BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) melalui Unit Pengelola Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

BAB I. perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang. masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PNPM-P2KP (Kasus: KSM Ekonomi Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

Pedoman penelusuran data dan informasi tentang gambaran umum obyek penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dahulu hingga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonominya. Definisi pembangunan ekonomi semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan

Ade Andriyani 1 Tety Elida 2 Beny Susanti 3. Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27).

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah

Lampiran 1. Rekapitulasi Hasil Penilaian Indikator Kinerja BKM Universitas Indonesia

Pertanyaan Penelitian & Informan Kunci. Tim 5 Studi Gender

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

Membangun BKM. Membangun BKM. Siklus Kegiatan PNPM Mandiri-P2KP. Membangun BKM DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM PERKOTAAN MANDIRI

EFEKTIFITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DI KOTA SURABAYA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

I. PENDAHULUAN. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP)

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB I PENDAHULUAN. yang terkena PHK (pengangguran) dan naiknya harga - harga kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. poranda, ditandai dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja dan

I. PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2009)

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Banyak permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya seperti Indonesia. Kemiskinan seharusnya menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebutan Millenium Development Goals (MDGs) yang memuat 8 program

BAB VI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM PNPM-P2KP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan utama dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini menganalisis partisipasi masyarakat melalui implementasi. penanggulangan kemiskinan di perkotaan melalui Program Nasional

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh semua negara khususnya negara-negara yang sedang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV terdapat salah satu tujuan negara

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme... Halaman Pengesahan Skripsi... Halaman Pengesahan Ujian... Halaman Motto...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Status negara berkembang dengan kesejahteraan materials tingkat rendah

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sampai saat ini, karena itulah program-program pengentasan

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

INFORMASI TAMBAHAN I. PEMAHAMAN TENTANG PEMETAAN SWADAYA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

BAB I PENDAHULUAN. krisis moneter merambah ke krisis ekonomi. Dari krisis ini berkembang

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP

BAB I PENDAHULUAN. Program penanggulangan kemiskinan yang dimulai sejak Pelita pertama sudah

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peranan UMKM. laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. terutama di Negara-negara berkembang. Indonesia merupakan Negara

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan ini

I. PENDAHULUAN. hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi mana pun. Selain bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pembangunan multidimensi

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB X RELASI GENDER DALAM P2KP

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor ekonomi, tetapi juga faktor sosial, budaya, dan politik. Menurut Ellis (1984) dalam Suharto (2005), dimensi kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik, dan sosial-psikologis, sementara Nainggolan (2005) menyatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah pembangunan kesejahteraan sosial yang berkaitan dengan aspek-aspek pengangguran, keterbelakangan, dan ketidakberdayaan pada penduduk miskin. Sejatinya, hakikat pembangunan adalah pengubahan dan pembaharuan. Dalam konteks tersebut, Mosse (1993) menyatakan bahwa pembangunan sebaiknya mencakup sejumlah hal berkenaan: (1) penanggulangan kemiskinan, (2) keterlibatan semua orang secara adil dalam perekonomian, (3) perbaikan kualitas hidup perempuan dan laki-laki, khususnya untuk akses terhadap barang dan jasa esensial, yang bersama-sama dengan informasi diperlukan mereka untuk membuat pilihan, (4) penciptaan berbagai macam basis kegiatan produktif untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan memungkinkan keadaan perekonomian negara berubah dalam perekonomian internasional, (5) pembentukan kembali pembagian kerja secara seksual, (6) penciptaan pranata politik yang melindungi dan memungkinkan pelaksanaan hak azasi warga negara dan sosial (termasuk hak-hak perempuan), dan menyediakan kondisi-kondisi bagi akses terhadap hak-hak ini dalam cara yang memungkinkan konflik sosial dipecahkan secara damai, (7) penghargaan terhadap nilai kultural dan aspirasi pelbagai kelompok sosial. Sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 lalu, memasuki era reformasi pemerintah telah menetapkan sejumlah kebijakan dan program untuk mengembalikan keadaan ekonomi negara supaya menjadi stabil kembali, terutama berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Dewasa ini, penduduk miskin di Indonesia relatif masih besar. Data BPS tahun 2000, menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin

2 di Indonesia adalah 79,4 juta orang (BPS, 2000). Jumlah dan persentasenya menurun menjadi 37,2 juta orang 2007, dan pada tahun 2009 menjadi 32,5 juta orang (BPS, 2009). Menurunnya jumlah penduduk miskin di Indonesia ini tidak luput dari usaha-usaha pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Berbagai kebijakan dan program-program pembangunan dibuat oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Sajogyo (1999) dalam Nur (2004) mengungkapkan bahwa penanggulangan kemiskinan adalah sebuah kebijakan strategis yang mau tidak mau mesti diambil oleh pemerintah sebagai agen pembangunan yang bertanggung jawab atas terselenggaranya perbaikan sosial pada segenap lapisan masyarakat. Sejumlah program pembangunan yang telah diintroduksikan pemerintah untuk pengentasan kemiskinan, antara lain berupa Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Program Pemberdayaan Petani Sehat (P3S), Program Mandiri Pangan. Selain itu, terdapat program-program pemberdayaan perempuan diantaranya melalui Pelatihan Kepemimpinan Wanita (LKW), Bimbingan Usaha Swadaya Wanita Desa (USWD), Pengembangan Usaha Kelompok (PUK), Bimbingan Pencegahan Desa Rawan Masalah Sosial (PDR), Proyek Penyantunan dan Pengentasan Fakir Miskin (PPFM), Pengembangan Dasa Wisma, Pengembangan Masyarakat oleh Perusahaan, Inpres Desa Tertinggal (IDT), serta Pengembangan Karang Taruna. Pasca krisis ekonomi 1997, pemerintah bekerjasama dengan Bank Dunia mengintroduksikan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), untuk mengatasi permasalahan kemiskinan penduduk di wilayah perkotaan, dan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) untuk di wilayah pedesaan. Dalam pelaksanaannya, P2KP diwadahi oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Sejak pelaksanaan P2KP-1 hingga pelaksanaan P2KP-3 saat ini telah terbentuk sekitar 6.405 BKM yang tersebar di 1.125 kecamatan di 235 kota/kabupaten, telah memunculkan lebih dari 291.000 relawan-relawan dari masyarakat setempat, serta telah mencakup 18,9 juta orang pemanfaat (penduduk miskin), melalui 243.838 KSM (Pedoman Umum PNPM-P2KP, 2008).

3 Mempertimbangkan perkembangan positif P2KP tersebut, mulai tahun 2007 telah dirintis untuk mengadopsi P2KP menjadi bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini menjadi program terpadu yang menaungi seluruh program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat, yang tujuan umumnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Untuk selanjutnya P2KP berubah nama menjadi PNPM-P2KP. Secara umum, PNPM-P2KP menganut tujuan dan pendekatan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pedoman Umum PNPM Mandiri. Salah satu tujuan PNPM-P2KP adalah untuk meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil, dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan (Pedoman Umum PNPM-P2KP, 2008). Berdasarkan rumusan tujuan tersebut, terlihat dengan jelas bahwa sepertinya program pembangunan PNPM-P2KP telah berwawasan gender, karena di dalam pelaksanaan program, peran dan kedudukan laki-laki maupun perempuan adalah setara. Lebih lanjut, oleh karena, salah satu sasaran PNPM-P2KP adalah kelompok perempuan, maka sepertinya dapat dipastikan bahwa program ini mampu untuk memberdayakan perempuan. Hal ini antara lain dikemukakan Sari (2003) dalam Nainggolan (2005), yang menyatakan bahwa P2KP merupakan program yang mengadopsi mekanisme perencanaan bottom-up planning yang dimulai dari level komunitas dan secara khusus melibatkan partisipasi perempuan dalam semua kegiatannya, mulai dari perencanaan maupun pelaksanaan proses pembangunan. Namun demikian, faktanya menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan dalam proses pembangunan belum memberikan manfaat yang optimal bagi pemenuhan kebutuhan praktis gender yakni pemenuhan kebutuhan sekarang dan kebutuhan strategis gender yang berupa penyetaraan kedudukan laki-laki dan perempuan. Merujuk pada tata cara pelaksanaan Program PNPM-P2KP -yang tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan P2KP, perempuan tampaknya menjadi salah satu subyek program yang cukup penting, sehingga dapat dikatakan bahwa

4 Program PNPM-P2KP telah berwawasan gender. Akan tetapi, berdasarkan beberapa studi dan hasil observasi sebelumnya, diketahui bahwa perempuan sering tidak dilibatkan dalam pelaksanaan program. Hal tersebut diantaranya dikemukakan Lu Lu (2005) yang dalam,studinya menemukan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan P2KP di Kelurahan Kedung Badak tidak berhasil adalah karena tidak dilibatkannya perempuan dalam program, baik pada tahap perencanaan maupun tahap pelaksanaan. Hal itu tercermin diantaranya dari sedikitnya perempuan yang hadir dalam rapat atau musyawarah desa pada tahap persiapan program, yaitu hanya dua sampai tiga orang dari jumlah seluruh peserta musyawarah desa. Demikian halnya pada tahap pelaksanaan, dalam tataran keorganisasian BKM dan KSM, keterlibatan perempuan pada kedua lembaga tersebut masih kurang, bahkan dijumai adanya perempuan yang tidak dilibatkan dalam struktur kepengurusan BKM. Demikian pula pada tataran kelompok sasaran (penerima kredit) masih didominasi oleh laki-laki (Nainggolan, 2005). Berbeda dengan P2KP, pemilihan daerah sasaran PNPM-P2KP juga mencakup sejumlah kelurahan di kabupaten. Berdasarkan data Podes 2005, telah dipilih sejumlah kecamatan di perkotaan dan kecamatan yang menjadi ibukota kabupaten untuk ditetapkan menjadi daerah sasaran program. Pada tahun 2005 terdapat 1072 kecamatan perkotaan sebagai calon kecamatan sasaran Program PNPM-P2KP (Pedoman Umum PNPM-P2KP, 2008). Diantara sejumlah desa penerima PNPM-P2KP, Desa Srogol, merupakan salah satu desa penerima bantuan Program PNPM-P2KP dari tahun 2007 yang dinilai berhasil dari segi administrasi dan memperoleh peringkat yang cukup baik di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Keberhasilan Desa Srogol ini berkaitan dengan tingginya tingkat kelancaran pengembalian pinjaman dari anggota-anggota KSM. Permasalahannya adalah bahwa keberhasilan dalam kelancaran pengembalian pinjaman dari para anggota KSM tersebut belum menggambarkan kemampuan PNPM-P2KP dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Tingkat pengembalian pinjaman di Desa Srogol yang terbilang lancar berkaitan dengan jumlah nominal dana pinjaman yang sangat kecil. Dana pinjaman yang kecil tersebut hanya bermanfaat bagi anggota KSM yang sudah memiliki usaha

5 karena dapat digunakan untuk menambah modal usaha. Namun demikian, faktanya banyak usaha yang dimiliki oleh anggota KSM tersebut tidak berkembang, sementara bagi anggota KSM yang tidak memiliki usaha, dana pinjaman hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari karena tidak cukup jika digunakan untuk membuka usaha baru. Sebagai program yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan, pelaksanaan Program PNPM-P2KP di Desa Srogol belum mampu untuk meningkatkan peran perempuan dalam program. Walaupun jumlah KSM yang beranggotakan perempuan di Desa Srogol jumlahnya lebih banyak dibanding KSM yang beranggotakan laki-laki, belum menggambarkan bahwa Program PNPM-P2KP telah berhasil memberdayakan perempuan. Pemberdayaan perempuan dalam program dilihat dari sejauhmana program tersebut mampu memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dan laki-laki dalam pelaksanaan program. Terlebih lagi program mampu membuat perempuan menjadi berdaya dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan program dan pengembangan usaha yang dimilikinya. Pemberdayaan perempuan tidak hanya dilihat dari sejauhmana program mampu memenuhi kebutuhan praktis gender, yaitu meningkatkan kesejahteraan perempuan, tetapi yang lebih utama adalah program mampu mencukupi kebutuhan strategis gender, yakni menyetarakan kedudukan laki-laki dan perempuan. Berdasarkan pemasalahan di atas, penting untuk melakukan kajian untuk menelaah keberhasilan atau kemampuan PNPM-P2KP dalam memberdayakan perempuan berdasarkan pemenuhan kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

6 1.2 Perumusan Masalah Misi utama program-program pembangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan adalah Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang telah berjalan dari tahun 1999-2004. P2KP merupakan program kerjasama antara pemerintah dengan Bank Dunia yang awalnya bertujuan untuk mengatasi krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997. P2KP dinilai berhasil dalam mengentaskan kemiskinan sehingga pemerintah mengadopsi program tersebut ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) pada tahun 2008. PNPM Mandiri merupakan program terpadu yang menaungi seluruh program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu tujuan Program PNPM-P2KP adalah untuk meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil, dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Pelaksanaan program P2KP dari tahun 1999 hingga kini berubah menjadi Program PNPM-P2KP, masalah yang paling penting dan sering dirasakan oleh pengurus BKM dan UPK adalah sulitnya mengembalikan pinjaman atau kredit macet. Beberapa studi dan observasi yang telah dilakukan sebelumnya (Lu Lu, 2005 dan Nainggolan, 2005) mengenai pengembalian kredit P2KP menunjukkan bahwa banyak anggota KSM yang menunggak kredit atau terlambat mencicil. Berbeda halnya dengan pelaksanaan Program PNPM-P2KP di Desa Srogol yang terbilang cukup lancar dalam mengembalikan pinjaman. Jumlah pinjaman yang tidak terlalu besar menjadi salah satu penyebab lancarnya pengembalian pinjaman anggota KSM. Akan tetapi, tingkat pengembalian pinjaman yang cukup tinggi belum tentu menunjukkan peningkatan kesejahteraan anggota. Banyak juga kasus yang menunjukkan bahwa dana pinjaman tidak digunakan untuk menjalankan usaha tetapi digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Walaupun anggota KSM di Desa Srogol mayoritas adalah perempuan, belum menggambarkan program tersebut berhasil dalam memberdayakan perempuan.

7 Pemberdayaan perempuan dilihat dari sejauhmana perempuan mampu menjadi pengambil keputusan dalam rumah tangga, terutama dalam pengembangan usahanya. Pada kenyataannya, pengambil keputusan dalam rumah tangga untuk mengikuti program dan mengembalikan pinjaman masih dipegang oleh laki-laki. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat keberhasilan Program PNPM-P2KP dilihat dari tingkat pengembalian pinjaman? 2. Adakah dan bagaimana hubungan tingkat relasi gender dengan tingkat pengembalian pinjaman? 3. Apakah Program PNPM-P2KP berhasil memberdayakan perempuan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Bagaimana tingkat keberhasilan Program PNPM-P2KP dilihat dari tingkat pengembalian pinjaman; 2. Bagaimana hubungan tingkat relasi gender tingkat pengembalian pinjaman; dan 3. Apakah Program PNPM-P2KP berhasil memberdayakan perempuan. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari kajian penelitian ini adalah: 1. Memberikan wawasan tentang analisis gender terhadap program-program partisipatif bagi peneliti yang ingin mengkaji lebih dalam. 2. Memberikan sumbangsih bagi pengambil kebijakan dalam menyusun dasardasar program pembangunan dalam upaya untuk mengentaskan kemiskinan serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat miskin agar lebih memperhatikan aspek gender dan keragaman dalam masyarakat. 3. Bagi peneliti kajian ini dapat bermanfaat sebagai bahan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang program pemberdayaan masyarakat yang berbasis gender.