UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN DI DESA CIJELAG KABUPATEN SUMEDANG

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

Daya Hasil Galur-Galur Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun di Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

EVALUASI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN DI KECAMATAN CIRANJANG KABUPATEN CIANJUR

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERAKITAN KULTIVAR KACANG TANAH TAHAN PENYAKIT KAPASITAS SOURCE-SINK SEIMBANG UNTUK

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Varietas TAKAR-1 (GH 4) Edisi 5-11 Juni 2013 No.3510 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK ZURIAT GENERASI LANJUT HASIL PERSILANGAN KACANG TANAH VARIETAS GAJAH DAN GP-NC WS4

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Peningkatan Produktivitas Kacang. Keseimbangan Source dan Sink

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

Universitas Sumatera Utara

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot. 100 cm. 15 cm. x x x x. 40 cm. 200 cm. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

V2K1 V3K0 V2K3 V2K2 V3K2 V1K3 V2K1 V2K0 V1K1

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

EVALUASI DAYA HASIL, KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BERCAK DAUN, DAN KAPASITAS SOURCE-SINK PLASMA NUTFAH KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI OLEH DEDI PRASETYO A

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT

UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

P0V3 P2V4 P1V5. Blok II A B P1V2 P2V1 P0V5 P1V1 P0V1 P2V3

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

RINGKASAN WAHYU JUNAEDI.

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1

Lampiran 1. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Jerapah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

KORELASI ANTARA KANDUNGAN KLOROFIL, KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BERCAK DAUN DAN DAYA HASIL PADA KACANG TANAH ABSTRAK

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

I. BAHAN DAN METODE. Bahan-bahan penelitian yaitu benih varietas Kancil dan Singa yang merupakan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai memiliki biji berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji.

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Lampung mulai bulan September 2012 sampai Juni 2013.

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

Transkripsi:

i UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN DI DESA CIJELAG KABUPATEN SUMEDANG NIKEN KHUSNUL TRI LESTARI A24080041 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i

ii RINGKASAN NIKEN KHUSNUL TRI LESTARI. Uji Daya Hasil Galur-Galur Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun di Desa Cijelag Kabupaten Sumedang (Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU E.K) Bercak daun merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan penurunan produksi kacang tanah yang cukup besar. Penggunaan varietas unggul yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil tinggi merupakan salah satu pengendalian yang efektif untuk digunakan. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi daya hasil 16 galur GWS kacang tanah tahan penyakit bercak daun, hasil persilangan antara varietas Gajah dan galur introduksi GPNC-WS 4. Penelitian dilaksanakan di Desa Cijelag, Kabupaten Sumedang pada bulan Maret sampai bulan Juni 2012. Bahan tanam yang digunakan adalah 16 galur GWS kacang tanah dan empat varietas pembanding yaitu Gajah, Sima, Jerapah, dan Zebra Putih. Gajah adalah varietas pembanding yang rentan terhadap penyakit bercak daun, sedangkan tiga lainnya yaitu Sima, Jerapah, dan Zebra Putih merupakan varietas pembanding yang toleran terhadap penyakit bercak daun. Percobaan disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor yaitu 20 genotipe kacang tanah dengan tiga ulangan. Terhadap data yang diperoleh dilakukan uji kenormalan dengan metode Andersson-Darling. Transformasi dilakukan pada data yang menunjukkan sebaran tidak normal. Selanjutnya data yang telah memiliki sebaran normal diolah dengan uji-f, perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji t-dunnett pada taraf nyata 5%. Analisis data lainnya digunakan untuk menduga nilai heritabilitas arti luas dan korelasi antar karakter yang diamati. Berdasarkan uji Andersson-Darling, terdapat tiga peubah yang memiliki sebaran data yang normal yaitu peubah bobot polong total, bobot polong bernas, dan bobot seratus butir biji. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa karakter tinggi tanaman dan jumlah cabang berbeda nyata pada taraf 5%. Hasil evaluasi dari daya hasil terhadap 16 galur generasi lanjut hasil persilangan antara varietas Gajah x galur intoduksi GP-NC WS4 untuk ii

iii ketahanannya terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil tinggi, diperoleh Galur GWS 110A2, 73D, 110A1, 39D, 18A1, 134A1, dan 39B sebagai galur yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan daya hasil lebih tinggi dibandingkan varietas Gajah. Pemilihan galur GWS terbaik didasarkan pada galur-galur yang memiliki nilai tengah tertinggi dibandingkan varietas Gajah untuk karakter persentase panjang batang utama berdaun hijau tua, jumlah polong total, dan jumlah polong bernas. Ketiga karakter tersebut merupakan karakter yang dipilih untuk kriteria seleksi ketahanan dan daya hasil. iii

iv UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN DI DESA CIJELAG KABUPATEN SUMEDANG Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor NIKEN KHUSNUL TRI LESTARI A24080041 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv

v Judul Nama NIM : UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN DI DESA CIJELAG KABUPATEN SUMEDANG : NIKEN KHUSNUL TRI LESTARI : A24080041 Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK., MS NIP. 19631107 198811 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003 Tanggal Lulus : v

vi RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 8 April 1991 di Kota Semarang. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Ratum dan Siti Susaeni. Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas di Kota Purwokerto, Provinsi Jawa Tengah. Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan di TK Pertiwi, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SD Negeri 1 Notog. Tahun 2005 lulus dari SMP Negeri 1 Patikraja, kemudian pada tahun 2008 lulus dari SMA Negeri 4 Purwokerto. Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2008. Selama kuliah, penulis aktif dalam organisasi Asrama Putri Darmaga dan mengikuti berbagai macam kepanitiaan yang diadakan oleh Asrama Putri Darmaga dan kepanitiaan MPD (masa Pengenalan Departemen) Agronomi dan Hortikultura. vi

vii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat kesehatan dan segala kemudahan yang diberikan-nya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian yang berjudul uji daya hasil galur-galur kacang tanah (Arachis hypogeal L.) tahan penyakit bercak daun di desa Cijelag Kabupaten Sumedang. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E. K., MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penyusunan skripsi ini dan Ir. Endang Sjamsudin, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan selama proses belajar. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ke dua orang tua dan kepada keluarga besar (Purwokerto dan Sumedang) yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan bantuan (Hendriyana Rachman, Lidya Oktaviani, Emilia Tri. W, Rezky. Y, Novita, Anita P, Yeni Rachel, dan teman-teman Asrama Putri Darmaga). Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Bogor, 25 September 2012 Penulis vii

viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR...x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN...1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA...3 Syarat Tumbuh... 3 Penyakit Bercak Daun... 4 Kriteria Seleksi untuk Perakitan Varietas Tahan terhadap Penyakit Bercak Daun dan Berdaya Hasil Tinggi... 5 BAHAN DAN METODE...8 Waktu dan Tempat... 8 Bahan dan Alat... 8 Metode Penelitian... 8 Pelaksanaan Kegiatan... 9 Pengamatan... 9 Analisis Data... 10 HASIL DAN PEMBAHASAN...12 Kondisi Umum... 12 Keragaan Karakter Genotipe-Genotipe yang Diuji... 15 Karakter Vegetatif dan Ketahanan Terhadap Penyakit Bercak Daun... 16 Karakter Hasil dan Komponen Hasil... 18 Korelasi antar Karakter yang Diamati... 21 Seleksi terhadap Galur-Galur GWS Terbaik... 23 KESIMPULAN...26 DAFTAR PUSTAKA...26 LAMPIRAN...30 viii

ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Analisis ragam percobaan dengan RKLT... 10 2. Curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu udara selama penanaman... 13 5. Nilai tengah jumlah polong (total, bernas, cipo), dan bobot 100 butir biji pada 20 genotipe kacang tanah... 19 6. Nilai tengah bobot polong (total, bernas, dan cipo) dan bobot biji total 20 genotipe kacang tanah... 20 7. Koefisien korelasi pearson antar karakter pada galur-galur kacang tanah tahan penyakit bercak daun... 22 8. Nilai duga heritabilitas dan koefisien korelasi enam karakter yang menjadi kriteria seleksi daya hasil pada 20 genotipe kacang tanah... 24 ix

x DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Hama yang menyerang kacang tanah...13 2. Gejala serangan hama dan gejala penyakit pada kacang tanah...14 x

xi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Curah hujan bulan selama penanaman...31 2. Suhu udara harian selama penanaman...32 3. Rekapitulasi analisis ragam karakter-karakter pengamatan...33 4. Hasil analisis tanah di Desa Cijelag Kabupaten Sumedang...35 xi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang tanah merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting di Indonesia dalam pola menu makanan di masyarakat. Luas pertanaman kacang tanah di Indonesia (539,459 ha) menempati urutan keempat setelah padi (13,203,643 ha), jagung (3,864,692 ha), dan kedelai (622,254 ha) (BPS, 2011). Kebutuhan dalam negeri akan produk kacang tanah terus meningkat, namun besarnya kebutuhan ini tidak diikuti oleh peningkatan produksi. Total produksi kacang tanah dalam lima tahun terakhir (2006 sampai 2011) terus mengalami penurunan dari 838,096 ton menjadi 77,335 ton (BPS, 2011). Hal ini menyebabkan masih dilakukannya impor untuk memenuhi kebutuhan nasional kacang tanah. Pada tahun 2006, volume impor kacang tanah mencapai 164,000 ton dengan nilai US$ 54 juta, tahun 2007 sebanyak 173,000 ton dengan nilai US$ 62 juta, tahun 2008 sebanyaks 205,000 ton dengan nilai US$ 99.6 juta (Medan Bisnis, 2011). Salah satu penyebab rendahnya produksi kacang tanah di Indonesia adalah serangan hama dan penyakit. Penyakit utama yang menyerang kacang tanah adalah bercak daun. Menurut Hadiningsih (1993), penyakit ini mampu menurunkan hasil kacang tanah berkisar antara 20-75%. Penyakit bercak daun disebabkan oleh serangan cendawan Cercospora aradichola dan Cercospororidium personatum. Gejala dari penyakit bercak daun hitam berupa bercak-bercak berbentuk bulat berwarna hitam berdiameter 1-10 mm yang memiliki halo tipis berwarna kuning. Perakitan varietas baru yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil tinggi merupakan alternatif cara pengendalian yang efektif untuk digunakan. Zuriat hasil persilangan antara varietas Gajah x galur intoduksi GP- NC WS4 merupakan salah satu persilangan yang diarahkan untuk merakit varietas yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil tinggi. Penelitian dalam kurun waktu 2010-2011 yang mengevaluasi daya hasil dari 16 galur generasi lanjut hasil persilangan antara varietas Gajah x galur intoduksi GP-NC 1

2 WS4 telah mendapatkan galur-galur yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap penyakit bercak daun. Menurut Allard (1960), hasil evaluasi dari uji daya hasil galur di beberapa lokasi berfungsi untuk mengetahui manfaat suatu genotipe sehingga dapat diperoleh suatu genotipe yang dapat dijadikan sebagai varietas budidaya baru, genotipe-genotipe yang perlu tindakan seleksi lebih lanjut, dan genotipe yang dapat dijadikan tetua dalam hibridisasi selanjutnya. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian yang mengevaluasi daya hasil dari 16 galur tersebut di Desa Cijelag agar dapat diperoleh varietas yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil tinggi. Desa Cijelag terpilih sebagai tempat diadakannya percobaan ini karena Cijelag merupakan salah satu sentra produksi kacang tanah di Kabupaten Sumedang. Selain itu, Desa Cijelag memiliki topografi dan iklim yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil 16 galur generasi lanjut kacang tanah tahan terhadap penyakit bercak daun hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, di Desa Cijelag, Kabupaten Sumedang. Hipotesis Terdapat sedikitnya satu galur generasi lanjut berdaya hasil lebih tinggi dan lebih tahan penyakit bercak daun dibandingkan dengan varietas pembanding. 2

3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (ph) tanah yang optimal untuk pertumbuhan kacang tanah adalah sekitar 6.5 sampai 7.0. Apabila ph tanah lebih dari 7.0, maka daun akan berwarna kuning akibat kekurangan suatu unsur hara (N, S, Fe, Mn) dan sering menimbulkan bercak hitam pada polong (Adisarwanto, 2001). Pada jenis tanah berstruktur berat seperti Vertisol, kacang tanah masih dapat tumbuh dengan baik. Kendala yang sering dihadapi pada tanah jenis ini adalah banyaknya polong yang tertinggal di dalam tanah sehingga menurunkan hasil. Kacang tanah memberikan hasil terbaik jika di tanam pada tanah remah dan berdrainase baik, terutama di tanah berpasir. Tanah berstuktur ringan memudahkan penembusan ginofor ke dalam tanah dan perkembangan polong (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Pada tanah Alfisol kendala yang sering dihadapi adalah tingginya ph tanah. Rendahnya kadar unsur Fe dan tingginya ph menjadi pembatas (penyebab rendahnya) produktivitas kacang tanah pada tanah Alfisol. Keseimbangan unsur Fe dengan unsur mikro lainnya dan rendahnya unsur Ca, juga menjadi penyebab rendahnya produktivitas kacang tanah. Kahat unsur P pada tanah ini terjadi pada tanah ber-ph tinggi dan kaya unsur Ca. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kacang tanah pada sebagian besar tanah Alfisol adalah melalui pemupukan N dan P (Taufiq, 1999). Iklim Suhu dan panjang hari (fotoperiode) mempunyai peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan kacang tanah. Ketring (1979) melaporkan bahwa tanaman kacang tanah yang mengalami fotoperiode yang panjang (16 jam) lebih meningkatkan pertumbuhan vegetatif daripada pertumbuhan reproduktif. Kacang tanah dapat tumbuh baik pada suhu 28 sampai 32 0 C. Suhu di bawah 10 0 C akan 3

4 menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit terhambat, bahkan tanaman menjadi kerdil yang disebabkan oleh pertumbuhan bunga yang kurang sempurna (Menegristek, 2011). Perbandingan antara suhu siang dan suhu malam dalam tanah juga mempegaruhi pertumbuhan dan hasil kacang tanah. Golombek dan Johansen (1997) menguji pertumbuhan dan hasil kacang tanah pada empat suhu tanah yang berbeda yaitu 20/14 o C (suhu siang/suhu malam), 26/20 o C, 32/26 o C, dan 38/32 o C. Peningkatan suhu tanah dari 20/14 o C sampai 32/26 o C menurunkan biomassa daun, batang dan akar lateral. Suhu tanah 26/20 o C (suhu siang/suhu malam) dan 32/26 o C memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan kacang tanah yang diberi perlakuan 20/14 o C. Keragaman dalam jumlah dan distribusi curah hujan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pencapaian hasil kacang tanah. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kacang tanah antara 800-1,300 mm per tahun. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan rontok dan bunga tidak terserbuki oleh lebah. Selain itu, hujan yang terus-menerus akan meningkatkan kelembaban di sekitar pertanaman kacang tanah (Menegristek, 2011). Penyakit Bercak Daun Penyakit bercak daun disebabkan oleh serangan cendawan Cercospora aradichola dan Cercospororidium personatum. Tingkat kehilangan hasil akibat penyakit ini cukup besar. Ditingkat petani, penyakit bercak daun dikenal dua macam penyakit bercak daun yaitu bercak daun awal (early leafspot) yang disebabkan oleh Cercospora aradichola dan penyakit bercak daun akhir (late leafspot) yang disebabkan oleh Cercospororidium personatum. Gejala awal dari penyakit bercak daun awal (early leafspot) adalah munculnya bercak bulat berwarna coklat tua sampai hitam pada permukaan bawah daun dan coklat kemerahan sampai hitam pada permukaan atas daun. Pada daun terdapat halo berwarna kuning jelas. Gejala mulai timbul pada awal pertumbuhan, yaitu sejak tanaman berumur 3 sampai 4 minggu setelah tanam (MST). Tanaman yang terserang berat, daunnya mengering, rontok, dan batangnya berwarna kehitaman (Deptan, 2000). 4

5 Gejala bercak daun akhir (late leafspot) mulai terlihat pada tanaman yang telah berumur 6 sampai 8 MST. Bercak yang timbul mirip dengan bercak daun awal, tetapi warnanya kehitaman dan memiliki halo tipis berwarna kuning. Gejala serangan penyakit bercak daun akhir juga menyerang tangkai daun dan batang. Tanaman yang terserang berat, daunnya akan kering dan rontok (Adisarwanto, 2001). Perkembangan penyakit bercak daun sangat didukung oleh kelembaban udara yang tinggi (95%) dengan kisaran suhu 12-33 o C (Sumartini, 2008). Kondisi suhu yang agak tinggi (25-30 o C) dengan kelembaban relatif yang tinggi akan mempercepat proses infeksi dan perkembangan penyakit ini. Infeksi jamur bercak daun dapat terjadi melalui kedua sisi daun dengan cara penetrasi langsung menembus sel-sel jaringan epidermis atau melalui mulut daun (stomata). Infeksi pada daun banyak melalui epidermis atas (Saleh, 2010). Cara pengendalian penyakit bercak daun dapat dilakukan melalui menghilangkan atau mengurangi sumber inokulum, memanipulasi faktor lingkungan untuk mengurangi laju infeksi, serta memanipulasi waktu dan peluang terjadinya infeksi. Menanam varietas tahan merupakan cara yang efektif dalam mengendalikan penyakit bercak karena dapat mengurangi penggunaan fungisida. Beberapa varietas unggul kacang tanah seperti Rusa, Anoa, Kelinci, dan Badak mempunyai sifat tahan/toleran terhadap penyakit bercak daun dan karat. Varietas Panter, Singa, dan Jerapah bersifat toleran dan agak tahan terhadap bercak daun dan karat. Dua varietas unggul baru kacang tanah yang dilepas pada tahun 2001 yaitu Turangga dan Kancil masing-masing bersifat agak tahan terhadap penyakit bercak daun dan karat (Saleh, 2010). Kriteria Seleksi untuk Perakitan Varietas Tahan terhadap Penyakit Bercak Daun dan Berdaya Hasil Tinggi Sifat tahan memiliki korelasi genotipik dan fenotipik negatif nyata dengan daya hasil (Yudiwanti et al., 1998). Hal inilah yang menjadi kendala dalam perakitan varietas tahan dan berdaya hasil tinggi. Galur-galur yang tahan selalu tersingkir dalam proses seleksi karena memiliki hasil yang rendah dibandingkan galur yang rentan. Menurut Yudiwanti (2006), korelasi negatif antara sifat tahan dengan daya hasil disebabkan oleh peran antagonis stomata terhadap daya hasil 5

6 dan tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Stomata yang membuka sempit dengan kerapatan rendah mendukung tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun karena dapat menurunkan peluang penetrasi patogen melalui stomata, akan tetapi karakter yang sama mengurangi difusi karbondioksida ke dalam daun sehingga kapasitas fotosintesis berkurang dan akibatnya daya hasilnya lebih rendah. Pemilihan karakter utama sebagai kriteria seleksi untuk mengembangkan varietas kacang tanah yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil tinggi terus dilakukan. Yudiwanti et al. (2007) melaporkan bahwa kandungan klorofil dan persentase panjang batang utama bebas serangan bercak daun berkorelasi positif dengan bobot biji per tanaman. Hal ini menunjukan bahwa karakter tersebut dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi yang berkaitan dengan ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Karakter kandungan klorofil secara visual ditunjukan oleh tingkat kehijauan daun, sehingga tingkat kehijauan daun dapat digunakan sebagai kriteria seleksi tidak langsung untuk ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Warna daun hijau tua mencerminkan tingkat ketahanan yang tinggi terhadap penyakit bercak daun karena kadar karotenoidnya yang tinggi. Karotenoid bersifat protektif terhadap efek merusak dari toksin cercosporin yang dihasilkan oleh patogen bercak daun. Oleh karena itu, kandungan karotenoid yang tinggi dalam daun yang lebih hijau diduga berperan dalam meningkatkan ketahanan tanaman kacang tanah terhadap penyakit bercak daun (Yudiwanti, 2007). Pemilihan karakter kuantitatif yang berkorelasi positif nyata terhadap daya hasil serta memiliki nilai duga heritabilitas yang tinggi juga penting dalam penentuan karakter seleksi untuk membentuk varietas yang berdaya hasil tinggi. Suatu karakter kuantitatif berpotensi diperbaiki melalui seleksi bila karakter tersebut memiliki nilai duga heritabilitas tinggi dan koefisien keragaman genetik yang luas (Yudiwanti dan Sutina, 2004). Arfansah (1999) melaporkan bahwa karakter jumlah polong total memiliki nilai duga heritabilitas yang tinggi (98.5%) dan merupakan salah satu komponen hasil yang dapat mempengaruhi hasil. Dalam kaitannya dengan penyakit bercak daun, karakter jumlah polong total merupakan karakter yang mencerminkan potensi genetik kacang tanah 6

7 terhadap penyakit bercak daun. Hal ini karena penyakit bercak daun berkembang pada pertanaman setelah polong terbentuk. Oleh karena itu, pengaruh penyakit ini terhadap pengurangan hasil lebih diakibatkan oleh pengaruhnya terhadap pengurangan kemampuan tanaman dalam pengisian polong, bukan terhadap pengurangan jumlah polong. Di lain pihak, karena polong terbentuk sebelum penyakit berkembang pada tanaman, maka jumlahnya kurang dipengaruhi oleh serangan patogen. Oleh karena itu, karakter jumlah polong total lebih mencerminkan potensi genetik daya hasil genotipe kacang tanah berkaitan dengan penyakit bercak daun (Yudiwanti et al., 1998). 7

8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2012 di desa Cijelag kabupaten Sumedang dengan ketinggian tempat 40 meter diatas permukaan laut (dpl). Bahan dan Alat Bahan tanam yang digunakan adalah 16 galur generasi lanjut hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB yang merupakan hasil persilangan antara varietas Gajah x galur intoduksi GP-NC WS4, dan empat varietas unggul nasional yaitu varietas Gajah sebagai varietas pembanding yang rentan terhadap penyakit bercak daun dan varietas Sima, Jerapah, dan Zebra Putih sebagai varietas pembanding yang toleran terhadap penyakit bercak daun. Bahan lain yang digunakan adalah insektisida berbahan aktif karbofuran dengan dosis 15 kg per ha, pupuk kandang dengan dosis 2 ton per ha, dan pupuk NPK Phonska (15-15-15) dengan dosis 1,094 per ha. Metode Penelitian Percobaan disususun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak ( RKLT ) dengan satu faktor yaitu 20 genotipe kacang tanah. Setiap genotipe diulang sebanyak tiga kali untuk masing-masing taraf sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Satuan percobaaan berupa petakan dengan ukuran 3 m x 3 m. Adapun model linier RKLT adalah sebagai berikut: Yij = μ + αi + βj + εij Keterangan: Yij = Nilai pengamatan dari genotipe ke-i ulangan ke-j μ = Nilai rata-rata pengamatan αi = Pengaruh perlakuan ke-i ( 1, 2, 3,,20) βj = Pengaruh ulangan ke-j ( 1, 2, 3) εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan kontrol ke-i ulangan ke-j. 8

9 Pelaksanaan Kegiatan Dua minggu sebelum galur-galur yang dievaluasi ditanam, terlebih dahulu dilakukan pengolahan lahan dengan menggemburkan tanah sampai kedalaman 15-20 cm, kemudian dibuat petak percobaan sebanyak 60 petak dengan ukuran setiap petak 3 m x 3 m. Pupuk kandang yang telah masak diberikan satu minggu sebelum penanaman dengan dosis 2 ton per ha. Penanaman dilakukan dengan menggunakan jarak tanam 40 cm x 15 cm dan ditanam satu benih per lubang. Pupuk NPK Phonska diaplikasikan satu kali pada saat penanaman. Pupuk diberikan dengan cara dialur di samping lubang tanam. Selain itu, aplikasi insektisida berbahan aktif karbofuran dengan dosis 15 kg per ha juga dilakukan pada saat penanaman. Pemeliharaan mencakup penyulaman yang dilakukan pada 1 MST (Minggu Setelah Tanam), pemenuhan kebutuhan air, pembumbunan, dan penyiangan. Sistem pengairan dilakukan dengan sistem tadah hujan. Penyiangan dilakukan setiap minggu sampai tanaman berumur 5 MST dan pembumbunan dilakukan saat 5 MST. Panen dilakukan pada 96 HST (Hari Setelah Tanam). Pengeringan polong dilakukan dengan cara dijemur ± 8 jam setiap hari saat cuaca cerah selama 3 hari. Pengamatan Pengamatan untuk hasil dilakukan dengan menggunakan ubinan 1 m x 1 m pada masing-masing petak percobaan. Pengamatan untuk karakter lainnya dilakukan pada 5 tanaman contoh yang diambil secara acak dari tanaman di setiap ubinan berukuran 1 m x 1 m (17 tanaman contoh). Peubah yang diamati mencangkup: 1. Tinggi tanaman saat panen yang diukur dari batas antara batang dengan akar sampai titik tumbuh pada batang utama. 2. Jumlah cabang yang tumbuh pada tiap tanaman saat panen. 3. Persentase panjang batang utama berdaun hijau pada saat panen, dihitung dengan rumus: (panjang batang utama berdaun hijau dibagi tinggi tanaman saat panen) x 100 %. 9

10 4. Jumlah polong total, polong bernas, dan polong cipo yang dihitung setelah tanaman pada ubinan dikeringkan. 5. Bobot polong total, polong bernas, polong cipo yang dihitung setelah tanaman pada ubinan dikeringkan. 6. Bobot biji dari tanaman pada ubinan yang sudah dikeringkan. 7. Bobot 100 biji kering. Analisis Data Terhadap data yang diperoleh dilakukan uji kenormalan dengan metode Andersson-Darling. Transformasi dilakukan pada data yang menunjukkan sebaran tidak normal. Selanjutnya data yang telah memiliki sebaran normal diolah dengan uji-f, perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji t-dunnett pada taraf nyata 5%. Analisis data lainnya digunakan untuk menduga nilai heritabilitas arti luas dan korelasi antar karakter yang diamati. Tabel 1. Analisis ragam percobaan dengan RKLT SK Db KT E (KT) Ulangan r-1 M1 Perlakuan g-1 M2 σ² + rσ² g Galat (r-1)(g-1) M3 σ² Keterangan : SK : sumber keragaman KT : kuadrat tengah E (KT) : harapan kuadrat tengah db : derajat bebas r : banyaknya ulangan g : banyaknya galur Berikut ini merupakan pendugaan persamaan untuk komponen ragam: Ragam lingkungan (σ 2 e ) = M3/r Ragam genetik (σ 2 g ) = (M2 M3)/r Ragam fenotipik (σ 2 p ) = M2/r Selain itu, dilakukan analisis untuk menduga nilai heritabilitas arti luas (h 2 bs) dan analisis korelasi antar karakter yang diamati. Rumus untuk masingmasing analisis tersebut yaitu: 10

11 1. Nilai heritabilitas arti luas (h 2 bs) merupakan rasio ragam genetik terhadap ragam fenotipik dan nilai duganya ditentukan menggunakan rumus h 2 bs = σ 2 2 g / σ p 2. Analisis korelasi antar karakter yang diamati menggunakan rumus: r X i dan Y i x dan ȳ = koefisien korelasi = nilai pengamatan pada karakter-karakter yang diamati = rataan nilai pengamatan pada karakter-karakter yang diamati 11

12 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada lahan percobaan seluas 640 m 2 yang terletak pada ketinggian 40 m diatas permukaan laut (dpl). Tanah pada lokasi penelitian berstruktur liat dengan nilai ph sebesar 4.8. Menurut Adisarwanto (2001), ph optimum untuk pertumbuhan kacang tanah adalah 6.5 sampai 7.0. Kemasaman tanah sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah. Pada kondisi iklim basah seperti Indonesia bagian barat, sebagian besar kation tanah tercuci oleh air hujan, yang tertinggal adalah kation yang bersifat masam, seperti Al 3+, dan H +, sehingga tanah bersifat masam. Tanaman tidak mampu tumbuh pada tanah dengan kadar Al 3+ tinggi. Akar tanaman diselaputi oleh Al dan akar tanaman tidak dapat menyerap hara. Hara P dalam tanah maupun yang ditambahkan tidak tersedia karena diikat oleh Al. Hara K tidak tersedia karena terdesak oleh Al. Selain itu, kejenuhan Al akan rendah apabila kadar Al tanah tinggi (Balittan, 2010). Pemberian kapur pada lahan masam dapat meningkatkan ph tanah dan menurunkan Al -dd. Sumarwoto (2010) mengatakan bahwa pemberian kapur pada tanah ber Al -dd tinggi sangat diperlukan, sampai pada taraf 1 ton ha -1 kapur pertanian (kaptan) untuk setiap 1 me Al -dd per 100 g tanah. Pemberian kapur dapat meningkatkan ph tanah dari 4.55 menjadi 5.99. Selain meningkatkan ph, pemberian kaptan juga dapat meningkatkan kadar Ca dan Mg tersedia, meningkatkan KTK tanah dari 24.16 menjadi 30.81, serta menurunkan Al -dd dari 19.99 menjadi tidak terukur (sangat kecil). Curah hujan rata-rata selama penanaman kacang tanah adalah 190.233 mm dengan 13 hari hujan (hh) dan suhu rata-rata harian sebesar 30.17 o C (Tabel 2). Menurut Fachruddin (2000), suhu sangat berpengaruh terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhan awal. Pada suhu kurang dari 18 o C, laju perkecambahan rendah. Pertumbuhan kacang tanah meningkat sejalan dengan peningkatan suhu dari 20 o C menjadi 30 o C. Total curah hujan optimum selama periode pertumbuhan antara 300-500 mm. Curah hujan yang beragam dalam jumlah dan pendistribusiannya akan mempengaruhi pertumbuhan dan pencapaian hasil kacang tanah. 12

13 Pada penelitian ini, pemenuhan kebutuhan air sepenuhnya berasal dari air hujan. Pada Lampiran 1 terlihat bahwa selama fase pertumbuhan, pertanaman kacang tanah mengalami cekaman kekeringan terutama pada 40-45 HST. Irsal (2005) menyatakan bahwa tanaman kacang tanah yang terkena cekaman kekeringan setiap 7 hari sekali selama fase pertumbuhannya memiliki jumlah polong paling sedikit diantara perlakuan cekaman lainnya (1 hari sekali, 3 hari sekali, dan 5 hari sekali). Tabel 2. Curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu udara selama penanaman Bulan Suhu udara ( o C) Curah Hujan (mm) Jumlah Hari Hujan Maret 34.80 362.00 20 April 27.80 152.50 12 Mei 27.90 56.20 7 Ratarata 30.17 190.23 13 Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Jatiwangi Hama yang umum ditemukan pada lahan percobaan adalah belalang (Oxya spp.), ulat bulu (Caterpillar phenomenon), kutu (Aphis sp.), dan tikus (Rattus sp.). Serangan hama belalang, ulat bulu, dan kutu mulai terjadi pada 5 MST dan serangan mulai membahayakan pertanaman pada 7 MST. Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida Matador dengan konsentrasi 0.5-1 ml L -1. Hama tikus menyerang pada 10 MST dan sangat menurunkan hasil yang diperoleh per petak percobaan. Intensitas serangan hama tikus paling parah terjadi pada galur GWS 110D. A B C Gambar 1. Hama yang menyerang kacang tanah. (A) ulat bulu (Caterpillar phenomenon), (B) belalang (Oxya sp.), (C) kutu (Aphis sp.) 13

14 A B C D Gambar 2. Gejala serangan hama dan gejala penyakit pada kacang tanah. (A) tikus (Rattus sp), (B) karat daun, (C) virus belang, (D) layu bakteri, dan (E) bercak daun. Penyakit bercak daun mulai menyerang pertanaman kacang tanah pada umur 3 MST. Penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak hitam kecil pada daun bagian bawah. Serangan awal terjadi pada sebagian besar pertanaman kacang tanah kecuali Sima pada ulangan satu dan dua dan Sima, GWS 27C, dan Zebra Putih pada ulangan tiga. Pada 5 MST intensitas serangan mulai meningkat hingga semua pertanaman kacang tanah telah terjangkit penyakit bercak daun. Selain penyakit bercak daun, penyakit yang menyerang pertanaman kacang tanah adalah karat (Puccinia arachidis), layu bakteri (Pseudomonas solanacearum), dan virus belang (Peanut Stripe Virus/PStV). Penyakit layu bakteri mengurangi populasi pertanaman kacang tanah hingga 2.46% karena penyakit ini menyebabkan tanaman layu dan pada akhirnya tanaman menjadi E 14

15 mati. Suryadi dan Rais (2009) mengemukakan bahwa infeksi pada tanaman muda dapat mengakibatkan tanaman layu secara tiba-tiba dengan daun tetap berwarna hijau, tetapi tampak layu, seperti bekas tersiram air panas, kemudian tanaman mati. Sama halnya dengan penyakit bercak daun, penyakit layu bakteri menyerang tanaman pada umur 3 MST. Serangan penyakit layu bakteri tidak dalam taraf yang membahayakan, sehingga tidak dilakukan pengendalian terhadap penyakit ini. Keragaan Karakter Genotipe-Genotipe yang Diuji Genotipe-genotipe yang diuji menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan uji F untuk karakter tinggi tanaman dan jumlah cabang pada taraf 5% (Tabel 3). Perbedaan yang tidak nyata ditunjukkan oleh genotipe yang diuji untuk karakter panjang batang utama berdaun hijau tua, persentase panjang batang utama berdaun hijau tua, jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong total, bobot polong bernas, bobot polong cipo, bobot 100 butir biji, dan bobot biji total. Tabel 3. Rekapitulasi uji F karakter pada 20 genotipe kacang tanah Karakter F hitung Pr>F KK (%) Tinggi tanaman 2.26 * 0.016 30.11 Jumlah cabang 2.05 * 0.029 22.75 Persentase panjang batang utama berdaun hijau tua (%) b 0.77 tn 0.727 18.43 Jumlah polong total b 1.41 tn 0.177 25.97 Jumlah polong bernas b 1.54 tn 0.127 26.85 Jumlah polong cipo c 0.66 tn 0.833 25.65 Bobot polong total (g) 1.06 tn 0.422 49.14 Bobot polong bernas (g) 1.14 tn 0.350 49.29 Bobot polong cipo (g) c 0.59 tn 0.892 32.35 Bobot 100 butir biji 1.72 tn 0.077 11.27 Bobot biji total b 1.21 tn 0.300 28.64 Keterangan: *: nyata pada taraf 5% ; tn: tidak nyata; KK: koefisien keragaman; a: transformasi 1/x; b: transformasi ; c: transformasi log x. Tabel 3 juga menunjukkan beberapa karakter yang diikuti oleh huruf a, b, dan c. Karakter yang diikuti huruf-huruf tersebut adalah karakter yang telah ditransformasi menggunakan jenis transformasi sesuai keterangan pada masing- 15

16 masing huruf yang berada di bawah tabel. Karakter-karakter tersebut ditransformasi disebabkan oleh data dari karakter tersebut tidak menyebar normal setelah dilakukan analisis kenormalan menggunakan uji Anderson-Darling. Data dikatakan normal dengan uji Anderson-Darling jika data tersebut memiliki P value >0.05%. Data yang tidak menyebar normal membuat asumsi pokok dalam analisis ragam tidak terpenuhi. Salah satu cara untuk membuat data menjadi mendekati sebaran normal dan ragam tidak dipengaruhi oleh perubahan nilai tengah perlakuan adalah melalui transformasi data. Melalui transformasi data diharapkan asumsi pokok dalam analisis ragam dapat terpenuhi, sehingga pengambilan keputusan melalui uji nyata menjadi sahih (Mattik dan Sumertajaya, 2006). Karakter Vegetatif dan Ketahanan Terhadap Penyakit Bercak Daun Karakter-karakter vegetatif yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang, dan persentase panjang batang utama berdaun hijau tua. Genotipegenotipe yang diuji menunjukkan perbedaan keragaan terhadap ketiga karakter vegetatif tersebut. Hasil uji F menunjukan bahwa genotipe-genotipe tersebut memiliki perbedaan yang nyata pada taraf 5% untuk karakter tinggi tanaman dan jumlah cabang (Tabel 3). Namun setelah dilakukan uji t-dunnet pada taraf 5%, galur-galur yang diuji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan varietas pembanding rentan (Gajah) dan toleran (Sima). Sima dipilih sebagai pembanding toleran untuk karakter tinggi tanaman dan jumlah cabang pada uji t-dunnet karena Sima memiliki nilai tengah yang tertinggi untuk kedua karakter tersebut (Tabel 4). Kedua karakter tersebut memiliki kisaran nilai sebesar 47-92 cm untuk karakter tinggi tanaman dan 3-7 cabang untuk karakter jumlah cabang. Karakter persentase panjang batang utama berdaun hijau tua merupakan peubah yang diajukan untuk menilai secara kuantitatif tingkat ketahanan genotipe kacang tanah terhadap penyakit bercak daun (Yudiwanti et al., 2008). Karakter ini memiliki kisaran nilai 8%-17% dengan nilai tengah terendah ada pada Gajah (Tabel 4). Apabila dibandingkan dengan Gajah, keenambelas galur yang diuji memiliki nilai tengah yang lebih tinggi. Hal ini menunjukan bahwa semua galur yang diuji lebih tahan terhadap penyakit bercak daun dibandingkan dengan Gajah. 16

17 Tabel 4. Nilai tengah karakter vegetatif 20 genotipe kacang tanah Genotipe Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang Persentase panjang batang utama berdaun hijau tua (%) GWS 110A2 47.82 5.80 12.57 GWS 73D 58.77 4.73 17.46 GWS 110A1 63.02 5.47 15.64 GWS 74 D 65.17 4.60 12.89 GWS 39 D 66.13 5.47 16.30 GWS 74 A1 67.80 4.87 15.19 GWS 27 C 70.10 4.80 13.82 GWS 72 A 69.73 7.00 17.78 GWS 18 A1 52.87 5.73 13.51 GWS 138 A 60.60 6.60 15.71 GWS 134 A1 59.97 7.00 14.57 GWS 39 B 52.08 5.28 15.09 GWS 110 D 60.77 6.80 10.80 GWS 134 D 72.50 7.70 17.92 GWS 134 A 79.58 7.20 15.71 GWS 79 A 63.49 7.20 11.46 Zebra Putih 53.73 3.93 13.24 Gajah 63.13 5.27 8.79 Sima 97.09 4.40 15.93 Jerapah 60.85 4.13 12.53 Persentase panjang batang utama berdaun hijau tua yang diukur pada saat panen menunjukan ketahanan tanaman dalam mempertahankan jumlah daun yang masih hijau selama terserang penyakit bercak daun. Penurunan hasil yang disebabkan penyakit bercak daun lebih pada penurunan kemampuan fotosintesis selama tanaman terserang penyakit. Hal ini karena tanaman yang terkena penyakit bercak daun, daunnya akan mengering dan rontok. Semakin banyaknya daun yang masih hijau pada batang utama selama tanaman terserang penyakit bercak daun diharapkan dapat meningkatkan hasil. Hal ini karena daun-daun pada batang utama merupakan penyuplai utama asimilat untuk pengisian polong/biji, sedangkan daun-daun yang tumbuh pada cabang merupakan penyuplai asimilat utuk kebutuhan sink-sink lain selain biji (Purnamawati, 2012). Seperti yang dilaporkan oleh Purnamawati et al. (2010), apabila kegiatan fotosintesis dapat tetap dipertahankan tinggi selama periode pengisian biji maka akan sangat menguntungkan karena kebutuhan biji akan dapat terpenuhi. 17

18 Galur 134D memiliki nilai tertinggi untuk karakter jumlah cabang (7.73 cabang), namun nilai tengah tertinggi untuk karakter jumlah polong total dan jumlah polong bernas tidak dimiliki oleh galur 134D (Tabel 5). Hal ini bertentangan dengan Riduan dan Sudarsono (2005) yang melaporkan bahwa peningkatan jumlah cabang biasanya berasosiasi dengan peningkatan daya hasil yang menghasilkan polong dan biji lebih banyak karena bunga dan polong kacang tanah lebih banyak berkembang dari cabang sekunder bagian bawah. Menurut Yudiwanti dan Ghani (2002), pengaruh jumlah cabang terhadap daya hasil akan lebih ditentukan oleh jumlah cabang produktif dan persentase bunga yang membentuk polong. Karakter Hasil dan Komponen Hasil Karakter hasil yang diamati adalah bobot biji total, dan karakter komponen hasil yang diamati adalah jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong bernas, bobot polong total, bobot polong cipo, dan bobot 100 butir biji. Pengamatan karakter hasil dan komponen hasil dilakukan pada seluruh tanaman pada ubinan berukuran 1 m x 1 m atau 17 tanaman bebas serangan hama tikus. Hasil uji F (Tabel 3) menunjukkan bahwa karakter hasil dan komponen hasil tidak memiliki perbedaan yang nyata. Namun secara keseluruhan, galur-galur yang diuji sebagian besar memiliki nilai tengah lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding (rentan dan toleran) untuk karakter hasil dan komponen hasil yang diamati (Tabel 5 dan Tabel 6). Bobot 100 biji merupakan karakter yang biasa digunakan untuk menduga ukuran biji (Yudiwanti dan Ghani, 2002). Semakin besar bobot 100 biji maka ukuran benihnya semakin besar. Menurut Utomo et al (2005), ukuran polong dan biji yang lebih besar dapat berkontribusi pada hasil yang tinggi. Genotipe yang diuji memiliki kisaran nilai 38-194 polong untuk jumlah polong total, 27-148 polong untuk jumlah polong bernas dan 10-49 polong untuk jumlah polong cipo (Tabel 5). Nilai tengah tertinggi untuk jumlah polong total terdapat pada GWS 110A1 dan terendah terdapat pada GWS 110D. GWS 134D mamiliki jumlah polong bernas yang lebih banyak dibandingkan dengan 110A1 yang memiliki jumlah polong total paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 18

19 galur 134D memiliki kemampuan mengisi polong yang lebih baik bila dibandingkan dengan 110A1. Tabel 5. Nilai tengah jumlah polong (total, bernas, cipo), dan bobot 100 butir biji pada 20 genotipe kacang tanah Galur Jumlah polong total Jumlah polong bernas Jumlah polong cipo Bobot 100 butir biji (g) GWS 110A2 142.67 101.33 41.33 38.38 GWS 73D 165.67 121.33 44.33 43.07 GWS 110A1 194.67 141.67 49.67 42.78 GWS 74 D 107.67 74.67 33.00 47.71 GWS 39 D 175.67 140.00 35.67 41.59 GWS 74 A1 121.67 90.00 21.67 43.18 GWS 27 C 59.67 43.33 16.33 43.76 GWS 72 A 95.33 75.00 20.33 44.13 GWS 18 A1 147.33 132.67 14.67 34.55 GWS 138 A 111.67 86.00 25.00 46.01 GWS 134 A1 183.00 148.00 35.00 46.41 GWS 39 B 143.67 112.00 31.67 40.34 GWS 110 D 38.00 27.67 10.33 39.13 GWS 134 D 118.00 89.33 28.00 43.09 GWS 134 A 81.67 60.33 21.33 45.30 GWS 79 A 123.67 85.67 38.00 45.73 Gajah 122.33 96.67 23.67 43.41 Zebra putih 97.00 76.33 20.67 35.72 Sima 110.67 78.00 32.67 40.27 Jerapah 78.00 61.33 16.67 44.52 Galur-galur yang diuji memiliki kisaran nilai 34-47 g untuk bobot 100 butir biji. Menurut Yudiwanti dan Ghani (2002), ukuran benih kacang tanah tergolong medium jika memiliki bobot 100 butir benih sebesar 31-38 g, sehingga dapat disimpulkan bahwa galur-galur yang diuji memiliki ukuran benih medium dan besar. Galur yang memiliki ukuran benih medium adalah galur GWS 110A2 dan GWS 18A1, sedangkan keduabelas galur yang lain memiliki ukuran benih yang besar. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Junaedi (2010) dan Budiman (2011) yang melaporkan bahwa keenambelas galur yang diuji memiliki ukuran biji yang besar. Perbedaan ini diduga karena adanya perbedaan lokasi, iklim dan tidak dilakukannya pengapuran. Namun menurut Wijaya (2011), tindakan pengapuran tidak mempengaruhi bobot 100 biji. Tindakan pengapuran hanya berpengaruh 19

20 nyata pada persentase polong penuh, setengah penuh, dan jumlah bunga pada 10 MST. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan bobot 100 butir biji yang terjadi pada penelitian ini dan dua penelitian sebelumnya lebih dikarenakan pada perbedaan lokasi dan iklim. Tabel 6. Nilai tengah bobot polong (total, bernas, dan cipo) dan bobot biji total 20 genotipe kacang tanah Genotipe Bobot polong Bobot polong Bobot polong Bobot biji total (g) bernas (g) cipo (g) total (g) GWS 110A2 115.41 95.57 19.69 77.99 GWS 73D 156.47 132.73 23.74 92.92 GWS 110A1 155.25 133.30 21.94 117.27 GWS 74 D 110.55 86.63 23.98 69.82 GWS 39 D 116.80 135.24 11.13 99.31 GWS 74 A1 117.91 93.60 18.49 72.14 GWS 27 C 54.43 64.69 9.35 31.75 GWS 72 A 94.59 81.97 12.62 61.08 GWS 18 A1 93.38 83.94 9.45 68.83 GWS 138 A 111.86 97.87 8.69 73.31 GWS 134 A1 172.27 119.65 17.79 115.43 GWS 39 B 126.79 111.99 14.79 78.73 GWS 110 D 41.43 33.06 8.47 18.90 GWS 134 D 112.03 97.33 14.07 65.97 GWS 134 A 78.62 68.59 10.03 60.32 GWS 79 A 120.91 96.18 24.73 83.16 Gajah 114.43 103.08 11.35 77.31 Zebra Putih 122.80 107.18 15.62 61.67 Sima 122.96 101.09 21.86 74.25 Jerapah 77.44 71.70 7.79 51.92 Kisaran nilai untuk karakter bobot polong total adalah 41-172 (g), bobot polong bernas adalah 33-135 (g), bobot polong cipo adalah 8-24 (g), dan bobot biji total adalah 18-117 (g) (Tabel 6). Galur GWS 73D dan 110A1 memiliki nilai tengah yang lebih tinggi dibandingkan nilai tengah kedua varietas pembanding (toleran dan rentan) untuk karakter bobot polong total, bobot polong bernas, dan bobot biji total. Varietas pembanding toleran terbaik untuk karakter bobot polong total dan bobot polong bernas adalah Sima, sedangkan varietas pembanding toleran terbaik untuk karakter bobot polong bernas adalah Zebra Putih. Nilai tengah rata-rata untuk karakter bobot polong cipo, semua galur yang diuji memiliki nilai tengah yang lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding toleran dan rentan. Tingginya bobot polong cipo pada galur yang diuji 20

21 menunjukkan bahwa galur-galur tersebut masih memiliki kemampuan mengisi polong yang kurang baik bila dibandingkan dengan pembanding Gajah (rentan) dan Jerapah (toleran terbaik). Korelasi antar Karakter yang Diamati Analisis korelasi menggambarkan hubungan keeratan antar karakter yang diamati. Nilai korelasi dapat bernilai positif atau negatif dengan rentang nilai antara -1 sampai +1. Nilai koefisien korelasi semakin mendekati -1 atau +1 maka tingkat keeratan antara dua karakter semakin tinggi dan semakin mendekati nol maka tingkat keeratannya semakin rendah (Mattik dan Sumertajaya, 2006). Menurut Abu Bakar (2007), hubungan signifikansi menerangkan tentang kesahihan hubungan antara dua variabel berdasarkan pada taraf kepercayaan yang diambil (5% atau 1%). Nilai korelasi yang nyata berarti adanya hubungan yang kuat, bukan karena adanya peluang tetapi benar-benar hubungan yang nyata antara dua variabel tersebut. Hubungan antar karakter yang erat dan positif ditunjukan oleh karakter jumlah polong total dan jumlah polong bernas (Tabel 7). Hal ini dikarenakan hubungan antara dua karakter tersebut memiliki koefisien korelasi positif yang paling tinggi (0.984) dan hubungan keeratannya nyata pada taraf 1% dibandingkan dengan hubungan antar karakter yang lainnya. Korelasi yang nyata dan positif dari kedua karakter tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi atau rendah jumlah polong total maka jumlah polong bernas akan semakin tinggi atau rendah pula. Salah satu kendala untuk merakit varietas baru yang tahan dan daya hasil tinggi adalah adanya hubungan yang negatif antara karakter ketahanan dengan daya hasil. Yudiwanti et al. (1998) dan Utomo dan Akin (2004) melaporkan bahwa sifat ketahanan terhadap suatu penyakit berkorelasi negatif dengan daya hasil. Namun pada penelitian kali ini, karakter persentase panjang batang utama berdaun hijau yang diajukan sebagai karakter ketahanan terhadap penyakit bercak daun berkorelasi positif terhadap karakter hasil yaitu bobot biji total meskipun hubungan keeratan tersebut tidak nyata (Tabel 7). 21

22 Tabel 7. Koefisien korelasi pearson antar karakter pada galur-galur kacang tanah tahan penyakit bercak daun TT JC PPBH JPT JPB JPC BPT BPB BPC BSBB JC 0.013 (0.958) PPBH 0.293-0.26 (0.21) (0.268) JPT -0.001-0.155 0.35 (0.995) (0.515) (0.13) JPB 0.064-0.164 0.383 0.984** (0.788) (0.49) (0.095) (<0.001) JPC -0.12 0.004 0.273 0.771** 0.661** (0.613) (0.988) (0.244) (<0.001) (0.001) BPT -0.116-0.044 0.171 0.85** 0.809** 0.718** (0.628) (0.855) (0.471) (<0.001) (<0.001) (<0.001) BPB -0.106 0.04 0.345 0.897** 0.863** 0.788** 0.885** (0.657) (0.867) (0.136) (<0.001) (<0.001) (<0.001) (<0.001) BPC 0.019 0.221 0.103 0.518 0.389 0.801 0.593** 0.575** (0,938) (0.349) (0.666) (0.019) (0.09) (<0.01) (0.006) (0.008) BSBB -0.648-0.301 0.021-0.023-0.081 0.177 0.138 0.059 0.05 (0.002) (0.197) (0.929) (0.923) (0.734) (0.455) (0.561) (0.804) (0.834) BBT -0.191-0.17 0.275 0.929** 0.895** 0.779** 0.899** 0.912** 0.538* 0.225 (0.421) (0.473) (0.241) (<0.001) (<0.001) (<0.001) (<0.001) (<0.001) (0.014) (0.339) Keterangan : Angka dalam tanda kurung () menunjukkan nilai peluang koefisien korelasi di atasnya; JC: jumlah cabang; TT: tinggi tanaman; PPBH: persentase panjang batang utama berdaun hijau; JPT: jumlah polong total; JPC: jumlah polong cipo; JPB: jumlah polong bernas; BPT: bobot polong total; BPC: bobot polong cipo; BPB: bobot polong bernas; BBT: bobot biji total; BSBB: bobot 100 butir; *: nilai korelasi nyata pada taraf 5%; **: nilai korelasi nyata pada taraf 1%. 22

23 Menurut Yudiwanti (2006), korelasi negatif tersebut disebabkan oleh peran antagonis stomata terhadap daya hasil dan terhadap tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Stomata yang membuka sempit dengan kerapatan rendah mendukung tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun karena dapat menurunkan peluang penetrasi patogen melalui stomata, akan tetapi karakter yang sama mengurangi difusi karbondioksida ke dalam daun sehingga kapasitas fotosintesis berkurang dan akibatnya daya hasilnya lebih rendah. Seleksi terhadap Galur-Galur GWS Terbaik Tahap awal dari proses menyeleksi galur-galur GWS terbaik adalah memilih kriteria seleksi ketahanan dan kriteria daya hasil dari karakter-karakter yang diamati. Karakter-karakter yang akan dipilih sebagai kriteria seleksi adalah karakter-karakter yang dapat mencerminkan potensi galur GWS yang diuji terhadap ketahanan penyakit bercak daun dan daya hasil tinggi. Kriteria seleksi untuk ketahanan terhadap bercak daun digunakan karakter persentase panjang batang utama berdaun hijau (Yudiwanti et al., 2007), sedangkan untuk kriteria seleksi daya hasil digunakan karakter-karakter yang berkorelasi nyata dan positif dengan daya hasil serta memiliki nilai duga heritabilitas yang tinggi. Karakter jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong bernas, bobot polong cipo, dan bobot polong total berkorelasi nyata dan positif dengan bobot biji sebagai karakter hasil (Tabel 8). Keenam karakter tersebut dapat dijadikan kriteria seleksi untuk daya hasil, namun menurut Yudiwanti et al. (1998) karakter jumlah polong total dan jumlah polong bernas lebih mencerminkan potensi genetik daya hasil genotipe kacang tanah berkaitan dengan penyakit bercak daun. Hal ini disebabkan penyakit bercak daun menyerang pertanaman kacang tanah saat pengisian polong, sehingga potensi genetik tanaman yang tahan terhadap penyakit bercak daun lebih pada ketahanannya dalam pengisian polong bukan pada pembentukan polong. Hal ini diperkuat oleh nilai heritabilitas kedua karakter tersebut yang lebih tinggi dibandingkan keempat karakter lainnya (Tabel 7). Semakin tinggi nilai heritabilitas suatu karakter menggambarkan semakin besarnya pengaruh genetik dalam mempengaruhi keragaman fenotipe tanaman untuk karakter tersebut. Oleh karena itu, karakter 23

24 jumlah polong total dan jumlah polong bernas dijadikan kriteria seleksi untuk daya hasil berkaitan dengan ketahanan tanaman terhadap penyakit bercak daun. Tabel 8. Nilai duga heritabilitas dan koefisien korelasi enam karakter yang menjadi kriteria seleksi daya hasil pada 20 genotipe kacang tanah Karakter h² bs Koefisien korelasi Jumlah Polong Total 0.29 0.929** Jumlah Polong Bernas 0.35 0.895** Jumlah Polong Cipo 0 0.779** Bobot Polong Total 0.04 0.899** Bobot Polong Bernas 0.11 0.912** Bobot Polong Cipo 0 0.538* Keterangan : **: berkorelasi nyata pada taraf 1%, *: berkorelasi nyata pada taraf 5%. Galur-galur GWS terbaik dipilih berdasarkan pada galur yang memiliki persentase panjang batang utama berdaun hijau, jumlah polong total, dan jumlah polong bernas yang lebih tinggi diantara galur lainnya. Untuk mempersempit proses seleksi, maka dipilih galur-galur dengan persentase panjang batang utama berdaun hijau tua, jumlah polong total, dan jumlah polong bernas yang lebih tinggi dari Gajah sebagai varietas pembanding yang rentan terhadap bercak daun. Berdasarkan kriteria seleksi ketahanan terhadap penyakit bercak daun dan daya hasil, diperoleh galur GWS 110A2, 73D, 110A1, 39D, 18A1, 134A1, dan 39B terpilih sebagai galur yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan daya hasil lebih tinggi dibandingkan varietas Gajah. Galur GWS 18A1 merupakan galur yang juga terpilih pada penelitian Junaedi (2010) dan Budiman (2011) sebagai galur yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan daya hasil tinggi dibandingkan dengan Gajah. Galur-galur GWS terbaik yang terpilih pada penelitian ini dan penelitian Junaedi (2010) adalah galur GWS 110A2, GWS 73D, GWS 134A1, dan GWS 39B. Galur 110A1 merupakan galur yang baru terpilih pada penelitian kali ini. Galur GWS 79A yang terpilih sebagai galur yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil tinggi pada penelitian Junaedi (2010) dan Buiman (2011) tidak terpilih pada penelitian kali ini. Pada penelitian ini, jumlah polong total 79A lebih besar dibandingkan Gajah, namun jumlah polong bernas galur GWS 79A 24

25 lebih rendah dibandingkan Gajah. Hal ini diduga karena pada penelitian kali ini, tanaman terpapar cekaman kekeringan selama fase pengisian polong sehingga menyebabkan sedikit perbedaan terhadap pemilihan galur GWS terbaik yang berkaitan dengan karakter daya hasil. 25

26 KESIMPULAN Hasil evaluasi dari daya hasil terhadap 16 galur generasi lanjut hasil persilangan antara varietas Gajah x galur introduksi GP-NC WS4 untuk ketahanan pada penyakit bercak daun dan daya hasil tinggi, diperoleh galur GWS 110A2, 73D, 110A1, 39D, 18A1, 134A1, dan 39B sebagai galur yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan daya hasil lebih tinggi dibanding varietas Gajah. Galur 18A1 merupakan galur selalu terpilih pada penelitian dalam kurun waktu 2010-2012. 26