (sampai menggumpal) Yoghurt.

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio.

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dijelaskan dalam firman-nya dalam surat al-baqarah ayat 168 sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

BAB I PENDAHULUAN. tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang

Chemistry In Our Daily Life

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh waktu dan Nutrien dalam pembuatan yoghurt dari susu dengan starter plain Lactobacillus Bulgaricus menggunakan alat fermentor

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yoghurt merupakan proses fermentasi dari gula susu (laktosa) menjadi asam laktat

PENGARUH KONSENTRASI STARTER DAN KONSENTRASI KARAGENAN TERHADAP MUTU YOGHURT NABATI KACANG HIJAU

IV. Hasil dan Pembahasan

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peranan Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus dalam Proses Pembuatan Yogurt : Suatu Review

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

LAPORAN AKHIR PKM-P. Oleh:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Biologi

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

TEKNOLOGI FERMENTASI PANGAN. Agroindustrial Departement, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Santoso (2009) menyatakan bahwa yoghurt merupakan produk susu. yang difermentasi. Fermentasi susu merupakan bentuk pengolahan susu

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS Sifat-sifat fisis-mekanis kemasan yang digunakan untuk mengemas yogurt kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa daya tembus plastik HDPE terhadap O 2, CO 2, dan H 2 O lebih kecil daripada plastik PP. Hal ini menunjukkan bahwa menurut sifat fisis mekanisnya, kemasan HDPE lebih baik dari kemasan PP, karena dapat menahan masuknya gas lebih baik. B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU Pada awal penelitian dilakukan karakterisasi yogurt kacang hijau. Hasil karakterisasi disampaikan pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Hasil Karakteristik Awal Yogurt Kacang Hijau Parameter Satuan Nilai ph - 4.005 Total Asam Tertitrasi mg/100ml 1900 Kadar Lemak mg/100ml 150 Kadar Protein mg/100ml 7850 Uji Koliform APM/g negatif Dari Tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa kandungan terbesar dari yogurt kacang hijau adalah kadar proteinnya, yaitu 7850 mg/100 ml atau sebesar 7.85 % (b/b). Hal ini sesuai dengan syarat mutu yogurt (SNI 2981, 2009) bahwa kadar minimal dalam yogurt adalah 2.7 % (b/b). Hal ini ditunjang dengan kadar protein dalam biji kacang hijau yang tinggi yaitu sebesar 22.2 gr/100gr. Kadar lemak awal yogurt yang rendah juga didukung oleh rendahnya kadar lemak biji kacang hijau yaitu sekitar 1.2 gr/100gr biji kacang hijau. Derajat keasaman (ph) dan total asam tertitrasi awal yogurt sebesar 4,005 dan 1900mg/100ml atau 1.9%. Nilai ph ini merupakan ph awal sebelum produk mengalami pengemasan dan penyimpanan. Menurut Tamime dan Robinson (1989), yogurt yang baik memiliki derajat keasaman 4,4-4,5 dan total asam laktat 0,85-0,95%. Plain yogurt memiliki karakteristik asam, berflavor green apple, dengan tingkat keasaman 0.9-1.2%. Nilai total asam tersebut semakin

meningkat selama penyimpanan (Field, 1979). Nilai total asam yang tinggi pada awal pengujian ini dimungkinkan disebabkan oleh aktivitas bakteri yang sangat aktif dalam mengurai karbohidrat menjadi asam organik, terutama asam laktat. Selain itu juga dipengaruhi jumlah starter bakteri asam laktat yang ditambahkan ke dalam susu kacang hijau, yaitu sebesar 10%, karena semakin besar jumlah starter yang ditambahkan maka semakin banyak jumlah bakteri asam laktat yang bekerja dan semakin tinggi pula aktivitas mikroorganismenya dalam menghasilkan asam laktat. Selanjutnya analisa diatas menjadi parameter pada analisa perubahan mutu dalam penelitian selanjutnya.

C. PERUBAHAN MUTU DAN ANALISA PROKSIMAT SELAMA PENYIMPANAN Pada penelitian tahap selanjutnya, yogurt kacang hijau dikemas dalam 3 jenis kemasan berbeda yaitu kemasan gelas, plastik HDPE dan plastik PP. Selanjutnya yogurt disimpan dalam 3 suhu penyimpanan, yaitu suhu 5 o C, 15 o C dan 25 o C. Selama penyimpanan dilakukan analisis perubahan mutu yogurt, meliputi perubahan ph, total asam tertitrasi, kadar lemak, kadar protein, dan uji keberadaan koliform di hari terakhir pengujian. 1. Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu penyebab produk olahan susu menjadi rusak. Gambar 4. Histogram perubahan ph pada penyimpanan 5 o C Pada Gambar 4 diatas dapat dilihat bahwa pengaruh perbedaan jenis kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap penyimpanan yogurt pada suhu 5 o C. Namun, ph tertinggi dimiliki oleh kemasan gelas pada hari ke-6 pengamatan. Derajat keasaman (ph) produk yang menggunakan kemasan HDPE dan PP cenderung sama selama masa penyimpanan, begitu pula dengan kemasan gelas, namun yogurt yang disimpan dalam kemasan gelas mengalami kenaikan cukup

tinggi di hari penyimpanan ke-6, dan merupakan nilai ph tertinggi selama penyimpanan di suhu 5 o C, yaitu 4.42. Sedangkan nilai ph terendah dimiliki oleh kemasan HDPE pada hari penyimpanan ke-12, yaitu sebesar 3.66. Selama penyimpanan, nilai ph mengalami peningkatan kemudian penurunan dan peningkatan kembali. Peningkatan derajat keasaman pada awal penyimpanan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang mengurai asam amino yang menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat basa, sehingga nilai ph meningkat (Nugroho, 2007). Penurunan derajat keasaman setelah terjadi peningkatan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pembentuk asam yang menggunakan gula-gula sederhana sebagai sumber makanan sehingga menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat asam sehingga menyebabkan derajat keasaman pun menurun. Kemudian setelah ph yogurt relatif rendah, khamir-lah yang berperan lebih dan menggunakan asam laktat. Selanjutnya khamir akan memecah protein yogurt, menghasilkan berbagai amino yang mengakibatkan ph yogurt kembali naik. Dengan naiknya ph, bakteri-bakteri aerobik yang bersifat proteolitik, termasuk bakteri pembentuk spora akan tumbuh dan menyebabkan kerusakan mutu yogurt. Kecenderungan ini juga terlihat pada yogurt yang disimpan pada suhu 15 o C, dan sama-sama mengalami kondisi ph tertinggi pada hari ke-6 dengan kemasan HDPE dengan nilai ph sebesar 4.275. Sedangkan nilai ph terendah dicapai saat lama penyimpanan 12 hari dengan kemasan PP yaitu sebesar 3.61. Kecenderungannya sama pada produk dengan suhu penyimpanan 5 o C, dimana nilai ph mengalami peningkatan di awal penyimpanan, kemudian menurun lalu meningkat kembali. Namun perbedaannya dengan penyimpanan suhu 5 o C, pada penyimpanan suhu 15 o C sampel yang mengalami penurunan nilai ph paling ekstrim adalah yogurt yang disimpan dalam kemasan HDPE dibandingkan dengan yogurt yang disimpan dalam kemasan lain.

Gambar 5. Histogram perubahan ph pada penyimpanan 15 o C Gambar 6. Histogram perubahan ph pada penyimpanan 25 o C Kecenderungan yang berbeda terdapat pada yogurt yang disimpan pada suhu 25 o C. Dapat dilihat pada Gambar 6, pada awal masa penyimpanan ph langsung menurun, bahkan sangat ekstrim di hari ke-6 untuk yogurt yang disimpan dalam kemasan plastik HDPE dan PP, sedangkan yogurt yang dikemas dalam gelas justru mengalami peningkatan nilai ph. Derajat kesaman (ph) terendah dimiliki oleh produk yang dikemas dalam kemasan HDPE, dan yang juga merupakan ph terendah dari setiap kondisi penyimpanan, yaitu sebesar

3,45. Hal ini disebabkan karena di suhu 25 o C merupakan suhu yang optimal untuk mikroorganisme dalam susu untuk berkembangbiak. Judkins dan Keener (1996), menyatakan bahwa semua mikroorganisme dalam susu berkembang biak pada selang suhu 21-37,78 o C, sedangkan akan tertekan pertumbuhannya pada suhu 20-30 o C, dan tidak aktif di suhu kurang dari 10 o C. Kemudian ph secara fluktuatif mengalami penurunan-peningkatan di setiap hari pengujian sampai hari ke-15, namun semua kemasan mengalami penurunan sampai hari terakhir pengujian yaitu hari ke-21. Penurunan kembali nilai ph disebabkan terbentuknya asam karboksilat sebagai hasil proses deaminasi asam amino, terbentunya asam-asam lemak hasil penguraian lemak dan asam-asam hasil aktivitas mikroba seperti asam laktat yang dihasilkan oleh golongan Lactobacillus. Gambar 7. Histogram akumulasi perubahan ph pada setiap suhu penyimpanan dan kemasan Yogurt kacang hijau yang disimpan pada kemasan gelas dan pada suhu 5 o C memiliki nilai ph yang paling tinggi, sedangkan yogurt kacang hijau yang disimpan dalam kemasan gelas pada suhu penyimpanan 25 o C memiliki nilai ph yang paling rendah. Untuk yogurt yang disimpan dalam kemasan botol plastik HDPE, nilai ph cenderung sama untuk produk yang disimpan pada suhu penyimpanan 5 o C dan 15 o C, dan yang paling rendah adalah yogurt yang

disimpan dalam suhu 25 o C. sedangkan untuk yogurt yang dikemas dalam kemasan PP, nilai ph tertinggi dimiliki oleh yogurt yang disimpan dalam suhu 5 o C, kemudian 15 o C, dan yang terendah dimiliki oleh yogurt yang disimpan dalam kemasan PP dan pada suhu 25 o C. Peningkatan atau penurunan nilai ph sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil degradrasi yang terbentuk dan keseimbangan ionik dari kelarutan protein. Sebagian besar perubahan keasaman yogurt disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme terutama golongan pembentuk asam dan proteolitik. Kemudian setelah ph yogurt relatif rendah, khamir dapat lebih berperan dan menggunakan asam laktat. Selanjutnya khamir akan memecah protein kacang hijau, menghasilkan berbagai amino yang mengakibatkan ph yogurt kembali naik. Dengan naiknya ph, bakteri-bakteri aerobik yang bersifat proteolitik, termasuk bakteri pembentuk spora akan tumbuh dan menyebabkan kerusakan mutu yogurt kacang hijau. Pada awal inkubasi, Streptococcus thermophilus tumbuh lebih cepat dan mendominasi proses fermentasi, sedangkan Lactobacillus bulgaricus tumbuh lebih lambat. Penurunan ph dibawah 5,5 menyebabkan laju pertumbuhan Streptococcus thermophilus menurun dan pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus menjadi lebih cepat. Pada ph 4,2 pertumbuhan Streptococcus thermophilus semakin melambat dan akhirnya pada ph dibawah 4,2 fermentasi didominasi oleh Lactobacillus bulgaricus (Yulneriwarni,1996). Dari histogram perubahan ph diatas dapat dilihat bahwa secara umum interaksi antara suhu dengan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan ph yogurt kacang hijau selama penyimpanan. Hal ini karena kisaran nilai derajat keasaman (ph) yang dihasilkan oleh setiap perlakuan cenderung sama dari setiap periode pengujian. Untuk memperkuat penilaian ini, dengan menggunakan analisis ragam terhadap nilai ph pada taraf signifikan α = 0,05 didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada interaksi antara suhu dan kemasan. Namun, terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan suhu, yaitu pada hari ke-3 penyimpanan. Sedangkan atribut perlakuan kemasan tidak memberikan pengruh yang nyata terhadap perubahan nilai ph selama penyimpanan, yang artinya semua kemasan memberikan pengaruh yang sama

terhadap perubahan nilai ph yogurt kacang hijau selama penyimpanan, baik di suhu 5 o C, 15 o C, maupun 25 o C. Kemudian setelah dilakukan uji lanjut Duncan, perlakuan suhu 25 o C memberikan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan perlakuan suhu 5 o C dan 15 o C. Rekapitulasi analisis ragam nilai ph disajikan pada Lampiran 3a. 2. Total Asam Tertitrasi Selama proses fermentasi yogurt, akan dihasilkan asam laktat yang merupakan produk utama yang akan memberikan citarasa asam yang khas pada yogurt. Oleh karena itu, pengukuran total asam tertitrasi nilainya akan sebanding dengan jumlah asam laktat yang dihasilkan. Perubahan total asam berkaitan dengan perubahan ph. Semakin rendah nilai ph maka total asam akan semakin tinggi, sebaliknya semakin tinggi nilai ph maka semakin rendah nilai total asamnya. Gambar 8. Histogram perubahan TAT pada penyimpanan 5 o C Hasil pengamatan terhadap total asam selama penyimpanan yang terlihat pada Gambar 8 menunjukkan terjadinya penurunan total asam yang cukup besar pada awal penyimpanan di suhu 5 o C pada semua jenis kemasan sampai hari ke- 6. Namun, secara perlahan meningkat sampai hari penyimpanan ke-12, lalu menurun kembali di hari ke-15 dan meningkat kembali sampai akhir masa simpannya, yaitu di hari ke-21.

Dari Gambar 8, juga terlihat bahwa semua jenis kemasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan total asam selama penyimpanan, karena kisaran nilai total asam yang dihasilkan oleh setiap perlakuan cenderung sama dari setiap periode pengujian, namun cenderung meningkat grafiknya dari awal penyimpanan hingga akhir masa simpannya. Dari histogram diatas dapat dilihat, pada suhu penyimpanan 5 o C nilai total asam terendah terjadi pada hari penyimpanan ke-15 pada produk yang disimpan dalam kemasan gelas, yaitu sebesar 1448 mg/100ml, sedangkan total asam tertinggi terjadi pada hari terakhir penyimpanan, hari ke-21 pada produk yang disimpan dalam kemasan gelas juga, yaitu sebesar 2069 mg/100ml. Nilai tersebut merupakan nilai yang sudah melebihi batas dari SNI Yogurt yaitu maksimal 2%. Perubahan total asam berkaitan dengan perubahan ph. Semakin rendah nilai ph maka total asam akan semakin tinggi, sebaliknya semakin tinggi nilai ph maka semakin rendah nilai total asamnya. Hal ini terbukti pada yogurt yang disimpan pada suhu penyimpanan 5 o C ini, dimana ph pada suhu 5 o C semakin lama juga semakin menurun sampai di akhir masa simpannya. Hal ini menunjukkan produksi asam laktat oleh starter bakteri asam laktat masih terus berlangsung. Asam yang dihasilkan L. bulgaricus akan terakumulasi dengan asam yang dihasilkan oleh S. thermophilus. Dengan demikian nilai asam yang dihasilkan oleh kultur campuran semakin tinggi. Peningkatan total asam atau penurunan ph terutama disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat. Bakteri tersebut melakukan fermentasi dengan cara memecah gula dan mengubahnya menjadi asam laktat. Seringkali peningkatan total asam pada yogurt dalam kemasan juga disebabkan oleh adanya kapang. Penambahan jumlah kapang ini akan menghasilkan etil alcohol, asam asetat, diasetil dan asam laktat D-L (Villari et al., 1994).

Gambar 9. Histogram perubahan TAT pada penyimpanan 15 o C Pada penyimpanan yogurt di suhu 15 o C, yogurt yang disimpan dalam semua jenis kemasan memiliki kecenderungan perubahan yang sama, yaitu menurun di awal penyimpanan kemudian merangkak naik hingga akhir masa penyimpanan. Hal ini dapat dibandingkan dengan nilai perubahan ph di suhu 15 o C sebelumnya, terlihat bahwa nilainya berbanding terbalik dengan nilai perubahan total asam, saat ph turun maka total asamnya meningkat dan sebaliknya saat ph meningkat maka total asamnya akan turun. Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa semua jenis kemasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan total asam selama penyimpanan di suhu 15 o C, karena kisaran nilai total asam yang dihasilkan oleh setiap perlakuan cenderung sama dari setiap periode pengujian, namun cenderung meningkat grafiknya dari awal penyimpanan hingga akhir masa simpannya. Dari grafik diatas juga dapat dilihat, pada suhu penyimpanan 15 o C nilai total asam terendah terjadi di hari penyimpanan ke-6 pada produk yang disimpan dalam kemasan gelas, yaitu sebesar 1505 mg/100ml, sedangkan total asam tertinggi terjadi di hari terakhir penyimpanan, hari ke-21 pada produk yang disimpan dalam kemasan plastik PP, yaitu sebesar 2132 mg/100ml. Nilai tersebut merupakan nilai yang sudah melebihi batas dari SNI Yogurt yaitu maksimal 2%.

Peningkatan total asam terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri yang memecah karbohidrat yang ada dalam susu menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Kombinasi L. bulgaricus dan S. thermophilus pada produk akan mempercepat dan menghasilkan total asam yang lebih banyak daripada dalam bentuk tunggalnya. Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif dapat mengubah lebih dari 85% glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat (Fardiaz, 1992). Gambar 10. Histogram perubahan TAT pada penyimpanan 25 o C Sedangkan pada yogurt yang disimpan pada suhu 25 o C, yang terjadi di awal penyimpanan adalah peningkatan yang tajam yang dimulai di hari ke-0 sampai hari ke-12, kemudian menurun di hari-15 dan meningkat kembali lalu menurun di hari terakhir penyimpanan, yaitu hari ke-21. Hal ini menunjukkan banyaknya jumlah mikroorganisme yang menghasilkan asam laktat pada yogurt yang disimpan di suhu yang paling tinggi ini. Pada Gambar 10 dapat dilihat nilai total asam terendah terjadi pada hari penyimpanan ke-3 pada yogurt yang disimpan pada kemasan PP, yaitu sebesar 1894 mg/100ml. sedangkan nilai total asam tertinggi terjadi pada hari ke-18 dengan kemasan PP, yaitu sebesar 2703 mg/100ml.

Berdasarkan Gambar 10, nilai total asam yang terjadi pada hari-18 ke hari-21 adalah menurun. Namun, nilai ph yang dihasilkan pada hari pengujian tersebut juga menurun, berarti hal ini tidak sesuai, bahwa ph berbanding terbalik dengan nilai total asam. Menurut Frazier dan Westhoff (1979), nilai ph tidak selalu berbanding terbalik dengan nilai total asam, karena pada pengukuran ph nilai yang terukur adalah konsentrasi ion H + yang menunjukkan jumlah asam terdisosiasi. Sedangkan total asam tertitrasi merupakan pengukuran semua asam baik yang terdisosiasi maupun tidak. Berdasarkan penelitian Fardiaz dan Jenie (1982), ternyata penambahan susu skim berpengaruh terhadap nilai total asam, dimana semakin besar penambahan susu skim, maka total asam juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah penambahan susu skim akan menambah jumlah laktosa di dalam susu kacang hijau yang akan dirubah menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat, dalam hal ini Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Semakin banyak susu skim yang digunakan maka semakin banyak laktosa yang terdapat dalam yogurt tersebut, karena penambahan susu skim dalam pembuatan yogurt, selain menjadi sumber protein juga sebagai sumber laktosa. Lactobacillus bulgaricus adalah suatu bakteri yang bersifat homofermentatif yang akan memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, dimana kedua gula tersebut kemudian akan diubah menjadi asam laktat. Pada pembuatan yogurt kacang hijau ini, susu skim yang ditambahkan adalah 9% (diadaptasi dari penelitian Agustina dan Andriyana, 2009), inilah salah satu sebab nilai total asam yogurt kacang hijau yang diperoleh sangat tinggi sejak awal penyimpanan. Yogurt yang memiliki keasaman ± 1%, dapat menyebabkan bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella menjadi inaktif. Selain itu, koliform menjadi tidak mampu bertahan pada kondisi ph rendah dan penghambatan ini diperkuat oleh produksi senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh organisme yogurt (Tamime dan Robinson, 1989). Laju transmisi bahan kemasan mempengaruhi konsentrasi gas dalam kemasan selama masa penyimpanan. Laju transmisi dan permukaan bahan kemasan mempengaruhi jumlah gas dan waktu yang dibutuhkan oleh gas untuk menghambat mikroba. Kemasan gelas memiliki laju transmisi yang lebih rendah

dari kemasan polipropilen (PP) maupun HDPE. Hal ini mengakibatkan mikroorganisme yang tumbuh pada yogurt yang dikemas dalam kemasan gelas lebih sedikit dibandingkan dengan yogurt yang dikemas dengan kemasan lain. Gambar 11. Histogram akumulasi perubahan total asam pada setiap suhu penyimpanan dan kemasan Dari gambar atau histogram diatas dapat dilihat bahwa secara umum interaksi antara suhu dengan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai total asam tertitrasi yogurt kacang hijau selama penyimpanan. Hal ini karena kisaran nilai total asam yang dihasilkan oleh setiap perlakuan cenderung sama dari setiap periode pengujian. Untuk memperkuat penilaian ini, dengan menggunakan analisis ragam terhadap nilai total asam tertitrasi pada taraf signifikan α = 0,05, didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada interaksi antara suhu dan kemasan. Namun, terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan suhu, yaitu pada hari ke-6, ke-9, ke-12, ke-18, dan ke-21 penyimpanan. Sedangkan atribut perlakuan kemasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan nilai total asam selama penyimpanan, yang artinya semua kemasan memberikan pengaruh yang sama terhadap perubahan nilai total asam yogurt kacang hijau selama penyimpanan, baik di suhu 5 o C, 15 o C, maupun 25 o C. Kemudian setelah dilakukan uji lanjut Duncan, perlakuan suhu 25 o C lah yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada

hari ke-6, ke-9, ke-12, ke-18, sedangkan pada hari ke-21, suhu yang berbeda nyata adalah suhu 5 o C dan 25 o C. Rekapitulasi analisis ragam nilai total asam disajikan pada Lampiran 4a. 3. Kadar Protein Protein yang terkandung dalam biji kacang hijau cukup tinggi yaitu sekitar 22.2 gr/100 g (Astawan, 2009). Gambar 12. Histogram perubahan kadar protein pada penyimpanan 5 o C. Histogram perubahan kadar protein yang disajikan pada Gambar 12 menunjukkan bahwa selama penyimpanan terjadi peningkatan dan penurunan kadar protein yang berbeda-beda di tiap perlakuan kemasan. Penurunan kadar protein yang sangat tajam yang terjadi dari hari ke-0 penyimpanan sampai hari ke-7 penyimpanan pada suhu 5 o C, disebabkan oleh adanya aktivitas proteolitik mikroorganisme pada yogurt yang tinggi. Mikroorganisme tersebut memecah protein menjadi senyawa-senyawa sederhana yang dapat digunakan oleh mikroorganisme sebagai bahan makanannya, sehingga kadar lemaknya turun. Penurunan tertinggi terjadi pada yogurt yang dikemas dalam kemasan gelas, kemudian yogurt tersebut mengalami peningkatan yang tertinggi pula. Sedangkan yogurt yang dikemas dalam kemasan PP cenderung mengalami penurunan sampai hari ke-15. Hal ini dapat terjadi karena selain memecah

karbohidrat, bakteri asam laktat juga memecah sedikit protein sehingga menghasilkan peptida dan asam amino, sehingga kadar proteinnya meningkat. Kadar protein yang tinggi di awal (sebelum penyimpanan) membuat total padatan meningkat dan meningkatkan kekentalan pula. Hal ini diperkuat pada uji kesukaan di awal sebelum penyimpanan, panelis menyukai tekstur kekentalan dari yogurt kacang hijau. Gambar 13. Histogram perubahan kadar protein pada penyimpanan 15 o C. Histogram perubahan kadar protein yang disajikan Gambar 13, menunjukkan bahwa selama penyimpanan terjadi penurunan kadar protein yang sangat tajam dari hari ke-0 penyimpanan ke hari ke-7 penyimpanan pada suhu 15 o C, hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas proteolitik mikroorganisme pada yogurt yang tinggi. Mikroorganisme tersebut memecah protein menjadi senyawa-senyawa sederhana yang dapat digunakan oleh mikroorganisme sebagai bahan makanannya. Penurunan tertinggi terjadi pada yogurt yang dikemas dalam kemasan gelas, kemudian yogurt mengalami peningkatan kembali di hari penyimpanan ke-15. Sedangkan yogurt yang dikemas dalam kemasan PP cenderung mengalami penurunan sampai hari ke-15. Hal ini dapat terjadi karena selain memecah karbohidrat, bakteri asam laktat juga memecah sedikit protein sehingga menghasilkan peptida dan asam amino.

Kadar protein yang terdapat dalam yogurt dipengaruhi oleh mutu susu yang dihasilkan. Perubahan kadar protein selama penyimpanan dimungkinkan oleh pengaruh penambahan protein oleh mikroba. Menurut Fardiaz (1992), bakteri mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu berdasarkan berat keringnya, sekitar 60-70%. Bottazi (1983), juga menyatakan protein yang berasal dari mikroba menyumbangkan sekitar 7% dari total protein dalam susu fermentasi. Gambar 14. Histogram perubahan kadar protein pada penyimpanan 25 o C. Perubahan yang terjadi pada setiap perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan yang sama dari hari ke-7, yaitu meningkat untuk yogurt dengan kemasan gelas dan HDPE, dan menurun untuk yogurt yang dikemas dengan kemasan PP kecuali untuk suhu 25 o C, yogurt yang dikemas dalam kemasan PP justru meningkat kadar proteinnya. Penurunan kadar protein dari awal penyimpanan ke H-15 diduga karena adanya aktivitas mikroba. Protein yang terdapat dalam yogurt digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber nitrogen. Menurut Buckle et al. (1988), molekul kompleks dari zat-zat organik seperti protein harus dipecahkan terlebih dahulu menjadi unit yang lebih sederhana sebelum zat tersebut dapat masuk ke dalam sel dan dipergunakan. Pemecahan awal ini dapat terjadi akibat ekskresi enzim ekstraseluler, suatu sifat yang sangat erat hubungannya dengan pembusukan bahan pangan.

Pada hari ke-7, kadar protein terendah dijumpai pada yogurt yang disimpan pada suhu 15 o C yang dikemas dalam kemasan gelas, sedangkan pada hari ke-15 kadar protein terendah dijumpai pada yogurt yang disimpan pada suhu 5 o C dengan kemasan PP. Hal ini dapat terjadi karena mikroorganisme yang terdapat dalam dua kondisi tersebut lebih banyak daripada yogurt yang disimpan pada suhu lain dan kemasan lain. Gambar 15. Histogram akumulasi perubahan kadar protein yogurt kacang hijau pada setiap suhu penyimpanan dan kemasan Hasil analisis ragam terhadap kadar protein yogurt kacang hijau pada taraf signifikasi α = 0,05 didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada interaksi antara suhu dan kemasan. Hal ini berarti, baik kemasan, suhu maupun interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar protein selama penyimpanan. Kadar protein yogurt yang dihasilkan dipengaruhi oleh mutu susu yang digunakan dan kandungan awal bahan baku. Semakin tinggi kadar proteinnya maka yogurt yang dihasilkan akan memiliki kandungan protein yang semakin tinggi.

4. Kadar Lemak Kacang hijau memiliki kandungan lemak yang rendah, namun tinggi protein. Kandungan lemak yogurt kacang hijau sebelum penyimpanan sebesar 150 mg/100ml atau 0.15 % saja, padahal dalam SNI 2981 (2009), syarat mutu kadar lemak yang dipersyaratkan minimal 0.6 % dan maksimal 2.9 % untuk kategori yogurt rendah lemak dan tidak ada perlakuan panas setelah fermentasi. Hal ini disebabkan karena kandungan lemak dalam biji kacang hijau yang sangat rendah, hanya 1.2 gr/100 gr (Astawan, 2009), dan susu yang digunakan untuk peremajaan starter pun susu rendah lemak, sehingga kadar lemak yogurt yang dihasilkan pun rendah. Gambar 16. Histogram perubahan kadar lemak pada penyimpanan 5 o C. Dari Gambar 16 dapat dilihat kadar lemak yogurt kacang hijau yang disimpan pada suhu 5 o C meningkat cukup tinggi dari awal penyimpanan sampai hari ke-7. Lalu mengalami penurunan yang cukup tajam dari hari ke-7 ke hari ke-15. Kadar lemak terendah dijumpai pada yogurt yang disimpan dalam kemasan gelas, yaitu sebesar 265 mg/100ml dan menurun hingga 132 mg/100ml, sedangkan kadar lemak tertinggi dimiliki oleh yogurt yang disimpan pada kemasan PP yaitu sebesar 386 mg/100ml di hari ke-7 penyimpanan dan 256 mg/100ml pada hari ke-15 penyimpanan.

Penurunan kandungan lemak dapat terjadi karena adanya aktivitas lipolitik oleh mikroorganisme yogurt. Menurut Bottazi (1983), bakteri asam laktat mempunyai aktivitas lipolitik sekunder, artinya aktivitas lipolitik yang dilakukan setelah mikroorganisme lain memecah lemak susu menjadi senyawa sederhana. Gambar 17. Histogram perubahan kadar lemak pada penyimpanan 15 o C. Pada analisa kadar lemak yogurt yang disimpan pada suhu 15 o C, dapat dilihat pada Gambar 17 dimana yogurt mengalami peningkatan kadar lemak untuk yogurt yang disimpan pada kemasan HDPE dan PP dari awal penyimpanan sampai hari ke-15, sedangkan yogurt yang disimpan dalam kemasan gelas mengalami penurunan tajam. Kadar lemak terendah dijumpai pada yogurt yang dikemas dalam gelas di hari ke-15, yaitu sebesar 109 mg/100ml, dan yang tertinggi dijumpai pada yogurt yang dikemas dalam botol PP yaitu sebesar 359 mg/100ml. Kecenderungan yang hampir sama juga diperlihatkan pada perlakuan yogurt yang disimpan di suhu 25 o C. Yogurt yang disimpan pada kemasan gelas dan PP mengalami penurunan kadar lemak, sedangkan yogurt yang disimpan dalam kemasan HDPE justru mengalami peningkatan. Kadar lemak terendah dijumpai pada yogurt yang dikemas dalam gelas yaitu sebesar 213 mg/100ml di hari ke-15, sedangkan kadar lemak tertinggi dijumpai pada yogurt yang dikemasa dalam kemasan HDPE, yaitu sebesar 572 mg/100ml.

Gambar 18. Grafik perubahan kadar lemak pada penyimpanan suhu 25 o C. Penurunan kadar lemak dapat terjadi akibat adanya aktivitas lipolitik oleh mikroorganisme yogurt. Menurut Bottazi (1983), bakteri asam laktat mempunyai aktivitas lipolitik sekunder, artinya aktivitas lipolitik yang dilakukan setelah mikroorganisme lain memecah lemak susu menjadi senyawa sederhana. Menurut Tamime dan Deeth (1980), aktivitas lipolitik dikendalikan oleh enzim lipase yang dimiliki oleh bakteri asam laktat. Aktivitas lipase akan membebaskan asam lemak dari molekul lemak susu, sehingga kandungan lemak dalam susu menurun (Rahman et al., 1992). Menurut Yuguchi et al. (1992), aktivitas enzim lipase yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat relatif rendah dan hanya terjadi perubahan penurunan kadar lemak yang sedikit dibanding sebelum fermentasi. Kadar asam lemak bebas hanya meningkat sedikit selama fermentasi asam laktat, begitu pula dengan asam lemak volatil. Walaupun perubahan yang terjadi sangat kecil dan kurang berpengaruh terhadap nilai gizi, tetapi sangat penting sebagai komponen pembentuk flavor dalam fermentasi susu. Sedangkan kandungan asam stearat, oleat, linolat dan palmitat mengalami penurunan selama proses fermentasi.

Gambar 19. Histogram akumulasi perubahan kadar lemak yogurt kacang hijau pada setiap suhu penyimpanan dan kemasan Secara statistik, setelah dilakukan analisis ragam dengan taraf signifikasi α = 0,05, diperoleh hasil bahwa perlakuan kemasan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak yogurt kacang hijau. Interaksi antara kedua faktor tersebut juga tidak memberikan pengaruh yang nyata tehadap kadar lemak yogurt kacang hijau yang ada, artinya semua perlakuan jenis kemasan dan suhu penyimpanan memberikan hasil yang sama terhadap perubahan kadar lemak yogurt kacang hijau. 5. Uji Keberadaan Koliform Uji keberadaan koliform dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri koliform dalam produk yang diuji. Keberadaan koliform dapat dijadikan sebagai indikasi kehigienisan suatu produk pangan. Kelompok koliform mencakup bakteri yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif, batang Gram negatif, dan tidak membentuk spora. Koliform memfermentasikan laktosa dengan pembentukan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35 o C (Lay, 1994). Uji keberadaan koliform ini dilakukan di awal penyimpanan dan di akhir penyimpanan.

Gambar 20. Perubahan keberadaan bakteri koliform pada yogurt kacang hijau selama penyimpanan. Berdasarkan Gambar 20, dapat diketahui bahwa yogurt yang dikemas dalam kemasan HDPE pada suhu penyimpanan 5 o C sudah tidak dapat dikonsumsi kembali atau sudah rusak karena sudah tercemar bakteri koliform sebanyak 11 APM/gram. Menurut SNI 2981 (2009), syarat yogurt yang masih layak berdasarkan keberadaan bakteri koliform maksimal adalah 10 APM/gram. Sedangkan untuk yogurt yang dikemas dalam kemasan gelas dan PP masih aman untuk dikonsumsi, karena masih dalam batas aman menurut SNI 2981 (2009). Dari histogram juga dapat diketahui bahwa yogurt yang dikemas dalam kemasan HDPE dan PP pada suhu penyimpanan 15 o C sudah tidak dapat dikonsumsi kembali atau sudah rusak karena sudah tercemar bakteri koliform sebanyak 11 APM/gram untuk PP dan 21 APN/gram untuk yogurt yang dikemas dalam HDPE. Sedangkan untuk yogurt yang dikemas dalam kemasan gelas masih aman untuk dikonsumsi, karena masih dalam batas aman menurut SNI 2981 (2009). Untuk yogurt yang disimpan pada suhu 25 o C dan dikemas dalam ketiga jenis kemasan masih di bawah batas maksimal bakteri koliform, sehingga yogurt masih layak untuk dikonsumsi menurut SNI 2981 (2009). Hal ini disebabkan oleh suhu penyimpanan 25 o C merupakan suhu yang optimal bagi pertumbuhan mikroba dalam susu. Menurut Judkins dan Keener (1996), semua

mikroorganisme dalam susu berkembangbiak pada selang suhu 21-37,78 o C, pertumbuhannya tertekan pada suhu 20-30 o C, dan tidak aktif pada suhu dibawa 10 o C. Dengan suhu penyimpanan yang tinggi, yaitu 25 o C, maka pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus dan Streptocccus thermophilus akan optimum, sehingga akan menghasilkan senyawa anti-mikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya, selain itu akan membuat lingkungan menjadi sangat asam, menghasilkan ph yang rendah (Gambar 6), sehingga pertumbuhan mikroorganisme lain akan tertekan, termasuk bakteri koliform yang tidak dapat hidup pada yogurt yang disimpan pada suhu penyimpanan ini. Metode Angka Paling Mungkin (APM) merupakan uji deretan tabung yang menyuburkan pertumbuhan koliform sehingga diperoleh nilai untuk menduga jumlah koliform dalam sampel yang diuji. Jumlah koliform ini bukan merupakan perhitungan yang tepat namun merupakan angka yang mendekati jumlah yang sebenarnya. Dalam uji ini, setiap tabung yang menghasilkan gas dalam masa inkubasi diduga mengandung bakteri koliform. Uji dinyatakan positif bila terlihat gas dalam tabung Durham. Kemudian, tabung-tabung yang positif atau menghasilkan gas akan menunjukkan angka indeks, angka ini disesuaikan dengan tabel APM untuk menentukan jumlah koliform dalam sampel (Lay, 1994). 6. Penilaian Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen. Panelis yang dipilih dalam uji ini adalah panelis agak terlatih yang berjumlah 20 orang. Penilaian panelis meliputi kesukaan terhadap warna, rasa, aroma dan kekentalan atau tekstur dari yogurt kacang hijau. Pengujian organoleptik dilakukan di awal sebelum penyimpanan dan di hari ke-15 penyimpanan, namun pada hari ke-15 ini tidak dilakukan penilaian karena yogurt sudah mulai tercemar bakteri koliform. a. Respon terhadap rasa Hasil penilaian terhadap rasa sebelum yogurt mengalami penyimpanan memberikan nilai atau skor 3.15, yang artinya agak netral. Sebagian panelis menilai bahwa rasa yogurt yang dihasilkan bersifat sangat asam, hal ini

disebabkan nilai total asam yang dihasilkan pada hari ke-0 (sebelum penyimpanan) tinggi sehingga mengakibatkan rasa yang dihasilkan sangat asam. Sesuai dengan fungsi masing-masing bakteri, bakteri asam laktat S. thermophilus adalah penghasil asam utama yaitu menghasilkan asam laktat. Sedangkan L. bulgaricus lebih berperan dalam pembentukan flavor. Yogurt memiliki flavor yang unik dan tidak seperti yang ditemukan di produk susu fermentasi lainnya. Flavor tersebut dipengaruhi oleh suhu inkubasi, jumlah presentase inokulum yang ditambahkan, periode inkubasi, sumber kultur, perlakuan pemanasan bahan dasar susu dan ph produk akhir (Bodyfelt et al., 1988). b. Respon Panelis terhadap warna Hasil yang diperoleh pada penilaian organoleptik memberikan hasil panelis memberikan skor 3.5, yang berarti netral mendekati suka. Perbedaan warna produk kemungkinan disebabkan adanya pembentukan warna yang tidak seragam (Rahman et al., 1992). Adanya perlakuan suhu penyimpanan dan kemasan menghasilkan produk dengan warna yang berbeda, hal ini berarti tiap perlakuan menghasilkan warna yang tidak sama. Untuk yogurt yang disimpan pada suhu 25 o C, menghasilkan warna yang lebih kecoklatan dibandingkan dengan yogurt yang disimpan di suhu penyimpanan 5 o C dan 15 o C. c. Respon Panelis terhadap aroma Aroma yang timbul pada yogurt terutama disebabkan senyawa asetaldehide, diasetil, asam asetat serta asam-asam lainnya dalam jumlah yang kecil. Selain itu, kandungan lemak pada susu mempengaruhi pembentukan flavor pada yogurt (Helferich dan Westhoff, 1980). Penurunan penilaian terhadap aroma sengan semakin lamanya penyimpanan dapat disebabkan adanya senyawa-senyawa berbau busuk yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang bersifat proteolitik dan lipofilik. Bau busuk biasanya disertai kerusakan pangan. Bakteri-bakteri pembentuk bau umumnya bersifat putrefaktif, yaitudapat memecah protein secara anaerob dan memproduksi komponen-komponen yang berbau busuk seperti hydrogen

sulfide, markaptan, amin, indol dan asam-asam lemak (Fardiaz, 1992). Selain itu, dengan semakin meningkatnya nilai ph yogurt mengakibatkan aroma yogurt semakin asam. d. Respon Panelis terhadap kekentalan Total padatan susu berpengaruh terhadap kekentalan, aroma dan total asam yogurt. Sebelum perlakuan penyimpanan, yogurt yang dihasilkan memiliki kekentalan yang baik, dapat dilihat dari hasil penilaian awal panelis yang benilai 3.45. D. ANALISIS BIAYA Kacang hijau yang digunakan untuk membuat yogurt kacang hijau adalah 1 kg. Bahan-bahan lainnya disesuaikan berdasarkan peresentase bobot kacang hijau yang sudah disortasi, seperti yang tercantum dalam Gambar 2 dan Gambar 3. Analisis biaya ini adalah analisis biaya secara sederhana, hanya terhadap biaya produksi saja tanpa memperhitungkan biaya penyimpanan. Tabel 6. Biaya Produksi Yogurt Kacang Hijau per Produksi No Bahan Biaya/Unit Biaya per proses 1 Kacang Hijau Rp. 19.000/kg Rp. 19.000 2 Gula Pasir Rp. 8.000/kg Rp. 2.400 3 Susu Skim Rp. 57.000/600gr Rp. 51.300 4 Starter Yogurt Rp. 9.000/300ml Rp. 1.800 5 Susu Segar Rp. 11.400/1 L Rp. 6.840 6 CMC Rp. 100.000/kg Rp. 133 7 Total (6500 ml) Rp. 81.473 Rp. 1.254/100mL a. Analisa biaya pembuatan Yogurt kacang hijau menggunakan kemasan Gelas Biaya yogurt per 100 ml = Rp. 1.254 Harga kemasan gelas/botol = Rp. 900 Total biaya produksi/botol = Rp. 2.154

b. Analisa biaya pembuatan Yogurt kacang hijau menggunakan kemasan HDPE Biaya yogurt per 100 ml = Rp. 1.254 Harga kemasan HDPE/botol = Rp. 700 Total biaya produksi/botol = Rp. 1.954 c. Analisa biaya pembuatan Yogurt kacang hijau menggunakan kemasan PP Biaya yogurt per 100 ml = Rp. 1.254 Harga kemasan gelas/botol = Rp. 720 Total biaya produksi/botol = Rp. 1.974 Harga rata-rata yogurt yang ada di pasaran adalah Rp. 2.900 per 80 gram. Jika dilihat dari analisis biaya diatas, harga ketiga macam produk diatas tidak jauh berbeda, hanya saja produk yang menggunakan kemasan Gelas sedikit lebih mahal. Namun, jika dibandingkan dengan harga yogurt dipasaran, harga yogurt kacang hijau dapat jauh lebih murah, sehingga sangat prospektif juka dikembangkan lebih lanjut. Tetapi, harga diatas belum termasuk pada harga penyimpanan, disarankan penyimpanan yogurt dengan kemasan apapun disimpan dalam suhu penyimpanan maksimal 5 o C.