BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan seperti masalah yang tanpa ujung pangkal. Barangkali, peribahasa yang tepat untuk menggambarkan masalah kemiskinan adalah mati satu tumbuh seribu. Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks. Kemiskinan ditandai dengan hilangnya hak untuk mengakses kebutuhan dasar dan kelangkaan sumber daya. Dalam kondisi miskin, perempuan menjadi pihak yang paling menderita. Hal ini karena perempuan dihadapkan pada diskriminasi dan subordinasi oleh laki-laki sehingga kurang memiliki akses dan kontrol terhadap sumber daya. Terkait dengan pelaksanaan pembangunan, peran ganda perempuan selalu menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan, khususnya keikutsertaannya dalam pembangunan. Meskipun kenyataan di masyarakat menunjukkan bahwa potensi perempuan yang jumlahnya cukup besar, belum dapat dimanfaatkan seluruhnya. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai hal, khususnya yang berkaitan dengan faktor sosial budaya. Penanggulangan masalah kesehatan dan kegawatdaruratan melalui pemberdayaan perempuan dan keterlibatan perempuan dalam kelembagaan masyarakat perlu mendapat perhatian agar kesejahteraan masyarakat, khususnya berkaitan dengan kesehatan ibu, bayi/balita, dan kesehatan lingkungan segera dapat diwujudkan. Pemberdayaan perempuan untuk penanggulangan masalah kesehatan masyarakat dan kegawatdaruratan diharapkan mampu menekan laju angka kematian ibu, angka kematian bayi/balita maupun permasalahan kesehatan dan 1

2 Analisis Gender Terhadap Pemberdayaan Perempuan Dalam Kelurahan Siaga lingkungan yang terus bertambah, terutama dengan dipicu melonjaknya kenaikan harga kebutuhan pangan. Program peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang diimplementasikan melalui Program Desa/Kelurahan Siaga perlu melibatkan perempuan melalui pemberdayaan dengan pemanfaatan sumber daya yang ada. Upaya peningkatan kapasitas perempuan dengan memperhatikan status perempuan dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan hal yang sangat penting dan mendesak. Sesuai rekomendasi untuk pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yakni meningkatkan peran perempuan dalam proses pembangunan. Program pembangunan akan berhasil dengan meningkatkan posisi perempuan dalam masyarakat sesuai salah satu Tujuan Pembangunan MDGs dengan salah satu indikator pencapaian pada tahun 2015 adalah mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga tidak terlepas dari komitmen Indonesia sebagai warga masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya MDGs. Dalam MDGs, kesehatan dapat dikatakan sebagai unsur dominan. Dari delapan agenda MDGs, lima di antaranya berkaitan langsung dengan kesehatan dan tiga yang lain berkaitan secara tidak langsung. Lima tujuan/goal yang berkaitan langsung dengan kesehatan itu adalah Goal 1 (Memberantas kemiskinan dan kelaparan), Goal 4 (Menurunkan angka kematian anak), Goal 5 (Meningkatkan kesehatan ibu), Goal 6 (Memerangi HIV dan AIDS, Malaria, dan penyakit lainnya), serta Goal 7 (Melestarikan lingkungan hidup). Dalam mencapai target kelima goal tersebut diperlukan peran dan pemberdayaan perempuan. Hal tersebut selaras dengan Goal 3 MDGs yaitu Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan dalam Pembangunan. Pemberdayaan perempuan dilakukan agar perempuan mampu berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Terkait dengan 2

3 Pendahuluan pemberdayaan perempuan, Hastuti dan Respati (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Model Pemberdayaan Perempuan Miskin Berbasis Pemanfaatan Sumber daya Perdesaan Upaya Pengentasan Kemiskinan di Perdesaan (Studi di Lereng Merapi Daerah Istimewa Yogyakarta) menyatakan bahwa pemberdayaan atau penguatan perempuan miskin merupakan inti pemberdayaan perempuan dan akan optimal apabila perempuan diberi kesempatan setara dengan laki-laki dalam pemanfaatan sumber daya di perdesaan. Menurut Hastuti dan Respati (2009:9), pemberdayaan perempuan berhadapan dengan sistem nilai tentang perempuan dan laki-laki di masyarakat terkait distribusi kekuasaan. Budaya patriarkhi yang mendominasi masyarakat Jawa menempatkan perempuan dengan tugas utama sebagai istri didukung nilai yang dikembangkan melalui agama, kepercayaan, dan kebijakan yang menaungi. Berkaitan dengan distribusi kekuasaan, akses dan kontrol terhadap sumber daya berperan penting dalam menentukan pendapatan. Lebih lanjut, Hastuti dan Respati (2009:9) menyatakan bahwa kenyataan yang dihadapi perempuan miskin adalah ketidakadilan dalam akses dan kontrol terhadap sumber daya perdesaan sehingga kesulitan ekonomi harus selalu dihadapi. Kemiskinan dan ketidakberdayaan perempuan menjadi fokus kajian agar mampu meningkatkan kesejahteraan di perdesaan. Model pemberdayaan perempuan miskin berbasis pemanfaatan sumber daya perdesaan sebagai upaya pengentasan kemiskinan. Peningkatan posisi tawar, keterampilan dan pengetahuan, akses terhadap sumber daya menjadi tujuan pemberdayaan perempuan. Langkah yang dilakukan antara lain melalui diskusi kelompok di perdesaan dengan berbagi informasi dan konsultasi untuk menggali persoalan yang dihadapi dalam pemberdayaan perempuan miskin. Melalui kelompok diharapkan dapat menjadi model pemberdayaan perempuan miskin yang berwawasan gender dan menjadi model bagi masyarakat luas (Hastuti dkk, 2009:9). 3

4 Analisis Gender Terhadap Pemberdayaan Perempuan Dalam Kelurahan Siaga Pendekatan partisipasi merupakan langkah untuk pemberdayaan perempuan miskin dalam pemanfaatan sumber daya perdesaan. Pendekatan ini diharapkan mampu mengajak perempuan miskin agar selalu dapat berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas diri. Selain itu, pendekatan ini diyakini sebagai cara yang luwes karena tidak harus mengikuti prosedur baku namun lebih disesuaikan dengan kondisi di lapangan dengan memperhatikan kondisi, potensi, distribusi dari perempuan miskin maupun ketersediaan sumber daya (Hastuti dkk, 2009:9). Menurut Hastuti dan Respati (2009:14), pemberdayaan perempuan miskin dilakukan dengan meningkatkan kemampuan dan melibatkan perempuan miskin untuk dapat berpartisipasi aktif dalam pemanfaatan sumber daya perdesaan. Berpartisipasi dalam mengembangkan kegiatan produktif melalui peningkatan keterampilan dan pengetahuan untuk pemanfaatan sumber daya perdesaan secara optimal dan berkelanjutan. Pemberdayaan perempuan miskin dalam penelitian ini dilakukan melalui kelompok-kelompok yang difasilitasi ketua yang diambil dari masyarakat setempat melalui kesepakatan bersama. Terkait dengan potensi dan peran perempuan, Elizabeth (2007:130) dalam penelitiannya yang berjudul Pemberdayaan Wanita Mendukung Strategi Gender Mainstreaming dalam Kebijakan Pembangunan Pertanian di Perdesaan, menyatakan bahwa keterbatasan kesempatan kerja dan berusaha menunjukkan betapa perlu dan pentingnya pemberdayaan kaum wanita agar mampu menghasilkan SDM dalam rumah tangga sebagai tenaga kerja dan generasi penerus yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Pemberdayaan (empowerment) merupakan serangkaian upaya untuk meningkatkan kemampuan dan memperluas akses terhadap suatu kondisi untuk mendorong kemandirian yang berkelanjutan (tanggap dan kritis terhadap perubahan) serta mampu berperan aktif dalam menentukan nasibnya sendiri, melalui penciptaan peluang yang seluasluasnya agar mampu berpartisipasi. 4

5 Pendahuluan Terkait dengan pemberdayaan wanita, Elizabeth (2007:131) menyatakan bahwa peran dan potensi mereka sangat dibutuhkan, strategis kedudukannya, serta mulia nilainya dalam mengatur dan mengurus sumber daya keluarga, terutama anak-anak, dan sumber daya material rumah tangga lainnya. Anak-anak merupakan faktor utama sumber daya manusia, sebagai calon generasi penerus. Selfreliance wanita, sebagai ibu rumah tangga, tercermin pada usaha memaksimalkan kemampuan mereka mempersiapkan anak-anak untuk mampu memperoleh pekerjaan yang lebih baik dari orangtuanya kelak, melalui pembekalan pendidikan dan keterampilannya, di samping pembinaan ahlak dan martabat mereka. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya melalui pemberdayaan (empowerment) mereka dalam semua sektor. Oleh karena itu diperlukan inovasi dan adopsi teknologi yang berkaitan dengan upaya peningkatan kemampuan dan potensi wanita. Pemberdayaan wanita juga merupakan upaya peningkatan dan pengaktualisasian potensi diri mereka agar lebih mampu mandiri dan berkarya, mengentaskan keterbatasan pendidikan dan keterampilan mereka, dan mengentaskan mereka dari ketertindasan akibat perlakuan yang diskriminatif dari berbagai pihak dan lingkungan sosial budaya (Elizabeth, 2007:131). Lebih lanjut, selain dalam konteks peran dan pemberdayaan perempuan sebagai instrumen analisis gender, keberadaan dan keberlangsungan program Kelurahan Siaga tidak terlepas dari aspek kelembagaan Kelurahan Siaga tersebut. Kelembagaan Kelurahan Siaga sebagai sebuah institusi mempunyai peran sangat strategis dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat khususnya berkaitan dengan pembangunan kesehatan yang komprehensif. Terkait dengan hal tersebut, analisis kelembagaan merupakan hal yang sangat krusial untuk mengetahui proses pemberdayaan perempuan dalam kelembagaan Kelurahan Siaga. Dalam konteks peran dan pemberdayaan perempuan dalam kelembagaan pemberdayaan masyarakat, Avillia (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Gender terhadap Kelembagaan Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW) 5

6 Analisis Gender Terhadap Pemberdayaan Perempuan Dalam Kelurahan Siaga di Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi, menyatakan bahwa Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS) merupakan salah satu program pemerintah dalam pemberdayaan wanita untuk menanggulangi masalah kemiskinan. KBUW menghadapi masalah yaitu wanita tidak berdaya dalam mengikuti kegiatan KBUW. Dalam menganalisis permasalahan tersebut, Avillia melakukan kajian dengan menggunakan Analisis Harvard dan Analisis Pemberdayaan Longwe. Analisis Pemberdayaan Longwe merupakan salah satu alat untuk melihat pencapaian aspek pemberdayaan wanita yang menggunakan lima dimensi, yaitu kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi, dan kontrol. Sebelum itu terlebih dahulu dilakukan Analisis Harvard yang bertujuan untuk menganalisis pembagian peran antara wanita dan lakilaki baik di dalam rumah tangga dan di dalam mengikuti kegiatan KBUW (Avilia: 2006). Hasil analisis Harvard menunjukkan bahwa wanita lebih banyak melakukan peran reproduktif. Keadaan ini sangat mempengaruhi wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW. Analisis Pemberdayaan Longwe yang menggunakan lima dimensi menunjukkan hasil yang bersifat negatif, artinya tingkat keberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW belum tercapai. Hal ini berarti wanita terlibat dalam kegiatan KBUW bukan atas kesadaran dirinya dan wanita belum dilibatkan di dalam pengambilan keputusan penggunaan pinjaman dan pengelolaan KBUW. Konsekuensinya, wanita belum merasakan manfaat KBUW untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan pendapatan keluarga, dan memenuhi kebutuhan dirinya sendiri (Avilia, 2006). Selanjutnya Sari (2006) melalui penelitiannya yang berjudul Hubungan Pelaksanaan Bina Ekonomi dengan Proses Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) dari Perspektif Gender: Studi terhadap Pemanfaatan Bina Ekonomi Tahun Guliran 2005 di Kotamadya Jakarta Selatan, menggunakan perspektif gender untuk menganalisis pemanfaatan kegiatan ekonomi dalam Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK). Hasil penelitian ini cukup 6

7 Pendahuluan mengejutkan karena ditemukan bahwa pelaksanaan program Bina Ekonomi sebagai salah satu aspek Tribina dalam pelaksanaan PPMK tidak sama hasilnya antara pemanfaat laki-laki dan perempuan. Temuan lapangan yang menonjol berkaitan dengan perbedaan tersebut adalah preferensi pengelola bina ekonomi, yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki, ternyata memberikan pengaruh yang cenderung merugikan perempuan. Terkait dengan pemberdayaan masyarakat sebagai unsur utama pembangunan, Subejo dan Supriyanto memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan, dan mengelola sumber daya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Mengkaji perempuan terkait nilai atau ketentuan yang membedakan identitas sosial laki-laki dan perempuan dalam ekonomi, politik, sosial dan budaya baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan bangsa (Budiman, 1985:228). Dalam konteks pembangunan masyarakat di bidang kesehatan masyarakat, Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan dan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Upaya pengembangan Kelurahan Siaga merupakan program lanjutan dan akselerasi dari program Pengembangan Desa Siaga yang sudah dimulai pada tahun 2006 melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga. Selanjutnya setelah pada tahun 2010 diperbarui berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1529/Menkes/SK/X/2010 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga, 7

8 Analisis Gender Terhadap Pemberdayaan Perempuan Dalam Kelurahan Siaga pengembangan Kelurahan Siaga dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat, yaitu upaya memfasilitasi proses belajar masyarakat desa dan kelurahan dalam memecahkan masalah-masalah kesehatannya. Oleh karena merupakan upaya pembangunan desa dan kelurahan, maka program ini memerlukan peran aktif dari berbagai pihak yang terkait, mulai dari pusat, provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, sampai ke desa dan kelurahan. Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga merupakan program pemberdayaan masyarakat, sehingga dalam pelaksanaan kegiatannya terintegrasi dengan program-program pemberdayaan masyarakat lain, baik yang bersifat nasional, sektoral, maupun daerah. Salah satu contohnya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Integrasi pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga ke dalam PNPM Mandiri merupakan sesuatu yang sangat penting, karena tujuan dari PNPM Mandiri memang sejalan dengan tujuan dari pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga. Pada tingkat pelaksanaannya, pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga dapat bersinergi dengan program PNPM Mandiri yang ada untuk kegiatankegiatan di bidang kesehatan masyarakat. Selain itu, dalam konteks yang lebih luas, Desa dan Kelurahan Siaga pada dasarnya mempunyai tujuan akhir peningkatan kualitas hidup dan derajat kesehatan sebagai salah satu aspek dalam penanggulangan kemiskinan. Kemiskinan sebagai masalah multidimensi dan tidak hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga mencakup kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin, dan keterbatasan akses masyarakat miskin dalam penentuan kebijakan publik yang berdampak pada kehidupan mereka. Sejalan dengan definisi yang berbasis hak, permasalahan kemiskinan dilihat dari aspek pemenuhan hak-hak dasar yang wajib dipenuhi oleh Negara, selain Kecukupan dan Mutu Pangan, Mutu dan Layanan Pendidikan, termasuk juga Mutu dan Layanan Kesehatan (Royat, 2010). Rendahnya kualitas hidup di negara berkembang selain karena rendahnya kualitas kesehatan juga karena kualitas pendidikan yang 8

9 Pendahuluan masih belum memadai. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor seperti kemiskinan, kurang gizi, penyakit menular dan rendahnya pengetahuan, keterampilan masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat, serta kemampuan untuk mengenali permasalahan yang terjadi dan mampu memanfaatkan sumber daya yang ada sebagai upaya untuk mengatasinya. Dalam konteks Kota Salatiga, Kelurahan Kalibening sebagai salah satu Kelurahan Siaga yang ada di Kota Salatiga telah memasuki tahapan ketiga dari empat tahapan Kelurahan Siaga, yaitu Kelurahan Siaga Purnama. Di bidang kesehatan, semangat masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan kesehatan sangat tinggi. Hal ini tampak dari antusiasme penduduk Kelurahan Kalibening yang cukup aktif mengikuti kegiatan posyandu dan mengikuti penyuluhan kesehatan yang disampaikan melalui pertemuan PKK RW dan RT, bahkan dalam kegiatan pengajian. Selain itu, masyarakat juga antusias untuk membentuk lembaga lokal yang bergerak di bidang kesehatan, seperti Kelurahan Siaga. Pada prinsipnya, Kelurahan Siaga Kalibening merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan yang berbasis pemberdayaan perempuan. Hal tersebut tampak dari susunan keanggotaan dan kepengurusan Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening, di mana dari 18 anggota/pengurus, 14 orang di antaranya perempuan (78 persen). Partisipasi kaum perempuan dalam Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening ternyata membuahkan hasil, di mana pada tahun 2012, Kelurahan Siaga Kalibening mampu menjadi Juara I Lomba Kelurahan Siaga Tingkat Kota Salatiga. Fenomena tersebut sangat menarik untuk dicermati, mengingat kondisi sosial kultural di Kelurahan Kalibening sebagai wilayah eks Kabupaten Semarang masih menunjukkan ciri masyarakat perdesaan. Meskipun demikian, perlu dikaji apakah partisipasi perempuan dalam Kelurahan Siaga Kalibening merupakan wujud dari pemberdayaan atau justru sebaliknya. Hal ini karena di dalam pemberdayaan selalu ada partisipasi tetapi tidak sebaliknya. 9

10 Analisis Gender Terhadap Pemberdayaan Perempuan Dalam Kelurahan Siaga Penelitian ini berusaha mengungkapkan sejauh mana partisipasi masyarakat berbasis pemberdayaan perempuan dalam pelaksanaan Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening. Atas dasar pernyataan tersebut penulis mencoba untuk mengetahui jawabannya melalui suatu penelitian yang berjudul Analisis Gender terhadap Pemberdayaan Perempuan dalam Kelurahan Siaga (Studi Kasus di Kelurahan Siaga Kalibening, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga). Penelitian ini menjadi penting mengingat isu perempuan terkait dengan pembangunan menjadi salah satu Goal dalam MDGs sedangkan isu kesehatan berkaitan langsung dengan lima Goal dalam MDGs. Masalah Penelitian Upaya pengembangan Kelurahan Siaga merupakan program lanjutan dan akselerasi dari program Pengembangan Desa Siaga yang sudah dimulai pada tahun Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1529/Menkes/SK/X/2010 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga, pengembangan Kelurahan Siaga dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk di dalamnya adalah pemberdayaan perempuan, yaitu upaya memfasilitasi proses belajar masyarakat desa dan kelurahan dalam memecahkan masalah-masalah kesehatannya. Oleh karena merupakan upaya pembangunan desa dan kelurahan, maka program ini memerlukan peran aktif dari berbagai pihak yang terkait, mulai dari pusat, provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, sampai ke desa dan kelurahan. Program peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang diimplementasikan melalui Program Desa/Kelurahan Siaga perlu melibatkan perempuan melalui pemberdayaan dengan pemanfaatan sumber daya yang ada. Upaya peningkatan kapasitas perempuan dengan memperhatikan status perempuan dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan hal yang sangat penting dan mendesak terutama dalam mendukung upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. 10

11 Pendahuluan Kelurahan Kalibening sebagai salah satu Kelurahan Siaga yang ada di Kota Salatiga telah memasuki tahapan ketiga dari empat tahapan 1 Kelurahan Siaga, yaitu Kelurahan Siaga Purnama, selain itu pelaksanaan Kelurahan Siaga Kalibening merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan yang berbasis pemberdayaan perempuan. Hal tersebut nampak dari susunan keanggotaan dan kepengurusan Kelurahan Siaga Aktif di Kelurahan Kalibening, di mana dari 18 anggota/pengurus, 14 orang di antaranya perempuan (78 persen). Berkaitan dengan hal tersebut, maka problematika yang diteliti adalah bagaimana pemberdayaan perempuan dalam pelaksanaan Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening Kecamatan Tingkir Kota Salatiga? Berdasarkan problematika tersebut dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1) Mengapa di kelurahan yang tertinggal dibandingkan kelurahan lain di Kota Salatiga terdapat kemauan untuk mengembangkan Kelurahan Siaga? 2) Bagaimana pembagian peran antara perempuan dan laki-laki dalam kelembagaan dan kegiatan Kelurahan Siaga? 3) Sejauh mana partisipasi perempuan dalam Kelurahan Siaga Kalibening? 4) Bagaimana aspek pemberdayaan perempuan dalam Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening? 5) Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan perempuan pada Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening? 6) Bagaimana peran modal sosial dalam pemberdayaan perempuan di Kelurahan Siaga Kalibening? 1 Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 564/Menkes/SK/VIII?2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga disebutkan bahwa empat tahapan Desa Siaga adalah Desa Siaga Pratama (tahap terendah), Desa Siaga Madya, Desa Siaga Purnama, dan Desa Siaga Mandiri (tahap tertinggi). 11

12 Analisis Gender Terhadap Pemberdayaan Perempuan Dalam Kelurahan Siaga 7) Apa strategi yang perlu dirumuskan untuk menunjang pemberdayaan perempuan berbasis gender dalam pelaksanaan Kelurahan Siaga Kalibening? Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis setiap tahapan kegiatan Kelurahan Siaga dengan menggunakan lima dimensi Analisis Pemberdayaan Longwe yaitu Kesejahteraan, Akses, Kesadaran Kritis, Partisipasi, dan Kontrol. Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: 1. mengetahui latar belakang pengembangan Kelurahan Siaga Kalibening; 2. menganalisis pembagian peran antara perempuan dan laki-laki dalam kelembagaan dan kegiatan Kelurahan Siaga Kalibening; 3. menganalisis partisipasi perempuan dalam Kelurahan Siaga Kalibening; 4. menganalisis bagaimana aspek pemberdayaan perempuan dalam Kelurahan Siaga Kalibening; 5. mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan Kelurahan Siaga Kalibening; 6. mengetahui peran modal sosial dalam pemberdayaan perempuan di Kelurahan Siaga Kalibening; dan 7. menyusun strategi berdasarkan Analisis Harvard dan Analisis Pemberdayaan Longwe sehingga dapat menunjang kegiatan Kelurahan Siaga dalam pemberdayaan perempuan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat terhadap dua hal, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 12

13 Pendahuluan 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat terhadap pengembangan ilmu terutama berkaitan dengan konsep dan isuisu gender dan pemberdayaan perempuan dalam program pembangunan, khususnya dalam pelaksanaan Kelurahan Siaga. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Penelitian ini diharapkan dapat menggali lebih jauh mengenai Kelurahan Siaga sebagai wujud dari program pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dan sebagai bahan kajian bagi praktisi lapangan dalam mengambil kebijakan pemberdayaan perempuan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Bagi penelitian lebih lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber inspirasi untuk melakukan penelitian sejenis yang lebih mendalam dengan konsep pendekatan yang berbeda. b. Sebagai masukan bagi institusi terkait, terutama dalam pemberdayaan perempuan dalam pelaksanaan Kelurahan Siaga. c. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berkaitan dengan pengalaman dalam mengimplementasikan konsep dan metodologi penelitian. 13

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat miskin adalah melalui pemberdayaan wanita sebagai mitra sejajar dengan pria, peran nafkah tidak lagi didominasi hanya oleh pria sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang sampai saat ini masih terus dicari langkah yang tepat untuk menanggulanginya. Kemiskinan merupakan masalah multi dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE

STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE 77 STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE Alat yang digunakan untuk menganalisis permasalahan adalah analisis Pemberdayaan Longwe dengan menggunakan kelima

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah kebutuhan utama dan mendasar bagi kehidupan manusia. Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :... LAMPIRAN Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam Nama :............................. Jenis Kelamin Umur : Laki-laki/Perempuan* :.... Tahun Peran di PNPM-MPd :............................. 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat kompleks. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Gender telah menjadi garis kebijakan pemerintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Instruksi tersebut menggariskan: seluruh departemen maupun lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan

Lebih terperinci

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI Budaya PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Infrastruktur dan Lingkungan Hidup KESEHATAN PENDIDIKAN KETAHANAN PANGAN, IKLIM INVESTASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengalaman masa lalu telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, bahwa pembangunan yang dilaksanakan dengan pendekatan top-down dan sentralistis, belum berhasil

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan dapat dipandang sebagai sarana menuju pada perubahan dan merupakan siklus alamiah sebagai jawaban atas perkembangan peradaban manusia. Hal ini mengindikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pemberdayaan mulai mengemuka pada periode tahun 1970 hingga tahun 1980-an. Pada masa itu Indonesia merupakan Negara acuan dunia di bidang pembangunan terutama

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals (MDG s) atau tujuan pembangunan millenium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama 189 negara

Lebih terperinci

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER 1. Tentang Lahirnya PUG Pengarusutamaan Gender PUG secara formal diadopsi dalam Beijing Flatform For Action BPFA tahun yang menyatakan bahwa pemerintah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

Lebih terperinci

& KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan

& KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan PENGENTASAN KEMISKINAN & KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan Pengantar oleh: Rajiv I.D. Mehta Director Pengembangan ICA Asia Pacific 1 Latar Belakang Perekonomian dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan dalam Seminar Pembangunan Abad Milenium/Millenium Development Goals

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi mana pun. Selain bersifat

I. PENDAHULUAN. hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi mana pun. Selain bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi mana pun. Selain bersifat laten dan

Lebih terperinci

Latar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan

Latar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan Latar Belakang KLA 1. Definisi dan Tujuan KLA Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pemberdayaan Masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pemberdayaan Masyarakat 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan adalah pengembangan diri dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan yang lebih

Lebih terperinci

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional STRATEGI NASIONAL PENANGGULANGAN KEMISKINAN, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL (RPJMN) 2004 2009,

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada. Fenomena ini tidak bisa lepas dari sistem pendidikan kita yang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. ada. Fenomena ini tidak bisa lepas dari sistem pendidikan kita yang mengutamakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, tingkat pengangguran di Indonesia di antara Negara-negara Asociation of South Asean Nation (ASEAN) paling tinggi. Banyak sarjana di Indonesia berstatus

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah Pemda Kota Bandung. Promosi kesehatan Dinas Kesehatan Kota. Bandung memiliki strategi khusus dalam mengajak masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN. bawah Pemda Kota Bandung. Promosi kesehatan Dinas Kesehatan Kota. Bandung memiliki strategi khusus dalam mengajak masyarakat untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Promosi Kesehatan (Promkes) Dinas Kesehatan Kota Bandung termasuk salah satu bagian lembaga pemerintahan karena institusi tersebut di bawah Pemda Kota Bandung.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

MDGs. Kebijakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan. dalam. Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional September 2007

MDGs. Kebijakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan. dalam. Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional September 2007 MDGs dalam Kebijakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional September 2007 1 Cakupan Paparan I. MDGs sebagai suatu Kerangka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha menyejahterakan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

Pengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Pengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN Pengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN MDGs dirumuskan pada tahun 2000, Instruksi Presiden 10 tahun kemudian (Inpres No.3 tahun 2010 tentang Pencapaian Tujuan MDGs) Lesson Learnt:

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Penduduk Indonesia 231 Juta 49,9% Perempuan Aset dan Potensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER Kerjasama Penelitian : BADAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sedang dijalankan oleh Pemerintah RI. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sedang dijalankan oleh Pemerintah RI. Selain itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Stand Alone Goal Prinsip Stand Alone Goal: 1. Kesetaraan Gender 2. Hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. 3. Pemberdayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah dicerminkan oleh besar kecilnya angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan PDRB Per Kapita. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ocbrianto, 2012). Tiga pilar yang mempengaruhi kualitas hidup sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. (Ocbrianto, 2012). Tiga pilar yang mempengaruhi kualitas hidup sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan salah satu parameter dalam menentukan kualitas sumber daya manusia dan tingkat pencapaian kesejahteraan individu suatu negara (Ocbrianto, 2012).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi pembangunan daerah mulai dari RPJPD , RPJMD ,

BAB I PENDAHULUAN. strategi pembangunan daerah mulai dari RPJPD , RPJMD , BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Banjarnegara telah merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan daerah mulai dari RPJPD 2005-2025, RPJMD 2011-2016, Rencana Kerja Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi, terutama, oleh negara-negara yang sedang berkembang, memang sangatlah kompleks. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia digilib.uns.ac.id1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja, pengentasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) adalah Deklarasi Millennium hasil kesepakatan yang ditandatangani oleh kepala negara dan perwakilan dari

Lebih terperinci

PERANAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN. Ir. Suyatno, MKes

PERANAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN. Ir. Suyatno, MKes PERANAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN Ir. Suyatno, MKes Office : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Jl. Prof Sudarto, SH, Tembalang Semarang Selatan Contact : Hp. 08122815730, pin 2A031535

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 lalu, membawa dampak yang sangat besar terhadap hampir semua lapisan masyarakat. Angka kemiskinan dan pengangguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

SALINAN WALIKOTA LANGSA,

SALINAN WALIKOTA LANGSA, SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA

Lebih terperinci

PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN PENGGERAK UTAMA PEMBANGUNAN DAERAH

PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN PENGGERAK UTAMA PEMBANGUNAN DAERAH BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN PENGGERAK UTAMA PEMBANGUNAN DAERAH 5.1. Visi Visi Kabupaten Sintang 2011-2015, tidak terlepas dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

PENGAKUAN DAN PENGUATAN PERAN PEREMPUAN DALAM IMPLEMENTASI UU DESA NO 6 TAHUN 2014

PENGAKUAN DAN PENGUATAN PERAN PEREMPUAN DALAM IMPLEMENTASI UU DESA NO 6 TAHUN 2014 PENGAKUAN DAN PENGUATAN PERAN PEREMPUAN DALAM IMPLEMENTASI UU DESA NO 6 TAHUN 2014 Oleh: LILI ROMLI STAF AHLI MENTERI BIDANG HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu proses prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) 2005-2009 yakni di bidang sumber daya

Lebih terperinci

SEMINAR INTERNASIONAL, SEMINAR NASIONAL, DAN SIMPOSIUM DIES NATALIS UB KE-53 (11-12 Februari 2016)

SEMINAR INTERNASIONAL, SEMINAR NASIONAL, DAN SIMPOSIUM DIES NATALIS UB KE-53 (11-12 Februari 2016) Export date : 2017-02-14 23:23:10 SEMINAR INTERNASIONAL, SEMINAR NASIONAL, DAN SIMPOSIUM DIES NATALIS UB KE-53 (11-12 Februari 2016) Dies Natalis ke-53 Universitas Brawijaya mengangkat tema Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menyampaikan maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan pembangunan di setiap

Lebih terperinci

Anggaran Setelah Perubahan. Jumlah. Modal

Anggaran Setelah Perubahan. Jumlah. Modal LAMPIRAN I.3 : PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA REKAPITULASI REALISASI ANGGARAN BELANJA DAERAH MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2014 Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena kemiskinan perdesaan bukan merupakan suatu gejala yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena kemiskinan perdesaan bukan merupakan suatu gejala yang baru. 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Fenomena kemiskinan perdesaan bukan merupakan suatu gejala yang baru. Secara absolut jumlah penduduk Indonesia yang masih hidup dibawah garis kemiskinan masih

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan adalah masalah kompleks yang melanda negeri ini. Persoalan kemiskninan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci