PENERAPAN DISKRIMINAN KERNEL PADA KOMPONEN KIMIA AKTIF TANAMAN OBAT HERBAL (KUNYIT, TEMULAWAK, DAN BANGLE) TRI WAHYU SEPTIANINGRUM DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN TRI WAHYU SEPTIANINGRUM. Penerapan Diskriminan Kernel pada Komponen Kimia Aktif Tanaman Obat Herbal (Kunyit, Temulawak, dan Bangle). Dibimbing oleh UTAMI DYAH SYAFITRI dan AGUS M SOLEH. Setiap tanaman obat mengandung komponen kimia aktif yang berbeda satu sama lain. Komponen kimia aktif merupakan hasil penyaringan atau ekstrasi dari bagian tanaman obat (Harborne 1987). Untuk mengidentifikasi komponen kimia aktif yang terkandung di dalam masing-masing tanaman obat dapat menggunakan sebuah alat bernama Fourier Transform Infrared (FTIR). Output yang dihasilkan FTIR berupa plot antara nilai absorban dengan bilangan gelombang yang mempunyai pola nonlinier. Pada penelitian ini dilakukan pembedaan ketiga tanaman obat herbal berdasarkan komponen kimia aktif yang ada pada seluruh informasi bilangan gelombang (model 1) dan informasi bilangan gelombang pada daerah sidik jari (model 2). Pembedaan ketiga tanaman obat bertujuan agar tidak ada tanaman obat kunyit dan bangle yang terdeteksi sebagai temulawak, sehingga tidak ada pihak-pihak tertentu yang bisa melakukan pemalsuan obat (adulterasi). Karena output FTIR mempunyai pola nonlinier, maka untuk membedakan ketiga tanaman obat herbal tersebut dapat menggunakan analisis diskriminan kernel. Dengan menggunakan analisis diskriminan kernel, didapatkan hasil penempatan yang sudah 100% akurat pada data pemodelan, namun belum 100% akurat dalam menempatkan data validasi. Pada data validasi model 1 terdapat dua contoh yang salah penempatan, sedangkan pada data validasi model 2 terdapat satu contoh yang salah penempatan. Dua contoh yang salah penempatan pada data validasi model 1 berasal dari kelompok temulawak, sehingga tidak akan berpengaruh terhadap pemalsuan. Sedangkan satu contoh yang salah penempatan pada data validasi model 2 berasal dari kelompok kunyit, hal ini harus diwaspadai karena dapat merugikan konsumen. Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi diskriminan yang dibangun pada model 1 lebih baik digunakan jika dibandingkan dengan fungsi diskriminan yang dibangun pada model 2. Kata Kunci : Analisis Diskriminan Kernel, Komponen Kimia Aktif
PENERAPAN DISKRIMINAN KERNEL PADA KOMPONEN KIMIA AKTIF TANAMAN OBAT HERBAL (KUNYIT, TEMULAWAK, DAN BANGLE) TRI WAHYU SEPTIANINGRUM Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika Pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Nama NIM : Penerapan Diskriminan Kernel pada Komponen Kimia Aktif Tanaman Obat Herbal (Kunyit, Temulawak, dan Bangle) : Tri Wahyu Septianingrum : G14060491 Pembimbing I Menyetujui, Pembimbing II Utami Dyah Syafitri, S.Si, M.Si Agus M Soleh, S.Si, MT NIP. 19770917 200501 2 001 NIP. 19750315 199903 1 004 Mengetahui : Ketua Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si NIP. 19650421 199002 1 001 Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Tri Wahyu Septianingrum lahir di Jakarta, 17 September 1988, anak dari Bapak Waluyo dan Ibu Ruhmiyati, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SD Negeri Grogol Utara 16 Jakarta pada tahun 2000 dan SLTP Negeri 16 Jakarta pada tahun 2003. Setelah lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta pada tahun 2006, kemudian penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor dan diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setahun kemudian, penulis memilih Statistika sebagai mata kuliah mayor di Depatemen Statistika, dan memilih Matematika Keuangan dan Aktuaria di Departemen Matematika sebagai mata kuliah minor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan dan organisasi. Pada tahun 2007 penulis mengikuti organisasi Koperasi Mahasiswa (KOPMA), pada tahun 2008-2009 penulis menjadi salah satu pengajar kimia dalam International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS). Penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan lainnya, seperti Study Eksekursi ke Universitas Padjajaran sebagai bagian dana usaha, Musyawarah Kerja Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Statistika Indonespenulis (Mukernas IHMSI) sebagai bagian kesekretariatan, Lomba Jajak Pendapat Statistika 2008 (LJPS 2008) sebagai bagian kesekretariatan, Statistics Gathering 2009 sebagai bagian acara, dan lain sebagainya. Pada bulan Februari 2010, penulis mempunyai kesempatan untuk mengikuti kegiatan praktik lapang di PT. Swadaya Pandu Artha yang merupakan pengelola dari Mal Artha Gading, selama mengikuti praktik lapang di PT. Swadaya Pandu Artha penulis menempati divisi Business and Development, dengan subdivisi Research and Development.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulisan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Penerapan Diskriminan Kernel pada Komponen Kimia Aktif Tanaman Obat Herbal (Kunyit, Temulawak, dan Bangle) Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Utami Dyah Syafitri, M.Si dan Bapak Agus M Soleh, MT selaku pembimbing atas segala bantuannya, saran, kritik, dan waktu yang telah diberikan selama proses penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih tidak kalah besar juga penulis ucapkan untuk : 1. Tim Hibah Fundamental Biofarmaka (Utami Dyah Syafitri, Ety Rohaeti, dan M.Rafi) yang telah memberikan data yang digunakan pada penelitian ini. 2. Dosen penguji luar saat ujian Ibu Yenni Angraini, M.Si atas koreksi dan sarannya. 3. Kedua orang tuaku tercinta, kakakku, dan adikku yang telah memberikan segenap kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan finansial. 4. Teman-teman STK 43 yang telah memberikan koreksi, saran, diskusi, dukungan, dan persahabatan yang kalian berikan selama ini, semoga persahabatan kita abadi. Bogor, Agustus 2010 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... viii viii PENDAHULUAN Latar belakang... 1 Tujuan... 1 TINJAUAN PUSTAKA Komponen kimia aktif pada tanaman obat herbal... 1 Fourier Transform Infrared (FTIR)... 1 Penarikan contoh acak sistematik... 1 Analisis diskriminan... 2 Analisis diskriminan kernel... 2 Klasifikasi... 2 DATA DAN METODE Data... 2 Metode... 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi output FTIR... 4 Pembentukan dan pembedaan fungsi diskriminan kernel... 5 a) Model 1 : Seluruh informasi bilangan gelombang... 5 b) Model 2 : Informasi bilangan gelombang pada daerah sidik jari... 5 Validasi fungsi diskriminan kernel... 6 a) Model 1 : Seluruh informasi bilangan gelombang... 6 b) Model 2 : Informasi bilangan gelombang pada daerah sidik jari... 7 KESIMPULAN... 8 SARAN... 8 DAFTAR PUSTAKA... 8
DAFTAR TABEL 1. Hasil pengklasifikasian data pemodelan model 1... 5 2. Hasil pengklasifikasian data pemodelan model 2... 5 3. Hasil validasi model 1... 6 4. Penempatan masing - masing contoh pada data validasi model 1... 6 5. Hasil validasi model 2... 7 6. Penempatan masing - masing contoh pada data validasi model 2... 7 DAFTAR GAMBAR 1. Tahapan metode penelitian... 3 2. Plot bilangan gelombang dan persentase nilai absorban pada kunyit... 4 3. Diagram kotak garis persentase kadar kurkumin pada data contoh... 4 DAFTAR LAMPIRAN 1. Data pemodelan... 9 2. Data validasi... 9 3. Sintaks analisis diskriminan kernel dengan parameter optimum di SAS 9.1... 10 4. Plot antara bilangan gelombang dan persentase nilai absorban pada bangle... 10 5. Plot antara bilangan gelombang dan persentase nilai absorban pada temulawak... 11 6. Persentase kadar kurkumin pada masing-masing data contoh... 11
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap tanaman obat mengandung komponen kimia aktif yang berbeda satu sama lain. Untuk mengetahui komponen kimia aktif yang terkandung pada masing-masing tanaman obat dapat menggunakan alat bernama Fourier Transform Infrared ( FTIR). Rohaeti, Syafitri, dan Rafi (2009) melakukan penelitian mengenai komponen kimia aktif yang terdapat pada tanaman obat kunyit, temulawak, dan bangle dengan membedakan ketiga tanaman obat tersebut berdasarkan asal geografisnya. Pembedaan ketiga tanaman obat tersebut bertujuan agar tidak ada tanaman obat kunyit ataupun bangle yang terdeteksi sebagai temulawak, sehingga tidak ada pihak-pihak tertentu yang melakukan pemalsuan obat (adulterasi). Namun hasil pembedaan ketiga tanaman obat berdasarkan asal geografis masih kurang tepat. Yulianti (2009) melanjutkan dengan melakukan pembedaan ketiga tanaman obat tersebut berdasarkan komponen kimia aktif penyusunnya menggunakan analisis diskriminan kanonik dengan analisis komponen utama sebagai analisis perantaranya. Hasil yang diperoleh dari penelitian Yulianti (2009) masih kurang tepat dalam membedakan ketiga tanaman obat herbal tersebut, masih ada beberapa contoh tanaman obat yang salah penempatan. Hal ini mungkin disebabkan output FTIR berupa plot antara persentase nilai absorban dan bilangan gelombang mempunyai pola yang nonlinier. Sedangkan kajian tersebut melakukan pembedaan dengan menggunakan analisis diskriminan kanonik yang lebih tepat jika digunakan untuk data yang mempunyai pola linier. Pada penelitian ini dilakukan pembedaan ketiga tanaman obat herbal tersebut dengan menggunakan analisis diskriminan kernel yang dapat digunakan untuk membedakan data yang mempunyai pola nonlinier. Pada dasarnya, analisis diskriminan kernel menggunakan pendekatan nonparametrik untuk berbagai sebaran peluang, diantaranya normal, weibull, epachenikov, dan lain sebagainya. Pada penelitian ini sebaran peluang yang digunakan adalah sebaran normal. Analisis diskriminan kernel pada penelitian ini akan digunakan pada seluruh informasi bilangan gelombang dan bilangan gelombang pada daerah sidik jari, sehingga dapat diketahui informasi bilangan gelombang yang lebih tepat digunakan untuk membedakan ketiga tanaman obat herbal tersebut. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah membentuk suatu fungsi diskriminan kernel yang memiliki tingkat keberhasilan sebagai pembeda terbaik bagi tanaman obat kunyit, temulawak, dan bangle berdasarkan: 1. Seluruh informasi bilangan gelombang (Model 1). 2. Informasi bilangan gelombang pada daerah sidik jari (Model 2). TINJAUAN PUSTAKA Komponen Kimia Aktif pada Tanaman Obat Herbal Tanaman obat kunyit, temulawak, dan bangle mempunyai beberapa komponen kimia aktif yang sama. Komponen kimia aktif merupakan hasil penyaringan atau ekstrasi dari bagian tanaman obat. Tujuan utama dari ekstrasi itu sendiri adalah memperoleh komponen kimia aktif yang khas dalam tanaman obat tersebut (Harborne 1987). Komponen kimia aktif yang terkandung pada tanaman obat kunyit atau Curcuma domestica adalah minyak atsiri dan kurkumin. Minyak atsiri mengandung senyawa-senyawa kimia seskuiterpen alkohol, turmeron, dan zingiberen. Komponen kimia aktif yang terkandung pada tanaman obat temulawak atau Curcuma xanthoriza adalah fellandrean, turmerol, minyak atsiri, kamfer, glukosida, foluymetik karbinol, dan kurkumin. Sedangkan komponen kimia aktif yang terkandung pada tanaman obat bangle atau Zingiber cassumunar adalah alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, saponin, pati, tanin, steroid/triterpenoid, lemak, gula, dan kurkumin dengan kadar rendah (ANS 1989). Fourier Transform Infrared ( FTIR) FTIR adalah alat analisis yang menggunakan sinar inframerah sebagai sumber energi. Sinar inframerah hanya dapat menyebabkan getaran pada ikatan kimia, baik berupa rentangan maupun berupa bengkokan. Energi getaran untuk setiap molekul spesifik, artinya bilangan gelombang yang dimiliki oleh setiap molekul juga spesifik. FTIR lebih diperuntukkan untuk menentukan adanya gugus-gugus fungsional utama dalam suatu molekul (Sitorus 2009). Penarikan Contoh Acak Sistematik Penarikan contoh acak sistematik adalah prosedur penarikan contoh yang banyak
2 digunakan karena kesederhanaan dalam proses pemilihan contohnya (Scheaffer, Mendenhall, dan Ott 1990 ). Analisis Diskriminan Analisis diskriminan adalah teknik peubah ganda yang berhubungan dengan pemisahan sekelompok objek (observasi) dan penempatan objek (observasi) ke dalam kelompok yang telah ditentukan terlebih dahulu (Johnson dan Wichern 2002). Jika masingmasing kelompok mempunyai matriks ragam peragam yang sama, maka menggunakan analisis diskriminan linier. Jika masingmasing kelompok mempunyai matriks ragam peragam yang berbeda, maka menggunakan analisis diskriminan kuadratik. Untuk mengklasifikasikan data yang mempunyai pola nonlinier, dapat menggunakan pendekatan nonparametrik dengan metode kernel (Silverman 1986). Analisis Diskriminan Kernel Analisis diskriminan kernel adalah pendekatan diskriminan nonlinier berdasarkan pada teknik kernel yang dikembangkan untuk model yang memiliki pola nonlonier pada bentuk maupun teksturnya ( Li 2002). Dalam penggunaannya analisis diskriminan kernel tidak terikat asumsi apapun. Analisis diskriminan kernel menggunakan fungsi kepekatan peluang kernel dugaaan, dimana akan digunakan sebagai fungsi diskriminan kernel yang diperoleh dari fungsi kernel suatu sebaran tertentu. Bentuk umum dari fungsi kepekatan peluang kernel untuk data dengan banyak peubah penjelas adalah (Seber 2004) : Г [1] Dimana n adalah banyaknya observasi, Г adalah fungsi kernel untuk sebaran tertentu, adalah parameter pemulusan yang nilainya berbeda untuk masing-masing kelompok. Jika Г menyebar multivariat normal dan mempunyai d-dimensi, maka fungsi kernelnya adalah: Г [2] Dimana S adalah matriks ragam-peragam dalam kelompok bernilai dengan j=1,2,...,n. Jika diasumsikan S 1 = S 2 =...= S i, maka S yang digunakan adalah S pooled, dimana: [3] Penentuan parameter pemulusan untuk masing-masing fungsi kernel berbeda-beda. Untuk fungsi kernel normal, parameter pemulusan yang optimum adalah (Silverman 1986): Г [4] Dengan nilai A(K) sebesar. Klasifikasi Untuk mengklasifikasikan setiap contoh dengan menggunakan analisis diskriminan kernel dapat menggunakan pendekatan peluang posterior (Johnson dan Wichern 2002), dengan cara mengganti fungsi kepekatan peluang linier f i (x) yang ada pada peluang posterior: [5] Dengan fungsi kepekatan peluang kernel, sehingga persamaan peluang posteriornya menjadi: [6] Contoh ke-x akan masuk ke dalam kelompok i yang mempunyai peluang posterior terbesar. DATA DAN METODE Data Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian Tim Hibah Fundemental Biofarmaka dengan judul Kombinasi Spektra Inframerah dan Tekhnik Kemometrik Untuk Pengembangan Model Klasifikasi Asal Geografis dan Diskriminasi Temu-temuan Penyusun Obat Herbal tahun 2009. Data yang digunakan berjumlah 62 contoh, yang terdiri dari 21 contoh kunyit, 21 contoh temulawak, dan 20 contoh bangle. Pemilihan data contoh yang digunakan pada penelitian ini dilakukan oleh Tim Hibah Fundamental Biofarmaka dengan menggunakan metode penarikan contoh bertujuan, dengan mempertimbangkan pemilihan kabupaten, pemilihan kecamatan, dan pemilihan petani.
3 Sebesar 80% dari keseluruhan contoh pada masing-masing kelompok akan digunakan sebagai data pemodelan. Data pemodelan yang digunakan terdiri 17 contoh kunyit, 17 contoh temulawak, dan 16 contoh bangle. Sedangkan 20% dari keseluruhan contoh pada masing-masing kelompok akan digunakan sebagai data validasi. Data validasi yang digunakan terdiri dari 4 contoh kunyit, 4 contoh temulawak, dan 4 contoh bangle. Untuk keterangan data pemodelan dan data validasi dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Metode Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Eksplorasi output FTIR Membuat plot antara presentase nilai absorban dan bilangan gelombang untuk setiap tanaman obat, berdasarkan: Model 1: Seluruh informasi bilangan gelombang Model 2: Informasi bilangan gelombang pada daerah sidik jari 2. Pemilihan data pemodelan dan data validasi yang akan digunakan dengan menggunakan metode penarikan contoh acak sistematis, dimana dari keseluruhan data yang berjumlah 62 contoh, akan dipilih 12 data contoh yang akan digunakan untuk data validasi. Tahapan metode pemilihannya adalah: a) Mengurutkan keseluruhan contoh, mulai dari kunyit, temulawak, dan bangle. b) Menentukan nilai k, nilai k diperoleh dari rasio antara jumlah keseluruhan contoh dengan jumlah contoh yang ingin diambil. Pada penelitian ini diperoleh nilai k sebesar 5. c) Menentukan sebuah bilangan acak m. Pada penelitian ini bilangan acak yang diperoleh adalah 5. d) Contoh yang diambil adalah contoh ke m, m+k, m+2k,..., m+(n-1)k. Pada penelitian ini yang diambil sebagai contoh adalah contoh ke-5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, dan ke- 60. Kedua belas contoh tersebut akan digunakan sebagai data validasi, sedangkan 50 contoh yang lain akan digunakan sebagai data pemodelan. 3. Analisis diskriminan kernel, tahapannya: a) Penentuan parameter pemulusan optimum untuk masing-masing kelompok, setelah itu menentukan parameter pemulusan yang digunakan untuk overfitting dan underfitting model sebesar b) Penentuan matriks S untuk masingmasing kelompok c) Penentuan matriks Spooled d) Penentuan fungsi kernel untuk sebaran normal Г e) Penentuan fungsi diskriminan kernel Output FTIR Eksplorasi Output FTIR Seluruh Informasi Bilangan Gelombang Pemilihan Data Pemodelan dan Data Validasi Analisis Diskriminan Kernel Validasi Model Informasi Bilangan Gelombang pada Daerah Sidik Jari Gambar 1. Tahapan metode penelitian 4. Validasi model adalah pengujian tingkat keberhasilan penempatan contoh dalam kelompok. Tingkat keakuratan pendugaan model dapat dilihat dari jumlah pengamatan yang telah berhasil diklafikasikan kedalam kelompok yang sebenarnya. Untuk lebih jelasnya, tahapan metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan software SAS 9.1, sintaks yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 3.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Output FTIR Plot bilangan gelombang yang disajikan pada Gambar 2 menunjukkan bahwa bilangan gelombang untuk seluruh informasi bilangan gelombang (model 1) berada pada selang 3996.27 cm -1 sampai dengan 399.24 cm -1, sedangkan bilangan gelombang untuk informasi bilangan gelombang pada daerah sidik jari (model 2) berada pada selang 1758.98cm -1 dan 399.24 cm -1. sampai dengan 2839.05cm -1 dan pada selang bilangan gelom-bang 1758.98cm -1 dan 1488.96 cm -1. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya sesepora cemaran yang mempengaruhi contoh tanaman obat (Harborne 1987). Berbeda dengan output FTIR pada kunyit dan bangle, pada output FTIR temulawak yang disajikan pada Lampiran 5 tidak terlihat adanya contoh temulawak yang memiliki persentase nilai absorban yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan contoh temulawak yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada sesepora cemaran yang mempengaruhi tanaman obat temulawak. Gambar 2. Plot bilangan gelombang dan persentase nilai absorban pada kunyit Pada Gambar 2 juga terlihat bahwa terdapat satu contoh kunyit yang memiliki persentase nilai absorban lebih tinggi jika dibandingkan dengan contoh kunyit yang lainnya. Contoh kunyit tersebut adalah contoh kunyit dengan kode CL-4 atau yang berasal dari Kota Semarang, Kecamatan Tembalang. Kunyit CL-4 memiliki persentase nilai absorban tertinggi pada selang bilangan gelombang 3610.53cm -1 sampai dengan 3224.79cm -1 dan pada selang bilangan gelombang 1103.22cm -1 sampai dengan 399.24 cm -1. Sama halnya dengan output FTIR kunyit, pada output FTIR bangle yang disajikan pada Lampiran 4, terdapat dua contoh bangle yang memiliki persentase nilai absorban lebih tinggi jika dibandingkan dengan contoh bangle yang lain. Kedua contoh tersebut adalah contoh bangle dengan kode ZC-23 dan ZC-28. Bangle dengan kode ZC-23 berasal dari Kota Semarang, Kecamatan Tembalang, sedang-kan bangle dengan kode ZC-28 berasal dari Kota Kediri, Kecamatan Semen. Bangle ZC-23 memiliki persentase nilai absorban tertinggi pada selang bilangan gelombang 3610.53cm -1 sampai dengan 3031.92cm -1 dan pada selang bilangan gelombang 1103.22cm -1 sampai dengan 399.24 cm -1. Sedangkan, bangle ZC-28 memiliki persentase nilai absorban tertinggi pada selang bilangan gelombang 3031.9 cm -1 Gambar 3 Diagram kotak garis persentase kadar kurkumin pada data contoh Jika dilihat secara keseluruhan, output FTIR untuk tanaman obat kunyit, temulawak, dan bangle memiliki pola yang hampir sama. Hal ini mungkin dikarenakan ketiga tanaman obat tersebut mempunyai komponen kimia aktif penyusun yang sama, yaitu kurkumin dan minyak atsiri. Persentase kadar kurkumin untuk masing-masing tanaman obat berbedabeda. Untuk mengetahui persentase kadar kurkumin pada masing-masing tanaman obat dapat menggunakan alat High Performance Liquid Chromotography (HPLC). Persentase kadar kurkumin yang terdapat pada masingmasing data contoh yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 6. Jika persentase kadar kurkumin pada masingmasing data contoh dieksplorasi menggunakan diagram kotak garis, maka dapat diketahui nilai persentase rata-rata kadar kurkumin yang dimiliki oleh tanaman obat kunyit, temu-lawak, dan bangle. Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa nilai persentase rata-rata kadar kurkumin untuk kunyit, temulawak, dan bangle masing-masing adalah 33.04%, 11.02%, dan 5.5%. Karena ada beberapa contoh tanaman obat temulawak yang memiliki persentase kadar kurkumin mendekati persentase ratarata kadar kurkumin yang dimiliki oleh
5 tanaman obat kunyit dan bangle, maka ada kemungkinan contoh yang berasal dari kelompok temulawak akan terdeteksi sebagai contoh yang berasal dari kelompok kunyit ataupun bangle. Pembentukan dan Pembedaan Fungsi Diskriminan Kernel Fungsi diskriminan kernel yang digunakan pada penelitian ini dibangun dengan menggunakan 80% dari keseluruhan data yang digunakan. Untuk mengetahui keakuratan dari fungsi diskriminan kernel dilakukan pengklasifikasian seluruh contoh pada data pemodelan ke kelompok sebenarnya. a) Model 1 : Seluruh Informasi Bilangan Gelombang Berdasarkan perhitungan dengan parameter pemulusan optimum, didapatkan nilai parameter pemulusan optimum untuk masing-masing kelompok pada model 1 sebesar 0.99. Kesamaan nilai parameter pemulusan untuk masing- masing kelompok pada model 1 disebabkan oleh jumlah contoh dan jumlah bilangan gelombang pada masing-masing kelompok hampir sama. Jika dilakukan pengklasifikasian pada data pemodelan model 1 dengan menggunakan parameter pemulusan optimum sebesar 0.99, maka didapatkan hasil pengklasifikasian yang sudah 100% akurat dalam menempatkan setiap contoh yang digunakan pada data pemodelan. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi diskriminan kernel yang dibangun pada model 1 sudah 100% akurat. Untuk lebih jelasnya, pengklasifikasian data pemodelan pada model 1 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil pengklasifikasian data pemodelan model 1 Pengklasifikasian berdasarkan fungsi Total Kelompok awal diskriminan kernel K T B Kunyit(K) 17 0 0 17 Temulawak(T) 0 17 0 17 Bangle(B) 0 0 16 16 Total 17 17 16 50 Jika dilakukan overfitting dan underfitting dengan menggunakan parameter pemulusan sebesar 0.5 dan 1.5, maka akan didapatkan hasil pengklasifikasian data pemodelan yang sama dengan hasil pengklasifikasian data pemodelan jika menggunakan parameter pemulusan optimum (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa fungsi diskriminan kernel yang dibangun pada model 1 konsisten untuk semua parameter yang digunakan. Kekonsistenan fungsi diskriminan kernel yang dibangun pada model 1 disebabkan karena nilai parameter pemulusan untuk masing-masing kelompok sama. b) Model 2 : Bilangan Gelombang pada Daerah Sidik Jari Nilai parameter pemulusan optimum yang diperoleh pada model 2, sama dengan nilai parameter pemulusan optimum yang diperoleh pada model 1, yaitu sebesar 0.99. Karena jumlah contoh dan jumlah bilangan gelombang untuk masing-masing kelompok hampir sama, maka nilai parameter pemulusan optimum untuk masing-masing kelompok juga bernilai sama. Tabel 2 Hasil pengklasifikasian data pemodelan model 2 Pengklasifikasian berdasarkan fungsi Total Kelompok awal diskriminan kernel K T B Kunyit(K) 17 0 0 17 Temulawak(T) 0 17 0 17 Bangle(B) 0 0 16 16 Total 17 17 16 50 Sama halnya dengan model 1, jika dilakukan pengklasifikasian data pemodelan pada model 2, maka akan didapatkan hasil pengklasifikasian yang 100% akurat. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi diskriminan kernel yang dibangun pada model 2 sudah 100% akurat dalam menempatkan setiap contoh pada data pemodelan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2. Sama seperti pada model 1, setelah dilakukan overfitting dan underfitting pada model 2 dengan menggunakan parameter pemulusan sebesar 0.5 dan 1.5, akan diperoleh hasil pengklasifikasian pada data pemodelan yang sama dengan hasil pengklasifikasian pada data pemo-
6 delan jika menggunakan parameter pemulusan optimum (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa fungsi diskriminan kernel yang dibangun pada model 2 juga konsisten untuk setiap parameter pemulusan yang dicobakan. Validasi Fungsi Diskriminan Kernel Untuk mengetahui kemampuan fungsi diskriminan kernel dalam menempatkan setiap contoh pada data validasi ke kelompok dengan benar, dapat dilihat dari jumlah keberhasilan fungsi diskriminan kernel tersebut dalam mengklasifikasikan setiap contoh ke dalam kelompok yang sebenarnya. Pada penelitian ini, tahapan validasinya menggunakan 20% dari keseluruhan data yang digunakan. a) Model 1 : Seluruh Informasi Bilangan Gelombang Hasil validasi yang diperoleh jika menggunakan fungsi diskriminan kernel dengan parameter pemulusan optimum sebesar 0.99 dapat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil validasi model 1 Pengklasifikasian berdasarkan fungsi Kelompok awal diskriminan kernel K T B Total Kunyit(K) 4 0 0 4 Temulawak(T) 1 2 1 4 Bangle(B) 0 0 4 4 Total 5 2 5 12 Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa dari 12 contoh yang digunakan pada data validasi, terdapat 2 contoh yang salah penempatan. Dua contoh yang mengalami salah penempatan tersebut berasal dari kelompok temulawak. Untuk mengetahui contoh temulawak yang mengalami salah penempatan, dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, diketahui contoh temulawak yang mengalami salah penempatan adalah temulawak dengan kode CX-38 dan kode CX-43. Temulawak dengan kode CX-38 atau yang berasal dari Kota Kediri, Kecamatan Semen terdeteksi sebagai kunyit. Sedangkan temulawak dengan kode CX-43 atau yang berasal dari Kota Karanganyar, Kecamatan Tawangmangu terdeteksi sebagai bangle. Kesalahan penempatan ini dapat disebabkan oleh persentase kadar kurkumin yang terkandung pada temulawak dengan kode CX-38 dan CX-43 serta letak geografis dari kedua contoh tanaman obat tersebut. Untuk temulawak dengan kode CX-38 mempunyai kadar kurkumin sebesar 33.44% (Lampiran 6). Berdasarkan diagram kotak garis pada Gambar 3, persentase kadar kurkumin pada temulawak CX-38 berada pada selang persentase kadar kurkumin yang dimiliki oleh tanaman obat kunyit, sehingga temulawak dengan kode CX-38 terdeteksi sebagai tanaman obat kunyit. Sedangkan untuk temulawak dengan kode CX-43 mempunyai persentase kadar kur-kumin sebesar 17.83% (Lampiran 6). Berdasarkan diagram kotak garis pada Gambar 3, persen-tase kadar kurkumin yang dimiliki oleh temulawak CX-43 berada diatas batas bawah persentase kadar kurkumin yang dimiliki oleh tanaman kunyit. Akan tetapi, temulawak CX-43 terdeteksi sebagai tanaman bangle. Hal ini mungkin disebabkan letak geografis temulawak dengan kode CX-43 sama dengan letak geografis bangle ZC- 26, sehingga mungkin ada kesamaan unsur hara yang terkandung pada tanaman obat temulawak CX-43 dan bangle ZC- 26. Selain itu, kesalahan penempatan ini mungkin disebabkan oleh adanya sesepora cemaran pada daerah pengambilan contoh (Harborne 1987). Tabel 4 Penempatan masing - masing contoh pada data validasi model 1 Kode Observasi Observasi Awal Observasi Akhir CL-5 1 1 CL-12 1 1 CL-17 1 1 CL-55 1 1 CX-38 2 1 CX-43 2 3 CX-49 2 2 CX-66 2 2 ZC-21 3 3 ZC-26 3 3 ZC-30 3 3 ZC-60 3 3 Walaupun fungsi diskriminan kernel yang dibangun pada model 1, masih ada dua contoh yang salah penempatan, namun hal tersebut tidak menjadi masalah dalam penelitian ini. Karena dua contoh
7 yang mengalami salah penempatan berasal dari kelompok temulawak, bukan berasal dari kelompok kunyit ataupun bangle. Sehingga tidak masalah jika ada pihakpihak tertentu yang melakukan pemalsuan obat (adulterasi) tanaman obat kunyit ataupun bangle dengan menggunakan tanaman obat temulawak. Karena hal tersebut tidak akan merugikan konsumen. Hasil validasi pada parameter pemulusan sebesar 0.5 dan 1.5 akan sama dengan hasil validasi jika menggunakan parameter pemulusan optimum(tabel 3 dan Tabel 4). Hal ini disebabkan karena fungsi diskriminan kernel yang dibangun pada model 1 konsisten untuk semua parameter yang dicobakan. b) Model 2 : Bilangan Gelombang pada Daerah Sidik Jari Jika menggunakan parametar pemulusan optimum pada fungsi diskriminan kernel model 2 sebesar 0.99, maka akan diperoleh hasil validasi yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil validasi model 2 Pengklasifikasian berdasarkan fungsi Kelompok awal diskriminan kernel K T B Total Kunyit(K) 3 1 0 4 Temulawak(T) 0 4 0 4 Bangle(B) 0 0 4 4 Total 3 5 4 12 Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa dari 12 contoh yang digunakan pada data validasi, terdapat satu contoh yang salah penempatan. Untuk mengetahui contoh yang mengalami salah penempatan dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, diketahui contoh yang mengalami salah penempatan berasal dari kelompok kunyit. Kunyit dengan kode CL-12 atau yang berasal dari Kota Kediri, Kecamatan Semen terdeteksi sebagai temulawak. Kunyit dengan kode CL-12 mempunyai persentase kadar kurkumin sebesar 36.1% (Lampiran 6). Berdasarkan diagram kotak garis pada Gambar 3, persentase kadar kurkumin yang dimiliki oleh CL-12 masih berada pada selang persentase kadar kurkumin yang dimiliki kunyit lainnya. Namun, kunyit CL-12 terdeteksi sebagai temulawak. Hal ini mungkin dikarenakan kadar kurkumin pada tanaman obat kunyit CL-12 hampir sama dengan kadar kurkumin pada tanaman obat temulawak CX-38. Selain itu, kunyit CL-12 memiliki letak geografis yang sama dengan temulawak CX-38, sehingga ada kemungkinan memiliki kesamaan dalam unsur hara yang terkandung pada kedua tanaman obat tersebut. Tabel 6 Penempatan masing - masing contoh pada data validasi model 2 Observasi Observasi Observasi ke- Awal Akhir CL-5 1 1 CL-12 1 2 CL-17 1 1 CL-55 1 1 CX-38 2 2 CX-43 2 2 CX-49 2 2 CX-66 2 2 ZC-21 3 3 ZC-26 3 3 ZC-30 3 3 ZC-60 3 3 Walaupun pada fungsi diskriminan yang dibangun pada model 2 hanya terdapat satu kesalahan penempatan contoh observasi, namun hal tersebut menjadi masalah harus diwaspadai. Karena contoh yang mengalami salah penempatan adalah contoh yang berasal dari kelompok kunyit yang terdeteksi sebagai temulawak. Sehingga jika terjadi pemalsuan obat (adulterasi) tanaman temulawak dengan tanaman kunyit, maka fungsi diskriminan kernel yang dibangun pada model 2 belum dapat mendeteksi hal tersebut secara akurat. Hal ini akan sangat merugikan konsumen. Sama halnya dengan model 1, karena fungsi diskriminan yang dibangun pada model 2 konsisten untuk setiap parameter yang dicobakan, maka hasil validasi dengan menggunakan parameter pemulusan sebesar 0.5 dan 1.5 akan sama dengan hasil validasi jika menggunakan parameter pemulusan optimum(tabel 5 dan Tabel 6).
8 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Fungsi diskriminan kernel yang dibangun pada model 1 dan model 2 sudah 100% akurat dalam menempatkan setiap data pemodelan. Akan tetapi, masih terdapat dua contoh yang salah penempatan pada data validasi model 1 dan satu contoh yang salah penempatan pada data validasi model 2. Kesalahan penempatan pada data validasi model 1 berasal dari kelompok temulawak, sehingga tidak akan merugikan konsumen. Sedangkan kesalahan penempatan pada data validasi model 2 berasal dari kelompok kunyit, sehingga harus diwaspadai karena akan merugikan konsumen. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa fungsi diskriminan kernel yang dibangun pada model 1 lebih baik jika dibandingkan dengan fungsi diskriminan kernel pada model 2. Sitorus M. 2009. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik. Yogyakarta: GRAHA ILMU. Yongmin L, Shaogang G, and Heather L. 2001. Kernel Discriminant Analysis. Queen Mary : Departement of Computer Science, University of London. Yulianti N. 2009. Penerapan Diskriminan Kanonik pada Komponen Kimia Aktif Tanaman Obat Herbal (Temulawak, Bangle, Kunyit. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Saran Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis diskriminan kernel dengan menggunakan pendekatan sebaran lainnya. Dengan mencoba analisis diskriminan kernel menggunakan berbagai pendekatan sebaran selain sebaran normal, maka dapat diketahui keakuratan fungsi diskriminan kernel untuk setiap pendekatan sebaran yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA ANS T. 1989. Tanaman Obat Tradisional 1. Yogyakarta: Kanisius. Harborne JB. 1987. Phytochemical Method. second edition. London : Champman and Hall. Johnson RA, Wichern DW. 2002. Applied Multivariate Statistical Analysis. Fifth Edition. New Jersey: Pritice-Hall International, Inc. Rohaeti E, Syafitri UD, Rafi M. 2009. Kombinasi Spektra Inframerah dan Teknik Kemometrik Untuk Pengembangan Model Klasifikasi Asal Geografis dan Diskriminasi Temu-temuan Penyusun Obat Herbal. Institut Pertanian Bogor. Scheaffer RL, Mendenhall W, Ott L. 1990. Elementary Survey Sampling. Fourth Edition. Boston: PWS-KENT. Seber GAF. 2004. Multivariate Observation. New York: John Wiley&Sons, Inc. Silverman BW. 1986. Density Estimation for Statistics and Data Analysis. New Delhi:Chapman and Hall.
9 Lampiran 1 Data Pemodelan kode kota/kecamatan kode kota/kecamatan CL-1 Wonogiri/ Pasar Kota CX-45 Ponorogo/Slahung CL-2 Wonogiri/ Ngadirejo CX-46 Ponorogo/Slahung CL-3 Wonogiri/ Ngadirejo CX-47 Ponorogo/Slahung CL-4 Semarang/Tembalang CX-50 Sumedang/tanjung Kerta CL-6 Semarang/Tembalang CX-51 Sumedang /Rancakalong CL-7 Karangayar/ Tawangmangu CX-64 Sukabumi/Cikembar CL-8 Karangayar/ Tawangmangu CX-65 Sukabumi/Cikembar CL-11 Kediri/ Semen CX-67 Bogor/Ciampea CL-13 Ponorogo/Slahung CX-68 Bogor/Ciampea CL-14 Ponorogo/Slahung ZC-19 Wonogiri/ Ngadirejo CL-15 Ponorogo/Ngrayun ZC-20 Wonogiri/Ngadirejo CL-16 Sumedang/Tanjung Kerta ZC-22 Semarang/Tembalang CL-18 Sumedang/Rancakalong ZC-23 Semarang/Tembalang CL-52 Sukabumi/Cikembar ZC-24 Semarang/Tembalang CL-53 Sukabumi/Cikembar ZC-25 Karangayar/ Tawangmangu CL-54 Sukabumi/Cikembar ZC-27 Kediri/ Semen CL-56 Bogor/Cibungbulang ZC-28 Kediri/ Semen CX-35 Wonogiri/ Pasar Kota ZC-29 Ponorogo/Slahung CX-36 Wonogiri/ Ngadirejo ZC-30 Kediri/ Semen CX-37 Wonogiri/ Ngadirejo ZC-33 Sumedang/Rancakalong CX-39 Semarang/Tembalang ZC-58 Sukabumi/Cibadak CX-40 Semarang/Tembalang ZC-59 Sukabumi/Cikembar CX-41 Karangayar/Karang Pandan ZC-60 Sumedang/ Rancakalong CX-42 Karangayar/ Tawangmangu ZC-62 Bogor/Ciampea CX-44 Kediri/ Semen ZC-63 Bogor/Darmaga Lampiran 2 Data validasi kode CL-5 CL-12 CL-17 CL-55 CX-38 CX-43 CX-49 CX-66 ZC-21 ZC-26 ZC-31 ZC-61 kota/kecamatan Semarang/Tembalang Kediri/ Semen Sumedang/Tanjung Kerta Bogor/Gunung Putri Kediri/ Semen Karangayar/ Tawangmangu Sumedang/Tanjung Kerta Bogor/Gunung Putri Bogor/Gunung Putri Karangayar/ Tawangmangu Sumedang/Tanjung Kerta Bogor/Gunung Putri
10 Lampiran 3 Sintaks analisis diskriminan kernel dengan parameter optimum di SAS 9.1 a) Seluruh informasi bilangan gelombang proc discrim data=skripsi.datauji1transpose method=npar kernel=normal r=0.99 pool=yes testdata=skripsi.datavalid1transpose testout=hasilvalidasi testoutd=hasilvalidasi1 short noclassify crosslisterr; class spesies; var col1-col1866; title2 'kernel r=0.99'; run; b) Informasi bilangan gelombang pada daerah sidik jari proc discrim data=skripsi.datauji1transposesj method=npar kernel=normal r=0.99 pool=yes testdata=skripsi.datavalid1transposesj testout=hasilvalidasisj testoutd=hasilvalidasi1 short noclassify crosslisterr; class spesies; var col1-col706; title2 'kernel r=0.99'; run; Lampiran 4 Plot antara bilangan gelombang dan persentase nilai absorban pada bangle
11 Lampiran 5 Plot antara bilangan gelombang dan persentase nilai absorban pada temulawak Lampiran 6 Persentase kadar kurkumin pada masing-masing data contoh Kunyit Temulawak Bangle Kadar Kadar Kadar Kode Kode Kode Kurkumin(%) Kurkumin (%) Kurkumin(%) CL-1 36,06 CX-35 10,12 ZC-19 5,33 CL-2 40,28 CX-36 10,76 ZC-20 3,7 CL-3 36,7 CX-37 11,29 ZC-21 1,35 CL-4 1,97 CX-38 33,44 ZC-22 1,16 CL-5 1,86 CX-39 49,03 ZC-23 4,21 CL-6 34,72 CX-40 10,09 ZC-24 3,57 CL-7 27,28 CX-41 2,94 ZC-25 13,6 CL-8 46,01 CX-42 0,23 ZC-26 3,96 CL-11 33,44 CX-43 17,83 ZC-27 10,88 CL-12 36,1 CX-44 9,08 ZC-28 0,79 CL-13 31,16 CX-45 17,9 ZC-29 11,51 CL-14 28,87 CX-46 11,8 ZC-30 5,67 CL-15 33,56 CX-47 10,23 ZC-31 3,51 CL-16 31,91 CX-49 11,03 ZC-33 6,23 CL-17 15,5 CX-50 3,25 ZC-58 10,51 CL-18 36,43 CX-51 10,94 ZC-59 5,15 CL-52 31,48 CX-64 11,92 ZC-60 9,85 CL-53 33,04 CX-65 2,63 ZC-61 9,47 CL-54 36,39 CX-66 12,24 ZC-62 5,99 CL-55 1,96 CX-67 11,02 ZC-63 5,77 CL-56 27,14 CX-68 11,69