Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

dokumen-dokumen yang mirip
4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

BAB I PENDAHULUAN I-1

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

Ummi Kalsum 1, Yuswar Yunus 1, T. Ferijal 1* 1 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala PENDAHULUAN

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

Analisis Perubahan Tutupan dan Lahan Kritis Pada Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

Tahun Penelitian 2005

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosiding SEMINAR NASIONAL. Banda Aceh, 19 Maret 2013

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

LAMPIRAN DATA Lampiran 1. Matriks Pendapat Gabungan Berdasarkan Kriteria Faktor Utama Penyebab Banjir

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

HUBUNGAN KUALITAS FISIS AIR SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN INTENSITAS HUJAN

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF

Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub-DAS Cisangkuy

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR. Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung ABSTRAK

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO

Gambar 1. Peta DAS penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS KERUSAKAN DAN AGIHAN BANJIR LUAPAN SUNGAI WAWAR BAGIAN HILIR SUB DAS WAWAR DI KABUPATEN PURWOREJO

Analisi Neraca Air Permukaan Sub DAS Krueng Khee Kabupaten Aceh Besar (Surface Water Balance Sub Watershed Krueng Khee Great Aceh District)

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENUTUPAN LAHAN KAWASAN HUTAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI KRUENG ACEH PRA DAN PASCA TSUNAMI

18 Media Bina Ilmiah ISSN No

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

METODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

PENDUGAAN KEHILANGAN TANAH DAN SEDIMEN AKIBAT EROSI MENGGUNAKAN MODEL "ANSWERS" DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU, KATULAMPA.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

PENGERTIAN HIDROLOGI

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


III. BAHAN DAN METODE

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

Transkripsi:

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh 1 Hairul Basri, 2 Syahrul, 3,4 *Rudi Fadhli 1 Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 23111; 2 Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 23111; 3 Program Studi Konservasi Sumberdaya Lahan Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 23111; 4 Jurusan Agrotek, Fakultas Pertanian, Universitas Jabal Ghafur, Sigli Aceh, Indonesia. *Corresponding Author: rudifadhli.aceh@gmail.com Abstrak DAS Krueng Meureudu merupakan DAS yang harus dipertahankan namun dalam perkembangannya mengalami perubahan akibat alih guna lahan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan terhadap nilai koefisien di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh. Penelitian deskriptif ini menggunakan data citra Landsat TM tahun perekaman 1990, 2000, 2010, dan 2015 untuk mendapatkan klasifikasi bentuk perubahan penggunaan lahan dan nilai koefisen limpansan tertimbang berdasarkan nilai penggunaan lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh memiliki tiga sub DAS yang telah mengalami perubahan penggunaan lahan berdasarkan hasil perbandingan luasan dari tahun 1990 hingga 2015 yang diindikasikan berkurangnya luasan hutan lahan kering sekunder seluas 67.447,69 ha dan hutan rawa sekunder seluas 132,33 ha dengan bentuk perubahan penggunaan lahan yang sangat dinamis terjadi pada sub DAS Krueng Meureudu Hilir dari tahun 2000 hingga 2015. Perubahan penggunaan lahan di DAS Krueng Meureudu menyebabkan nilai koefisien limpasan pada sub DAS Krueng Meureudu Hilir sebesar 0,09 pada tahun 2000 menjadi 0,12 pada tahun 2015 atau meningkat 14,69%. Sedangkan sub DAS Krueng Nilam dan sub DAS Krueng Seuke dari tahun 1990 hingga 2015 tidak terjadi perubahan nilai koefisien limpasan yaitu 0,03. Kata Kunci: perubahan penggunaan lahan, koefisien limpasan Pendahuluan DAS Krueng Meureudu berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, merupakan wilayah DAS yang harus dipertahankan dengan beberapa sub DAS di dalamnya yaitu sub DAS Krueng Seuke (hulu), sub DAS Krueng Nilam (tengah) dan sub DAS Krueng Meureudu Hilir (hilir) (BPDAS Aceh. 2009), namun dalam perkembangannya terjadi perubahan penggunaan lahan pada tahun 1990, 2000, 2010 dan 2015 di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh yang merubah nilai koefisien limpasan. Bahan dan Metode Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder meliputi data spasial (batas sub DAS, jenis tanah, kelerengan, RBI kontur Pidie dan penggunaan lahan di wilayah DAS Krueng A79

Meureudu tahun 1990, 2000, 2010 dan 2015) dan Tabel nilai koefisien limpasan berdasarkan penggunaan lahan (Tabel 1). Untuk memperoleh informasi penggunaan lahan dilakukan pengkelasan dari citra Landsat berdasarkan tahun perekaman dengan metode klasifikasi kemiripan maksimum terbimbing (maximum likelihood supervised classification). Perubahan penggunaan lahan yang terjadi diperoleh dengan overlay peta dan membandingkan luasan penggunaan lahan dari dua peta penggunan lahan yang telah terklasifikasi berdasarkan standar dari Badan Standarisasi Nasional (2010) dengan tahun berbeda sesuai urutan tahun perekaman. Tabel 1. Nilai koefisien limpasan berdasarkan penggunaan lahan Penggunaan Lahan Nilai C Hutan lahan kering sekunder 0,03 Semak belukar 0,07 Hutan tanaman industri 0,05 Hutan rawa sekunder 0,15 Perkebunan 0,40 Pertanian lahan kering-ladang 0,10 Pertanian lahan kering campuran 0,10 Pemukiman 0,60 Sawah 0,15 Tambak 0,05 Lahan terbuka 0,20 Tubuh air/perairan 0,05 Sumber: Suripin (2002); Kodoatie dan Syarief (2005). Hasil dan Pembahasan Karakteristik DAS Krueng Meureudu Secara geografis DAS Krueng Meureudu terletak pada 96 05'51.77' - 96 20'18.96' BT dan 5 15'43.81'' - 4 53'50.44'' LU dengan luas 40.012,22 ha. DAS Krueng Meureudu melingkupi dua kabupaten yaitu Kabupaten Pidie Jaya seluas 30.426,95 ha dan Kabupaten Pidie seluas 9.585,27 ha, serta terdapat 33 desa yang keseluruhan nya berada di Kabupaten Pidie Jaya. DAS Krueng Meureudu terbagi dalam tiga sub DAS wilayah pengelolaan, yaitu Sub DAS Krueng Meureudu Hilir, Sub DAS Krueng Nilam dan Sub DAS Krueng Seuke. Penamaan sub DAS tersebut mengacu pada penamaan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Krueng Aceh. Hasil analisis spasial sub DAS Krueng Seuke merupakan Sub DAS yang memiliki wilayah paling luas yaitu 217,92 km 2 atau mencakup 54,47% dari total luas DAS Krueng Meureudu dengan lebar DAS ± 8 km 2 dengan sungai utama melewati wilayah sub DAS Krueng Meureudu Hilir dan sub DAS Krueng Seuke. Bentuk DAS Krueng Meureudu bervariasi dimana sub DAS Krueng Meureudu Hilir memiliki bentuk kurang memanjang dan sub DAS Krueng Nilam memiliki bentuk melingkar serta sub DAS Krueng Seuke memiliki bentuk DAS agak membulat atau ellips dengan kerapatan aliran pada sub DAS Krueng Nilam dan Krueng Seuke lebih rapat di bandingkan pada sub DAS Krueng Meureudu Hilir dengan membentuk pola aliran Rektanguler. Jenis tanah di wilayah DAS Krueng Meureudu menurut sistem klasifikasi PPT 1983 (Hardjowigeno, 1993) didominiasi oleh jenis tanah Podsolid Merah Kuning (PMK) seluas 29.522 ha dengan kemiringan lahan bergelombang (8-15%) seluas 13.949,64 ha. Perubahan Penggunaan Lahan Wilayah DAS Krueng Meureudu memiliki sembilan bentuk penggunaan lahan berdasarkan standar dari Badan Standarisasi Nasional (2010) dan telah terjadi perubahan penggunaan lahan dari tahun 2000 hingga 2015 dengan indikasi telah berkurangnya luasan hutan lahan A80

kering sekunder seluas 67.447,69 ha (-16,86%) dan hutan rawa sekunder seluas 132,33 ha (-100,00%). Perubahan bentuk dari penggunaan lahan yang sangat dinamis dan signifikan terjadi di wilayah sub DAS Krueng Meureudu Hilir, sedangkan perubahan bentuk penggunaan lahan di wilayah sub DAS Krueng Nilam dan Krueng Seuke tidak terjadi perubahan yang signifikan namun terjadi perubahan peralihan antara hutan lahan sekunder dengan semak belukar dan sebaliknya bukan perubahan penggunaan lahan menjadi kawasan terbangun. Gambar 1. Penggunaan lahan tahun 1990 Gambar 2. Penggunaan lahan tahun 2000 A81

Gambar 3. Penggunaan lahan tahun 2010 Gambar 4. Penggunaan lahan tahun 2015 Wilayah sub DAS Krueng Meureudu Hilir dari tahun 1990 2000 (Tabel 2), bentuk perubahan penggunaan lahan yang paling besar terjadi pada hutan rawa sekunder seluas 132,33 ha yang berkurang menjadi hutan lahan kering sekunder seluas 132,29 ha (1,34%) A82

dan pertanian lahan kering seluas 0,04 ha (0,0004%) serta semak belukar seluas 2.986,35 ha yang berkurang menjadi hutan lahan sekunder seluas 406,66 ha (4,13%), pemukiman seluas 1,94 ha (0,02%), pertanian lahan kering seluas 1.704,78 ha(17,33%), sawah seluas 192,60 ha (1,96%) dan tambak seluas 33,02 ha (0,34%) dengan luas semak belukar yang tersisa seluas 647,35 ha (6,58%). Untuk penggunaan lahan dari tahun 2000 s.d. 2010 (Tabel 3), perubahan bentuk penggunaan lahan yang terbesar terjadi pada lahan perkebunan seluas 23,87 ha yang berubah menjadi pemukiman 23,87 ha (0,24%). Sedangkan untuk penggunaan lahan semak belukar seluas 844,38 ha, mengalami perubahan menjadi hutan lahan kering sekunder seluas 55,14 ha (0,56%), pemukiman seluas 49,24 ha (0,50%), pertanian lahan kering seluas 704,64 ha (7,16%), sawah seluas 33,77 ha (0,34%) dan tambak seluas 1,59 ha (0,02%). Sedangkan perubahan lahan dari tahun 2010 s.d. 2015 (Tabel 4), terjadi pada hutan lahan kering sekunder seluas 4.412,34 ha yang berkurang menjadi pertanian lahan kering seluas 394,87 ha (4,01%), semak belukar seluas 24,08 ha (0,24%) dengan luas hutan lahan kering yang tersisa seluas 3.993,39 ha (40,39). Lahan sawah seluas 1.256,17 ha berkurang menjadi pemukiman seluas 146,58 ha (1,49%), pertanian lahan kering seluas 92,79 ha (0,94%), semak belukar seluas 7,56 ha (0,08%), dan tambak seluas 118,19 ha (1,20%) serta lahan tambak berkurang menjadi pemukiman seluas 13,49 ha (0,14%), pertanian lahan kering seluas 0,66 ha (0,01%) dan sawah seluas 26,56 ha (0,27%). Tabel 2. Perubahan penggunaan lahan periode tahun 1990 s.d 2000 Tahun 1990 Penggunaan Lahan (ha) Total Luas Tahun 1990 Hutan lahan Hutan Rawa Pemukiman Perkebunan kering sekunder Sekunder Tahun 2000 Pertanian Lahan Kering Sawah Semak Belukar Krueng Meureudu Hilir Hutan lahan kering sekunder 4.694,17 4.601,73 - - - (+) 23,17 - (+) 69,27 - - Hutan rawa sekunder 132,33 (+) 132,29 - - - (+) 0,04 - - - - Pemukiman 520,58 - - 353,29 (+) 15,62 - (+) 72,32 - (+) 79,35 - Perkebunan - - - - - - - - - - Pertanian lahan kering - - - - - - - - - - Sawah 1.391,94 - - (+) 107,55 (+) 8,25 (+) 50,64 1.062,23 (+) 127,76 (+) 35,50 - Semak belukar 2.986,35 (+) 406,66 - (+) 1,94 - (+) 1704,78 (+) 192,60 647,35 (+) 33,02 - Tambak - - - - - - - - - - Tubuh Air 113,83 - - - - - - - - 113,83 Krueng Nilam Hutan lahan kering sekunder 8.352,01 8.352,01 - - - - - - - - Semak belukar 29,12 (+) 0,39 - - - - - 28,73 - - Tambak Tubuh Air Krueng Seuke Hutan lahan kering sekunder 20.417,28 20.412,94 - - - - - (+) 4,34 - - Semak belukar 1.341,63 (+) 3,34 - - - - - 1.338,29 - - Tubuh Air 32,98 - - - - - - - - 32,98 Total Luas Tahun 2000 40.012,22 33.909,35-462,78 23,87 1.778,63 1.327,15 2.215,75 147,87 146,81 Tabel 3. Perubahan penggunaan lahan periode tahun 2000 s.d 2010 Tahun 2000 Penggunaan Lahan (ha) Total Luas Tahun 2000 Hutan lahan Hutan Rawa Pemukiman Perkebunan kering sekunder Sekunder Tahun 2010 Pertanian Lahan Kering Sawah Semak Belukar Krueng Meureudu Hilir Hutan lahan kering sekunder 5.140,76 4.348,98 - - - (+) 722,55 - (+) 69,22 - - Hutan rawa sekunder - - - - - - - - - - Pemukiman 462,68 - - 429,11 - ` (+) 29,29 - (+) 4,28 - Perkebunan 23,87 - - (+) 23,87 - - - - - - Pertanian lahan kering 1.778,62 (+) 8,18 - (+) 4,67-1.671,50 (+) 94,27 - - - Sawah 1.327,14 - - (+) 191,51 - (+) 2,97 1.098,20 - (+) 34,46 - Semak belukar 844,38 (+) 55,14 - (+) 49,24 - (+) 704,64 (+) 33,77 - (+) 1,59 - Tambak 147,92 - - (+) 29,04 - - (+) 0,64-118,23 - Tubuh Air 113,83 - - - - - - - - 113,83 Krueng Nilam Hutan lahan kering sekunder 8.352,40 8.232,47 - - - - - (+) 119,93 - - Semak belukar 28,73 (+) 21,57 - - - - - 7,16 - - Tambak Tubuh Air Krueng Seuke Hutan lahan kering sekunder 20.416,28 19.701,83 - - - - - (+) 714,44 - - Semak belukar 1.342,63 (+) 253,79 - - - - - 1.088,85 - - Tubuh Air 32,98 - - - - - - - - 32,98 Total Luas Tahun 2010 (ha) 40.012,22 32.621,96-727,45-3.101,66 1.256,17 1.999,60 158,56 146,81 A83

Tabel 4. Perubahan penggunaan lahan periode tahun 2010 s.d 2015 Tahun 2010 Penggunaan Lahan (ha) Total Luas Tahun 2010 Hutan lahan Hutan Rawa Pemukiman Perkebunan kering sekunder Sekunder Tahun 2015 Pertanian Lahan Kering Sawah Semak Belukar Krueng Meureudu Hilir Hutan lahan kering sekunder 4.412,34 3.993,39 - - - (+) 394,87 - (+) 24,08 - - Hutan rawa sekunder - - - - - - - - - - Pemukiman 727,43 - - 724,93 - (+) 0,27 (+) 1,49 (+) 0,02 (+) 0,72 - Perkebunan - - - - - - - - - - Pertanian lahan kering 3.101,61 - - ;+ 4,75-2.913,37 (+) 2,31 (+) 181,18 - - Sawah 1.256,21 - - (+) 146,58 - (+) 92,79 1.008,63 (+) 7,56 (+) 0,64 - Semak belukar 68,87 (+) 4,25 - - - - 64,62 - - Tambak 158,91 - - (+) 13,49 - (+) 0,66 (+) 26,56-118,19 - Tubuh Air 113,83 - - - - - - - - 113,83 Krueng Nilam Hutan lahan kering sekunder 8.254,08 8.032,41 - - - - - (+) 221,67 - - Semak belukar 127,05 (+) 12,28 - - - - - 114,77 - - Tambak Tubuh Air Krueng Seuke Hutan lahan kering sekunder 19.955,81 19.425,25 - - - - - (+) 530,56 - - Semak belukar 1.803,10 (+) 22,67 - - - - - 1.780,42 - - Tubuh Air 32,98 - - - - - - - - 32,98 Total Luas Tahun 2015 (ha) 40.012,22 31.490,26-889,76-3.401,96 1.038,99 2.924,89 119,56 146,81 Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Koefisien Limpasan Perubahan nilai koefisien limpasan terjadi pada sub DAS Krueng Meureudu Hilir sebesar 0,09 atau 9% dari curah hujan (tahun 2000) menjadi 0,11 atau 11% dari curah hujan (tahun 2010) dan meningkat menjadi 0.12 atau 12% dari curah hujan (tahun 2015) sehingga terjadi peningkatan jumlah air limpasan sebesar 0,03 atau meningkat 14,69% dengan asumsi curah hujan yang terjadi konstan. Tabel 5. Nilai koefisien limpasan pada DAS Kruen Meureudu C tertibang Sub DAS Tahun 1990 Tahun 2000 Tahun 2010 Tahun 2015 Kr Mereudu Hilir 0,09 0,09 0.11 0.12 Kr Nilam 0,03 0,03 0.03 0.03 Kr Seuke 0,03 0,03 0.03 0.03 Sumber: Hasil analisis, 2016 Kesimpulan DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh memiliki tiga sub DAS yang telah mengalami perubahan penggunaan lahan berdasarkan hasil perbandingan luasan dari tahun 1990 hingga 2015 yang di indikasikan oleh berkurangnya luasan hutan lahan kering sekunder seluas 67.447,69 ha dan hutan rawa sekunder seluas 132,33 ha dengan perubahan bentuk penggunaan lahan yang sangat dinamis dan signifikan terjadi di wilayah sub DAS Krueng Meureudu Hilir yang dimulai dari tahun 2000. Perubahan penggunaan lahan pada DAS Krueng Meureudu menyebabkan perubahan nilai koefisien limpasan pada sub DAS Krueng Meureudu Hilir sebesar 0,09 pada tahun 2000 menjadi 0.12 pada tahun 2015 atau meningkat 14,69%, sedangkan sub DAS Krueng Nilam dan sub DAS Krueng Seuke tidak terjadi perubahan dengan nilai koefisien limpasan dari tahun 1990 hingga tahun 2015, yaitu 0,03. Ucapan Terimakasih Penulis memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan tulisan ini antara lain Program Studi Konservasi Sumberdaya Lahan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, dan Flora dan Fauna International, Aceh, Indonesia. A84

Daftar Pustaka Badan Standarisasi Nasional. (2010). Klasifikasi Penutupan Lahan. Jakarta. BPDAS Aceh. (2009). Statistik Pembangunan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Krueng Aceh Tahun 2008. Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Kodoatie, J.R. dan Syarief, R. (2005). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Andi Offset, Yogyakarta. Suripin. (2002). Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Disadur kembali oleh Djoko Sasongko. Erlangga, Jakarta. A85