PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DEDY TRI HARTONO / D

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI. Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian dan perdagangan yang pesat di dunia serta

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dana yang diterima dari masyarakat, apakah itu berbentuk simpanan berupa

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI

ASPEK HUKUM KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI SHERLIN INDRAWATI THE / D

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam

PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT OLEH MAHKAMAH AGUNG TERKAIT DENGAN PUTUSAN PAILIT PT. DIRGANTARA INDONESIA

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : RIANITA REHULINA TARIGAN

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

ANALISIS YURIDIS HAMBATAN PELAKSANAAN PUTUSAN KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 NOVALDI / D

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

Indikator Insolvensi Sebagai Syarat Kepailitan Menurut Hukum Kepailitan Indonesia. Oleh : Lili Naili Hidayah 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT TERHADAP PIHAK KETIGA 1 Oleh : Ardy Billy Lumowa 2

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

HUKUM DAGANG. Panji Susilo ( ) 03 HUKMD 417 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

Penundaan Pembayaran Utang bagi Debitor yang dinyatakan Pailit dalam Kasus Kepailitan Oleh : Umar Haris Sanjaya 1 ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

KEPASTIAN HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROSES KEPAILITAN PERUSAHAAN EFEK

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

Transkripsi:

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DEDY TRI HARTONO / D 101 09 205 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Perlindungan Hukum Kreditor Berdasarkan Undang-undang Kepailitan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah bentuk perlindungan hukum kreditor dalam hal kepailitan dan juga hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh kreditor dalam hal kepailitan. Penelitian ini merupakan peneletian hukum yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengutamakan pendekatan ataupun penelitian kepustakaan dan juga dari dokumen-dokumen dan juga bahan-bahan dari berbagai data skunder,yakni dengan mengkaji peraturan-peraturan dari bahan hukum yang diperoleh juga dari hasil penelitian para ahli hukum, buku-buku, makalah, jurnal, bahan-bahan hukum dari internet, dan karya ilmiah antara lain skripsi, tesis, disertasi dan lain-lain, yang berkaitan dengan masalah perlindungan hukum bagi kreditor dalam hal kepailitan dan juga untuk menganalisis permasalahan-permasalahan ataupun hambatan-hambatan yang dihadapi oleh kreditor dalam hal kepailitan. Hasil penelitian normatif dalam penulisan ini bahwa, di dalam perlindungan bagi kreditor berdasarkan undang-undang kepailitan yakni Kreditor dalam hal mengajukan permohonan pailit bagi debitor harus berdasarkan persetujuan bersama dengan kreditor lainnya. Pembatalan atas tindakan-tindakan hukum yang dilakukan debitor pailit yang dapat merugikan kreditor yaitu dengan cara Actio Paulina. Hambatan hambatan yang dihadapi oleh kreditor dalam hal kepailitan yakni, belum adanya dana untuk pemberesan harta pailit, tidak kooperatifnya debitor dalam hal kepailitan, Adanya debitor yang menjual atau aset sebelum adanya pernyataan pailit. Kata Kunci : Perlindungan, Kreditor, Kepailitan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter yang melanda hampir seluruh belahan dunia di pertengahan tahun 1997 telah memporak-porandakan sendi-sendi perekonomian. Dunia usaha merupakan yang paling menderita dan merasakan dampak krisis yang tengah melanda. 1 Terpuruknya kehidupan perekonomian Indonesia dapat dipastikan banyak dunia usaha yang tidak mampu untuk melanjutkan usahanya termasuk untuk memenuhi kewajibannya untuk membayar utang-utangnya kepada pihak kreditor, hal inilah yang menimbulkan permasalahan hukum jika produk perundangundangan sebagai peraturan untuk memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pihak tidak lengkap dan sempurna. Untuk mengatasi adanya permasalahan yang timbul dalam dunia usaha yang bangkrut dan akan berakibat pula tidak dapat terpenuhinya kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo, maka pemerintah melakukan perubahan-perubahan dalam peraturan perundang-undangan yakni dengan cara melakukan revisi terhadap Undang-undang Kepailitan yang ada. Sistem yang dipergunakan dalam perubahan Undang-Undang Kepailitan adalah tidak melakukan perubahan secara total, tetapi hanya mengubah pasal-pasal tertentu yang perlu diubah dan menambah berbagai ketentuan baru kedalam Undang-Undang yang sudah ada. 2 Dengan berkembangnya waktu dalam hal ini perlu adanya perubahan Undang- Undang dengan memperbaiki, menambah, dan 1 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Kepailitan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hlm.1. 2 Imran Nating, Peranan Dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Kepailitan, Raja Grafindo Persada, Jakrata, 2005, Hlm. 7-8. 1

meniadakan ketentuan-ketentuan yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, maka timbulah gagasan untuk mengubah Undang-Undang yang telah ada menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utangutang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. 3 Sedangkan kepailitan merupakan suatu putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan yang dimiliki maupun kekayaan yang akan dimiliki oleh debitor di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas, kedua pejabat tersebut yang ditunjuk langsung pada saat putusan pailit dibacakan. Ada beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang yaitu untuk menghindari adanya: 4 1. Perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang mengih piutangnya dari debitor. 2. Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatiakan kepentingan debitor atau para kreditor. 3. kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah satu kreditor atau debitor sendiri. 3 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, norma, dan Praktik di Peradilan, Kencana, Jakarta, 2009, Hlm. 1. 4 Dalam penjelasan Umum UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU, Fokusmedia, dikutip dari Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia: Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga dan Lembaga arbitrase, Kencana, Jakarta, 2009, Hlm. 69. Kepailitan merupakan suatu jalan keluar untuk dapat keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitor, dimana debitor tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utang-utang tersebut kepada para kreditornya. Apabila ketidakmampuan untuk membayar utang yang telah jatuh tempo disadari oleh debitor, maka langkah yang dapat diambil oleh debitor ialah dengan mengajukan permohonan penetapan status pailit terhadap dirinya sendiri, atau dengan cara penetapan status pailit yang dikeluarkan oleh pengadilan apabila telah terbukti bahwa debitor tersebut memang telah tidak mampu lagi untuk membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Dalam hal debitur mempunyai banyak kreditor dan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk membayar lunas semua kreditor, maka para kreditor akan berlomba dengan segala cara, baik yang sesuai dengan prosedur hukum maupun yang tidak sesuai dengan dengan prosedur hukum, untuk mendapatkan pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditor yang datang belakangan sudah tidak dapat lagi pembayaran karena harta debitor sudah habis diambil oleh kreditor yang datang lebih dahulu. Hal ini sangat tidak adil dan merugikan baik kreditur maupun debitor sendiri. Berdasarkan alasan tersebut, timbullah lembaga kepailitan yang mengatur tata cara yang adil mengenai pembayaran tagihantagihan para kreditor. 5 Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitor dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing karena kepailitan ada demi untuk menjamin para kreditor untuk 5 Kristiyani, Kajian Yuridis atasputusan Kepailitan Koperasi di Indonesia (Studi kasus Putusan Nomor : 01/Pailit/2008/Pengadilan Negeri Semarang) Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Semarang, 2008, Hlm. 22. 2

memperoleh hak-haknya atas harta debitor pailit. 6 Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1131 KUH Perdata yakni, sebagai berikut: Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Selanjutnya diatur dalam pasal 1132 KUHPerdata dimana dijelaskan sebagai berikut : Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut diatas jelas,bahwa apabila pihak debitor tidak memenuhi kewajibannya untuk melunasi utang-utangnya kepada pihak kreditor, maka kreditor diberikan hak untuk melakukan pelelangan atas harta debitor. Hasil penjualan (pelelangan) itu harus dibagi secara jujur dan seimbang diantara para kreditor sesuai dengan perimbangan jumlah piutangnya masing-masing. Seorang kreditor mungkin saja memiliki lebih dari satu piutang atau tagihan, dan piutang atau tagihan yang berbeda beda itu diperlukan pula secara berbeda-beda didalam proses kepailitan. 7 Setiap debitor, baik badan hukum maupun maupun perorangan dapat dipailitkan asalkan memenuhi syarat-syarat dalam peraturan perundangan tentang kepailitan tersebut. Sementara prosedur perkara permohonan kepailitan tersebut diatur dalam 6 Imran Nating, op. cit., Hlm. 9. 7 Sutan Remi Sjadeini, dikutip dari Bravika Bunga Ramadhani, Penyelesaian utang piutang Melalui kepailitan (Studi Kasus Pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tentang P.T Prudential Life Inurance), Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Semarang, 2009, Hlm. 5. undang-undang kepailitan yang sangat berbeda dengan prosedur perkara biasa. 8 Dari semua permasalahan diatas maka dapatlah dirumuskan judul skripsi ini adalah sebagai berikut: Perlindungan Hukum Kreditor Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan. B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah yang diajukan oleh penulis antara lain : 1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum kreditor dalam hal kepailitan? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh kreditor dalam hal kepailitan? II. PEMBAHASAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Di dalam Black s Law Dictionary, dapat kita lihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang (debitor) atas utangutangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitor), suatu permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan. 9 Menurut Peter Mahmud, kata pailit berasal dari bahasa perancis Failite yang berarti kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Belanda digunakan istilah Failliet dan dalam hukum Angola America, undangundangnya dikenal dengan Bankcrupty Act. 10 Dalam peraturan kepailitan yang lama, yaitu Fv S. 1905 No. 217 jo. 1906 No. 348 yang dimaksud dengan pailit adalah, setiap berutang atau (Debitor) yang ada dalam keadaan berhenti membayar, baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang 8 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Praktik dan Teori, cet. 4, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, Hlm. 6. 9 Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas kepailitan Perseroan, RajaGrafindo persada, Jakarta, 2003, Hlm. 83. 10 Rahayu hartini, op. cit., Hlm. 71. 3

atau lebih berpiutang (Kreditor) dengan putusan hakim dinyatakan dalam keadaan pailit. 11 Lain halnya dengan ketentuan UU No. 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan, yang menyebutkan : Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasala 2, baik atas permohinannya sendiri, maupun atas permintaan seseorang atau lebih kreditornya. Menurut Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang, yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undangundang ini. Dilihat dari berbagai arti kata atau pengertian kepailitan tersebut di atas maka esensi kepailitan secara singkat dapat dikatakan sebagai sita umum atas harta kekayaan debitor baik yang pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditor yang pada waktu debitor dinyatakan pailit, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib. Akan tetapi dikecualikan dari kepailitan adalah : 12 1. Semua hasil pendapatan debitor pailit selama kepailitan tersebut dari pekerjaan sendiri, gaji suatu jabatan/ jasa, upah pensiun utang tunggu/ uang tunjangan, sekedar atau sejauh hal itu diterapkan oleh hakim. 2. Uang yang diberikan kepada debitor pailit untuk memenuhi kewajiban pemberian nafkahnya menurut peraturan perundang-undangan (Pasal 213, 225, 321 KUH Perdata). 11 Ibid. 12 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32633/ 3/Chapter%20II.pdf Diunduh 23 September 2013 3. Sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim pengawasan dari pendapatan hak nikmat hasil seperti dimaksud dalam (Pasal 311 KUH Perdata). 4. Tunjangan dari pendapatan anakanaknya yang diterima oleh debitor pailit berdasarkan Pasal 318 KUH Perdata. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan maka yang dapat menjadi pemohon dalam suatu perkara kepailitan adalah salah satu dari pihak berikut ini : 1. Pihak debitor itu sendiri. 2. salah satu atau lebih dari pihak kreditor. 3. Pihak kejaksaan jika menyangkut dengan kepentigan umum. 4. Pihak bank Indonesia jika debitornya adalah suatu bank. 5. Pihak Badan Pengawas Pasar Modal jika debitornya adalah suatu perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring, dan penjaminan, serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian. 6. Menteri keuangan jika debitor perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik. Seorang kreditor atau lebih, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamasama dapat mengajukan permohonan pailit selama memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang kepailitan. Kreditor yang mengajukan permohonan kepailitan bagi debitor harus memenuhi syarat bahwa hak tuntutannya terbukti secara sederhana atau pembuktian mengenai hak kreditor untuk menagih juga dilakukan secara sederhana. 13 Yang merupakan dasar hukum bagi suatu kepailitan adalah sebagai berikut: 14 1. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan 2. KUH Perdata, misalnya, Pasal 1134, 1139, 1149, dan lain-lain. 3. KUH Pidana, misalnya, Pasal 396, 397, 398, 399, 400, 520, dan lain-lain. 13 Lee A Weng, Dikutip dari Imran Nating, op. cit., Hlm 37. 14 Munir Fuady, op. cit., Hlm 9. 4

4. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tenang Perseroan Terbatas. 5. Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan. 6. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1996 tentang jaminan Fidusia. 7. Perundang-undangan di Bidang pasar Modal, Perbankan, BUMN, dan lainlain. B. Syarat-Syarat Pengajuan Kepailitan Bagi Kreditor Untuk dapat dinyatakan pailit, seorang debitor harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 15 a. Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor. b. Tidak membayar sedikitnya satu utang jatuh waktu dan dapat ditagih. c. Atas permohonan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya. Syarat permohonan kepailitan oleh kreditor adalah debitor mempunyai dua atau lebih kreditor dan sedikitnya tidak membayar satu utang yang telah jatuh tempo dan telah dapat ditagih. seyogianya, Undang-undang kepailitan mengambil sikap bahwa bahwa hakim hanya boleh mengambulkan permohonan pailit apabila permohonan itu disetujui oleh para kreditor mayoritas. 16 C. Asas-asas Hukum Kepailitan Hukum kepailitan didasarkan pada asas-asas dan prinsip-prinsip sebagai berikut : 17 a. Asas Kejujuran b. Asas kesehatan usaha c. Asas Keadilan d. Asas Integrasi e. Asas Itikad baik f. Asas nasionalitas D.. Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Dalam Hal Kepailitan 15 Rahayu Hartini, op. cit., Hlm. 76. 16 Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan,Ghalia Indonesia, Bogor, 2009, Hlm. 39. 17 Frederick B.G Tumbuan, dikutip dari Maria Regina Fika Rahmadewi, Maria Regina Fika Rahmadewi, Penyelesaian utang debitor terhadap kreditor melalui kepailitan, Tesis Magister Kenotariatan fakultas Hukum Universitas Diponegoro semarang, Semarang, 2007, Hlm. 12. Perlindungan yang diberikan kepada kreditor dan stake holders-nya tidak boleh merugikan kepentingan stake holders debitor. Kendatipun Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 memperbolehkan permohonan pernyataan pailit diajukan oleh salah satu kreditor saja, namun demi kepentingan para kreditor lain, tidak seyogyanya Undangundang Nomor 37 Tahun 2004 membuka kemungkinan diucapkannya putusan pailit, tanpa disepakati kreditor lain. Seyogyanya menentukan bahwa putusan pengadilan atas permohonan pailit yang diajukan oleh kreditor, harus berdasarkan persetujuan kreditor lain yang diperoleh dalam rapat para kreditor yang khusus diadakan itu. 18 Perlindungan hukum yang diberikan Undang-undang kepailitan bagi kreditor salah satunya adalah dengan adanya actio paulina. Actio Paulina sejak semula telah diatur dalam Pasal 1341 KUH Perdata, dimana hal ini memberikan hak kepada kreditor untuk mengajukan pembatalan atas setiap tindakan hukum yang tidak diwajibkan dilakukan oleh debitor, baik dengan nama apapun yang dapat merugikan kreditor. Ketentuan actio paulina dalam Pasal 1341 KUH Perdata ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata yang mengatur prinsip Paritas creditorium.hal ini karena dengan pasal 1131 KUH Perdata ditentukan bahwa semua harta kekayaan debitor demi hukum menjadi jaminan atas utang-utang debitor. Dengan demikian debitor dalam hal ini tidak bebas terhadap harta kekayaan yang dimilki ketika memiliki utang kepada pihak kreditor. E. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Kreditor Dalam Hal Kepailitan Perbuatan satu atau lebih kreditor berupaya menagih piutangnya selama proses pemeriksaan kepailitan sedang berlangsung, dan tindakan debitor untuk membayar tagihan tersebut tanpa memperdulikan kreditorkreditor lain, termasuk kreditor yang mengajukan permohonan pernyataan pailit yang sedang diproses oleh pengadilan itu, 18 Syamsudin M. Sinaga, op. cit.,hlm. 49. 5

sudah barang tentu dapat merugikan pihak kreditor lain, tidak mustahil debitor akan menguntungkan kreditor-kreditor yang disukainya dan menolak penagihan kreditorkreditor yang lain. Undang-undang juga tidak melarang yang tidak mengajukan permohonan pernyataan pailit untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan umum. UUKPKPU hanya memberikan perlindungan kepada setiap kreditor dalam bentuk pengajuan permohonan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor dan menunjuk kurator sementara oleh Hakim yang memeriksa permohonan pailit yang akan berfungsi untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor dan mengawasi pembayaran kepada kreditor atau mengawasi penggunaan kekamaan debitor yang dalam rangka kepailitan memerlukan persetujuan kurator (Pasal 7 ayat (1) UUKPKPU), namun permohonan tersebut tidak pasti akan dikabulkan oleh pengadilan. 19 Berhasil tidaknya proses pengurusan dan pemberesan harta pailit, sangat ditentukan oleh peranan debitor pailit jika debitor kooperatif, proses akan berjalan dengan sukses dan lancar, tetapi akan sebaliknya jika debitor pailit dalam hal ini tidak menunjukan itikad baik untuk bekerjasama, proses pengurusan dan pemberesan yang dilaksanakan oleh kurator akan memakan waktu yang cukup lama bahkan tidak berhasil. Dalam praktiknya dilapangan banyak kendala atau hal-hal yang menghambat kreditor dalam hal kepailitan. Sebagaimana dijelaskan di bawah ini, beberapa hal yang menghambat kreditur dalam hal kepailitan, yakni sebagai berikut: 20 1. Belum ada dana untuk biaya pengurusan dan pemberesan harta pailit Penyelesaian suatu kepailitan membutuhkan dana yang tidak sedikit, begitu kurator menerima putusan pernyataan pailit dari pengadilan niaga dalam waktu yang relatif pendek harus mempersiapkan dana 19 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26372/ 3/Chapter%20II.pdf diunduh 23 September 2013 20 Maria Regina Fika Rahmadewi, op. cit., Hlm. 89-91 untuk pengumuman ikhtisar putusan pernyataan pailit dan batas akhir pengajuan tagihan kreditor penyelenggaran rapat pencocokan piutang. 2. Debitor pailit tidak kooperatif kurator membutuhkan data tentang data aset debitor untuk membuat pencatatan harta pailit sebagaimana diatur dalam pasal 100 ayat (1) Undang-undang Kepailitan yang menyatakan bahwa: Kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lambat 2 (dua) hari setelah menerima putusan pengangkatannya sebagai Kurator. Debitor pailit yang tidak kooperatif memberikan data asetnya akan mempersulit kurator dalam pembuatan pencatatan harta pailit, dan juga debitor pailit yang tidak hadir dalam rapat percocokan piutang yang telah ditetapkan penyelenggarannya akan berakibat ditundanya rapat percocokan piutang. 3. Debitor pailit menjual atau menyembunyikan asetnya sebelum dinyakan pailit Tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit, sehingga apabila terdapat aset debitor pailit yang telah dijual sebelum kepailitan, kurator harus mengurus kapan penjualannya dan kepada siapa aset tersebut dijual. Penelusuran aset debitor yang dijual/disembunyikan dan proses pembatalannya memerlukan waktu yang lama dan biaya yang banyak, halini jelas menjadi hambatan dalam penyelesaian utang debitor terhadap kreditor melalui kepailitan Dari beberapa uraian diatas telah dijelaskan hambatan-hambatan yang dialami oleh kreditor dalam hal kepailitan, olehnya itu kurator dalam hal ini suatu lembaga yang bertugas mengurus dan membereskan harta debitor pailit dituntut untuk selalu siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi dilapangan, baik hambatan itu dari pihak debitor maupum dari pihak kreditor. Olehnya itu, jika semua pihak dapat mematuhi segala peraturan yang ada khususnya Undang-undang kepailitan maka tidak ak nada lagi ditemukan kecurangan-kecurangan yang dapat menyebabkan kerugian bagi pihak lain. 6

III. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Perlindungan yang diberikan kepada kreditor dan stake holders-nya tidak boleh merugikan kepentingan stake holders debitor. Walaupun Undangundang Nomor 37 Tahun 2004 memperbolehkan permohonan pernyataan pailit diajukan oleh salah satu kreditor saja, namun demi kepentingan para kreditor lain. Seyogyanya menentukan bahwa putusan pengadilan atas permohonan pailit yang diajukan oleh kreditor, harus berdasarkan persetujuan kreditor lain yang diperoleh dalam rapat para kreditor yang khusus diadakan untuk menentukan putusan pailit dapat dijatuhkan ataupun tidak. Di dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 memberikan perlindungan hukum, yaitu salah satunya adalah actio paulina. Actio paulina adalah legal recourse yang diberikan kepada kurator untuk membatalkan tindakantindakan hukum yang dilakukan debitor pailit sebelum penetapan pernyataan pailit dijatuhkan apabila kurator menganggap bahwa tindakantindakan hukum yang dilakukan debitor pailit tersebut merugikan kepentingan para kreditor. 2. Terdapat beberapa hambatan-hambatan yang dialami kreditor dalam hal kepailitan, yaitu: 1) Belum ada dana untuk biaya pengurusan dan pemberesan harta pailit 2) Debitor pailit tidak kooperatif 3) Debitor pailit menjual atau menyembunyikan asetnya sebelum dinyakan pailit B. Saran Perlindungan hukum bagi kreditor, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004, kreditor diberikan hak untuk mengajukan permohonan kepailitan asalkan dengan memenuhi syarat tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, hal ini dapat merugikan kreditor yang lainnya. Dimana Undang-undang kepailitan tidak melarang pengajuan permohonan pailit oleh kreditor, walaupun besarnya tagihan kreditor pemohon hanya merupakan porsi yang sangat kecil dibandingkan dengan keseluruhan utang debitor. Untuk kedepannya diharapakan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dapat mengatur lebih lanjut tentang pengajuan permohonan kepailitan oleh salah satu kreditor agar tidak merugikan kreditor lainnya dan di dalam mengambil keputusan harus berdasarkan persetujuan kreditor lain yang diperoleh dalam rapat kreditor. 7

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Fuady, Munir. Hukum Pailit Dalam Praktik dan Teori. Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010. Hartini, Rahayu. Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia: Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga dan Lembaga arbitrase. Jakarta : Kencana, 2009. Nating, Imran. Peranan Dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Kepailitan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005. Shubhan,M Hadi. Hukum Kepailitan: Prisip, norma, dan Praktik di Peradilan. Jakarta: Kencana, 2009. Sinaga, Syamsudin M. Hukum Kepailitan Di Indonesia. Jakarta: Tatanusa, 2012. Sutedi, Adrian. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Seri Hukum Bisnis: Kepailitan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Widjaja, Gunawan. Tanggung Jawab Direksi Atas kepailitan Perseroan. Jakarta: RajaGrafindo persada, 2003. B. TESIS Kristiyani. Kajian Yuridis atas Putusan Kepailitan Koperasi di Indonesia (Studi kasus Putusan Nomor : 01/Pailit/2008/Pengadilan Negeri Semarang). Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Semarang. Semarang: 2008. Rahmadewi, Maria Regina Fika. Penyelesaian utang debitor terhadap kreditor melalui kepailitan. Tesis Magister Kenotariatan fakultas Hukum Universitas Diponegoro semarang. Semarang: 2007. Ramadhani, Bravika Bunga. Penyelesaian utang piutang Melalui kepailitan (Studi Kasus Pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tentang P.T Prudential Life Inurance). Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Semarang: 2009. C. SUMBER LAIN http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26372/3/chapter%20ii.pdf, Diunduh 23 September 2013. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32633/3/chapter%20ii.pdf, Diunduh 23 September 2013. D. UNDANG-UNDANG Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 8

BIODATA PENULIS Nama : Dedy Tri Hartono Tempat tanggal lahir : Langaleso, 24 Januari 1991 Agama : Islam Alamat : Jl. Tadulako, Desa Langaleso Alamat Email : Dedy_fakum09@yahoo.co.id Telpon/Hp : 085394352946 9