I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik dan emosi (Lubis, 2005). Stres fisik dan stres psikis dapat dialami oleh

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan peserta pendidikan di tingkat perguruan tinggi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Komisi Etik

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mukosa mulut yang bersifat kambuhan, merupakan salah satu lesi mulut yang

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan penyakit pada mukosa mulut yang paling sering diderita manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun. Selama masa pembelajaran, mahasiswa diharapkan dapat menguasai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh yang penting. Rongga mulut mencerminkan kesehatan tubuh seseorang karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

ANGKA KEJADIAN STOMATITIS APTHOSA REKUREN (SAR) DITINJAU DARI FAKTOR ETIOLOGI DI RSGMP FK UNSRAT TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih perlu mendapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dipengaruhi oleh berbagai kondisi sistemik maupun non-sistemik (Coulthard dkk.,

Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut. goeno subagyo

BAB I PENDAHULUAN. sebelum dan selama menstruasi bahkan disertai sensasi mual. 1 Dalam istilah

1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel.

NaSulistiani, dkk, Prevalensi dan Distribusi Penderita Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) di Klinik..

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

REINFORECEMENT BLOK 11 Pemicu 2. DR.Harum Sasanti, drg, SpPM KaDep. Ilmu Penyakit Mulut FKGUI

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan insulin, baik total ataupun sebagian. DM menunjuk pada. kumpulan gejala yang muncul pada seseorang yang dikarenakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tipe Herpes Virus yang telah teridentifikasi. Human Herpes Virus antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, maka populasi penduduk lansia juga akan meningkat. 2 Menurut Badan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

MINYAK GOSOK DAPAT MENGOBATI STOMATITIS APTOSA REKUREN SECARA TOPIKAL

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelum tidur malam, hal itu dikarenakan agar sisa-sisa makanan tidak menempel di

Pada anak anak yang menggunakan dot, menghisap ibu jari atau yang menggunakan dot mainan, keadaan semua ini juga bisa menimbulkan angular cheilitis.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang merupakan sindrom

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

BAB I PENDAHULUAN. beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) di dunia diprediksi akan meningkat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada akhir tahun 2009 terdapat lebih dari kasus Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia.

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Mukosa mulut memiliki salah satu fungsi sebagai pelindung atau

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung singkat dan dapat dikendalikan. Kecemasan berfungsi sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

Pendahuluan. Bab Pengertian

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit

Lampiran I LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terlihat sembab, sakit kepala, dan nyeri dibagian perut 1. dengan PMS (Premenstruation Syindrom). Bahkan survai tahun 1982 di

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

HAL-HAL YANG BERPENGARUH PADA KOMPOSISI SEKRESI SALIVA. Departemen Biologi Oral FKG USU

EFEKTIVITAS PEMBERIAN GEL LIDAH BUAYA YANG DIAPLIKASIKAN SECARA TOPIKAL PADA STOMATITIS AFTOSA REKUREN MINOR

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

EFEK GEL EKSTRAK CURCUMA LONGA (KUNYIT) TERHADAP PENYEMBUHAN STOMATITIS AFTOSA REKUREN TIPE MINOR PADA PASIEN RSGM USU

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Penatalaksanaan Ulser Kronis pada Kedua Lateral Lidah. Laporan Kasus. Dosen dan Mahasiswa FKG UHT, Jl Arif Rahman Hakim 150, Surabaya 60111

Gambaran Stomatitis Aftosa Rekuren pada pengguna alat ortodonsi cekat mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Sam Ratulangi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa.

*coret yang tidak perlu

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

BAB I PENDAHULUAN. memeliki beberapa fungsi, diantaranya yaitu mastikasi atau pengunyahan, estetik,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Ninda Karunia Rahayu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

BAB V HASIL PENELITIAN

GAMBARAN STOMATITIS AFTOSA REKUREN DAN STRES PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B BITUNG

BAB I PENDAHULUAN. jenis. Kehamilan merupakan keadaan fisiologis wanita yang diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

TATA LAKSANA SAR MINOR UNTUK MENGURANGI REKURENSI DAN KEPARAHAN (Laporan kasus)

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres adalah respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara terus menerus yang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan emosi (Lubis, 2005). Stres fisik dan stres psikis dapat dialami oleh seseorang dalam waktu yang bersamaan (Kumar dkk., 2014). Stres dapat mempengaruhi keadaan psikis diantaranya adalah emosi, faktor kognitif, dan perilaku yang dapat menyebabkan sakit (Genco dkk., sit Hernawati, 2013). Kejadian-kejadian tertentu dalam kehidupan dapat menjadi faktor terjadinya stres. Faktor psikososial lingkungan akan memberikan dampak bagi kesehatan. Stres merupakan ketegangan atau tekanan yang berdampak pada kejiwaan seseorang. Stres setiap individu berbeda dipengaruhi oleh seberapa besar dukungan sosial yang diterimanya (Hernawati, 2013). Gangguan psikosomatik dapat mempengaruhi kondisi tubuh maupun pikiran. Diagnostic and Statically Manual Mental Disorder II mendefinisikan gangguan psikosomatik sebagai gejala yang disebabkan oleh faktor emosi dan melibatkan sistem dalam organ tubuh yang biasanya di bawah inervasi saraf otonom. Penyakit ini memiliki gejala fisik yang disebabkan karena mental atau emosi, diantaranya adalah stres, kecemasan, dan depresi. Gangguan psikosomatik dapat mempengaruhi kondisi mulut dan struktur rongga mulut. Faktor emosi dan psikis dapat menganggu fungsi hormon, peredaran darah, dan fungsi otot. Gangguan fungsi yang terjadi menghasilkan berbagai macam perubahan

lingkungan organ mulut diantaranya adalah nyeri, gangguan pergerakan rahang, xerostomia, dan ulkus (Kandagal dkk., 2012). Tubuh dan pikiran adalah satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Mukosa rongga mulut sangat bereaksi terhadap pengaruh faktor psikis. Pada beberapa kasus penyakit mulut mungkin secara langsung dipengaruhi oleh faktor emosi, contoh lesi pada rongga mulut secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor emosi (Kandagal dkk., 2012). Penyakit mulut dengan etiologi psikosomatik dan faktor mental atau emosi berperan sebagai faktor resiko yang mempengaruhi kemunculan dan keparahan penyakit mukosa rongga mulut (Ivicia dkk., 2003; Nagabhushan dkk., 2004; Sanadi dkk., 2005). Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) adalah penyakit rongga mulut yang paling sering dijumpai di masyarakat dengan prevalensi rata-rata mencapai 20%- 25% (Kumar dkk., 2014; Langlais dkk., 2013; Scully dkk., 2003). Prevalensi RAS pada populasi di dunia bervariasi antara 5%-66%. Penelitian lain menunjukkan angka kejadian mencapai 90% pada anak yang kedua orang tuanya mempunyai riwayat RAS (Buno, 1998 sit. Sumintarti dan Marlina, 2012). Prevalensi RAS pada beberapa negara diantaranya adalah Amerika Serikat sebesar 60%, Swedia 2%, Spanyol 1,9% dan di Malaysia 0,5%. Saat ini Indonesia belum mempunyai data mengenai prevalensi kejadian RAS (Jurge dkk., 2006; Tangkilisan dkk., 2013). Recurrent Aphthous Stomatitis juga dikenal dengan istilah aphtae, atau canker sores merupakan suatu penyakit mukosa mulut yang paling sering terjadi (Scully, 2006). Stomatitis adalah inflamasi mukosa mulut yang dapat terjadi pada

mukosa bagian bukal (pipi), labial (bibir), lidah, gusi, langit-langit, dan dasar mulut. Lesi RAS menimbulkan rasa nyeri, bentuknya bulat atau oval dengan pusat nekrotik yang dangkal disertai dengan pseudomembran warna putih kekuningan (Scully dan Poter, 2008). Stomatitis menimbulkan rasa nyeri yang dapat mempengaruhi kualitas hidup karena rasa tidak nyaman yang ditimbulkan saat menggosok gigi, makan, minum, menelan, menjalankan aktivitas sehari-hari, dan berbicara (Kumar dkk., 2014; Zwiri, 2015; Scully, 2003). Gambaran klinis RAS oleh Stanley (1972) dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu minor aphtae, major aphtae, dan herpetiform ulcers (Langlais dkk., 2013; Preeti dkk., 2011; Wong dkk., 2007). Sampai saat ini etiologi RAS masih belum diketahui dengan pasti. Recurrent Aphthous Stomatitis dipengaruhi oleh banyak faktor yang memungkinkan untuk berkembang menjadi ulkus. Faktor-faktor predisposisi munculnya RAS terdiri dari Sodium Lauryl Sulphate (SLS) yang terkandung dalam pasta gigi dan obat kumur, trauma, genetik, gangguan imunologi, alergi, sensitivitas, stres, defisiensi nutrisi, defisiensi hematinik, hormonal, merokok, infeksi virus dan bakteri (Scully, 2003). Lesi serupa juga dapat muncul kemungkinan karena gangguan sistemik termasuk penyakit Behcet, sindrom Sweet's, neutropenia, sindrom mouth and genital ulcers with inflamed cartilage (MAGIC), a periodic syndrome with fever and pharyngitis (PFAPA), berbagai jenis kekurangan gizi dengan atau tanpa gangguan pencernaan, imunodefisiensi, dan infeksi virus HIV. Obat seperti nonsteroidal anti-inflamatory drugs (NSAID) atau nicorandil dapat mengakibatkan terjadinya ulkus seperti RAS (Porter, 2000).

Stres merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap terjadinya ulkus RAS (Boras dan Savage, 2007; Natah dkk., 2004; Scully dkk., 2003; Keenan dan Spivakovksy, 2013). Menurut Huling dkk., (2012) stres berperan dalam perkembangan RAS. Stres akan menginduksi aktivitas immunoregulatory dengan menaikkan jumlah leukosit pada lokasi inflamasi yang akan mempengaruhi RAS (Gallo dkk., 2009). Prevalensi RAS dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis kelamin. Recurrent Aphthous Stomatitis lebih sering dijumpai pada perempuan dibanding pada laki-laki. Perempuan memiliki stres yang lebih tinggi dari pada laki-laki, karena perempuan lebih peka terhadap perubahan lingkungan dan mudah merasa cemas (Tangkilisan, 2013). Gavic dkk. (2014) melaporkan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara kecemasan, depresi, dan stres psikis terhadap terjadinya RAS. Menurut Smith dan Wray (sit. Jurge dkk., 2006), RAS dapat terjadi pada semua umur tetapi lebih sering ditemukan pada masa dewasa muda. Secara umum RAS mempengaruhi 20% dari jumlah total populasi. Beberapa populasi memiliki kemungkinan yang lebih tinggi terhadap kemunculan RAS, dalam beberapa kasus hal ini berhubungan dengan meningkatnya jenjang pendidikan dan stres yang dipicu karena pekerjaan. Kemunculan RAS pada usia dewasa atau memburuknya kondisi dapat mengindikasikan adanya penyakit sistemik yang mendasarinya termasuk diantaranya adalah kondisi darah, sistem imun, dan kondisi jaringan ikat (Boras, 2007). Stres psikis sebagai faktor pemicu timbulnya RAS telah disebutkan dalam literatur dan biasanya ditemukan selama kondisi stres seperti periode ujian

sekolah, perawatan gigi, dan periode perubahan yang signifikan dalam kehidupan. Enam puluh delapan persen pasien melaporkan terjadinya RAS berhubungan dengan beberapa situasi tersebut, terutama perubahan dalam kehidupan seperti masalah keluarga, pekerjaan baru, posisi baru di pekerjaan, dan lokasi tempat tinggal yang baru (Soto dkk., 2004; Kaufman, 1976; Sircus dkk., 1972, sit Gallo, 2009). Pada pasien dengan riwayat RAS, stres psikis menjadi perantara yang erat kaitannya dengan kemunculan RAS baru (Hulling dkk., 2012). Ketegangan hidup secara tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi fisik seseorang, ketegangan hidup dapat menganggu keseimbangan sistem kekebalan tubuh sehingga menyebabkan penekanan fungsi limfosit T. Faktor psikogenik melalui saraf otonom atau saraf somatik yang berhubungan dengan rongga mulut dapat menyebabkan timbulnya ulkus (Earl, 2002). Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan stres psikis dengan keparahan RAS pada pasien di klinik Oral Medicine RSGM Prof. Soedomo FKG UGM. Penelitian dilakukan di klinik Oral Medicine karena di klinik Oral Medicine banyak menangani masalah penyakit mukosa mulut termasuk RAS. Sepengetahuan penulis penelitian mengenai hubungan stres psikis dengan keparahan RAS belum pernah dilakukan sebelumnya di RSGM Prof. Soedomo FKG UGM. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah : Apakah terdapat hubungan antara stres psikis dengan keparahan RAS pada pasien di RSGM Prof. Soedomo FKG UGM?

C. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya mengenai Prevalensi Terjadinya RAS Pada Mahasiswa Sumatera Utara Yang Berpengalaman RAS telah diteliti oleh Habakuk (2009) dengan menggunakan kuesioner RAS. Didapati hasil penelitian berupa persentase stres sebesar 30,43% terutama saat ujian sebagai salah satu faktor predisposisi RAS pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang mengalami RAS. Penelitian tentang RAS Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara telah dilakukan oleh Nisa (2011). Pada penelitian tersebut peneliti menggunakan alat ukur dengan kuesioner RAS untuk mengetahui penyebab ulkus, kuesioner Perceived Stress Scale (PSS), dan kuesioner Dental Environment Stress (DES) untuk mengetahui stres psikis. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini berupa proporsi faktor stres sebagai salah satu predisposisi RAS pada mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yaitu sebanyak 56,8%. Penelitian lain mengenai Gambaran Stres Pada Mahasiswa Pendidikan Profesi Program Studi Kedokteran Gigi FKG Sam Ratulangi Yang Memiliki Pengalaman RAS telah diteliti oleh Tangkilisan (2013). Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur RAS dan Perceived Stress Scale (PSS) dengan cara wawancara. Hasil yang didapatkan berupa gambaran stres pada mahasiswa pendidikan profesi Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi yang memiliki pengalaman RAS sebesar 59,7% dengan tingkat stres yang tinggi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah di dalam penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner Ulcer Severity Score (USS) untuk mengetahui keparahan RAS serta kuesioner Perceived Stress Scale (PSS) untuk mengetahui stres psikis yang sedang dialami subyek. Untuk memperoleh hasil apakah terdapat hubungan antara stres psikis dan keparahan RAS data dianalisis dengan menggunakan uji Korelasi Pearson apabila data terdistribusi normal dan Korelasi Spearman apabila data tidak terdistribusi normal. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara stres psikis dengan keparahan RAS pada pasien di RSGM Prof. Soedomo FKG UGM. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu pengetahuan, yaitu : 1. Memberikan informasi mengenai hubungan antara stres psikis dengan keparahan RAS. 2. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.