HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tipe perkecambahan epigeal

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMATAHAN DORMANSI BENIH

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas. biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Uji perkecambahan benih padi dengan menggunakan konsentrasi larutan Kalium Nitrat (KNO 3 ) 3%

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman di Dalam Polyethylene Glycol (PEG) 6000

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruhsuhu penyimpanan terhadap viabilitas kedelai (Glycine max

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan

VIABILITAS BENIH INDIGOFERA (Indigofera zollingeriana) SETELAH INJEKSI KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) DAN PENYIMPANAN SKRIPSI RHOMA CHRISTIADY GIRSANG

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai

I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi.

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang berbeda menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERLAKUAN PENGAMPLASAN TERHADAP KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH AREN

Sri Wira Karina 1), Elis Kartika 2), dan Sosiawan Nusifera 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

Lampiran 1. Deskripsi kacang hijau varietas Camar

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Tembakau (Nicotiana tabacum)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung,

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

HASIL DAN PEMBAHASAN

HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak Kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. saat ini. Kedelai berasal dari Asia, diperkenalkan ke Amerika Utara, Eropa,

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Viabilitas Benih Tembakau

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

PENGARUH BERBAGAI MEDIA SIMPAN ALAMI TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KAKAO (Theobroma cacao L.) SELAMA PERIODE SIMPAN ARTIKEL ILMIAH IRMAWATI

TINJAUAN PUSTAKA. (United States Department of Agriculture, 2011). vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman cm,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga secara sistemik diduga sudah menginfeksi semua benih yang ada. Kemurnian benih mencapai 85%, benda asing yang diperoleh lebih banyak didominasi oleh benih rusak dan benih muda. Benih yang diteliti diseleksi berdasarkan warna dan bentuk. Warna hitam kecoklatan dan bentuk yang beraturan dipilih untuk diberikan perlakuan. Penampilan benih Indigofera yang dijadikan sebagai obyek penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Benih Indigofera sp. yang telah diseleksi Kondisi lingkungan pada saat penelitian cukup stabil, suhu dan kelembaban relatif sama selama penyimpanan. Benih disimpan dalam botol plastik dan disimpan pada suhu berkisar 25 0 C-31 0 C serta diinjeksi CO 2. Selama penyimpanan tidak terdapat gangguan hama dan penyakit karena benih disimpan di dalam ruangan tertutup. Tabel 1 memperlihatkan hasil sidik ragam pengaruh penginjeksian CO 2, periode penyimpanan dan interaksi keduanya terhadap daya kecambah, infeksi cendawan dan tinggi hipokotil pada pengamatan umur kecambah 4, 7 dan 14 hari. Penginjeksian CO 2 berpengaruh nyata pada daya kecambah saat kecambah berumur 14 hari, sedangkan periode simpan berpengaruh nyata pada daya kecambah saat umur kecambah 4, 7 dan 14 hari dan interaksi antara penginjeksian CO 2 dan periode simpan memberikan pengaruh nyata terhadap daya kecambah pada saat umur kecambah 14 hari (P<0,05). Penginjeksian CO 2 tidak memberikan pengaruh nyata 17

pada pertumbuhan jamur saat kecambah berumur 4, 7 dan 14 hari, sedangkan periode simpan berpengaruh nyata pada pertumbuhan cendawan pada saat umur benih 4, 7 dan 14 hari. Interaksi antara penginjeksian CO 2 dan periode simpan tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan jamur saat umur kecambah 4, 7 dan 14 hari (P<0,05), tetapi berpengaruh nyata pada tinggi hipokotil pada saat umur 14 hari. Penginjeksian CO 2 berpengaruh nyata pada tinggi hipokotil saat kecambah berumur 4 hari. Periode simpan berpengaruh nyata pada tinggi hipokotil saat umur benih 4, 7 dan 14 hari. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Penginjeksian CO 2, Periode Penyimpanan dan Interaksi Keduanya terhadap Daya Kecambah, Pertumbuhan Cendawan dan Tinggi Hipokotil pada Pengamatan Umur Kecambah 4, 7 dan 14 Hari Peubah UK H+4.UK H+7 UK H+14 A B AxB A B AxB A B AxB Daya Kecambah tn ** tn tn ** tn ** ** ** Pertumbuhan Cendawan tn ** tn tn ** tn tn ** tn Tinggi Hipokotil * ** tn tn ** tn tn ** * Keterangan: A : Pengaruh Penginjeksian CO 2 B : Pengaruh Periode Simpan AxB : Pengaruh Interaksi Penginjeksian CO 2 dan Periode Simpan UK H+4 : Pengamatan saat Umur Kecambah 4 Hari UK H+7 : Pengamatan saat Umur Kecambah 7 Hari UK H+14 : Pengamatan saat Umur Kecambah 14 Hari ** : Berpengaruh Nyata 1% * : Berpengaruh Nyata 5% tn : Tidak Berpengaruh Nyata Kadar Air Benih Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf uji 5% dihasilkan bahwa terjadi pengurangan kadar air dari minggu ke minggu walaupun pengurangannya tidak terlalu signifikan, tetapi sampai penyimpanan 2 minggu pengurangan kadar air memberikan pengaruh yang nyata. Rata-rata kadar air benih pada awal sebelum disimpan (periode 0 minggu) adalah 4.13%. Persentase kadar air menurun berturutturut pada periode penyimpanan minggu ke 1 dan 2 yaitu sebesar 4.1% dan 4.07% (Tabel 2). Penurunan kadar air terjadi karena selama penyimpanan, kelembaban media penyimpanan terus berkurang dan lebih rendah dari kelembaban di dalam benih 18

sehingga air mengalami transpirasi dari dalam benih ke luar benih, akibatnya kandungan air dalam benih berkurang. Tabel 2. Pengaruh Periode Simpan terhadap Kadar Air Periode Kadar Air (minggu) (%) 0 4.13±0.01 a 1 4.10±0.02 ab 2 4.07±0.01 b Keteterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%. Menurut Harrington (1972), masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih semakin kompleks jika terjadi peningkatan kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan. Kadar air yang tinggi akan meningkatkan kegiatan enzim-enzim yang dapat mempercepat terjadinya proses respirasi sehingga perombakan bahan cadangan makanan dalam benih semakin besar. Keadaan ini dapat menurunkan daya tahan benih dan membuat viabilitasnya berkurang. Benih bersifat higroskopis akan mengalami kemunduran tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan (Halloin, 1986). Daya Kecambah Daya kecambah menunjukkan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih pada lingkungan optimal. Syarat benih yang memiliki daya kecambah baik yaitu memiliki daya kecambah diatas 80% (Sutopo, 2004). Namun dalam penelitian ini pada setiap perlakuan tidak ada benih yang mencapai daya kecambah 80% karena kondisi benih awal yang buruk. Rendahnya daya kecambah dapat juga disebabkan oleh keadaan benih yang sudah mengalami masa dormansi (after ripening) sehingga kulit yang keras menghambat proses perkecambahan. Teknik pematahan dormansi yang direndam dengan air aquades pada penelitian ini kurang tepat. Walaupun sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mempelajari mekanisme perkecambahan pada biji berkulit keras, namun hingga kini tidak ditemukan adanya metode universal tentang teknik pematahan dormansi yang dapat direkomendasikan. Hal ini karena masing-masing jenis biji mempunyai karakteristik yang berbeda-beda (dalam hal struktur morfologi dan anatomi, komposisi kimiawi, 19

serta ketebalan kulit biji) sehingga responnya terhadap suatu perlakuan pematahan dormansi juga berbeda (Kartika et al., 1994). Akibatnya, metode yang paling efektif untuk mengecambahkan biji menjadi spesifik untuk setiap jenis biji-bijian dan harus dikembangkan berdasarkan jenis spesiesnya. Pengamatan terhadap daya kecambah benih dilakukan tiga kali masingmasing pada umur kecambah 4 hari, 7 hari dan 14 hari. Harjadi (2005) menyatakan bahwa ciri terpenting yang harus ada dan diketahui dalam pengujian perkecambahan adalah batasan tentang kecambah normal dan abnormal. Kecambah yang diamati adalah kecambah yang normal. Kriteria kecambah normal adalah kecambah yang memperlihatkan kemampuan berkembang terus hingga menjadi tanaman normal jika ditumbuhkan dalam kondisi yang optimum, perakaran berkembang baik dan diikuti perkembangan hipokotil, plumula (daun), epikotil, dan kotiledon yang tumbuh sehat. Gambar dibawah memperlihatkan perbandingan daya kecambah pada saat kecambah berusia 4, 7 dan 14 hari. Pada saat usia kecambah 14 hari, kecambah tidak berdiri kokoh lagi. Kecambah terlihat berdiri kokoh disertai dengan perakaran yang kuat terjadi pada saat hari ke 11. Kondisi ini merupakan saat yang tepat bagi kecambah untuk dapat ditanam di media tanah. (a) (b) (c) Gambar 2. Perbandingan daya kecambah pada saat kecambah berusia 4 hari (a), 7 hari (b) dan 14 hari (c). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pada saat umur kecambah 4 dan 7 hari, taraf injeksi CO 2 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap daya kecambah, dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap daya kecambah dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata (P<0,05). Hasil yang berbeda ditunjukkan pada saat umur kecambah 14 hari yaitu taraf injeksi CO 2, waktu penyimpanan dan interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata terhadap daya kecambah (P<0,05). 20

Uji lanjut Duncan pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada taraf injeksi CO 2 umur kecambah 4 dan 7 hari, peningkatan pemberian kadar CO 2 dari awalnya 0% sampai 30% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya kecambah. Perlakuan Tabel 3. Pengaruh Penginjeksian CO 2 dan Periode Simpan terhadap Daya Kecambah Kadar CO2 Umur Kecambah (Hari) 4 7 Daya Kecambah (%) 0% 11.7±6.4 a 14.8±7.9 a 10% 13.2±7.7 a 15.8±8.1 a 20% 11.0±4.9 a 13.7±5.7 a 30% 13.7±7.6 a 18±9.7 a Periode 0 minggu 18±5.5 a 24.3±5.3 a 1 minggu 12.4±5.3 b 12.8±5.2 b 2 minggu 6.8±3.3 c 9.8±3.8 b Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%. Injeksi CO 2 memiliki pengaruh yang sama terhadap daya kecambah benih dibandingkan dengan tanpa injeksi pada pengamatan 4 dan 7 hari. Penginjeksian sebesar 30% cenderung lebih baik daripada penginjeksian kadar lain. Hal tersebut terlihat pada Tabel 3 yang mana pada kadar 30% daya kecambah benih lebih tinggi baik pada umur kecambah 4 hari maupun 7 hari walaupun perbedaannya tidak signifikan (P<0.05). Dapat diambil kesimpulan bahwa walaupun peningkatan pemberian CO 2 tidak meningkatkan daya kecambah secara signifikan, tapi kehadiran gas CO 2 dapat mempertahankan daya kecambah benih. Pengaruh yang sangat nyata terlihat pada waktu penyimpanan baik pada periode simpan 0 minggu, 1 minggu dan 2 minggu. Data umur kecambah 4 dan 7 hari menunjukkan bahwa terjadi penurunan daya kecambah seiring dengan makin lamanya benih disimpan (P<0.05). Pada umur kecambah 4 dan 7 hari, daya kecambah tertinggi mencapai 24,3% terjadi pada saat benih tidak disimpan sama sekali (periode 0 minggu). Hasil ini sangat berbeda nyata dengan benih yang disimpan baik selama 1 minggu maupun 2 minggu (P<0.05). Hal ini sependapat 21

dengan Justice dan Bass (2002) yang mengatakan bahwa daya kecambah benih semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur simpan benih. Hal ini disebabkan karena selama benih disimpan terjadi proses respirasi. Proses respirasi membutuhkan energi sehingga semakin lama disimpan maka energi yang ada di dalam embrio semakin sedikit. Keadaan ini membuat energi pada saat berkecambah kurang sehingga terjadi penurunan daya kecambah. Semakin lama disimpan maka umur benih akan semakin menua yang mengakibatkan benih perlahan-lahan kehilangan ketahanan sehingga pada masa perkecambahan benih tidak tumbuh dan mati. Interaksi antara taraf penginjeksian CO 2 dengan lama penyimpanan terjadi pada umur kecambah 14 hari. Pengaruh interaksi dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Interaksi antara Penginjeksian CO 2 dan Periode Penyimpanan pada Umur Kecambah 14 Hari terhadap Daya Kecambah Benih (%) Kadar CO 2 Waktu Penyimpanan (minggu) 0 1 2 0% 25.5±5.3 bc 16.0±5.9 cd 8.5±3 e 10% 36.0±3.7 a 15.0±5.3 cde 10.0±4.3 de 20% 22.5±4.7 bc 13.5±6.8 de 10.0±3.3 de 30% 30.0±3.7 ab 14.5±5 de 17.0±4.2 cd Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%. Uji interaksi pada tabel diatas memperlihatkan bahwa daya kecambah yang tinggi terjadi apabila benih tidak disimpan sama sekali. Daya kecambah tertinggi terjadi pada saat benih diinjeksi dengan taraf CO 2 10% diikuti taraf 30% dengan masing-masing 36% dan 30%. Hasil ini sangat berbeda nyata dengan penginjeksian CO 2 dengan taraf 0% dan 20% yang menghasilkan daya kecambah lebih rendah (P<0.05). Pada saat benih disimpan selama seminggu, terlihat bahwa daya kecambah tertinggi terdapat pada saat benih tidak diinjeksi dengan CO 2. Penginjeksian CO 2 justru mengakibatkan penurunan daya kecambah. Pengaruh penginjeksian CO 2 justru semakin terlihat ketika dilakukan penyimpanan selama 2 minggu. Penginjeksian dengan taraf 10%-30% menghasilkan daya kecambah lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa injeksi pada umur simpan 2 minggu. Penginjeksian CO 2 masing-masing 10%, 20% dan 30% tidak berpengaruh nyata terhadap daya kecambah benih yang disimpan 2 minggu. Kemunduran daya kecambah yang terjadi 22

dari minggu ke minggu melambat apabila diinjeksi dengan kadar 30%. Benih yang tidak diinjeksi CO 2 mengalami kemunduran yang cepat. Sehingga apabila kita ingin menyimpan benih selama 2 minggu, maka penginjeksian CO 2 dengan kadar 30% memiliki kecenderungan lebih mampu mempertahankan daya kecambah benih daripada pemberian dengan kadar lain. Semakin lama benih disimpan maka daya kecambah semakin rendah seperti yang terdapat pada data periode penyimpanan 1 dan 2 minggu (P<0.05) sehingga pernyataan Justice dan Bass (2002) yang menyatakan bahwa daya kecambah benih semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur simpan benih masih berlaku walaupun terjadi interaksi. Hubungan antar taraf penginjeksian CO 2 terhadap daya kecambah benih berdasarkan periode simpan pada umur kecambah 14 hari menampilkan persamaan dalam bentuk linear. Hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 3. Hubungan antara penginjeksian CO 2 ( = 0%, = 10%, =20%, X = 30%) terhadap daya kecambah benih berdasarkan periode simpan pada umur kecambah 14 hari. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ada interaksi antara taraf CO 2 (Penginjeksian CO 2 ) dan waktu penyimpanan (periode simpan) terhadap daya kecambah benih pada umur kecambah 14 hari. Nilai R 2 yang dicapai pada taraf 0% adalah 0,995 (99,5%) dengan persamaan Y= -8,5x + 25,16. Nilai R 2 yang dicapai pada taraf 10% adalah 0,887 (88,7%) dengan persamaan Y= -13x + 33,33. Nilai R 2 yang dicapai pada taraf 20% adalah 0,939 (93,9%) dengan persamaan Y= -6,25x + 21,58. Nilai R 2 yang dicapai pada taraf 30% adalah 0,610 (61%) dengan persamaan Y= -6,5x + 27. Hal ini berarti apabila benih tidak disimpan sama sekali maka 23

menghasilkan daya kecambah sebesar 25,16% untuk taraf 0% CO 2, 33,33% untuk taraf 10% CO 2, 21,58% untuk taraf 20% CO 2 dan 27% untuk taraf 30% CO 2. Setiap penambahan waktu simpan selama 1 minggu akan menghasilkan penurunan daya kecambah sebesar 8,5% untuk taraf 0% CO 2, 13% untuk taraf 10% CO 2, 6,25% untuk taraf 20% CO 2 dan 6,5% untuk taraf 30% CO 2. Sehingga penginjeksian terbaik berdasarkan daya kecambah awal yang tinggi dan penurunan daya kecambah terendah adalah pada penginjeksian CO 2 sebesar 30%. Infeksi Cendawan Benih yang baik untuk disimpan adalah benih yang sudah masak, berukuran dan berbentuk baik, serta tak ada luka mekanis dan mikroorganisme penyimpanan. Penularan penyakit melalui benih yang hingga sekarang paling banyak diketahui disebabkan oleh cendawan. Bagian-bagian dari cendawan tersebut seperti spora atau miselium dapat berada pada permukaan benih ataupun jaringan benih sebagai resting mycelium. Sklerotia cendawan dapat tercampur dengan benih dan dapat mengganti isi benih tersebut menjadi benih yang mengandung cendawan (Warnockd, 1971). Benih yang belum masak komposisi kimiawinya belum seimbang sehingga mudah dimasuki mikroorganisme dan cendawan penyimpanan yang membuat benih tidak akan bertahan selama penyimpanan (Pollock, 1961). Pada saat benih dikecambahkan, cendawan tumbuh pada benih yang kurang mampu untuk bertahan hidup. Cendawan tersebut umumnya muncul karena kelembaban dan kadar air di media perkecambahan tinggi (Nurdin, 2003). Pengamatan terhadap benih yang diinfeksi cendawan dilakukan tiga kali masing-masing pada umur kecambah 4, 7 dan 14 hari. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada saat umur kecambah 4, 7 dan 14 hari, taraf CO 2 (penginjeksian CO 2 ) memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dan waktu penyimpanan (lama penyimpanan) memberikan pengaruh nyata dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata (P<0,05). Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa taraf injeksi CO 2 tidak memberikan pengaruh nyata terhadap benih yang terinfeksi cendawan (P<0,05). Pada Tabel 5 terlihat bahwa pemberian CO 2 dengan kadar 30% lebih mampu mengurangi infeksi cendawan pada benih daripada pemberian dengan kadar lain walaupun hasil uji Duncan memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat pada 24

penginjeksian dengan kadar 30% yang mana rata-rata persentase benih yang terinfeksi cendawan lebih rendah dibanding perlakuan yang lain baik pada umur kecambah 4, 7 dan 14 hari. Superskrip menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dikarenakan standar deviasi yang tinggi sehingga tidak ada pembatas yang jelas antara pengaruh penginjeksian CO 2 dengan taraf yang berbeda-beda. Banyak pengamatan telah menunjukkan bahwa konsentrasi CO 2 yang tepat, dapat menghambat perkecambahan dan pertumbuhan beberapa jenis cendawan yang menyerang. Hal ini disebabkan karena pemberian gas CO 2 pada suatu media penyimpanan membuat kadar oksigen berkurang sehingga dapat mengurangi proses pertumbuhan cendawan dan mikroorganisme lain yang juga membutuhkan oksigen dalam kelangsungan hidupnya (Muchtadi, 1992). Tabel 5. Pengaruh Penginjeksian CO 2 dan Periode Simpan terhadap Benih Terinfeksi Cendawan Perlakuan Umur Kecambah (hari) 4 7 14 Infeksi Cendawan (%) Kadar CO 2 0% 24.2±21.5 a 28.2±22.0 a 30.8±24.0 a 10% 26.2±22.0 a 28.8±23.5 a 31.8±24.0 a 20% 25.2±22.3 a 28.8±23.2 a 31.5±23.2 a 30% 16.2±18.9 a 18.5±19.4 a 23.3±20.6 a Periode 0 minggu 1.4±1.6 c 2.1±2.1 c 4±2.5 c 1 minggu 27.1±20.9 b 31.6±20.1 b 34.6±18.8 b 2 minggu 40.3±9.9 a 44.1±9.3 a 49.5±9.0 a Ket. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%. Pengaruh dari periode penyimpanan terhadap pertumbuhan cendawan sangat nyata saat kecambah berumur 4, 7 dan 14 hari. Pengamatan dari tabel 7 menunjukkan bahwa semakin lama disimpan, maka benih yang diserang oleh cendawan semakin banyak. Persentase cendawan tertinggi terdapat pada umur kecambah 14 hari dengan waktu simpan 2 minggu yang mencapai 49.5%. Angka ini sangat berbeda dengan benih yang tanpa disimpan dan benih yang disimpan selama 1 minggu. Hal yang sama terjadi pada saat umur kecambah 4 dan 7 hari yang mana persentase cendawan tertinggi terjadi apabila kita menyimpan benih selama 2 minggu (P<0.05). Dalam hal 25

ini, benih yang tidak mengalami masa penyimpanan memberikan hasil yang lebih baik daripada benih yang disimpan dalam hal penekanan pertumbuhan cendawan. Cendawan yang terbawa oleh benih dapat bertahan lama selama proses penyimpanan (Sugiharso et al., 1980). Cendawan yang menyerang semakin banyak seiring dengan semakin lamanya penyimpanan dikarenakan karena vigor benih sebelum penyimpanan lebih tinggi dibanding benih yang yang sudah disimpan. Hal ini sependapat dengan pernyataan Moore (1955) bahwa puncak dari vigor kehidupan benih dicapai sewaktu benihnya masak. Namun setelah masak, vigornya semakin berkurang karena benih mengalami proses penuaan. Akibatnya, ketahanan benih berkurang dan gampang diserang cendawan. Tinggi Hopokotil Hipokotil adalah semai antara batang dan akar yang akan menjadi calon batang. Struktur kecambah yang umum diamati yaitu tinggi hipokotil (Suita, 2008). Semakin tinggi vigor maka kekuatan perkecambahan menjadi lebih baik. Tinggi hipokotil kecambah dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan sejak benih dikecambahkan. Semakin lama benih berkecambah mengindikasikan bahwa vigor benih semakin berkurang sehingga kecambah pendek, ukuran daun kecambah kecil, hipokotilnya pendek dan volume akar kecil (Ardian, 2008). Pengamatan terhadap tinggi hipokotil dilakukan tiga kali masing-masing pada umur kecambah 4, 7 dan 14 hari. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada saat umur kecambah 4 hari, taraf CO 2 memberikan pengaruh nyata, waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi hipokotil (P<0,05). Pada umur kecambah 7 hari, taraf CO 2 ) memberikan pengaruh tidak berbeda nyata, waktu penyimpanan (lama penyimpanan) memberikan pengaruh nyata dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi hipokotil (P<0,05). Hasil yang berbeda ditunjukkan pada saat umur kecambah 14 hari yaitu taraf CO 2 (penginjeksian CO 2 ) memberikan pengaruh tidak berbeda nyata, waktu penyimpanan (lama penyimpanan) dan interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi hipokotil (P<0,05). 26

Gambar dibawah menunjukkan perbandingan antara tinggi kecambah pada saat umur kecambah berusia 4, 7 dan 14 hari. Pada saat umur kecambah 14 hari terlihat bahwa kotiledon dari kecambah mulai hijau yang menandakan terbentuknya daun. Pada saat itu kecambah sudah layak dipindahkan ke lapang untuk ditanam. (a) (b) (c) Gambar 4. Perbandingan tinggi kecambah umur 4 hari (a), 7 hari (b) dan 14 hari (c). Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa pengaruh taraf penginjeksian CO 2 tidak terlihat berpengaruh nyata pada tinggi hipokotil kecambah kecuali pada kadar 30% umur kecambah 4 hari. Tabel 6. Pengaruh Penginjeksian CO 2 dan Periode Simpan terhadap Tinggi Hipokotil Kecambah Umur Kecambah (hari) Perlakuan 4 7 Tinggi Hipokotil (cm) Kadar CO2 0% 0.7±0.2 b 2.2±1.2 a 10% 0.7±0.2 b 1.8±0.9 a 20% 0.7±0.2 b 1.9±1.4 a 30% 0.9±0.3 a 1.6±0.8 a Periode 0 minggu 0.9±0.2 a 0.9±0.2 c 1 minggu 0.7±0.2 b 2.1±0.5 b 2 minggu 0.7±0.2 b 2.7±1.2 a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%. Tanda * menandakan terjadi interaksi (P<0.05) antara taraf CO2 dan waktu penyimpanan. Pada umur 4 hari, panjang kecambah pada kadar CO 2 30% lebih baik daripada tinggi hipokotil yang lainnya. Hal ini disebabkan karena proses pertumbuhan kecambah lebih cepat sehingga pada saat pengamatan terlihat jelas 27

bahwa rata-rata tinggi hipokotil kecambah lebih baik (P<0.05). Namun hal tersebut tidak dilanjutkan pada saat umur benih 7 dan 14 hari karena rata-rata tinggi hipokotil tidak berbeda nyata dengan kadar CO 2 yang lain. Penginjeksian CO 2 tidak mempengaruhi tinggi hipokotil karena tingginya tidak berbeda nyata dengan benih yang tidak diinjeksi dengan CO 2. Pengaruh yang sangat nyata terlihat pada pengaruh periode penyimpanan benih terhadap tinggi hipokotil kecambah (P<0.05) seperti yang terlihat pada Tabel 6. Untuk umur kecambah hari ke-14 dibahas secara terpisah karena ada interaksi terhadap tinggi hipokotil antara penginjeksian CO 2 dengan lama penyimpanan. Hasil yang terlihat pada benih yang tidak disimpan (periode 0 minggu) memperlihatkan bahwa pada awal perkecambahan yaitu umur 4 hari, terlihat tingginya lebih baik dibanding dengan periode penyimpanan 1 dan 2 minggu. Memasuki umur kecambah hari ke 7, tingginya malah lebih rendah dibanding dengan benih yang mengalami masa penyimpanan. Hal yang berkebalikan dilihat pada benih yang disimpan selama 1 dan 2 minggu (P<0.05). Tinggi pada saat kecambah berumur 7 hari dari benih yang disimpan lebih baik dibanding dengan benih yang tidak disimpan. Terlihat bahwa kecepatan awal pertumbuhan benih yang disimpan lebih baik daripada benih yang tidak disimpan. Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat Harjadi (1979) yang menyatakan bahwa kecepatan tumbuh benih dapat pula menjadi petunjuk perbedaan kekuatan tumbuh. Benih yang tumbuh duluan menandakan vigor yang lebih bagus sehingga dalam masa pertumbuhan kecambah akan lebih baik. Hal ini berkorelasi positif dengan tinggi hipokotil. Kesalahan mungkin terjadi karena keragaman pada penelitian tentang benih tinggi. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara penginjeksian CO 2 dengan periode penyimpanan terhadap tinggi hipokotil kecambah yang terjadi pada saat kecambah berusia 14 hari. Berdasarkan uji Duncan, kombinasi perlakuan terbaik terdapat pada kadar CO 2 30% dengan lama waktu simpan 0 minggu dengan rata-rata panjang adalah 4,2 cm. Benih yang tidak disimpan memiliki tinggi hipokotil kecambah yang lebih baik dibanding dengan benih yang disimpan pada kadar CO 2 0%, 10%, 20% maupun 30%. Hipokotil tertinggi didapat pada saat penginjeksian CO 2 dengan taraf 30%. 28

Kadar Tabel 7. Interaksi antara Penginjeksian CO 2 dan Periode Penyimpanan pada Umur Kecambah 14 Hari terhadap Tinggi Hipokotil (cm) Periode Penyimpanan CO2 0 minggu 1 minggu 2 minggu 0% 3.7±0.6 ab 3.8±0.5 ab 3.1±0.4 bcd 10% 3.7±0.2 ab 2.7±0.5 d 2.8±0.4 cd 20% 3.7±0.7 abc 3.5±0.7 abcd 3.0±0.5 bcd 30% 4.2±0.6 a 2.7±0.9 d 3.6±0.3 abc Keterangan. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%. Pada penyimpanan benih selama seminggu terlihat bahwa benih yang tidak diinjeksi dengan CO 2 memberikan tinggi hipokotil yang lebih baik dan pada penyimpanan 2 minggu penginjeksian dengan kadar 30% menghasilkan hipokotil yang tinggi. Sehingga didapat bahwa pada umur kecambah hari ke 14, kombinasi yang terbaik adalah benih yang diinjeksi CO 2 dengan kadar 30% tanpa mengalami masa penyimpanan. Pengaruh karbon dioksida signifikan terhadap tinggi hipokotil kecambah apabila benih tersebut tidak disimpan. Hubungan antar taraf penginjeksian CO 2 terhadap panjang kecambah benih berdasarkan periode simpan pada saat kecambah berusia 14 hari menampilkan persamaan dalam bentuk linear. Hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah. Gambar 5. Hubungan antara penginjeksian CO 2 ( = 0%, = 10%, =20%, X = 30%) terhadap panjang kecambah berdasarkan periode simpan pada umur kecambah 14 hari. 29

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ada interaksi antara taraf CO 2 (Penginjeksian CO 2 ) dan waktu penyimpanan (periode simpan) terhadap panjang kecambah benih pada umur kecambah 14 hari. Nilai R 2 yang dicapai pada taraf 0% adalah 0,592 (59,2%) dengan persamaan Y= -0,249x + 3,822. Nilai R 2 yang dicapai pada taraf 10% adalah 0,637 (63,7%) dengan persamaan Y= -0,412x + 3,490. Nilai R 2 yang dicapai pada taraf 20% adalah 0,919 (91,9%) dengan persamaan Y= -0,329 + 3,718. Nilai R 2 yang dicapai pada taraf 30% adalah 0,161 (16,6%) dengan persamaan Y= -0,295x + 3,760. Hal ini berarti apabila benih tidak disimpan sama sekali maka menghasilkan tinggi hipokotil sebesar 3,822 cm untuk taraf 0% CO 2, 3,490 cm untuk taraf 10% CO 2, 3,718 cm untuk taraf 20% CO 2 dan 3,760 cm untuk taraf 30% CO 2. Setiap penambahan waktu simpan selama 1 minggu akan menghasilkan penurunan tinggi hipokotil sebesar 0,249 cm untuk taraf 0% CO 2, 0,412 cm untuk taraf 10% CO 2, 0,329 cm untuk taraf 20% CO 2 dan 0,295 cm untuk taraf 30% CO 2. Berdasarkan tinggi hipokotil awal dan penurunan tinggi hipokotil setelah disimpan, benih yang tanpa diinjeksi CO 2 menghasilkan tinggi hipokotil yang bagus diikuti oleh pemberian dengan kadar 30%. 30