BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian terdahulu dan berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian mengunakan program KAJI 1.10F 2001 sudah banyak dilakukan. Sebagian besar penelitian tersebut menggunakan program KAJI 1.10F 2001 sebagai program untuk mengetahui kapasitas dari menyelesaikan masalah yang dihadapi. Seperti misalnya: simpang yang diteliti. sehingga memudahkan untuk Eko Nugro Julianto (2007 : 125) melakukan penelitian mengenai analisa kinerja simpang bersinyal simpang Bangkong dan simpang Milo Semarang berdasarkan konsumsi bahan bakar minyak, menyimpulkan: 1. Pengaturan lalu-lintas yang dilakukan saat ini, dimana pada waktu pagi diberlakukan satu arah untuk pergerakan dari arah timur ke Barat akan menyebabkan ;lebar efektif pada pendekat timur menjadi semakin besar. 2. Dari nilai derajat kejenuhan pada masing-masing pendekat yang sebagian besar memiliki nilai lebih besar dari 0,800 menunjukkan bahwa lalu-lintas yang melalui simpang tersebut cukup padat 3. Akibat dari nilai derajat kejenuhan yang cukup tinggi (>0,800) akan menyebabkan antrian yang cukup panjang untuk tiap pendekat. 4. Konsumsi bahan bakar minyak yang diperlukan untuk meninggalkan simpang Bangkong dari pendekat Barat, maka pada waktu puncak pagi untuk kondisi terbangun yang memerlukan bahan bakar minyak sebesar 0,156 liter/smp untuk sampai di jembatan Banjir Kanal Timur lebih sedikit dibandingkan dengan konsumsi bahan bakar minyak pada waktu puncak sore yang sebesar 0,220 liiter/smp. Ahamad Deni Setiawan (2009 : 116) melalui penelitiannya tentang evaluasi kinerja bundaran (studi kasus bundaran Gelora Manahan Solo) menyimpulkan bahwa: 1. Berdasarkan hasil perhitungan analisa kapasitas bundaran Gelora Manahan pada kondisi existing didapatkan hasil derajat kejenuhan hampir tidak Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 5
memenuhi persyaratan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Yaitu untuk jalinan Jl Muwardi 0,772 Jl. Adi Sucipto 0,686 Jl. MT Haryono 0,772, tundaaan rata-rata (DT R ) 11,451 det/smp dan peluang antrian (QPr%) batas bawah 16% dan batas atas 37%. Tetapi untuk prediksi pada tahun 2013, 2018 dan 2023 untuk semua jalinan sudah tidak memenuhi persyaratan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) dengan nilai DS sudah melebihi persyaratan 0,75. 2. Untuk hasil analisis prediksi kinerja bundaran (forecasting) 15 tahun (tahun 2023) diperoleh Derajat Kejenuhan untuk jalinan AB 1,1 BC 1,1 CA 1,1 maka (DS R ) yaitu sebesar 1,1. Sehingga tidak memenuhi ketetapan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 DS 0,75 Tundaan rata-rata (DT R ) sebesar 116,905 det/smp, DTot yang terjadi sebesar 1.065.471 det/jam bundaran rata-rata (D R ) 120,905 det/smp dan peluang antrian (QPr%)batas bawah 57% dan batas atas 100%. 3. Alternatif solusi yang diambil yaitu dengan melakukan perubahan geometrik yaitu dengan pemunduran pulau-pulau menjadi 20 m ditambah dengan pengalihan arus masuk kendaraan bermotor roda dua dan tidak bermotor dari Jl, Adi Sucipto dan Jl. MT Haryono menuju Jl. Muwardi. Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa arus lalu-lintas sangat berpengaruh dalam menentukan kapasitas suatu simpang sehingga perlu dilakukan beberapa perancangan ulang untuk mendapatkan alternatif solusi yang bisa dipakai supaya kinerja simpang yang ditinjau tidak melebihi dari kapasitas. 2.2 Dasar Teori 2.2.1 Arus dan Volume Lalu-Lintas Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) arus lalu-lintas disebut sebagai jumlah kendaraan bermotor yang melewati satu titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan per jam. Arus lalu-lintas pada suatu ruas jalan karakteristiknya akan bervariasi baik berdasarkan lokasi maupun waktunya. 1000 smp =4000 smp/jam 15 / 60 jam Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 6
Sedangkan volume adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik tiap satuan waktu. Volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari atau kendaraan/jam. volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari atau kendaraan/jam. volume dapat juga dinyatakan dalam periode waktu yang lain. Q = n/t Keterangan : Q = volume kendaraan ( kendaraan / jam ) n = jumlah kendaraan yang lewat ( kendaraan ) t = waktu atau periode pengamatan ( jam ) Volume lalu-lintas umumnya rendah pada malam hari, tetapi meningkat secara cepat saat orang mulai pergi ke tempat kerja. volume jam sibuk biasanya terjadi di daerah perkotaan pada saat orang-orang melakukan perjalanan ke dan dari tempat kerja atau sekolah. volume jam sibuk pada jalan antar-kota lebih sulit untuk diperkirakan. dalam pembahasannya volume dibagi menjadi tiga (Soedirdjoe, 2002) ): 1. Volume harian (Daily volume) ada empat parameter volume harian yang banyak digunakan yaitu: a. Lalu-lintas harian rata-rata (LHRT) atau (average annual daily traffic (AADT) yaitu volume lalu-lintas 24 jam rata-rata di suatu lokasi tertentu selama 365 hari penuh, yaitu jumlah total kendaraan yang melintas lokasi dalam satu tahun dibagi 365. KARAKTERISTIK LHR DALAM SEBULAN 180.000 RUAS JALAN: LETJEN S. PARMAN KOTAMALANG, APRIL2006 Arah Selatan (masuk Kota) ArahUtara (keluar Kota) LHR (smp/hari) 140.000 120.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Gambar 2.1 Karakteristik arus lalu-lintas harian rata rata Sumber: Diktat kuliah rekayasa lalu-lintas Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 7
b. Lalu-lintas hari kerja rata-rata tahunan (LHKRT) atau average annual weekday traffic (AAWT) yaitu volume lalu-lintas 24 jam rata-rata terjadi pada hari kerja selama satu tahun penuh. c. Lalu-lintas harian rata-rata (LHR) atau average daily traffic (ADT) yaitu volume lalu-lintas 24 jam rata-rata di suatu lokasi untuk periode waktu kurang dari satu tahun. sementara AADT dihitung selama satu tahun penuh. d. Lalu-lintas kerja rata-rata (LHKR) atau average weekday traffic (AWT) adalah volume lalu-lintas 24 jam rata-rata terjadi pada hari kerja selama periode kurang dari setahun, seperti selama satu bulan atau satu periode. 2. Volume jam-an (Hourly Volumes) Yaitu suatu pengamatan terhadap arus lalu-lintas untuk menentukan jam puncak selama periode pagi dan sore yang biasanya terjadi kesibukan akibat orang pergi dan pulang kerja. dari pengamatan tersebut dapat diketahui arus yang paling besar yang disebut sebagai jam puncak. Fluktuasi arus lalu-lintas dalam jangka pendek dapat menjadi sangat penting untuk mengetahui kondisi operasional lalu-lintas dengan rentan waktu pengamatan 15 menitan maka dapat diketahui volume jam puncak pada rentan waktu yang sangat spesifik. Dengan demikian kondisi kritis yang lebih rinci tentang arus lalu-lintas menjadi bahan yang sangat bermanfaat untuk melakukan analisis dan perancangan lalu-lintas. Namun demikian tidak ada standar yang pasti tentang berapa rentan pengamatan yang diperlukan, apakah cukup 15 menitan, lebih dari 15 menit atau berada di bawahnya. Itu semua sangat bergantung pada alasan dan kepentingan dalam melakukan analisis dan perancangan (secara statistik). 3. Volume per sub jam (Sub Hourly Volumes) Yaitu pengamatan terhadap arus lalu-lintas lebih kecil dari satu jam. 2.2.2 Satuan Mobil Penumpang ( SMP ) Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu-lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore. Arus lalulintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri QLT, lurus QST dan belok-kanan Q RT) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-jam dengan Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 8
menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Ekivalen mobil penumpang dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 2.1 Ekivalen Mobil Penumpang Jenis Kendaraan emp untuk tipe pendekat Terlindung Terlawan Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0 Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3 Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4 Sumber : MKJI 1997 Contoh : Q = QLV + QHV emphv + QMC empmc 2.2.3 Forecasting Forecasting adalah proses analisis untuk memperkirakan masa depan dengan metodemetode tertentu dan mempertimbangkan segala variabel yang mungkin berpengaruh di dalamnya. Forecasting merupakan suatu estimasi tentang hal-hal yang paling mungkin tejadi di masa mendatang berdasarkan eksplorasi dari masa lalu. Forecasting juga merupakan bagian dari future research. Forecasting bersifat eksploratif dan berkaitan dengan apa yang mungkin terjadi di masa depan. Artinya setiap hal yang akan terjadi di masa depan tersebut tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun. Forecasting dengan metode-metodenya akan menghasilkan suatu pemetaan mengenai hal-hal yang paling mungkin terjadi di masa yang akan datang. Kini forecasting telah digunakan pada hampir seluruh disiplin ilmu, termasuk ilmu teknik sipil dan seluruh aktifitas di dalamnya. Misalnya dalam memprediksi arus kendaraan di masa mendatang, seorang pengambil keputusan akan melakukan eksplorasi dari data-data masa lalu yang kemudian akan digunakan untuk memprediksikan hal-hal yang paling mungkin terjadi di masa depan. Kegiatan tersebut penting karena dapat mengurangi kemungkinan salah (error) dalam pengambilan keputusan. 2.2.4 Simpang Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat tersebut bertemu dan memencar meninggalkan Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 9
simpang. Pada sistem transportasi dikenal dua macam pertemuan jalan, yaitu pertemuan sebidang (at grade intersection) dan pertemuan tidak sebidang (interchange), 1. Persimpangan sebidang (at grade intersection) Pertemuan/persimpangan sebidang adalah pertemuan dua ruas jalan atau lebih secara sebidang, tidak saling bersusun. Pertemuan ini direncanakan sedemikian dengan tujuan untuk mengalirkan atau melewatkan lalu-lintas dengan lancar serta mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan/pelanggaran sebagai akibat dari titik konflik yang ditimbulkan dari adanya pergerakan antara kendaraan bermotor, pejalan kaki, sepeda dan fasilitas-fasilitas lain. Perencanaan persimpangan yang baik akan menghasilkan kualitas operasional yang baik seperti tingkat pelayanan, waktu tunda, panjang antrian dan kapasitas. Contoh persimpangan sebidang dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 di bawah ini. Gambar 2.1 Persimpangan 4 lengan Sumber: Hasil sketsa data primer Lebih kecil dari 40 m Gambar 2.2 Simpangan tiga ganda bergeser ke kanan Sumber: Tata cara perencanaan geometri persimpangan sebidang (Pd T-02-2002-B) Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 10
2. Persimpangan tidak sebidang (interchange) Persimpangan tidak sebidang adalah persimpangan dimana dua ruas jalan atau lebih saling bertemu tidak dalam satu bidang tetapi salah satu ruas berada terpisah dari ruas jalan yang lain. Gambar 2.4 Simpang tak sebidang (Simpang Semanggi) Sumber: http://ihsankusasi.wordpress.com/2009/08/10/merpati/ 2.2.5 Simpang Bersinyal Simpang bersinyal dalam kaitanya dengan konsep kapasitas perlu mempertimbangkan adanya alokasi waktu pada simpang bersinyal tersebut. Dalam suatu sinyal lalu-lintas, secara prinsip memberikan alokasi waktu selama terjadinya konflik pergerakan lalu-lintas dimana pergerakan lalu-lintas tersebut mencari kebutuhan ruang yang sama. Cara dalam memberikan alokasi waktu tersebut memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kapasitas simpang dan pendekat-pendekatnya. Pada umumnya tanda lampu lalu-lintas di bedakan ke dalam tiga warna yaitu merah, kuning, hijau, begitu halnya untuk negara-negara lain misalnya Inggris mengikuti pola di atas. Lamanya lampu menyala disetiap posisi simpang selalu berbeda disesuaikan dengan arus kapasitas masing-masing jalur. Untuk jalur yang mempunyai kapasitas tinggi waktu menyala lampu hijau akan lebih lama jika di banding jalur lainnya, guna memberi kesempatan pada kendaraan untuk melewati simpang sehingga tidak menimbulkan antrian kendaraan yang berlebihan. Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 11
Waktu menyala lampu standar untuk merah lamanya 30 detik, kuning 3 detik dan hijau 30 detik, lebih ideal bila lamanya menyala lampu diperhitungkan berdasarkan phase pada suatu arus lalu-lintas, dengan demikian ada jalur yang dibebani oleh gerakan-gerakan jalur lainnya. Sinyal sangat berperan dalam hal memisahkan gerakan membelah dari lalu-lintas lurus maupun untuk pejalan kaki yang menyeberang/konflik kedua atau bagi gerakan-gerakan yang saling berpotongan (konflik utama) Metodologi yang dipergunakan dalam melakukan perhitungan kinerja simpang bersinyal didasarkan pada kapasitas simpang, tingkat pelayanan pada pendekat dan tingkat pelayanan pada simpang. Untuk melakukan evaluasi terhadap kapasitas simpang dilihat berdasarkan perbandingan antara arus yang terjadi dengan kapasitasnya. Sedangkan untuk mengevaluasi tingkat pelayanan simpang bersinyal didasarkan pada rata-rata tundaan henti pada tiap kendaraan. Pada umumnya pengaturan lalu-lintas dengan menggunakan sinyal digunakan untuk beberapa tujuan, yang antara lain adalah : 1. Menghindari terjadinya kemacetan pada simpang yang disebabkan oleh adanya konflik arus lalu-lintas yang dapat dilakukan dengan menjaga kapasitas yang tertentu selama kondisi lalu-lintas puncak; 2. Memberi kesempatan kepada kendaraan lain dan atau pejalan kaki dari jalan simpang yang lebih kecil untuk memotong jalan utama; 3. Mengurangi terjadinya kecelakaan lalu-lintas akibat pertemuan kendaraan yang berlawanan arah 4. Meningkatkan efisiensi simpang dengan meminimalkan panjang antrian kendaraan, waktu tunda ataupun rasio kendaraan terhenti. 5. Mempertahankan arus kendaraan simpang terutama pada saat kondisi lalu-lintas jam puncak (peak hour). Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka adalah mungkin untuk mengatur sinyal lampu lalu-lintas hanya dengan dua fase, masing-masing untuk ruas jalan yang berpotongan, metoda ini dapat di terapkan jika gerakan belok kanan dalam suatu simpang telah dilarang. Karena pengaturan dua fase memberikan kapasitas tertinggi dalam beberapa Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 12
kejadian, maka pengaturan tersebut disarankan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa lampu lalu-lintas. Perubahan sinyal dengan sistem dua fase, termasuk definisi dari waktu siklus, waktu hijau dan periode antar hijau. Maksud dari periode antar hijau (IG = kuning + merah semua) di antara dua fase yang berurutan adalah untuk: 1. Memperingatkan lalu-lintas yang sedang bergerak bahwa fase sudah berakhir. 2. Menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja diakhiri memperoleh waktu yang cukup untuk keluar dari daerah konflik sebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memasuki daerah yang sama. Fungsi yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan yang kedua dipenuhi oleh waktu merah semua yang berguna sebagai waktu pengosongan antar dua fase. Waktu merah semua dan waktu kuning pada umumnya ditetapkan sebelum dan tidak berubah selama periode operasi. Jika waktu hijau dan waktu siklus juga ditetapkan sebelumnya, maka dikatakan sinyal tersebut dioperasikan dengan cara kendali waktu tetap. Gambar 2.5 Urutan waktu pada pengaturan sinyal dengan dua-fase. Sumber : MKJI 1997 Dalam sistem lama, pola waktu yang sama digunakan sepanjang hari/minggu, pada sistem yang lebih modern, rencana waktu sinyal yang berbeda yang ditetapkan sebelumnya, Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 13
dan digunakan untuk kondisi yang berbeda pula, sebagai contoh, kondisi lalu-lintas puncak pagi, pucak sore dan lewat puncak. Dengan tersedianya data lalu-lintas, manual ini dapat digunakan untuk menghitung waktu sinyal terbaik bagi setiap kondisi. 2.2.6 Pengoperasian lampu lalu-lintas Pengoperasian lampu lalu-lintas dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Sinyal waktu tetap Diatur dengan memberikan hak berjalan menurut jadwal yang sudah ditentukan, dengan tidak memperhitungkan kapasitas kendaraan simpang yang selalu berubah setiap saat. b. Sinyal waktu tidak tetap Lampu diaktifkan disebabkan oleh kendaraan yang melewati simpang, sehingga dapat memberikan respon permintaan pada arus padat (sinyal lebih lama) sedangkan untuk arus sedikit (sinyal lebih cepat). Jadi interval waktu yang diberikan sesuai dengan impulse lalu-lintas yang terdeteksi oleh detector kendaraan yang dipasang pada lokasi. Selain pengoperasian lampu lalu-lintas perlu diperhatikan juga konsep desain sinyal/time allocation menyangkut waktu untuk lampu merah, kuning dan hijau sehingga mengurangi waktu hilang Lost time saat kendaraan awal bergerak atau berhenti. Begitu halnya untuk efek kendaraan belok kanan/effect of right turning vehicle karena ini sangat berpengaruh terhadap antrian, tundaan kendaraan pada simpang. Akhirnya dasar pemikiran dari simpang bersinyal ini adalah menentukan dan merencanakan phase kendaraan yang melewati simpang dari semua arah agar dapat memperhatikan arus secara seimbang dalam waktu tertentu. 2.2.7 Phase Sinyal Konsep dasar sinyal adalah phase secara harfiah suatu arus lalu-lintas menerima sinyal yang sama dalam suatu siklus meliputi satu atau lebih lajur untuk suatu gerakan ke arah tertentu secara sederhana disebut sebagai tahapan dari siklus sinyal hijau untuk setiap jalan pendekat yang akan memperoleh hak jalan. Perencanaan phase harus disesuaikan dengan geometri simpang, pemakaian lajur, volume dan kecepatan kendaraan, juga penyeberangan bagi pejalan. Pada suatu persimpangan Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 14
dapat didesain beberapa phase tentunya dikaitkan dengan arus lalu-lintas setiap jalur, jumlah phase yang besar belum tentu bisa mencerminkan efektifitas pengaturan sinyal dalam setiap siklus, jadi perlu dirancang phase yang ideal untuk setiap kasus persimpangan. Pengaturan phase erat kaitannya dengan konflik utama atau kedua di persimpangan, sehingga perencanaan phase dapat dirancang sesuai dengan keinginan untuk memperkecil konflik antara kendaraan. Konflik lalu-lintas pada simpang bersinyal empat lengan digambarkan sebagai berikut: Gambar 2. 6 Konflik-konflik utama dan kedua pada simpang bersinyal empat lengan Sumber: MKJI 1997 Apabila konflik utamaa dipisahkan maka pengaturan sinyal lampu lalu-lintas cukup optimal dengan dua phase, karena pengaturan tersebut merupakan dasar dalam mayoritas analisa lampu lalu-lintas dan dapat meningkatkan kapasitas penggunaan lebih dari dua phase biasanya akan menambah besar waktu siklus dan rasio waktu yang disediakan untuk pergantian antar phase, keuntungannya bisa meningkatkan keselamatan lalu-lintas simpang walaupun secara keseluruhan kapasitas akan berkurang. Arus selama waktu hijau dapat dibedakan sebagai berikut: a. Arus terlindung Adalah arus berangkat pada saat hijau untuk belok kanan tanpa lalu-lintas lurus dari arah berlawanan dalam kondisi merah. konflik yakni arus b. Arus terlawan Adalah arus berangkat pada saat hijau dan pendekat untuk belok kanan bersamaan dengan arus berangkat lurus dan belok kiri dari pendekat tersebut. Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 15
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Gambar 2.7 di bawah ini : Gambar 2.7 : karakteristik phase simpang bersinyal Sumber : MKJI 1997 Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 16
2.2.8 keperluan untuk perubahan Jika waktu siklus yang dihitung lebih besar dari batas atas yang disarankan, derajat kejenuhan (DS) umumnya juga lebih tinggi dari 0,85. Ini berarti simpang tersebut mendekati lewat jenuh, yang akan menyebabkan panjangnya antrian pada kondisi lalu-lintas puncak. Kemungkinan untuk menambah kapasitas simpang dengan melalui salah satu dari tindakan berikut: a) Penambahan lebar pendekat Jika mungkin untuk menambah lebar pendekat, pengaruh terbaik dari tindakan akan diperoleh jika pelebaran dilakukan pada pendekat-pendekat dengan nilai FR kritis tertinggi. b) Perubahan Fase Sinyal Jika pendekat dengan arus berangkat terlawan (tipe 0) dan rasio belok kanan (P RT ) tinggi menunjukkan nilai FR kritis yang tinggi (FR > 0,8), suatu rencana fase alternative dengan fase terpisah untuk lalu-lintas belok kanan mungkin akan selesai. Penerapan fase terpisah untuk lalu-lintas belok kanan mungkin harus disertai dengan pelebaran juga c) Pelarangan gerakan belok kanan Pelarangan bagi satu atau lebih gerakan belok kanan biasanya menaikkan kapasitas, terutama jika hal itu menyebabkan pengurangan jumlah fase yang diperlukan. Walaupun demikian perancangan manajemen lalu-lintas yang tepat, perlu untuk memastikan agar perjalanan oleh gerakan belok kanan yang akan dilarang tersebut dapat diselesaikan tanpa jalan pengalihan yang terlalu panjang dan mengganggu simpang yang berdekatan. Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 17
2.2.9 Tingkat Pelayanan (Level Of Service) Level of Service (LOS) suatu simpang merupakan ukuran kualitas pelayanan suatu simpang (Lihat Tabel 2.2). Tabel 2.2: Indeks tingkat pelayanan simpang bersinyal (Menurut HCM 2000) No Tingkat Pelayanan (level of service) Tundaaan per kendaraan (det/kend) Delay per vehicle (s/vec) 1 A 10 2 B > 10 dan 20 3 C > 20 dan 35 Keterangan Arus bebas, volume rendah. Kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas oleh lalu-lintas, volume pelayanan yang dipakai untuk desain jalan luar kota Arus stabil, kecepatan dikontrol oleh lalu-lintas, volume pelayanan yang dipakai untuk desain jalan perkotaan 4 D > 35 dan 55 Mendekati arus yang tidak stabil 5 E > 55 dan 80 6 F > 80 Arus yang tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume mendekati kapasitas Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di bawah kapasitas, banyak berhenti Sumber : Mektek tahun XI No. 3 September 2009 2.2.10 Kinerja Simpang Bersinyal Menurut MKJI 1997 Manual kapasitas jalan Indonesia (MKJI) merupakan pedoman teknik lalu-lintas untuk menganalisa jaringan jalan kawasan perkotaan di Indonesia. 1. Kapasitas simpang dan derajat kejenuhan Simpang Bersinyal Menurut MKJI 1997, perhitungan kapasitas dapat dibuat dengan pemisahan jalur tiap pendekat, pada satu lengan dapat terdiri dari satu atau lebih pendekat, misal dibagi menjadi dua atau lebih sub pendekat. Hal ini diterapkan jika gerakan belok kanan mempunyai fase berbeda dari lalu-lintas yang lurus atau dapat juga dengan merubah fisik jalan yaitu Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 18
dengan membagi pendekat dengan pulau lalu-lintas (canalization). Kapasitas (C) dari suatu pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut : C = S g/c dengan : C S g c = kapasitas pendekat (smp/jam) = arus jenuh (smp/jam hijau) = waktu hijau (detik) = waktu siklus Nilai arus jenuh diasumsikan tetap selama fase hijau, namun pada kenyataannya kendaraan masih berhenti saat mulai hijau, kemudian perlahan naik dan mencapai puncak antara 10-15 detik dan akan menurun perlahan-lahan sampai hijau berakhir. Kendaraan yang terlepas relatif tetap selama waktu kuning dan waktu merah semua sampai akhirnya turun selama 5-10 detik setelah awal sinyal merah. Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) untuk standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya. Arus jenuh diformulasikan sebagai berikut : S = S O F CS F SF F G F P F RT F LT Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar So ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (W e ) yang diformulasikan seperti berikut ini : S 0= 600xWe Dengan: S 0 We F CS F SF F G F P F RT F LT = Arus jenuh dasar = Lebar lengan simpang (m) = Faktor koreksi Ukuran kota = Faktor koreksi hambatan samping = Faktor koreksi gradien jalan = Faktor koreksi kondisi parkir = Faktor koreksi proporsi belok kanan = Faktor koreksi proporsi belok kiri Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 19
2. Panjang antrian Dalam MKJI, antrian yang terjadi pada suatu pendekat adalah jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) yang merupakan jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ 1 ) dan jumlah smp yang datang selama waktu merah (NQ 2 ) yang persamaannya dituliskan seperti berikut ini : NQ = NQ 1 + NQ 2 Panjang antrian (QL) pada suatu pendekat adalah hasil perkalian jumlah rata-rata antrian pada awal sinyal hijau (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m²) dan pembagian dengan lebar masuk, yang persamaannya dituliskan sebagaiai berikut : QL = NQ Max x 20 W Masuk Dari nilai derajat kejenuhan dapat digunakan untuk menghitung jumlah antrian (NQ 1 ) yang merupakan sisa dari fase terdahulu yang dihitung dengan rumus berikut : ƒ Untuk DS > 0,5 dengan : NQ 1 DS GR = jumlah smp yang tersisa dari fase sebelumnya; = derajat kejenuhann = rasio hijau (g/c) C = kapasitas (smp/jam). Untuk DS 0,5 : NQ 1 = 0 Jumlah antrian yang datang selama fase merah (NR 2 ) dengan rumus seperti berikut : dengan : NQ 2 = jumlah smp yang datang selama fase merah; DS GR c Q masuk = derajat kejenuhan = rasio hijau (g/c); = waktu siklus (detik); = arus lalu-lintas padaa tempat di luar LTOR (smp/jam) Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 20
Jika lebar jalur dan arus lalu-lintas telah digunakan pada penentuan waktu sinyal, arus yang digunakan adalah Q keluar. Agar diperoleh nilai arus simpang total yang benar, penyesuaian terhadap arus tercatat untuk seluruh pendekat. NQ = NQ 1 + NQ 2 Untuk menentukan NQ max dapat dicari berdasarkan grafik peluang untuk pembebanan lebih. Untuk perencanaan dan desain disarakan nilai p operasional disarankan p OL = 5 10%. Penghitungan panjang antrian (QL) didapat dari hasil perkalian antara NQ max dengan rata-rata yang ditempati tiap smp (20 m²) dan dibagi lebar masuk (W masuk ), yang dirumuskan di bawah ini. p OL 5%, untuk 3. Kendaraan terhenti Penghitungan laju henti (NS) untuk masing-masing diidentifikasikan sebagai jumlah rata-rata berhenti per smp (termasuk berhenti terulang dalam antrian), dapat dihitung dengan persamaan seperti berikut : pendekatan yang NS=0,9x x3600 dengan : c = waktu siklus (detik) Q = arus lalu-lintas (smp/detik) Penghitungan jumlah kendaraan terhenti (N sv ) untuk tiap pendekat dapat dihitung dengan persamaan : N sv =QxNS (smp/jam) Perhitungan laju henti rata-rata untuk seluruh simpang dilakukan dengan cara membagi jumlah kendaraan terhenti pada seluruh pendekat dengan arus simpang total Q dalam kendaraan/jam, dihitung sebagai : Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 21
4. Tundaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), tundaann (D) pada suatu simpang dapat terjadi karena 2 (dua) hal, yaitu : a. Tundaan lalu-lintas (DT) yang disebabkan oleh interaksi lalu-lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang. b. Tundaan geometri (DG) yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah. Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j merupakan jumlah tundaan lalu-lintas rata- rata (DTj) dengan tundaan geometrik rata-rata (DGj) yang persamaannya dapat dituliskan seperti berikut ini : D j = DT j + DG j dimana: D j = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DT j DG j = Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp) = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp) Berdasarkan pada Akcelik, 1998, tundaan lalu-lintas rata-rata (DT) pada suatu pendekat dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : Tundaan geometri rata-rata (DG) pada suatu pendekat dapat diperkirakan dengan persamaan sebagai berikut : DG = (1-P sv ) x P T x 6 + (P sv x 4) dimana: DG j P sv P T = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp) = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat Aldi Ardiansyah, Nur Ridwan Shidiq 22