PENGAYAAN UNSUR TANAH JARANG SECARA DESTRUKSI DAN PENGENDAPAN DARI PASIR MONASIT BANGKA ANNA ROHANI ROIDA MANURUNG

dokumen-dokumen yang mirip
DESTRUKSI HASIL SAMPING PENAMBANGAN TIMAH BELITUNG MENGGUNAKAN MICROWAVE UNTUK EKSTRAKSI UNSUR TANAH JARANG NURUL ICHSAN

Jurnal Kimia Indonesia

3 Metodologi Penelitian

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

PENGEMBANGAN METODE DESTRUKSI UNSUR TANAH JARANG DARI TAILING PASIR TIMAH PULAU BANGKA FITRIA PRATIWI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

3 Metodologi Penelitian

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3.

KEMURNIAN DAN NILAI FAKTOR PEMISAHAN TRANSPOR UNSUR La TERHADAP UNSUR Nd, Gd, Lu DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG

PEMISAHAN TORIUM DAN URANIUM DARI PASIR MONAZIT PULAU BANGKA DENGAN METODE DESTRUKSI DAN PENGENDAPAN ANNISA AMELIA

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements (REE), atau rare

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

I.1 Deskripsi Topik Penelitian dan Latar Belakang

Eksplorium ISSN Volume 32 No. 2, November 2011:

BAB III METODE PENELITIAN

PEMISAHAN UNSUR TANAH JARANG DARI SENOTIM DENGAN METODE PENGENDAPAN MELALUI DESTRUKSI MENGGUNAKAN AKUA REGIA

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

PENGARUH HNO 3 DAN KBrO 3 PADA PEMBUATAN KONSENTRAT Ce, La DAN Nd DARI PASIR MONASIT

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA. Senin, 21 April Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH KELOMPOK 1

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

PROSES PELARUTAN ASAM SULFAT DAN ASAM KLORIDA TERHADAP HASIL REDUKSI TERAK TIMAH

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012

BAB III METODE PENELITIAN

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENENTUAN KADAR KLORIDA DALAM MgCl 2 DENGAN ANALISIS GRAVIMETRI

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN

PENGENDAPAN URANIUM DAN THORIUM HASIL PELARUTAN SLAG II URANIUM AND THORIUM PRECIPITATION FROM SOLUTION OF SLAG II

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112)

Pupuk dolomit SNI

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

Direndam dalam aquades selama sehari semalam Dicuci sampai air cucian cukup bersih

STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

PENENTUAN KONDISI PELARUTAN RESIDU DARI HASIL PELARUTAN PARSIAL MONASIT BANGKA

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Metodologi Penelitian

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

BAB 3 METODE PERCOBAAN

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

Soal-Soal. Bab 7. Latihan Larutan Penyangga, Hidrolisis Garam, serta Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Larutan Penyangga

Pupuk super fosfat tunggal

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

BAB III METODE PENELITIAN

III. REAKSI KIMIA. Jenis kelima adalah reaksi penetralan, merupakan reaksi asam dengan basa membentuk garam dan air.

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

Penarikan sampel (cuplikan) Mengubah konstituen yang diinginkan ke bentuk yang dapat diukur Pengukuran konstituen yang diinginkan Penghitungan dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

DIGESTI MONASIT BANGKA DENGAN ASAM SULFAT

HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMUNGUTAN LANTANUM DARI MINERAL MONASIT BANGKA DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG BERTINGKAT

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

KADAR ABU & MINERAL. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset

LATIHAN ULANGAN TENGAH SEMESTER 2

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 2. Prosedur Analisis Logam Dalam Sedimen dengan metode USEPA 3050B (APHA, 1992)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

BAB III. BAHAN DAN METODE

HASIL ANALISIS KEBENARAN KONSEP PADA OBJEK PENELITIAN. Penjelasan Konsep

Transkripsi:

i PENGAYAAN UNSUR TANAH JARANG SECARA DESTRUKSI DAN PENGENDAPAN DARI PASIR MONASIT BANGKA ANNA ROHANI ROIDA MANURUNG DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

iv PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengayaan Unsur Tanah Jarang Secara Destruksi dan Pengendapan dari Pasir Monasit Bangka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2013 Anna Rohani Roida Manurung NIM G44080092

iv ABSTRAK ANNA ROHANI ROIDA MANURUNG. Pengayaan Unsur Tanah Jarang Secara Destruksi dan Pengendapan dari Pasir Monasit Bangka. Dibimbing oleh KOMAR SUTRIAH dan MUHAMMAD FARID. Unsur tanah jarang (UTJ) merupakan unsur lantanida yang banyak dimanfaatkan untuk peralatan elektronik berteknologi tinggi. Dalam penelitian ini, pengayaan UTJ dari mineral bumi dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu destruksi, ekstraksi menggunakan microwave oven, dan pengendapan. Pada tahap destruksi kering dan basah dengan bantuan NaOH, masing-masing menghasilkan jumlah UTJ sebesar 25.56% dan 44.30%. Tahap ekstraksi menggunakan microwave oven dengan pelarut HCl 37% berhasil melarutkan UTJ pada daya high selama 30 menit. Kadar total UTJ yang terdapat pada fase cair hasil ekstraksi destruksi basah dan kering masing-masing sebesar 35.72% dan 29.97%. Endapan UTJ mulai terbentuk ketika ph pengendapan lebih dari 7 menggunakan NH 4 OH 2 N. Jumlah total UTJ yang terendapkan pada fase umpan destruksi basah dan kering pada ph 10 masing-masing sebesar 2.76% dan 1.18%. Endapan pada ph 10 memberikan jumlah total UTJ terbesar dan fase umpan destruksi kering menghasilkan endapan yang efektif dalam pengayaan UTJ dengan berkurangnya unsur pengotor, seperti Si, P, dan tidak terdapat unsur Th, serta mengandung unsur U dengan jumlah yang sedikit, yaitu 12 ppm. Hal ini sesuai dengan nilai persen perolehan unsur non-utj dan radioaktif yang lebih kecil dibandingkan fase umpan dari destruksi basah, akan tetapi mengandung unsur U dalam jumlah sedikit sebesar 0.00006 g dan tanpa unsur Th. Kata kunci: destruksi, ekstraksi, pengendapan, unsur tanah jarang ABSTRACT ANNA ROHANI ROIDA MANURUNG. Enrichment of Rare Earth Elements by Destruction and Precipitation of Bangka Monazite Sand. Supervised by KOMAR SUTRIAH and MUHAMMAD FARID. Rare earth elements (REEs) are lanthanide elements widely used in high-tech electronic equipment. In this study, REEs from earth minerals were enriched through several stages, namely destruction, extraction by microwave oven, and precipitation. The dry and wet destruction phases by using NaOH produced a total of 25.56% and 44.30% REEs, respectively. At the extraction by microwaves stage with HCl 37% as solvent, REEs were successfully dissolved in 30 minutes at high energy. Total amount of REEs which contained in the liquid phase from wet and dry destruction were 35.72% and 29.97%, respectively. Precipitation of REEs started when the ph value was higher than 7, reached by using NH 4 OH 2 N. Total precipitated REEs in wet and dry feed destruction at ph 10 was 2.76% and 1.18%, respectively. Precipitation at ph 10 gave the highest total REEs. Dry feed destruction produced precipitate that effectively enrich REEs by decreasing impurity elements, such as Si and P, and there was no Th element found. It is also contained low U element which was only 12 ppm. This is consistent with the value of percent recovery and the non-radioactive REEs which was smaller than the wet feed destruction, but contains elements of U in the amount of not less than 0.00006 g and without Th element. Keywords: destruction, extraction, precipitation, rare earth elements

5 PENGAYAAN UNSUR TANAH JARANG SECARA DESTRUKSI DAN PENGENDAPAN DARI PASIR MONASIT BANGKA ANNA ROHANI ROIDA MANURUNG Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6 Judul Skripsi : Pengayaan Unsur Tanah Jarang Secara Destruksi dan Pengendapan dari Pasir Monasit Bangka Nama : Anna Rohani Roida Manurung NIM : G440080092 Disetujui oleh Dr Komar Sutriah, MS Pembimbing I Drs Muhammad Farid, MSi Pembimbing II Diketahui oleh Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen Kimia Tanggal lulus:

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pengayaan Unsur Tanah Jarang Secara Destruksi dan Pengendapan dari Pasir Monasit Bangka. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Desember 2012 di Laboratorium Terpadu, Laboratorium Kimia Fisik, serta Laboratorium Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bimbingan, dukungan, kerjasama, dan dana yang telah diberikan oleh Bapak Dr Komar Sutriah, MS selaku pembimbing I dan Bapak Drs Muhammad Farid, MSi selaku pembimbing II. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada orang tua tercinta, kak Nelly, adik tercinta Primanto dan Wira yang telah membantu saya dalam doa maupun dana. Penulis juga sangat berterima kasih kepada Annisa Amelia, Rafael Gunawan Silaban yang selalu menemani dan memberi semangat selama penelitian, Arfin, Dumas Flish Tang, Rofiqoh, Resvina, Ryna, teman-teman komisi Diaspora PMK IPB, Pak Sawal, Pak Caca, Pak Mulyadi, Pak Mail, teh Nurul, Pak Sabur, Indah, Baim, analis Laboratorium Terpadu IPB, dan temanteman Kimia 45 (kimceu). Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Bogor, Februari 2013 Anna Rohani Roida Manurung

2 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 METODE 2 Bahan dan Alat 2 Prosedur Penelitian 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Destruksi Monasit 5 Ekstraksi Unsur Tanah Jarang Dengan HCl 37% Menggunakan Microwave 10 Pengendapan Unsur Tanah Jarang 14 Persen Keberhasilan Perolehan UTJ Melalui Proses Destruksi, Ekstraksi, dan Pengendapan 17 SIMPULAN DAN SARAN 19 Simpulan 19 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 23

3 DAFTAR TABEL 1 Bentuk unsur dominan setelah perlakuan 6 2 Probabilitas keberadaan unsur 13 DAFTAR GAMBAR 1 Cawan krus besi 5 2 Kurva termogram hasil peleburan monasit 1:6 7 3 Jumlah unsur tanah jarang sebelum perlakuan (A) dan sesudah destruksi kering dengan NaOH (B) 7 4 Jumlah unsur non-utj dan radioaktif sebelum perlakuan (A) dan sesudah destruksi kering dengan NaOH (B) 8 5 Jumlah UTJ, non-utj, dan unsur radioaktif sebelum perlakuan (A) dan sesudah destruksi dengan NaOH (B) 9 6 Perangkat alat destruksi basah monasit 10 7 Pemanasan secara konvensional (a) dan gelombang mikro (b) 11 8 Kelarutan UTJ pada filtrat hasil ekstraksi dengan HCl 37% menggunakan microwave oven terhadap contoh fase padat destruksi basah (a) dan destruksi kering (b) 12 9 Perbandingan jumlah kadar UTJ yang terlarut menggunakan microwave oven terhadap contoh fase padat destruksi basah dan kering pada daya high 12 10 Jumlah kelarutan unsur radioaktif dan non-utj 13 11 Jumlah UTJ yang mengendap dengan penambahan NH 4 OH pada contoh fase cair destruksi kering (a) dan basah (b) 15 12 Endapan ph 10 dari contoh fase cair destruksi kering 15 13 Endapan ph 7 dan ph 10 dari contoh fase cair destruksi basah 16 14 Jumlah UTJ, non-utj dan unsur radioaktif yang mengendap pada ph 10 terhadap fase umpan destruksi basah dan kering 16 15 Persen perolehan UTJ terhadap contoh fase padat destruksi kering dan basah 17 16 Jumlah UTJ sebelum perlakuan (A), setelah perlakuan destruksi (B), ekstraksi microwave (C), dan pengendapan (D) terhadap contoh fase padat destruksi kering (a) dan basah (b) 18 DAFTAR LAMPIRAN 1 Bagan alir penelitian 24 2 Sifat-sifat unsur tanah jarang 26 3 Hasil analisis komposisi contoh sebelum perlakuan menggunakan XRF 27 4 Hasil analisis komposisi contoh dengan perlakuan destruksi kering dan basah menggunakan XRF 28

5 Hasil analisis perbandingan kandungan unsur non-utj, radioaktif, dan UTJ hasil destruksi kering dan basah menggunakan XRF 29 6 Hasil analisis kelarutan unsur non-utj, radioaktif, dan UTJ terhadap contoh fase padat destruksi basah menggunakan ICP-OES 30 7 Hasil analisis kelarutan unsur non-utj, radioaktif, dan UTJ terhadap contoh fase padat destruksi kering menggunakan ICP-OES 32 8 Hasil analisis proses pengendapan unsur non-utj, radioaktif, dan UTJ pada ph 4, 7, dan 10 dari contoh fase cair destruksi kering menggunakan XRF 34 9 Hasil analisis proses pengendapan unsur non-utj, radioaktif, dan UTJ pada ph 4, 7, dan 10 dari fase cair destruksi basah menggunakan XRF 35 10 Kandungan bobot dan persen perolehan kembali (recovery) unsur non-utj, radioaktif, dan UTJ pada proses destruksi, ekstraksi, dan pengendapan 36 11 Diagram alir pengayaan unsur Ce dalam contoh dari keseluruhan proses 38 12 Diagram alir pengayaan UTJ dalam skala industri 39 4

1 PENDAHULUAN Unsur tanah jarang (UTJ) merujuk pada kelompok unsur pada golongan lantanida, dengan nomor atom 57 sampai 71, serta skandium (Sc), itrium (Y), dan torium (Th) dan merupakan unsur yang sangat langka atau keterdapatannya sangat sedikit. Sumber utama UTJ dapat diperoleh dari mineral monasit, senotim, dan basnasit (Kanazawa dan Kamitani 2006). Mineral monasit ((Ln,Th)PO 4 ) merupakan senyawa fosfat logam tanah jarang yang mengandung 50 70% oksida unsur tanah jarang serta sumber penting torium, lantanum, dan serium (Suprapto 2009). Monasit merupakan salah satu mineral ikutan pada proses penambangan timah. Di alam, monasit terdapat dalam campuran dengan mineral lain, seperti cassiterite (SnO 2 ), zirkon (ZrSiO 4 ), ilmenite (FeTiO 3 ), rutile (TiO 2 ), magnetit, dan garnet. Pemisahan monasit dari mineral lainnya dapat dilakukan berdasarkan perbedaan berat jenis atau sifat magnet (Spedding dan Daane 1961). Monasit memiliki kemagnetan yang sangat kecil, sehingga hanya tertarik oleh magnet yang sangat kuat, sedangkan bijih-bijih lainnya dipisahkan dengan magnet yang lebih lemah dan sisanya tidak bersifat magnet (non magnet). Konsentrat monasit dapat diperoleh hingga 60% monasit. Mineral yang mengandung UTJ banyak ditemukan pada hasil samping penambangan timah, seperti di pulau Bangka, Belitung, Singkep, Riau, dan Kalimantan (Wasito dan Biyanto 2009). Kegunaan penting dari UTJ pada bidang industri, peralatan, maupun teknologi canggih mengakibatkan usaha untuk memurnikannya terus meningkat. Peralatan seperti superkonduktor, baterai isi ulang, transistor, katalis cracking, magnet permanen, radar, serat optik, dan layar komputer (LCD) menggunakan UTJ sebagai bagian dari komponennya (Barret dan Dhesi 2001). Logam-logam UTJ yang berasal dari mineral bumi perlu melalui beberapa proses sebelum dapat digunakan dalam keadaan murni dan bebas dari unsur radioaktif uranium, torium, serta unsur pengotor lainnya, seperti PO 4, TiO 2, dan lain sebagainya. Tahapan proses yang biasa dilakukan untuk memperoleh UTJ adalah penghancuran, penggerusan, pemisahan dengan magnet, destruksi, pemisahan, dan pemurnian dari mineral campurannya (Cotton 2006). Tahap destruksi berperan penting untuk memisahkan UTJ secara sempurna dari matrik dalam campuran, sehingga dapat diproses lebih lanjut (Gupta dan Krishnamurthy 2004). Destruksi merupakan cara untuk membuat contoh menjadi bentuk yang larut atau mengubah sampel menjadi bentuk materi yang dapat diukur, sehingga analat yang terdapat didalamnya dapat dianalisis, serta dapat dilakukan secara terbuka ataupun secara tertutup. Destruksi terbuka dilakukan di dalam gelas piala atau biasa disebut destruksi basah, sedangkan destruksi tertutup atau destruksi kering dilakukan di dalam suatu wadah yang tahan terhadap pemanasan (Harvey 2000). Destruksi mineral yang mengandung UTJ pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Berdasarkan penelitian Mulyani (2007), destruksi dengan menggunakan bom teflon pada berbagai sampel tanah memberikan hasil analisis yang lebih tinggi dibandingkan dengan destruksi secara konvensional (destruksi terbuka). Akan tetapi, berdasarkan penelitian Khaldun (2009), destruksi unsur tanah jarang menggunakan bom teflon tidak memberikan hasil yang optimal karena masih terdapat 60% unsur tanah jarang tidak terdestruksi secara sempurna. Proses destruksi unsur tanah jarang yang kurang sempurna memberikan hasil analisis

2 unsur yang tidak optimal dan akan mempengaruhi perolehan unsur tanah jarang dalam tahap selanjutnya (Senovita 2008). Metode destruksi terbuka memiliki kelebihan dibandingkan dengan menggunakan bom teflon, karena dapat digunakan pada skala laboratorium bahkan industri. Selain itu, titik leleh teflon hanya 324 C, sehingga tidak dapat menganalisis unsur dalam tanah yang harus terlebih dahulu diubah menjadi bentuk oksidanya dengan dilebur pada suhu 800 C (Mulyani 2007). Tahapan selanjutnya merupakan pemisahan UTJ dari hasil destruksi leburan basa, yaitu ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro. Ekstraksi berbantuan gelombang menggunakan pelarut asam pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Menurut Pratiwi (2012), pelarut asam mineral yang dapat melarutkan unsur tanah jarang dalam jumlah besar, yaitu HCl 37% dengan residu asam yang dihasilkan sebanyak 0.0141 g dan total kadar unsur tanah jarang sebesar 0.6322% dibandingkan pelarut HNO 3 65%, H 2 SO 4 98%, akuaregia, dan larutan piranha dengan masing-masing residu sebesar 0.5069 g, 0.1093 g, 0.0846 g, dan 0.2692 g. Ekstraksi berbantuan gelombang dapat dilakukan dengan menggunakan microwave. Menurut Lu et al. (2003), kondisi optimal proses ekstraksi, yaitu energi 60% selama 30 menit dengan alat berkekuatan 630 watt. Serta menurut Ichsan (2012), destruksi microwave lebih efektif untuk destruksi lantanum sebesar 26.24% dibandingkan destruksi menggunakan oven sebesar 18.21%. Pemisahan atau pengayaan UTJ dari uranium dan torium dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu ekstraksi, resin penukar ion, dan pengendapan (Susilaningtyas et al. 2000). Pengayaan UTJ dengan cara pengendapan juga pernah diteliti. Berdasarkan hasil penelitian Arief et al. (2001), UTJ(OH) 3 dari larutan UTJ(Cl) 3 menggunakan NH 4 OH 2 N selama 1 jam pada suhu 30 C diperoleh kondisi optimal ph 9.6 dengan rekoveri UTJ(OH) 3 sebesar 98.80%, sedangkan U dan Th yang ikut mengendap masing-masing sebesar 18 ppm dan 24 ppm. Penelitian ini mengkaji perbandingan metode destruksi terbuka dengan teknik destruksi kering dan basah menggunakan pelarut NaOH, serta pengayaan UTJ dari unsur radioaktif U dan Th dan unsur non-utj dengan cara pengendapan menggunakan larutan umpan UTJ(Cl) 3. Parameter yang diperhatikan dalam proses pengendapan adalah ph yang digunakan. METODE Metode penelitian ini mengikuti diagram alir pada Lampiran 1 yang terdiri atas empat tahap, yaitu destruksi pasir monasit dengan NaOH, ekstraksi UTJ dengan HCl 37% menggunakan microwave oven, pengendapan UTJ, dan analisis dengan flouresensi sinar-x (XRF) dan spektrometri emisi optik-plasma gandeng induktif (ICP-OES). Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan meliputi pasir monasit hasil samping timah, pelet NaOH, larutan NaOH 50%, HCl 37%, NH 4 OH 2 N, akuades, asam borat, dan polivinil alkohol. Alat-alat yang digunakan meliputi cawan krus besi, alat

3 pembakar gas, tanur, oven, labu kjehdal, neraca analitik, ph universal, ayakan 200 mesh, sentrifus, mesin penggerus, pengaduk magnet, hotplate, neraca analitik, gegep, microwave oven tipe Panasonic NN-5215WF/MF 800W, ICP-OES tipe Agilent 725-ES, XRF tipe ARL Advent + XP, serta berbagai alat gelas laboratorium. Prosedur Penelitian Destruksi Pasir Monasit Destruksi Kering Pasir monasit hasil samping timah yang berukuran 200 mesh dan NaOH (p) ditimbang di dalam cawan krus besi menggunakan neraca analitik dengan perbandingan pasir monasit per massa NaOH sebesar 1:6 kemudian cawan beserta isinya dilebur terlebih dahulu menggunakan pembakar gas hingga pelet NaOH dalam bentuk cair. Setelah pelet NaOH beserta pasir telah tercampur dan tidak menimbulkan percikan, cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam tanur. Suhu tanur yang digunakan sebesar 700 C selama 2 jam, kemudian dinaikkan secara perlahan-lahan sebesar 800 C selama 2 jam. Kemudian cawan beserta isinya dikeluarkan dari tanur dan dibiarkan dingin. Sebanyak 250 ml akuades panas dimasukkan ke dalam cawan krus besi secara perlahan-lahan. Larutan dalam cawan krus besi dituang ke dalam gelas piala, sehingga terdapat fase padat dan cair. Setelah itu, dilakukan pengendaptuangan untuk mendapatkan fase padat. Fase padat tersebut dilakukan pencucian menggunakan akuades panas sebanyak 250 ml hingga ph 13, kemudian dikeringkan menggunakan oven, sedangkan fase cair ditampung. Fase padat dianalisis menggunakan XRF. Dekstrusi Basah Pasir monasit hasil samping timah yang berukuran 200 mesh sebanyak 30 gram ditambah 300 ml NaOH 50% ke dalam labu kjehdal 500 ml. Setelah itu, pemanasan dilakukan dengan menggunakan pembakar bunsen hingga larutan NaOH hampir kering, setelah hampir kering larutan NaOH 50% kembali ditambahkan sebanyak 300 ml. Larutan tersebut dibakar kembali menggunakan pembakar bunsen hingga larutan hampir kering. Setelah larutan hampir kering, labu beserta isinya dituang ke gelas piala untuk memperoleh fase padat. Fase padat tersebut dilakukan pencucian menggunakan akuades panas sebanyak 1600 ml hingga ph 7, kemudian dikeringkan menggunakan oven, sedangkan fase cair ditampung. Fase padat dianalisis menggunakan XRF. Ekstraksi Unsur Tanah Jarang Dengan HCl 37% Menggunakan Microwave Fase padat hasil destruksi kering dan basah sebanyak 1 g ditambah 80 ml HCl 37% ke dalam labu bulat, kemudian diekstraksi menggunakan microwave oven. Waktu ekstraksi diatur selama 30 menit (waktu maksimum microwave yang digunakan) serta daya diatur dengan variasi high, medium, dan low. Kemudian contoh dikeluarkan dari microwave, volume pelarut sisa hasil ekstraksi diukur menggunakan gelas ukur, dan fase padat beserta fase cair diendaptuang hingga

4 terpisah. Fase padat dikeringkan pada suhu kamar, sedangkan fase cair ditampung. Fase cair dianalisis menggunakan ICP-OES. Pengendapan Unsur Tanah Jarang Fase cair hasil ekstraksi yang mengandung unsur tanah jarang terbanyak diambil sebanyak 50 ml, kemudian diendapkan menggunakan larutan NH 4 OH 2 N. Fase cair tersebut diendapkan dengan beberapa ph. Larutan NH 4 OH 2 N ditambah hingga larutan memiliki ph 4 (menggunakan ph universal). Fase cair yang ber-ph 4 diaduk selama 1 jam kemudian dikocok menggunakan sentrifus dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Endapan hasil pengocokkan, setelah itu dipisahkan dari fase cair dan dikeringkan menggunakan oven. Filtrat cair sisa pengendapan pada ph 4, kemudian diendapkan kembali hingga ph 7. Fase cair yang ber-ph 7 diaduk selama 1 jam kemudian dikocok menggunakan sentrifus dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Endapan hasil pengocokkan, setelah itu dipisahkan dari fase cair dan dikeringkan menggunakan oven. Fase cair sisa hasil pengendapan pada ph 7, kemudian diendapkan kembali hingga ph 10. Fase cair yang ber-ph 10 diaduk selama 1 jam kemudian dikocok menggunakan sentrifus dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Endapan hasil pengocokkan, setelah itu dipisahkan dari filtrat dan dikeringkan menggunakan oven. Endapan berbagai ph (ph 4, ph 7, dan ph 10) dianalisis menggunakan XRF. Analisis Menggunakan XRF Tahapan preparasi menggunakan XRF sebagai berikut, pasir monasit (sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan destruksi serta pengendapan) sebanyak 5 g yang sudah berukuran 200 mesh ditimbang, ditambahkan polivinil alkohol sebanyak 1 g kemudian dicampurkan dengan cara digerus di mortar. Setelah itu ditekan dengan alat pembuat pelet. Cincin pelet dipanaskan terlebih dahulu dalam oven sekitar 15 menit kemudian dipasang dan ditambahkan asam borat 2 g lalu diisi dengan sampel yang sudah digerus. Cross bar ditutup dan tombolnya ditekan maka akan muncul gaya tekan yang diberikan dan waktu yang diperlukan untuk terjadi pelet. Setelah itu cross bar dibuka. Pelet yang sudah jadi diambil dan dimasukkan oven selama 15 menit yang selanjutnya dianalisis menggunakan XRF, alat tekan pelet dibersihkan dengan penyedot debu serta alkohol. Pengukuran ini dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi, Bandung. Analisis Menggunakan ICP-OES Filtrat hasil ekstraksi microwave dianalisis menggunakan ICP-OES untuk mengetahui banyaknya unsur tanah jarang yang terlarut. Standar unsur tanah jarang dengan konsentrasi 1000 ppm ditambah larutan asam nitrat 2% dalam labu takar. Larutan stok tersebut diencerkan hingga 0.5, 1.0, 2.0, 5.0, dan 10 ppm. Larutan contoh diambil dari larutan stok menggunakan pipet sebanyak 2 ml, kemudian diencerkan hingga 50 ml menggunakan akuades dalam labu takar. Standar dan contoh dianalisis dengan ICP-OES yang ada di Laboratorium Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN Destruksi Monasit Destruksi kering Destruksi kering merupakan destruksi yang dilakukan dengan memanaskan sampel pada suhu tinggi selama waktu tertentu hingga sampel menjadi abu atau berwarna putih (Mulyani 2007). Proses destruksi biasa dilakukan dengan bantuan panas atau tekanan, serta lazim dilakukan dengan penambahan pelebur asam atau basa. Asam yang biasa digunakan untuk destruksi adalah H 2 SO 4, HNO 3, dan HF serta basa NaOH atau KOH (Harvey 2000). Destruksi yang dilakukan pada penelitian ini adalah destruksi terbuka dengan teknik destruksi basah dan kering menggunakan NaOH. Destruksi terbuka dengan teknik destruksi kering dilakukan dengan bantuan NaOH, dengan perbandingan berat pasir monasit dan berat NaOH adalah 1:6. Pasir monasit yang berukuran 200 mesh dilebur bersama NaOH menggunakan pembakar gas terlebih dahulu agar reaksi peleburan berlangsung dengan baik dalam suhu tanur yang cukup tinggi, yaitu 700 C dan 800 C. Pemilihan perbandingan berat pasir monasit dan berat NaOH yang digunakan sebesar 1:6 karena setiap UTJ akan mengikat tiga buah basa saat peleburan, sehingga jumlah NaOH yang dibutuhkan akan selalu lebih banyak dibandingkan jumlah sampel yang digunakan (Senovita 2008). Hasil destruksi kering ini menghasilkan jumlah unsur tanah jarang sebesar 9.51% untuk Ce dan 4.02% untuk La, hal ini jauh berbeda dengan hasil yang dilakukan oleh Senovita (2008) yang berhasil melakukan destruksi pasir monasit menggunakan teknik destruksi tertutup (menggunakan bom teflon dalam oven) dengan jumlah UTJ yang terdestruksi sebesar 31.90% untuk Ce dan 13% untuk La dengan perbandingan bobot monasit dan NaOH sebesar 35:65. Hal ini disebabkan logam pengotor seperti Fe yang meningkat setelah perlakuan sebesar 17.95% dari sebelum perlakuan sebesar 1.60% dan dapat berpotensi mempengaruhi proses destruksi karena dapat ikut mengendap menjadi Fe(OH) 3 oleh penambahan NaOH. Peningkatan kadar logam pengotor Fe pada sampel disebabkan oleh terkikisnya cawan krus besi, yang bersifat korosif terhadap basa (Gambar 1). Gambar 1 Cawan krus besi Menurut Suyanti dan Aryadi (2011), analisis monasit seringkali menunjukkan logam-logam pengotor, seperti besi, aluminium, kalsium, magnesium, titanium, zirkonium, dan silika. Bentuk unsur dominan setelah perlakuan dengan penambahan NaOH ditunjukkan pada Tabel 1.

6 Tabel 1 Bentuk unsur dominan setelah perlakuan Unsur Perlakuan dengan basa UTJ UTJ(OH) 3 (s) Ti Ti(OH) 4 (s) Fe Fe(OH) 3 (s) Si Na 2 SiO 3 (aq) Mn Mn(OH) 2 (s) Zr ZrO 2.nH 2 O (s) Sn Na 2 SnO 3 (aq) Sumber: Barnett & Wilson (1953) dan Cotton & Walkinson (1962). Destruksi basa menggunakan NaOH merupakan metode dektruksi basa yang lebih disarankan untuk mendestruksi monasit karena pada hasil reaksi akan terbentuk Th(OH) 4 yang berbentuk padatan, sehingga torium dapat dipisahkan dari sampel monasit yang merupakan unsur pengotor pada UTJ dan salah satu senyawa radioaktif. Selain itu, hasil samping dari pengolahannya, seperti natrium fosfat masih dapat dimanfaatkan untuk pupuk dan NaOH yang telah terpakai masih dapat didaur ulang (Calkins et al. 1957). Pada saat destruksi dengan NaOH terjadi reaksi sebagai berikut (Senovita 2008). (Ln,Th)(PO 4 ) (s) + 3 NaOH (s) Na 3 PO 4 (aq) + Ln(OH) 3 (s) + Th(OH) 3 (s) Pemilihan suhu yang digunakan pada penelitian ini sebesar 700 C dan 800 C, hal ini didasarkan atas kurva termogram yang dihasilkan dari Thermo Gravimetri Analysis/Differential Thermal Analysis (TGA/DTA) (Gambar 2). TGA/DTA merupakan analisis yang dapat digunakan untuk menentukan perubahan berat, temperatur peleburan, temperatur perubahan fase titik rekristalisasi, titik transisi glass, dan entalpi dari suatu bahan (Indaryati et al. 2008). Kurva DTA yang dihasilkan menunjukkan tiga puncak aliran panas yang disebabkan oleh pengurangan air (dehidrasi) dan penguraian (dekomposisi). Puncak endotermis (1) pada 91.12 C memberikan informasi yang berkaitan dengan reaksi dehidroksilasi berupa hilangnya gugus hidroksil atau molekul air. Puncak eksotermis (2) memberikan informasi terjadinya pembentukan fase baru yang melepaskan sejumlah energi sebesar 215.63 uv dengan suhu sebesar 794.37 C. Puncak ini memberikan informasi lebih lanjut tentang terjadinya sintering dan hilangnya matriks oksida lain pada sampel. Oleh karena itu berdasarkan data tersebut dapat diketahui pasir monasit minimal dilebur pada suhu ± 700 C hingga 800 C. Puncak (3) pada suhu 971.86 C berkaitan dengan reaksi dekomposisi dengan bobot yang hilang sebesar 6.731 mg (23.061%).

7 MONASIT 1:6 2 1 3 Gambar 2 Kurva termogram hasil peleburan monasit 1:6 Monasit merupakan mineral yang mempunyai bentuk ikatan fosfat yang mengandung Th dan unsur tanah jarang (Lampiran 3). Komposisi pasir monasit Bangka sebelum didestruksi terlebih dahulu dianalisis menggunakan XRF. Jumlah fosfat sebelum destruksi dengan NaOH sebesar 8.52%, jumlah silika sebesar 6.10%, serta jumlah uranium dan torium masing-masing sebesar 0.195% dan 3.27%. Jumlah total unsur tanah jarang sebesar 34.31%. Semua komponen mayor dan minor (pengotor) tersebut saling berikatan satu sama lain karena unsur tanah jarang dapat membentuk senyawa kompleks yang menyebabkan unsur tanah jarang dapat berada pada bentuk fosfat, karbonat, silikat, oksida, dan florida (Suprapto 2009). Gambar 3 Jumlah unsur tanah jarang sebelum perlakuan (A) dan sesudah destruksi kering dengan NaOH (B)

8 Gambar 4 Jumlah unsur non-utj dan radioaktif sebelum perlakuan (A) dan sesudah destruksi kering dengan NaOH (B) Peleburan oleh NaOH mengakibatkan jumlah Y, La, Ce, Pr, Nd, Dy, Er, dan Yb menurun, jumlah Sm dan Gd meningkat, Pm dan Eu yang tidak terdeteksi sebelum dan sesudah perlakuan, serta Tb, Ho, dan Tm yang terdeteksi setelah perlakuan (Gambar 3). Penurunan kadar ini disebabkan hampir seluruh UTJ berada pada fase cairan ketika dalam tahap perendaman menggunakan akuades setelah proses destruksi, serta semakin meningkatnya jumlah logam pengotor seperti besi (Fe) yang ikut mengendap bersama UTJ, sehingga mengakibatkan jumlah UTJ menurun (Gambar 4) dan Fe tidak terlebur oleh NaOH. Menurut Pratiwi (2012), kenaikan kadar UTJ menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut tidak terleburkan oleh NaOH. Total UTJ yang dihasilkan pada destruksi kering sebesar 25.56% dari total UTJ sebelum perlakuan sebesar 34.31% dan selebihnya merupakan oksida-oksida non-utj dan radioaktif (Lampiran 4). Penurunan jumlah total UTJ ini diikuti penurunan logam pengotor (non-utj dan radioaktif), seperti silika, fosfat, uranium, dan torium (Lampiran 5) dan menunjukkan sebagian besar UTJ terleburkan oleh NaOH. Dengan demikian silika yang terkandung pada pasir monasit bersifat mudah bereaksi dengan NaOH (amorf), sehingga UTJ ikut terlebur juga yang menyebabkan jumlah total UTJ menjadi kecil. Unsur radioaktif seperti torium dan uranium setelah destruksi masingmasing sebesar 2.40% dan 0.137%, hasil ini tidak jauh berbeda dengan jumlah sebelum destruksi (Lampiran 5). Kedua unsur ini memiliki nomor atom yang saling berdekatan, yaitu 90 (torium) dan 92 (uranium) dan merupakan unsur aktinida. Dengan nomor atom yang berdekatan, maka sifat kimia dari kedua unsur ini hampir sama, yaitu mudah membentuk senyawa komplek ionik atau netral, mempunyai panjang gelombang yang berdekatan (uranium 651 nm dan torium 665 nm), terhidrolisis pada ph rendah, uranium stabil pada bilangan oksidasi (VI) dengan membentuk UO 2 2+, sedangkan torium stabil pada bilangan oksidasi (IV) (Fatimah et al. 2009). Berdasarkan hasil pengamatan, ketika jumlah torium turun maka jumlah uranium juga ikut turun, atau sebaliknya. Proses destruksi ini, memberikan hasil yang cukup baik yang ditunjukkan dengan menurunnya jumlah non-utj dan radioaktif dari hasil analisis XRF, kecuali unsur Fe.

9 Destruksi Basah Destruksi basah, yaitu destruksi yang dilakukan dengan menambahkan suatu asam atau basa terlebih dahulu, kemudian dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu (Senovita 2008). Pelarut yang digunakan pada destruksi basah ini adalah dengan penambahan basa, yaitu larutan NaOH 50%. Pelarut NaOH 50% ini secara komersial lebih disukai karena konsentrasi NaOH yang dikatakan dapat memberikan hasil yang maksimal dengan konsentrasi antara 30 70% (Calkins et al. 1957). Destruksi basah menggunakan pelarut NaOH 50% mengakibatkan jumlah unsur tanah jarang, seperti Y, La, Ce, Pr, Nd, Sm, Gd, Dy, Er, Yb meningkat dari sebelum perlakuan, unsur Pm, Eu, Tb, Ho, dan Tm tidak terdeteksi baik sebelum perlakuan maupun sesudah proses destruksi, serta unsur Lu tidak terdeteksi setelah perlakuan sedangkan sebelum perlakuan terdeteksi (Gambar 5). Jumlah total UTJ yang dihasilkan dari proses destruksi basah ini sebesar 44.30%, hasil ini jauh meningkat dari jumlah sebelum dilakukan destruksi sebesar 34.31% (Lampiran 5). Kenaikan jumlah UTJ ini disebabkan menurunnya masing-masing jumlah silika dan fosfat sebesar 2.92% dan 3.33% dari jumlah sebelumnya sebesar 6.10% dan 3.33%. Gambar 5 Jumlah UTJ, non-utj, dan unsur radioaktif sebelum perlakuan (A) dan sesudah destruksi basah dengan NaOH (B) Berdasarkan hasil penelitian ini, jumlah silika yang menurun menunjukkan silika pada monasit terleburkan oleh NaOH, sehingga UTJ tidak terlebur sempurna dan berada pada fase padatnya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa UTJ terkonsentrasi dalam fase silikat, sehingga jika silika terleburkan banyak oleh NaOH akan menyebabkan UTJ meningkat (Herman 2009). Jumlah silika dan fosfat sebagai unsur non-utj atau pengotor yang dominan pada hasil destruksi basah ini jauh lebih tinggi dibandingkan destruksi kering. Jumlah unsur Si dan P hasil destruksi kering masing-masing sebesar 0.705% dan 0.150%, sedangkan hasil destruksi basah sebesar 2.92% dan 3.33%. Kenaikan unsur-unsur ini menunjukkan bahwa unsur tersebut tidak terdestruksi secara sempurna dan masih terdapat pada fase padat yang menyebabkan UTJ jauh lebih meningkat dibandingkan dengan hasil destruksi kering.

10 Dalam hal ini, silika bersifat kristalin (sukar bereaksi dengan NaOH). Jumlah unsur non-utj yang mengalami kenaikan, yaitu unsur Ca dan Zr (Gambar 5). Jumlah unsur Ca sebelum destruksi sebesar 0.107%, nilai ini tidak jauh berbeda setelah perlakuan, yaitu sebesar 0.159%. Jumlah Zr meningkat sebesar 1.28% dari sebelum perlakuan, hal ini disebabkan ZrO 2 bersifat basa dan tidak larut dalam basa berlebih (Cotton dan Wilkinson 2007). Pengaruh peningkatan kadar total UTJ yang meningkat menyebabkan kadar torium yang ikut mengendap bersama UTJ juga meningkat. Menurut Sulaeman et al. (2006), pemisahan unsur tanah jarang sangat sukar dilakukan karena ion-ion tersebut mempunyai sifat fisika dan kimia yang sangat mirip terutama dalam pelarut air. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh ukuran jari-jari ion yang kecil dan hampir sama (semuanya mempunyai elektron terluar pada orbital 4f) dan bermuatan besar (+3) (Lampiran 2). Oleh karena itu, UTJ jika dalam air akan mengalami hidrasi yang kuat, kecuali serium yang memiliki sifat anomali dibandingkan dengan UTJ lainnya, yaitu satu-satunya UTJ yang dapat mempunyai bilangan oksida +4, sehingga Ce sulit larut dalam air. Oleh karena itu, pada proses destruksi basah unsur Ce memiliki jumlah yang lebih tinggi dari sebelum perlakuan. Proses destruksi basah ini disebut juga metode destruksi konvensional, sehingga memiliki banyak kekurangan ketika menggunakan proses basah. Penambahan pelarut lebih dari satu kali bertujuan agar pelarutan berlangsung sempurna terhadap residu, menyebabkan pelarutan berlangsung lama, banyak pelarut yang hilang karena menguap, dan penggunaan metode ini dalam skala industri sangat merugikan karena boros pelarut, serta gelas kimia (labu kjehdal) yang digunakan tidak tahan terhadap pelarut basa, sehingga diperlukan gelas kimia atau wadah yang tahan terhadap basa pada metode ini (Gambar 6). Proses destruksi ini, memberikan hasil yang kurang baik dibandingkan dengan destruksi kering yang ditunjukkan dengan jumlah unsur radioaktif (Th) meningkat dan unsur non-utj seperti Ca dan Zr juga meningkat dari hasil analisis menggunakan XRF serta sebagian besar UTJ tidak terdestruksi dan jumlahnya meningkat. Gambar 6 Perangkat alat destruksi basah monasit Ekstraksi Unsur Tanah Jarang Dengan HCl 37% Menggunakan Microwave Unsur tanah jarang yang telah didestruksi dengan teknik kering dan basah menggunakan pelarut basa (NaOH), kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi menggunakan microwave oven, yaitu ekstraksi yang memanfaatkan gelombang mikro sebagai sumber energi. Energi gelombang mikro ini merupakan energi yang

11 sangat berguna dan telah banyak digunakan untuk analisis kimia (Lu et al. 2003). Penggunaan alat ini dipilih sebagai pelarutan unsur tanah jarang karena alat ini dapat digunakan dalam skala industri yang memiliki keuntungan, seperti suhu dan tekanan yang lebih tinggi (200 300 C) serta tekanan mencapai 40 100 bar. Waktu proses pun tidak lebih dari 30 menit, sehingga dapat membuat waktu analisis menjadi lebih efektif (Harvey 2000). Kelebihan lain dari alat ini adalah gelombang yang dihasilkan dapat memanaskan bahan secara merata, berbeda dengan pemanasan konvensional yang hanya memanaskan bagian permukaan bahan, sehingga kurang optimal (Gambar 7). (Kappe et al. 2009) Gambar 7 Pemanasan secara konvensional (a) dan gelombang mikro (b) (Kappe et al. 2009) Parameter penting dalam tahap ini adalah variasi daya yang digunakan, yaitu high, low, dan medium. Penelitian ini melarutkan UTJ dari fase padat destruksi basah dengan variasi daya high, medium, dan low, sedangkan contoh fase padat destruksi kering hanya menggunakan daya high dan medium (Gambar 8). Daya low tidak digunakan pada pelarutan contoh ini didasarkan atas pengaruh pergerakan partikel-partikel terhadap energi atau daya untuk melarutkan sampel, sehingga semakin kecil daya tersebut maka pergerakan partikel-partikel pada sampel tersebut kecil untuk menghasilkan panas yang merata dalam melarutkan sampel. Pelarut yang digunakan adalah HCl 37%. Pemilihan pelarut didasarkan atas pelarut yang digunakan dapat melarutkan logam berharga tanpa melarutkan pengotornya. Menurut Mulyani (2007), pelarut HCl merupakan pelarut yang bukan termasuk ke dalam pengoksidasi, akan tetapi pelarut tersebut akan membentuk klorida yang dapat larut dengan hampir semua elemen, kecuali Hg, Pb, dan Ag selain itu berdasarkan penelitian Sulaeman et al. (2006) HCl digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan dan mengasamkan unsur tanah jarang, selain itu HCl dijadikan fase penerima pada proses pemisahan unsur tanah jarang menggunakan Supported Liquid Membrane (SLM) yang menyebabkan unsur tanah jarang banyak berpindah ketika konsentrasi HCl semakin tinggi. Kelarutan UTJ dari contoh padat hasil destruksi basah dan kering dianalisis menggunakan alat ICP-OES dan menghasilkan kelarutan terbesar pada daya high (Gambar 8). Berdasarkan penelitian Tan dan Vinh (2011), parameter yang digunakan dalam pelarutan UTJ dari pasir monasit menggunakan microwave adalah jumlah sampel, konsentrasi pelarut, waktu reaksi, dan daya. Perbandingan jumlah pelarut dan sampel sebesar 5:1 menghasilkan UTJ terlarut sebesar 88.7%, setelah perbandingan itu jumlah UTJ yang terlarut mulai konstan, sehingga pada penelitian ini digunakan perbandingan pelarut dan sampel sebesar 80:1 dan dianggap perbandingan yang telah dapat melarutkan UTJ. Konsentrasi pelarut yang menghasilkan UTJ terlarut dengan baik pada penelitian Tan dan Vinh (2011)

12 sebesar 12 M untuk pelarut HCl. Hal ini yang mendasari bahwa semakin tinggi konsentrasi pelarut yang digunakan maka semakin banyak UTJ yang berpindah ke pelarut HCl dan pada penelitian ini menggunakan pelarut HCl 37%. Waktu reaksi maksimal yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya selama 60 menit dan setelah 60 menit kadar UTJ terlarut konstan. Waktu yang digunakan pada penelitian ini merupakan waktu maksimal alat tersebut, yaitu 30 menit. Daya yang digunakan untuk melarutkan UTJ terbesar pada penelitian ini adalah high sebesar 800 W. (a) (b) Gambar 8 Kelarutan UTJ pada filtrat hasil ekstraksi dengan HCl 37% menggunakan microwave oven terhadap contoh fase padat destruksi basah (a) dan destruksi kering (b) Gambar 9 Perbandingan jumlah kadar UTJ yang terlarut menggunakan microwave oven terhadap contoh fase padat destruksi basah dan kering pada daya high Berdasarkan Gambar 9 menunjukkan bahwa ekstraksi UTJ dari contoh fase padat destruksi basah menggunakan pelarut HCl 37% mengakibatkan kadar unsur Eu, Tb, Ho, dan Lu terdeteksi oleh alat setelah perlakuan ekstraksi, sedangkan sebelum perlakuan tidak terdeteksi. Ekstraksi UTJ dari contoh fase padat destruksi kering mengakibatkan kadar unsur Eu dan Tb terdeteksi setelah perlakuan,

13 sedangkan sebelum perlakuan tidak terdeteksi oleh alat XRF serta unsur Pm tidak terdeteksi sebelum dan sesudah perlakuan. Hal ini menunjukkan kemampuan alat ICP-OES yang sifatnya lebih kuantitatif menganalisis sampel UTJ dibandingkan XRF yang sifatnya semikuantitatif. Contoh fase padat destruksi kering dan basah menghasilkan unsur yang dominan dengan kadar tertinggi, yaitu unsur Ce dan La sesuai dengan jumlah unsur tersebut tertinggi sebelum ekstraksi. Daya yang banyak melarutkan UTJ tersebut digunakan pada tahap selanjutnya pada penelitian ini. Jumlah total UTJ yang terlarut dengan metode basah dan kering pada daya high menghasilkan jumlah masing-masing sebesar 35.72% dan 29.97% (Lampiran 6 dan 7). Hasil kelarutan unsur tanah jarang yang dihasilkan tidak mencapai 100% dikarenakan ada sebagian unsur tanah jarang yang berada pada fase cair ketika proses destruksi NaOH (Gambar 8). Kelarutan UTJ pada contoh fase padat destruksi kering dan basah menghasilkan kelarutan yang terbesar pada unsur praseodimium (Pr) masing-masing sebesar 67.30% dan 63.42% dan menunjukkan bahwa unsur ini memiliki kelarutan yang cukup baik dalam HCl 37% dengan bantuan gelombang mikro. Jumlah yang menghasilkan sebagian besar UTJ terlarut dan kelarutan yang dihasilkan cukup besar, serta hasilnya dapat dibaca oleh alat adalah fase cair (filtrat) hasil destruksi dengan teknik kering (Gambar 8). Gambar 10 Jumlah kelarutan unsur radioaktif dan non-utj Kelarutan unsur radioaktif dan non-utj pada contoh fase padat destruksi basah masih terdapat U dan Th yang terlarutkan cukup banyak dibandingkan fase cair destruksi kering (Gambar 10). Hasil kelarutan contoh fase padat destruksi basah dapat dikatakan kurang memberikan hasil yang baik dibandingkan kelarutan contoh fase padat destruksi kering. Dari hasil kelarutan, jumlah unsur pengotor yang menurun akan menaikkan jumlah UTJ yang terlarut dan akan mempengaruhi hasil pada tahap selanjutnya. Probabilitas keberadaan unsur ketika pelarutan menggunakan HCl 37% sebagai berikut (Tabel 2). Tabel 2 Probabilitas keberadaan unsur Fase Unsur Filtrat air (pencucian residu) Filtrat HCl 37% Residu asam P, V, Al, Si, Sn UTJ, Ti, Fe, Mn, Ca, Mg, Zn, U, Th Na, K, Zr, Hf, P, Nb, Cr Sumber: Barnett & Wilson (1953) dan Cotton & Wilkinson (1962).

14 Pengendapan Unsur Tanah Jarang Unsur tanah jarang dalam bidang industri memiliki peranan yang cukup penting, oleh karena itu penelitian mengenai UTJ menjadi suatu hal yang cukup penting untuk dilakukan terutama yang terkait dengan pemisahan UTJ dari mineralnya. Teknik pemisahan yang biasa digunakan adalah teknik pemisahan dengan cara reaksi pembentukan kompleks, kristalisasi, resin penukar ion, dan membran cair berpendukung (Soe et al. 2008). Teknik pemisahan dengan cara ini memiliki kekurangan jika diaplikasikan dalam skala industri, seperti biaya yang cukup mahal karena memerlukan banyak proses ulang dan membutuhkan banyak pelarut, serta pembuatan membran yang cukup rumit. Proses pengendapan merupakan proses pemisahan yang mudah, cepat, dan murah. Prinsip proses ini adalah pemisahan unsur-unsur berdasarkan perbedaan besarnya harga hasil kali kelarutan (solubility product constant/ K sp ). Proses pengendapan adalah proses terjadinya padatan karena melewati nilai K sp, yang harganya tertentu dan dalam keadaan jenuh. Jika harga K sp kecil atau pk sp besar, unsur atau senyawa mudah mengendap, sedangkan jika harga K sp besar atau pk sp kecil, unsur atau senyawa sulit mengendap. Nilai pk sp dapat memperkirakan ph terjadinya endapan (Suyanti et al. 2008). Proses pengendapan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan pelarut NH 4 OH 2 N. Pelarut NaOH juga dapat digunakan untuk mengendapkan UTJ, akan tetapi kekurangan dari pelarut ini adalah sulit dalam penanganannya, sehingga dipilih NH 4 OH yang lebih mudah penanganannya dan harganya lebih murah. Faktor yang berpengaruh dalam proses pengendapan adalah ph dan konsentrasi pelarut. Penelitian ini menggunakan pelarut NH 4 OH 2 N didasari atas penelitian yang dilakukan Arief et al. (2001) yang menyatakan bahwa konsentrasi NH 4 OH < 2 N mengakibatkan jumlah pereaksi yang diperlukan banyak sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mencapai ph yang diinginkan serta membutuhkan volume tangki pereaksi dan tangki pengendapan yang lebih besar, sedangkan jika konsentrasi NH 4 OH > 2 N kemungkinan akan terbentuk pengotor yang diselimuti oleh endapan UTJ(OH) 3, sehingga akan bersama-sama mengendap. Pada tahap ini UTJ dipisahkan dari U dan Th dengan cara pengendapan pada ph 4, ph 7, dan ph 10 menggunakan larutan NH 4 OH dari larutan induk UTJ(Cl) 3. Reaksi yang terjadi pada tahap pengendapan ini adalah diubah dalam bentuk hidroksida, sehingga terjadi pemisahan senyawa yang cukup baik. UTJ(Cl) 3 (aq) + 3 NH 4 OH UTJ (OH) 3 (s) + 3 NH 4 Cl Jumlah total UTJ yang terendapkan paling banyak pada fase cair destruksi basah dan kering terdapat pada ph 10 dengan jumlah masing-masing sebesar 2.76% dan 1.18%. Hal ini sesuai dengan nilai pk sp UTJ yang disajikan pada Lampiran 2. Nilai pk sp semakin kecil atau semakin besar harga K sp, konsentrasi OH - semakin besar dan nilai poh semakin kecil, sehingga nilai ph untuk mengendapkan UTJ juga semakin besar (Suyanti et al. 2008).

15 (a) Gambar 11 Jumlah UTJ yang mengendap dengan penambahan NH 4 OH pada contoh fase cair destruksi kering (a) dan basah (b) Pengendapan pada fase umpan destruksi kering menghasilkan jumlah endapan unsur tanah jarang terbesar pada ph 10, yaitu unsur Ce sebesar 0.325% dengan nilai pk sp sebesar 19.82. Proses pengendapan UTJ pada penelitian ini dilakukan secara bertahap dimulai dari pengendapan pada ph 4. Unsur tanah jarang pada ph 4 hampir tidak terbentuk semua, hal ini disebabkan pengendapan UTJ akan terbentuk endapan jika ph > 7 (Lampiran 8). Unsur yang paling banyak mengendap pada ph 7 adalah Y, diikuti oleh unsur Ce, Nd, Yb, dan La (Gambar 11). Menurut Bjerrum et al. (1958) dan dari data pk sp dalam bentuk hidroksida, Lu akan mengendap lebih dahulu dibandingkan unsur-unsur tanah jarang lainnya, akan tetapi pada ph 7 ini Lu tidak terbentuk. Hal ini disebabkan jumlah Lu dalam umpan sangat kecil dan jumlah ini sebesar 0.09% dan hampir mendekati jumlah unsur Eu sebesar 0.00% dan Tm sebesar 0.06%. Unsur Pm tidak terbentuk endapan karena pada fase umpan unsur ini tidak terdeteksi, sedangkan unsur Tb dan Ho tidak terbentuk endapan pada ph 7 karena pada ph ini unsur tersebut belum terbentuk (Lampiran 8). Unsur paling banyak mengendap pada ph 10 adalah unsur Ce diikuti oleh unsur Y, Nd, La, Pr, Gd, Dy, Sm, Er, dan Yb, sedangkan unsur Eu,Tb, Ho, Tm, dan Lu tidak terdeteksi setelah perlakuan, serta unsur Pm tidak terdeteksi sebelum dan sesudah perlakuan (Gambar 14). Berdasarkan nilai K sp unsur Nd seharusnya mengendap lebih dahulu dibanding unsur Y, hal ini disebabkan unsur Y pada fase umpan memiliki jumlah yang besar dibandingkan unsur Nd. Fase umpan yang ditambahkan NH 4 OH akan menghasilkan endapan yang kemungkinan besar berbentuk endapan hidroksida berupa endapan gelatin berwarna putih kekuningan. Endapan yang kaya akan unsur tanah jarang pada ph 10 disajikan pada Gambar 12. (b) Gambar 12 Endapan ph 10 dari contoh fase cair destruksi kering

16 Pengendapan fase umpan destruksi basah menghasilkan jumlah endapan unsur tanah jarang terbesar pada ph 10, yaitu unsur Ce sebesar 1.43% (Lampiran 9). Proses pengendapan pada ph 4 tidak menghasilkan endapan, sehingga jumlah unsur radioaktif dan non-utj yang dihasilkan lebih besar dibandingkan endapan fase umpan destruksi kering (Gambar 14). Unsur tanah jarang pada ph 7 yang menghasilkan jumlah endapan terbesar, yaitu unsur Ce diikuti oleh unsur Nd, La, Pr, Y, Sm, dan Gd (Gambar 11). Berdasarkan data pk sp unsur Pr seharusnya mengendap terlebih dahulu dibandingkan unsur Ce, Nd dan La, hal ini disebabkan jumlah unsur Pr pada fase umpan lebih kecil, yaitu sebesar 4.72% sedangkan unsur Sm dan Gd belum sempurna membentuk endapan pada ph ini. Unsur tanah jarang pada ph 10 menghasilkan jumlah endapan terbesar, yaitu unsur Ce diikuti oleh Nd, La, Pr, Y, Sm, Gd, dan Dy (Gambar 14). Jumlah ini meningkat seiring dengan jumlah unsur yang mengendap pada ph sebelumnya. Ketidaksesuaian nilai pk sp dan ph terhadap jumlah yang terkandung pada unsur disebabkan oleh larutan fase umpan yang akan diendapkan terdapat unsur-unsur logam tanah jarang yang lain, sehingga menyebabkan penurunan kelarutan unsur tersebut dalam endapan. Besarnya kelarutan berbanding lurus dengan besarnya hasil kali kelarutan atau K sp. Unsur-unsur tanah jarang lain yang ada dalam larutan akan mempercepat terbentuknya endapan, sehingga ph larutan masih rendah di bawah ph hasil perhitungan. Salah satu unsur tersebut adalah serium (Ce) mempunyai pk sp sebesar 19.82 dan akan mengendap pada ph 8.69. Akan tetapi pada ph sebelum 8, unsur tersebut sudah terbentuk dan memiliki jumlah terbesar dengan fase umpan destruksi basah (Gambar 11). Warna endapan yang dihasilkan pada ph 7 hampir sama dengan ph 10. Hasil endapan tersebut disajikan pada Gambar 13. ph 10 ph 7 Gambar 13 Endapan ph 7 dan ph 10 dari contoh fase cair destruksi basah Gambar 14 Jumlah UTJ, non-utj, dan unsur radioaktif yang mengendap pada ph 10 terhadap fase umpan destruksi basah dan kering

17 Jumlah unsur radioaktif dan non-utj yang juga merupakan unsur pengganggu atau pengotor bagi UTJ terbesar dihasilkan pada hasil pengendapan contoh fase umpan destruksi basah, seperti unsur Si, Al, Ca, Ti, Fe, P, dan Th (Gambar 14). Endapan dari fase umpan destruksi kering mengandung unsur radioaktif seperti uranium dengan jumlah sebesar 0.0012% atau 12 ppm, sedangkan torium tidak terdeteksi. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Arief et al. (2001) yang menghasilkan kadar uranium pada ph 9.6 sebesar 18.38 ppm dan masih mengandung torium sebesar 24.03 ppm. Endapan ini juga mengandung unsur non-utj yang menunjukkan unsur Si yang berkurang dan tidak terdapat unsur P pada endapan, sehingga hasil endapan unsur tanah jarang ini dapat dikatakan berhasil dipisahkan dari unsur radioaktif dan pengotornya, sehingga UTJ dapat diperkaya. Endapan dari fase umpan destruksi basah mengandung unsur radioaktif seperti torium yang cukup tinggi sebesar 0.0335% atau 335 ppm, sedangkan uranium tidak terdeteksi. Jumlah ini lebih besar dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Arief et al. (2001) yang menghasilkan kadar torium pada ph optimum terbentuknya UTJ sebesar 24.03 ppm. Endapan ini juga mengandung unsur non-utj yang menunjukkan unsur Si yang cukup tinggi bagi unsur non-utj sebesar 0.0375% dan unsur P dengan jumlah sebesar 0.00048%, sehingga pemisahan UTJ dari unsur non-utj dan radioaktif yang merupakan pengotor dapat dikatakan masih belum berhasil dibandingkan hasil endapan UTJ dari fase umpan destruksi kering. Persen Keberhasilan Perolehan UTJ Melalui Proses Destruksi, Ekstraksi, dan Pengendapan Penentuan persen keberhasilan perolehan UTJ diperoleh dari nilai perolehan kembali (recovery). Persen perolehan kembali (%recovery) bertujuan untuk mengetahui berapa banyak komponen yang dianalisis dapat hilang akibat proses preparasi, sehingga dapat menyatakan keakuratan metode yang digunakan. Semakin besar persen recovery, artinya semakin sedikit komponen yang hilang akibat preparasi yang dilakukan dan semakin efektif proses perlakuan yang diberikan tersebut. Menurut Harmita (2004), penentuan persen recovery dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah tertentu analit ke dalam sampel, kemudian diperiksa dengan metode analisis. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil analisis tanpa penambahan analit. Persen recovery ini dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil sebenarnya. Gambar 15 Persen UTJ pada endapan destruksi kering dan basah terhadap contoh sebelum perlakuan

18 Unsur La, Ce, Pr, Nd, Sm perolehan, Gd, dan Dy menunjukkan persen recovery terbesar pada endapan destruksi basah, sedangkan unsur Y menghasilkan persen recovery terbesar pada endapan destruksi kering (Gambar 15). Hasil ini disebabkan unsur Y pada endapan destruksi kering ketika proses ekstraksi memiliki jumlah unsur dalam filtrat lebih tinggi (0.0522 g) dibandingkan dengan destruksi basah (0.0079 g) (Lampiran 10). Nilai persen recovery pada fase padat destruksi basah lebih besar dibandingkan contoh fase padat destruksi kering disebabkan hasil proses awal contoh ini, yaitu destruksi menghasilkan massa unsur yang meningkat dibandingkan sebelum perlakuan. Oleh karena itu, pada proses ini tidak dapat dikatakan bahwa keseluruhan proses pada contoh fase padat destruksi basah lebih akurat dibandingkan contoh fase padat destruksi kering. Kedua contoh fase padat terhadap keseluruhan proses memberikan persen perolehan UTJ yang kurang baik. Namun nilai recovery unsur non-utj dan radioaktif lebih besar pada contoh fase padat destruksi basah dibandingkan contoh destruksi kering, sehingga dapat dikatakan sedikit unsur pengotor yang hilang pada proses tersebut. Menurut Harvey (2000), persen recovery baik bila hasil > 90%. Nilai persen recovery yang kecil ini dipengaruhi oleh proses awal (destruksi) yang membutuhkan wadah yang tahan terhadap pelarut basa. Keseluruhan proses pada kedua contoh fase padat ini menunjukkan bahwa unsur Pm tidak terdapat pada pasir monasit. Jumlah massa unsur selama perlakuan mengalami penurunan dari sebelum perlakuan, kecuali destruksi basah. Namun, setelah perlakuan ekstraksi unsur pada fase padat destruksi basah mengalami penurunan massa (Gambar 16). Hal ini dapat ditunjukkan dari jumlah unsur Ce sebelum perlakuan sebesar 0.6725 g setelah perlakuan destruksi basah jumlah ini meningkat menjadi 0.8775 g (Lampiran 11). Proses awal ini memberikan hasil yang menyimpang dari hukum kekekalan massa yang sering disebut hukum Lomonosov-Lavoisier yang menyatakan bahwa tidak ada penambahan atau pengurangan massa zat dalam reaksi (massa zat kekal/tetap), sehingga massa zatzat hasil reaksi sama dengan massa zat-zat yang bereaksi (Beiser 1987). (a) Gambar 16 Jumlah UTJ sebelum perlakuan (A), setelah perlakuan destruksi (B), ekstraksi microwave (C), dan pengendapan (D) terhadap contoh fase padat destruksi kering (a) dan basah (b) (b)