BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Klasifikasi Berbasis Objek pada Citra Pleiades untuk Pemetaan Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan Purwokerto 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Rizqi Agung Wicaksono Zuharnen Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRACT

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

Remote Sensing KKNI 2017

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SKKNI IG 2016 SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased).

BAB I PENDAHULUAN. atau merevisi peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang dapat diakses oleh masyarakat yang membutuhkan. disampaikan dengan menggunakan perangkat komputer.

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian atau metodologi suatu studi adalah rancang-bangun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

Gambar 1. Satelit Landsat

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

PEMETAAN DAN PENYUSUNAN BASISDATA RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS DI KOTA SURABAYA)

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Ketahanan Pangan Nasional

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMETAAN ZONASI RUANG SEBAGIAN KABUPATEN SLEMAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan Bumi sangatlah beragam, sehingga penginderaan jauh ini dapat digunakan untuk berbagai macam aplikasi tergantung dengan tujuannya masing-masing. Salah satu aplikasi penginderaan jauh adalah dalam studi perkotaan. Fenomena perkotaan ini termasuk salah satu dari objek dan fenomena yang ada di permukaan Bumi. Penginderaan jauh ini dapat digunakan untuk memantau perkembangan perkotaan yang berkaitan dengan tata ruang. Dengan menggunakan penginderaan jauh ini memiliki banyak keuntungan, antara lain akan mempermudah dalam melakukan penelitian, terutama dalam pengadaan data yang mampu menyajikan informasi secara keruangan terkait dengan kenampakan fisik dari suatu perkotaan sehingga dapat digunakan sebagai sumber data dalam mengatahui beberapa fenomena yang ada di kawasan perkotaan. Salah satu aspek fenomena perkotaan yang akan dikaji adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Menurut Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.undang-undang ini mengamanatkan bahwa luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di wilayah perkotaan, minimal memilili luasan 30% dari luas wilayah perkotaan, dengan 20% berupa RTH publik dan 10% RTH privat. RTH menjadi elemen yang sangat penting di suatu wilayah perkotaan karena RTH merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung, di mana RTH ini dapat menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara di perkotaan dan pengatur iklim mikro agar sirkulasi udara dan air secara alami dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat menjaga kelestarian lingkungan 1

(fungsi ekologis). Selain itu, RTH juga memiliki banyak fungsi lainnya seperti fungsi dalam bidang sosial budaya, ekonomi, dan estetika. Oleh karena itu, setiap kawasan perkotaan harus memperhatikan ketersediaan RTH di wilayahnya. Teknologi penginderaan jauh telah menghasilkan berbagai macam data citra penginderaan jauh mulai dari resolusi spasial rendah hingga resolusi spasial tinggi serta resolusi spektal tinggi. Data penginderaan jauh yang baik digunakan untuk studi perkotaan adalah citra penginderaan jauh resolusi tinggi. Hal ini dikarenakan citra yang memiliki resolusi spasial tinggi dapat menampilkan objek-objek dengan cukup jelas dan detail sehingga objek di wilayah perkotaan yang tidak terlalu luas dan memiliki kenampakan yang cukup kompleks dapat terekam dengan baik. Salah satu data citra penginderaan jauh beresolusi tinggi adalah Citra Pleiades. Citra Pleiades generasi pertama (Pleiades 1A) diluncurkan pada tanggal 16 Desember 2011 dan Pleiades 1B diluncurkan pada tanggal 2 Desember 2012 oleh Perusahaan Airbus Defence & Space yang dulunya bernama ASTRIUM. Citra ini memiliki spesifikasi resolusi spektral yang hampir sama dengan Citra Quickbird. Kenampakan RTH yang terlihat pada citra memiliki bentuk yang tidak teratur dan ukurannya juga terkadang kecil sehingga akan sulit dalam penarikan batas delineasi objeknya, terlebih lagi di perkotaan memiliki objek yang kompleks sehingga jika dilakukan interpretasi manual akan memakan waktu yang lama dan bersifat subjektif sehingga sulit diinterpretasi menggunakan metode interpretasi visual biasa. Oleh karena itu, untuk lebih memudahkan identifikasi RTH maka digunakan interpretasi digital dengan metode klasifikasi berbasis objek. Klasifikasi berbasis objek yang dikenal dengan Object Based Image Analysis (OBIA) dapat mengidentifikasi suatu objek berdasarkan aspek spektral dan spasial sekaligus, sehingga dinilai mampu mengatasi kekurangan dari klasifikasi citra yang hanya mengandalkan aspek spektral saja (Danoedoro, 2012). Selain itu, OBIA dipandang sebagai metode yang cukup baik dalam hal klasifikasi citra terutama untuk citra beresolusi tinggi. Dengan semakin meningkatnya resolusi spektral dan resolusi spasial dari citra penginderaan jauh, objek yang termasuk dalam RTH berupa vegetasi, baik pohon, perdu, semak, maupun penutup tanah seperti rumput dapat tampak secara individual pada citra resolusi 2

tinggi sehingga memberikan kesempatan untuk mengetahui karakteristik vegetasi hingga membedakan jenis dan spesies vegetasi secara individu (Pu dan Landry, 2012). Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografi atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dam perencanaan dan pengolahan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya (Murai, 1999). SIG dapat digunakan untuk menganalisis data spasial untuk memperoleh informasi yang lebih detail dan bermanfaat. SIG dapat diaplikasikan untuk pengukuran, pemetaan, pemantauan, dan modeling fenomena geografis. SIG diterapkan untuk berbagai bidang studi yang berkaitan dengan aspek spasial, salah satunya adalah studi mengenai masalah perkotaan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa penginderaan jauh yang diintegrasikan SIG akan menghasilkan informasi dan hasil yang lebih baik. Dengan citra penginderaan jauh beresolusi tinggi sebagai data yang diekstraksi menggunakan metode klasifikasi OBIA untuk memperoleh informasi mengenai RTH hingga pada jenis dan spesies vegetasi yang kemudian diintegrasikan dengan SIG untuk dilakukan pengukuran dan pemetaan, diharapkan akan menghasilkan peta yang berisi informasi distribusi dan jenis RTH hingga pada jenis ataupun spesies dari vegetasi yang terdapat pada RTH di suatu wilayah perkotaan. Validasi hasil dari pemrosesan citra menjadi komponen dasar dalam proyek pemetaan menggunakan penginderaan jauh sehinggapenilaian akurasi hasil pemetaan sangat penting dilakukan untuk mengetahui tingkat ketelitian/derajat kebenaran suatu informasi hasil interpretasi dari data penginderaan jauh. Telah banyak penilaian akurasi yang telah didesain untuk klasifikasi berbasis piksel. Matrik kesalahan dan koefisien Kappa menjadi sebuah standar dalam evaluasi hasil dari penginderaan jauh (Congalton, 1991). Dalam klasifikasi berbasis objek, tidak hanya perlu mengetahui kualitas klasifikasi tetapi juga perlu mengetahui kualitas geometrinya (Zhan et al, 2005). 3

Wilayah perkotaan yang dijadikan sebagai daerah kajian adalah Perkotaan Purwokerto. Purwokerto merupakan ibukota kabupaten Banyumas yang telah menjadi suatu kawasan perkotaan yang cukup maju sekarang ini. Hal ini ditandai dengan semakin banyak dan luasnya lahan terbangun seperti hotel berbintang, perumahan, rumah makan, pusat perdagangan dan jasa, serta lahan terbangun lainnya. Perkembangan kota yang semakin pesat ini tidak hanya terjadi di empat kecamatan yang menjadi eks-kotatip saja tetapi kini telah menyebar ke kecamatan-kecamatan di sekitarnya, sehingga menyebabkan kebutuhan akan ruang pun meningkat. Meningkatnya kebutuhan ruang di kawasan perkotaan menyebabkan cukup banyak terjadinya alih fungsi lahan yang sebelumnya berupa lahan non-terbangun menjadi lahan terbangun untuk mendukung kegiatan masyarakat di wilayah tersebut. Untuk menanggapi ketentuan Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pemerintah Kabupaten Banyumas telah menindaklanjutinya dengan ditetapkannya Perda Nomor 10 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Banyumas 2011-2031, yang mengamanatkan 30% RTH pada 24 kawasan perkotaan, salah satunya direncanakan pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Purwokerto.Dalam RTRW Kabupaten Banyumas Tahun 2011-2031 tersebut terdapat Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Namun, menurut Dinas Cipta Karya, Kebersihan,dan Tata Ruang Kabupaten Banyumas, luasan RTH yang ada di Kabupaten Banyumas pada tahun 2012 belum memenuhi luasan minimal RTH yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku, yakni baru mencapai 15%. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian yang mengkaji mengenai ketersediaan dan komponen RTH yang ada di Perkotaan Purwokerto dengan mengintegrasikan data penginderaan jauh dengan SIG. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji tingkat ketelitian interpretasi RTH di Perkotaan Purwokerto terkait dengan kedetailan informasi mengenai jenis RTH dan jenis vegetasi menggunakan Citra Pleiades berdasarkan beberapa metode Klasifikasi Object Based Image Analysis (OBIA), dan mengkaji karakteristik RTH berdasarkan informasi yang dapat diperoreh dari interpretasi Citra Pleiades menggunakan Klasifikasi OBIA. 4

1.2 Perumusan Masalah Semakin berkembangnya teknologi penginderaan jauh telah menghasilkan data citra dengan resolusi spasial yang tinggi. Salah satu citra resolusi spasial tinggi adalah Citra Quickbird. Citra ini banyak digunakan untuk kajian perkotaan. Namun ada pula citra resolusi tinggi yang memiliki spesifikasi hampir sama dengan Citra Quickbird, yakni Citra Pleiades. Citra tersebut tergolong baru dan belum banyak dimanfaatkan sehingga belum diketahui seberapa mampu citra tersebut dapat digunakan untuk kajian perkotaan, yang dalam penelitian ini terkait dengan RTH. RTH dapat diidentifikasi dari citra penginderaan jauh dengan interpretasi visual maupun digital. Namun kenampakan RTH yang terlihat pada citra memiliki bentuk yang tidak teratur dengan ukuran yang terkadang kecil, sehingga akan sulit dalam penarikan batas delineasi objeknya. Untuk wilayah perkotaan yang memiliki objek kompleks, metode interpretasi visual akan sulit dilakukan, membutuhkan waktu yang lama dan subjektif. Metode interpretasi digital yang banyak digunakan adalah klasifikasi berbasis piksel. Klasifikasi ini dinilai masih memiliki kelemahan, yakni dapat memungkinkan terjadinya kesalahan interpretasi karena klasifikasi ini sangat bergantung pada nilai piksel yang mencerminkan aspek spektral, padahal di wilayah perkotaan memiliki fenomena yang cukup homogen namun memiliki objek yang sangat kompleks dan detail. Klasifikasi berbasis objek atau yang dikenal dengan Object Based Image Analysis (OBIA)dinilai dapat mengatasi kekurangan dari klasifikasi berbasis spektral karena dalam proses pengklasifikasiannya tidak hanya menggunakan aspek spektral saja tetapi juga menggunakan aspek spasial. Di Indonesia, OBIA telah banyak diterapkan untuk mengkaji penutup/penggunaan lahan. Namun, masih sedikit penerapannya untuk kajian mengenai RTH sehingga nilai optimal dari parameter-parameter yang digunakan untuk mengkaji RTH dan tingkat ketelitian interpretasi menggunakan OBIA belum diketahui. Citra satelit resolusi spasial tinggi dapat menampilkan objek dengan cukup jelas dan detail sehingga objek vegetasi yang terdapat pada RTH dapat tampak sebagai vegetasi atau tanaman secara individual. Hal ini memberikan kesempatan 5

untuk dapat mengetahui karakteristik vegetasi hingga pada jenis ataupun spesies tanaman. Namun, belum diketahui seberapa jauh citra resolusi spasial tinggi Pleiades yang diklasifikasi menggunakan OBIA dalam membedakan karakteristik RTH hingga pada jenis atau spesies tanaman. Standar metode untuk penilaian akurasi yang digunakan adalah matrik kesalahan dan koefisien Kappa tetapi metode tersebut belum sesuai untuk mengukur tingkat ketelitian dari klasifikasi berbasis objek karena hanya memperhatikan kualitas klasifikasi dengan membandingkan hasil klasifikasi objek yang diinterpretasi dengan objek di lapangan. Selain kualitas klasifikasi, penilaian akurasi dalam klasifikasi berbasis objek juga perlu membandingkan kualitas geometri dari objek yang telah diklasifikasi dengan objek di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan uji akurasi yang dapat mengukur kualitas geometri dari hasil OBIA. Perkembangan perkotaan yang semakin pesat telah membuat banyaknya lahan non terbangun yang beralih fungsi menjadi lahan terbangun. Hal ini menyebabkan luasan RTH pun semakin berkurang. Menurut Dinas Cipta Karya Kabupaten Banyumas, RTH yang ada di Kabupaten Banyumas baru mencapai 15% pada tahun 2012, yaitu RTH publik 10% dan RTH privat 5%. Luasan RTH yang ada di Kabupaten Banyumas tersebut belum memenuhi luasan minimal RTH yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana ketersediaan RTH di Perkotaan Purwokerto dapat dilakukan dengan menggunakan data penginderaan jauh yang memiliki resolusi spasial tinggi seperti Citra Pleiades yang diklasifikasi menggunakan OBIA. Selain mengetahui ketersediaan RTH, perlu juga diketahui mengenai karakteristik RTH yang terdiri dari jenis RTH, kerapatan vegetasi, karakteristik vegetasi hingga pada jenis atau spesies tanaman yang ada di RTH untuk mempermudah pengelolaan dan pengembangan RTH di Kabupaten Banyumas terutama di Perkotaan Purwokerto. Dari uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 6

1. Citra Pleiades merupakan citra reolusi tinggi yang tergolong baru sehingga belum diketahui tingkat ketelitian interpretasi dan klasifikasinya menggunakan metode Klasifikasi OBIA dalam medeteksi dan membedakan jenis RTH, dan jenis vegetasinya. 2. Belum diketahuinya karakteristik RTH yang terdapat di Perkotaan Purwokerto dilihat dari informasi yang dapat diperoleh dari Citra Pleiades menggunakan klasifikasi OBIA. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji tingkat ketelitian interpretasi RTH di Perkotaan Purwokerto mengenai jenis RTH dan jenis vegetasi menggunakan Citra Pleiades berdasarkan Klasifikasi Object Based Image Analysis (OBIA). 2. Mengkaji karakteristik dan ketersediaan RTH berdasarkan informasi yang dapat diperoreh dari interpretasi Citra Pleiades menggunakan Klasifikasi OBIA 1.4 Kegunaan Penelitian Pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan memiliki beberapa kegunaan, yaitu : 1. Sebagai alternatif metode Penginderaan Jauh dan SIG untuk melakukan pemetaan RTH di kawasan perkotaan. 2. Diperoleh peta persebaran RTH di Perkotaan Purwokerto sehingga dapat diketahui distribusi spasialnya untuk memudahkan dalam pengelolaan dan penaraan ruang. 7