Klasifikasi Berbasis Objek pada Citra Pleiades untuk Pemetaan Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan Purwokerto 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Klasifikasi Berbasis Objek pada Citra Pleiades untuk Pemetaan Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan Purwokerto 2013"

Transkripsi

1 Klasifikasi Berbasis Objek pada Citra Pleiades untuk Pemetaan Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan Purwokerto 2013 Eksi Hapsari 1, Sigit Heru Murti B.S. 2 1 Mahasiswa Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM 2 Staf Pengajar, Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM PENDAHULUAN Abstrak Ruang terbuka hijau (RTH) di wilayah perkotaan memiliki bentuk dan ukuran yang tidak teratur, sehingga interpretasi obyek tersebut pada citra penginderaan jauh menggunakan metode interpretasi visual atau klasifikasi berbasis spektral akan sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Untuk memecahkan masalah pemetaan RTH tersebut diperlukan metode interpretasi yang tidak hanya bertumpu pada nilai spektral citra. Oleh karena itu, metode klasifikasi berbasis objek akan diaplikasikan dalam kajian ini. Penelitian ini bertujuan: (1) Mengkaji tingkat ketelitian interpretasi RTH di Perkotaan Purwokerto mengenai jenis RTH dan jenis vegetasinya menggunakan Citra Pleiades berdasarkan metode Object Based Image Analysis (OBIA) serta (2) Mengkaji karakteristik RTH berdasarkan informasi yang dapat diperoleh dari interpretasi Citra Pleiades. Citra Pleiades 1B, resolusi spasial 0,5 meter yang direkam tanggal 8 Agustus 2013 digunakan sebagai dasar interpretasi RTH. Metode penelitian menerapkan algoritma multiresolution segmentation, optimal box classifier, interpretasi visual hasil segmentasi, transformasi NDVI, dan penilaian akurasi menggunakan matriks kesalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) akurasi interpretasi jenis RTH berdasarkan klasifikasi OBIA pada Citra Pleiades sebesar 76,14% dan (b) akurasi jenis vegetasi sebesar 67,48%. Hasil yang lain menunjukkan bahwa kerapatan vegetasi dan kepemilikan lahan RTH masih sulit diidentifikasi secara langsung dari OBIA. Kata kunci : klasifikasi berbasis obyek/object Based Image Analysis (OBIA), Citra Pleiades, ruang terbuka hijau (RTH) Penggunaan penginderaan jauh (PJ) memiliki keunggulan dalam menyajikan informasi keruangan terkait dengan kenampakan fisik dari suatu wilayah, sehingga menguntungkan dalam melakukan penelitian-penelitian kewilayahan. Penginderaan jauh dapat digunakan untuk berbagai macam bidang kajian, salah satunya adalah untuk kajian mengenai fenomena perkotaan. Salah satu kajian terkait dengan fenomena perkotaan adalah mengenai ruang terbuka hijau (RTH). RTH yang terdapat di perkotaan sebagian besar berupa vegetasi. RTH yang tampak pada citra penginderaan jauh memiliki bentuk tidak teratur dengan ukuran yang terkadang sangat kecil, sehingga akan sulit dalam delineasi untuk penarikan batas objek. Untuk wilayah perkotaan yang memiliki objek kompleks, metode interpretasi visual akan sulit diaplikasikan, membutuhkan waktu yang lama dan subjektif. Oleh karena itu, untuk lebih memudahkan identifikasi RTH, maka digunakan interpretasi digital dengan metode klasifikasi berbasis objek. Klasifikasi berbasis objek yang dikenal dengan Object Based Image Analysis (OBIA) dapat mengidentifikasi suatu objek berdasarkan aspek spektral dan spasial sekaligus, sehingga dinilai mampu mengatasi kekurangan dari klasifikasi citra yang hanya mengandalkan aspek spektral saja (Danoedoro, 2012).OBIA terdiri dari 2 bagian yakni segmentasi citra dan klasifikasi berdasarkan fitur objek dari aspek spektral dan spasial (Lang et al, 2006). Pada dasarnya segmentasi itu membangun blok/batas dari suatu objek untuk dianalisis (Blaschke, 2010). ecognition menerapkan teknik segmentasi baru, yakni Segmentasi Multiresolusi (Multiresolution Segmentation) yang merupakan algoritma berbasis region dengan teknik penggabungan area/region secara bottom-up. Algoritma multiresolusi dimulai denganmempertimbangkan setiap piksel sebagai objek terpisah, kemudian objek tersebut digabungkan untuk membentuk segmen yang lebih besar. Penggabungan ini berdasarkan kriteria warna (color), bentuk (shape), kekompakan (compactness), kehalusan (smoothness), dan skala parameter (Darwish, 2003). 244

2 Matrik kesalahan dan koefisien Kappa menjadi sebuah standar dalam evaluasi hasil dari penginderaan jauh (Congalton, 1991). Untuk akurasi OBIA, user s accuracy sering disebut sebagai kebenaran (correctness) dan producer s accuracy sebagai kelengkapan (completeness). Kebenaran (correctness) mengukur persentasi dari objek yang terklasifikasi dengan benar, sedangkan kelengkapan (completeness) mengukur persentasi objek di dunia nyata (data referensi) yang dapat dijelaskan atau diidentifikasi pada objek hasil klasifikasi (Zhan et al., 2005). Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diterapkan bersama dengan teknik penginderaan jauh untuk kajian pemetaan ruang terbuka hijau, yakni dalam hal pengukuran (measurement), pemetaan (mapping), dan pemantauan (monitoring). Berdasarkan integrasi PJ dan SIG setiap jenis ruang terbuka hijau dapat diketahui persebarannya secara spasial dan dihitung luasannya sehingga dapat dilakukan analisis spasial serta dapat dipetakan berdasarkan data spasial yang telah didapatkan. Integrasi penginderaan jauh dan SIG ini akan menghasilkan informasi yang cukup baik, jelas dan efisien baik dari segi waktu maupun biaya sehingga integrasi tersebut penting dilakukan terutama untuk mengkaji fenomena-fenomena geografis yang ada sehingga akan mempermudah dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputuan (Harmon dan Anderson, 2003) Manfaat vegetasi untuk RTH, antara lain pepohonan bisa jadi tabir angin, dan bisa mengurangi velositas angin serta bisa digunakan sebagai lorong angin untuk meningkatkan ventilasi diarea tertentu, semak bermanfaat sebagai pengatur kecepatan angin dan pengarah aliran angin, ground cover/penutup tanah bermanfaat untuk mengurangi debu, mengurangi reradiasi panas matahari, dan tumbuhan merambat untuk melapisi dinding bangunan, bisa juga didesain sebagai kanopi untuk mengontrol sinar matahari (Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum). Menurut Dwihatmojo (2013), beberapa jenis RTH yang dapat diperoleh dari hasil interpretasi citra resolusi spasial tinggi, di antaranya : taman lingkungan, taman kota, median jalan, sempadan rel, sempadan sungai, pemakaman, lapangan, parkir terbuka, lahan pertanian perkotaan, dan hutan kota. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di wilayah perkotaan, minimal memilili luasan 30% dari luas wilayah perkotaan, dengan 20% berupa RTH publik dan 10% RTH privat. Namun, menurut Dinas Cipta Karya, Kebersihan, dan Tata Ruang Kabupaten Banyumas, luasan RTH yang ada di Kabupaten Banyumas pada tahun 2012 belum memenuhi luasan minimal RTH yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku, yakni baru mencapai 15%. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian yang mengkaji mengenai ketersediaan dan komponen RTH yang ada di Perkotaan Purwokerto. Penelitian ini bertujuan: (1) Mengkaji tingkat ketelitian interpretasi RTH di Perkotaan Purwokerto mengenai jenis RTH dan jenis vegetasi menggunakan Citra Pleiades berdasarkan metode Object Based Image Analysis (OBIA) serta (2) Mengkaji karakteristik RTH berdasarkan informasi yang dapat diperoleh dari interpretasi Citra Pleiades. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan Citra Pleades 1B multispektral pan-sharperned dengan resolusi spasial 0,5 meter yang direkam tanggal 8 Agustus Citra ini telah dikoreksi hingga level Orthoimages yang berarti citra telah dikoreksi radiometrik dan geometrik. Data-data lain yang digunakan antara lain RTRW Kabupaten Banyumas Tahun , Peta RBI Kabupaten Banyumas Skala 1 : , data makam, luasan taman dan median jalan di Kabupaten Banyumas Tahun 2013, dan Peta Penggunaan Lahan serta distribusi RTH di Perkotaan Purwokerto Tahun Metode yang digunakan adalah Object Based Image Analysis (OBIA) menggunakan algoritma multiresolution segmentation untuk proses segmentasinya, optimal box classifier untuk proses klasifikasinya, interpretasi visual hasil segmentasi untuk mengklasifikasi jenis RTH dan kepemilikannya, dan analisis regresi menggunakan nilai NDVI untuk mendapatkan kerapatan vegetasi. Penilaian akurasi menggunakan matriks kesalahan dengan membandingkan luas per kelas hasil klasifikasi dengan data referensi. Tahap persiapan terdiri dari perijinan dengan lembaga/instansi terkait, pengumpulan data, dan persiapan alat yang dibutuhkan. Untuk tahap pelaksanaan terbagi menjadi 2 metode yakni metode 1 untuk menjawab tujuan pertama dan metode 2 untuk menjawab tujuan kedua, tahapan proses dari kedua metode tersebut seperti pada diagram alur penelitian pada gambar di bawah ini. 245

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Segmentasi Gambar 1. Diagram Alur Penelitian Proses segmentasi dilakukan beberapa kali dengan kombinasi parameter yang berbeda dengan metode trial and error untuk mengetahui parameter terbaik yang dapat diterapkan untuk kajian RTH. Dari beberapa proses segmentasi dengan kombinasi parameter yang berbeda, dihasilkan 2 project dengan beberapa level segmentasi yang dianggap sudah dapat merepresentasikan objek RTH dengan cukup baik, seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Parameter segmentasi yang digunakan Pada level pertama (A) menggunakan skala parameter yang lebih besar dan kemudian semakin kecil untuk level berikutnya. Hal ini berkaitan dengan tingkat kedetailan objek yang akan dihasilkan. Semakin kecil nilai dari skala parameter maka poligon yang terbentuk akan lebih kecil dan banyak, dapat pula over detail, sehingga objek yang sama dapat terbagi menjadi beberapa poligon. Oleh karena itu, penentuan skala paramater ini perlu memperhatikan objek apa yang akan dikaji. Kedua project segmentasi tersebut menggunakan nilai parameter warna yang lebih tinggi daripada bentuk. Hal ini dikarenakan parameter warna lebih berpengaruh terhadap kenampakan RTH dan perameter bentuk tidak memiliki pengaruh yang terlalu besar karena RTH sebagian besar memiliki bentuk yang tidak teratur, dapat berukuran besar ataupun kecil, bergerombol ataupun individu. Hanya beberapa RTH yang memiliki bentuk tetap. Nilai parameter kekompakan dan kehalusan diberi nilai yang sama karena objek RTH yang berada di perkotaan terdiri dari berbagai jenis vegetasi sehingga memiliki kehalusan/tekstur dan kekompakan yang berbeda dan salah satunya tidak ada yang terlalu menonjol untuk objek RTH secara keseluruhan. Sebagai contoh, pohon memiliki tekstur yang kasar sedangkan penutup tanah memiliki tekstur yang halus dan kekompakan yang terbentuk tergangtung pada kerapatan dari masing-masing vegetasi tersebut. Pada umumnya kedua project segmentasi tersebut sudah dapat membentuk poligon objek RTH dengan cukup baik, di mana sudah dapat membentuk median jalan, jalur hijau dan pohon secara individu serta dapat dibedakan jenis vegetasinya secara visual meskipun tidak semua objek tersebut dapat terbentuk dengan baik. Penilaian hasil segmentasi ini dilakukan secara visual dengan membandingkannya dengan objek yang sebenarnya di lapangan. Pada project 1A objek RTH yang berupa lapangan berumput sebagian besar sudah tersegmen menjadi 1 poligon objek, tetapi masih banyak jenis RTH lain yang masih tergabung dengan poligon objek non RTH (under segmentation) seperti contohnya vegetasi yang berada di pekarangan masih tersegmen menjadi satu poligon 246

4 dengan objek non-vegetasi seperti bangunan, permukiman ataupun jalan. Pada level kedua (B) sudah dapat membentuk objek RTH yang berukuran lebih kecil seperti pohon secara individu sudah dapat dibedakan, median jalan yang terbentuk lebih banyak dan lebih jelas batas-batasnya, serta sudah dapat membedakan berdasarkan jenis vegetasinya. Namun, terdapat pula satu objek yang sama justru tersegmen menjadi beberapa poligon kecil (over segmentation) seperti contohnya lapangan, alun-alun, pemakaman, dan kebun. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar 2. A. B. C. Gambar 2. Contoh perbedaan hasil segmentasi pada Project 1 Segmentasi spektral difference diterapkan pada level ketiga (C) di masing-masing project segmentasi untuk menggabungkan poligon yang memiliki nilai spektral yang hampir sama sehingga poligon-poligon yang terbentuk pada satu objek yang sama dapat diminimalisir. Setelah dicermati dengan membandingkan hasil segmentasi pada setiap level di masing-masing project, dapat diketahui bahwa hasil yang paling sesuai dan mencerminkan kenampakan yang sebenarnya di lapangan adalah project 1.C. Poligon hasil segmentasi inilah yang digunakan untuk proses selanjutnya yakni proses klasifikasi. 2. Klasifikasi Jenis Vegetasi Klasifikasi jenis vegetasi ini menggunakan klasifikasi Optimal Box Classifier. Klasifikasi ini merupakan klasifikasi biner yakni hanya dapat membedakan objek antara ya atau tidak sehingga hanya akan menghasilkan dua kelas. Oleh karena itu, perlu dibuat sistematika klasifikasi untuk menghasilkan lebih dari dua kelas. Hirarki klasifikasi yang digunakan seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Gambar 3. Hirarki klasifikasi jenis vegetasi Tahap pertama dalam pengklasifikasian adalah membedakan vegetasi dan non-vegetasi. Untuk membedakan kedua kelas tersebut menggunakan feature space warna, di mana feature space ini akan mengklasifikasikan objek berdasarkan nilai piksel citra. Objek vegetasi dapat memiliki nilai piksel yang sama namun ternyata berbeda jenisnya, sehingga untuk membedakan jenis vegetasinya perlu memperhatikan tekstur dari objek tersebut. Oleh karena itu, untuk tahapan klasifikasi selanjutnya menggunakan feature space warna dan tekstur sekaligus. Di mana masing-masing jenis vegetasi memiliki tekstur yang berbeda, sebagai contoh pohon memiliki 247

5 tekstur yang kasar sedangkan penutup tanah memiliki tekstur yang halus, meskipun keduanya dapat memiliki nilai piksel yang sama atau hampir sama. Secara keseluruhan hasil klasifikasi jenis vegetasi menggunakan OBIA ini sudah dapat membedakan RTH berdasarkan jenis vegetasinya menjadi kelas pohon, perdu/semak, dan penutup tanah yang distribusi spasialnya dapat dilihat pada gambar 5. Jenis vegetasi perdu dan semak dijadikan dalam 1 kelas karena untuk dapat membedakan keduanya perlu dilakukan survei lapangan langsung sehingga tidak bisa jika hanya melalui citra satelit. Mayoritas jenis vegetasi yang ada di RTH Kawasan Perkotaan Purwokerto adalah pohon. RTH yang berupa pohon sebagian besar berada di kawasan perkotaan bagian selatan dan utara, perdu/semak berada di hampir keseluruhan kawasan, sedangkan untuk jenis vegetasi berupa penutup tanah juga tersebar di keseluruhan kawasan, hanya saja memiliki bentuk dan ukuran yang relatif kecil. Gambar 4. (a) Citra asli, (b) hasil klasifikasi jenis vegetsi (hijau tua= pohon,hijau muda= penutup tanah, ungu= perdu/semak, kuning= non-vegetasi) Pada penelitian ini uji akurasi dititikberatkan pada akurasi geometri berdasarkan luasan. Dari perhitungan akurasi dengan 157 lokasi sampel yang didelineasi berdasarkan perbedaan jenis vegetasinya menjadi 481 poligon dan 82 poligon dari sampel non-vegetasi, diperoleh akurasi keselurahan sebesar 67,48% dengan nilai Kappa sebesar 0,5526. Meskipun akurasi total yang diperoleh belum terlalu tinggi, namun untuk kelas penutup tanah sudah memiliki kebenaran (correctness) hasil klasifikasi OBIA yang cukup tinggi yakni 89,51%. Nilai ini menunjukan bahwa hasil klasifikasi OBIA untuk kelas tersebut sudah hampir sama dengan sampel. Kebenaran paling rendah adalah kelas perdu/semak. Kelengkapan (completeness) mengukur persentase objek di dunia nyata (data referensi) yang dapat diidentifikasi pada objek hasil klasifikasi. Tingkat kelengkapan yang paling tinggi adalah kelas pohon. Hal tersebut menunjukan bahwa objek pohon yang ada di lapangan sudah dapat diidentifikasi pada hasil klasifikasi OBIA, meskipun pohon secara individu belum dapat diidentifikasi secara keseluruhan. Untuk tingkat akurasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Akurasi berdasarkan Jenis Vegetasi 3. Klasifikasi Jenis RTH Untuk klasifikasi jenis RTH tidak dapat dihasilkan langsung dari OBIA. Hal ini dikarenakan perbedaan jenis ruang terbuka ini lebih berkaitan dengan fungsi pemanfaatannya. RTH dapat memiliki kenampakan yang sama tetapi memiliki fungsi yang berbeda. Sebagai contoh, kenampakannya sama-sama berupa vegetasi pohon, perdu 248

6 ataupun semak, namun berdasarkan jenis RTHnya bisa sebagai hutan kota, taman, pekarangan, sabuk hijau, pemakaman, ataupun semapadan sungai. Gambar 5. Peta klasifikasi jenis vegetasi Peta RTH berdasarkan jenisnya dihasilkan dari hasil interpretasi segmentasi terbaik yang dikelaskan dengan bantuan survei lapangan dan pengetahuan kewilayahan (local knowledge) mengenai kawasan perkotaan Purwokerto. Pekarangan dapat dikenali dari objek vegetasi yang asosiasinya berada di sekitar permukiman ataupun bangunan. Untuk jenis hutan kota dan taman kota, diperlukan pengetahuan lokal ataupun data dari dinas terkait karena tidak semua objek vegetasi dapat dikategorikan sebagai hutan atau taman kota. Hal ini dikarenakan untuk menjadi kategori tersebut perlu ditetapkan oleh peraturan daerah setempat. Taman lingkungan dikenali dari warna, bentuk, dan asosiasinya, di mana memiliki warna objek vegetasi yakni hijau dengan rona agak gelap hingga cerah, bentuknya menyerupai taman, asosiasinya berada di sekitar permukiman. Objek lapangan juga sebenarnya masuk ke dalam jenis taman lingkungan, namun karena memiliki jenis vegetasi dan bentuk yang jelas dan tetap yakni penutup tanah dan berbentuk persegi panjang ataupun oval, maka objek lapangan ini diinterpretasi secara terpisah. Jalur hijau pada citra dapat diidentifikasi dari warna yang hijau, rona agak gelap, berdiri secara individu (tidak menggerombol), berbentuk agak membulat, berukuran kecil dan berasosiasi dengan jalan (berada di tepi atau tengah jalan). Pemakaman memiliki warna pencampuran antara warna hijau muda dengan coklat karena di pemakaman mayoritas terdapat jenis vegetasi berupa perdu, semak dan juga terdapat batu-batu nisan sehingga warna yang dihasilkan agak kecoklatan dan memiliki tekstur yang agak halus. Kebun dapat diidentifikasi dari warnanya yang hijau dengan rona agak gelap hingga agak cerah, bertekstur kasar dan seringkali menggerombol, dan memiliki bentuk yang tidak tetap, bisa persegi, persegi panjang, ataupun tidak beraturan. Objek sawah sangat mudah diidentifikasi karena memiliki kunci interpretasi yang khas, yakni memiliki warna hijau (dapat berwarna agak kekuningan atau coklat tergantung musimnya), tekstur halus, dan berpetak-petak. Tegalan agak sulit diidentifikasi karena memiliki kunci interpretasi hampir sama seperti sawah, tetapi memiliki tekstur yang lebih kasar. Sebagian besar RTH yang ada di kawasan perkotaan Purwokerto berupa kebun dan sawah yang tersebar di seluruh wilayah perkotaan. RTH kebun ini lebih banyak dijumpai di Kecamatan Purwokerto Selatan bagian 249

7 selatan, sedangkan untuk sawah yang luas mayoritas berada di bagian selatan yakni di Kecamatan Patikraja. Distribusi jenis RTH yang ada di Perkotaan Purwokerto dapat dilihat pada gambar 6. Penilaian akurasi diperoleh dari perhitungan 157 lokasi sampel yang didelineasi berdasarkan perbedaan jenis RTHnya ditambah lagi 82 poligon dari sampel non-vegetasi. Dari perhitungan akurasi tersebut diperoleh akurasi keselurahan sebesar 76,14%dengan nilai Kappa sebesar 0,7124. Meskipun akurasi totalnya tidak terlalu tinggi, namun terdapat beberapa kelas yang memiliki tingkat kebenaran yang tinggi, yakni hutan kota, sempadan rel, dan lapangan golf (100%), taman kota (98%), pemakaman (96%), dan lapangan (95%). Tingkat kebenaran yang tinggi untuk hutan kota dan lapangan golf dikarenakan hanya terdapat 2 hutan kota dan 1 lapangan golf yang sehingga objek tersebut akan mudah diidentifikasi.sempadan rel dapat mencapai tingkat kebenaran 100% dengan bantuan dari buffer terhadap rel kereta api, sedangkan untuk kelas taman kota, pemakaman, dan lapangan memiliki tingkat kebenaran yang tinggi karena memiliki ciri yang khas, ditambah lagi peneliti mengetahui letak sebagian besar objek pada kelas tersebut. Kelas yang memiliki tingkat kebenaran paling rendah adalah jalur hijau (25,99%) dan pekarangan (34,71%). Jalur hijau dan pekarangan memiliki tingkat kebenaran yang rendah karena ukuran dari objek pada kelas tersebut yang relatif kecil dan seringkali poligon hasil segmentasi objek tersebut tergabung dengan poligon non vegetasi di sekitarnya. Untuk tingkat akurasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3. Gambar 6. Peta klasifikasi jenis RTH 4. Klasifikasi Kepemilikan RTH Berdasarkan kepemilikannya, RTH dibagi menjadi dua yakni RTH publik dan RTH privat. Klasifikasi kepemilikan ini dapat diketahui dari jenis RTHnya dan dengan dilengkapi data survei lapangan. RTH yang terdapat di Perkotaan Purwokerto sebagian besar merupakan ruang terbuka privat yang berupa sawah, kebun, dan pekarangan yang dimiliki oleh perseorangan, kelompok, ataupun instansi, seperti yang terlihat pada gambar 7. Pekarangan yang dimiliki oleh perseorangan adalah pekarangan rumah, sedangkan untuk pekarangan yang berupa pekarangan atau halaman kantor/instansi, sekolah, atau bangunan lainnya. biasanya dimiliki oleh kelompok atau instansi. RTH yang bersifat publik terdiri dari taman, hutan kota, jalur hijau, median jalan, lapangan, dan sempadan rel. Untuk taman, pemakaman dan sempadan sungai pada dasarnya merupakan RTH publik, namun ada pula yang 250

8 bersifat privat. Hal ini dikarenakan tidak semua taman dikelola oleh pemerintah sebagai taman kota, ada pula taman yang dikelola oleh perseorangan, kelompok ataupun RT/RW/kelurahan tertentu serta tidak semua pemakaman merupakan pemakaman umum yang dapat dipakai oleh semua orang dari semua kalangan, terdapat pula pemakaman yang hanya dapat digunakan oleh kalangan tertentu saja seperti Taman Makam Pahlawan, pemakaman keluarga, dan bong Cina. Sempadan sungai yang ada di Perkotaan Purwokerto ini sebagian besar berupa kebun dan lahan pertanian sawah yang dimiliki oleh perseorangan sehingga tidak semua bersifat publik. Tabel 3. Akurasi berdasarkan Jenis RTH Gambar 7. Peta klasifikasi kepemilikan RTH Jika dikaitkan dengan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan peraturan yang berlaku yakni 30% dari luas wilayah perkotaan, maka secara keseluruhan ketersediaan ruang terbuka hijau yang terdapat di Perkotaan Purwokerto pada tahun 2013 sudah mencukupi, seperti yang tampak pada tabel 4. Namun, untuk RTH yang bersifat publik masih belum memenuhi kebutuhan. 251

9 Agar ketersediaan dan kapasitas ruang terbuka hijau mencukupi pada suatu kawasan perkotaan, pemerintah dan masyarakat perlu memperhatikan koefisien dasar hijau, tidak boleh ada alih fungsi lahan di kawasan lindung, terus menjaga kelestarian lingkungan hidup dan menjaga ruang terbuka hijau yang sudah ada, serta terus menambah lokasi ruang terbuka hijau publik di lokasi yang memungkinkan. Tabel 4. Luasan RTH berdasarkan Kepemilikan 5. Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Hasil transformasi NDVI menunjukan bahwa nilai NDVI di Perkotaan Purwokerto berkisar antara -0, sampai 0, Untuk mengetahui kerapatan vegetasi di Perkotaan Purwokerto digunakan hasil regresi nilai NDVI dengan sampel kerapatan vegetasi lapangan, untuk mendapatkan kerapatan vegetasi seluruh kawasan perkotaan. Sampel untuk kerapatan vegetasi berjumlah 121 lokasi sampel yang tersebar di seluruh kawasan. Dari hasil survei lapangan diperoleh nilai kerapatan vegetasi tertinggi adalah 90% pada objek kebun. Hasil regresi nilai NDVI dengan sampel kerapatan vegetasi mendapatkan persamaan y = 122,9x - 8,1252 dengan nilai R² = 0,5583 seperti tertera pada gambar di bawah ini. Gambar 8. Grafik hasil regresi nilai NDVI dengan sampel kerapatan vegetasi Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai NDVI maka kerapatannya pun semakin tinggi. Hasil kerapatan vegetasi di kawasan perkotaan Purwokerto berdasarkan persamaan yang telah diperoleh mendapatkan nilai -90,31% hingga 78,50%. Range nilai tersebut kemudian dikelaskan menjadi 4 kelas, yakni non-vegetasi, vegetasi kerapatan tinggi, sedang, dan rendah, dimana kerapatan vegetasi yang kurang dari 0 langsung dikelaskan menjadi kelas non-vegetasi. Hal ini dilakukan karena seharusnya nilai kerapatan vegetasi minimal adalah 0. Untuk nilai kerapatan vegetasi yang lebih dari 0 dikelaskan menggunakan metode interval teratur menjadi 3 kelas, yakni kelas vegetasi kerapatan tinggi, sedang, dan rendah. Sebagian besar wilayah Perkotaan Purwokerto memiliki vegetasi berkerapatan rendah hingga sedang, seperti yang tampak pada gambar 9. Vegetasi berkerapatan tinggi mayoritas berada di bagian selatan, di mana di wilayah tersebut memang banyak terdapat kebun bambu dan kebun campuran yang cukup lebat karena kegiatan kekotaannya belum terlalu intens dan kompleks. Kawasan perkotaan bagian tengah merupakan pusat kegiatan yang terdiri dari permukiman, perdagangan, dan jasa sehingga memiliki kerapatan vegetasi yang rendah. 6. Kelebihan dan Kekurangan OBIA untuk RTH a. Kelebihan : 1. Batas antar objek hasil segmentasi dapat terlihat lebih jelas daripada berbasis pixel atau raster. 2. Dalam pembentukan segmen objek, OBIA tidak hanya memperhatikan nilai spektral saja melainkan juga memperhatikan bentuk, warna, kekompakan, kehalusan dari objek tersebut serta dipengaruhi oleh skala parameter yang digunakan,. 3. Nilai dari masing-masing parameter dapat ditentukan berdasarkan objek apa yang akan diidentifikasi dan pengaruh dari parameter-parameter tersebut terhadap objek yang akan dikaji. 252

10 4. Segmentasi dari OBIA ini baik digunakan untuk kajian mengenai ruang terbuka hijau karena dapat membentuk objek ruang terbuka hijau yang berukuran kecil seperti median jalan ataupun pohon secara individu. 5. Hasil segmentasi OBIA ini sudah dapat membentuk objek seperti pada kenyataannya di lapangan. 6. Baik untuk analisis wilayah yang cakupannya sempit sehingga dapat lebih detail dan jelas dalam pengenalan objeknya b. Kekurangan : 1. Meskipun hasil segmentasi dari OBIA sudah baik, namun untuk hasil klasifikasinya masih terdapat beberapa kesalahan klasifikasi. 2. Waktu pemrosesan cukup lama, baik pada proses segmentasi maupun proses klasifikasi. 3. Untuk analisis wilayah yang cakupannya luas akan sulit untuk mendapatkan hasil yang detail dan baik karena pemrosesan yang dilakukan akan lebih banyak, waktu yang lama, dan membutuhkan memori penyimpanan yang besar karena poligon hasil segmentasinya akan sangat banyak. 4. Untuk proses teknisnya memiliki rule yang cukup rumit sehingga membutuhkan pemahaman yang baik dalam penggunaan software OBIA tertentu KESIMPULANDAN SARAN Kesimpulan Gambar 9. Peta Kerapatan Vegetasi 1. Tingkat ketelitian interpretasi RTH di Perkotaan Purwokerto terkait dengan kedetailan informasi mengenai jenis RTH sebesar 76,14% dengan nilai Kappa 0,7124, sedangkan untuk akurasi klasifikasi jenis vegetasinya sebesar 67,48% dengan nilai Kappa 0, Jenis vegetasi yang terdapat di RTH Perkotaan Purwokerto mayoritas adalah pohon yang tersebar di seluruh kawasan terutama di bagian selatan dan utara dengan vegetasi berkerapatan rendah hingga sedang, sedangkan 253

11 untuk jenis RTHnya sebagian besar berupa kebun dan sawah yang tersebar di seluruh kawasan perkotaan. Secara keseluruhan, ketersediaan RTH di Perkotaan Purwokerto tahun 2013 sudah mencukupi, namun untuk RTH yang bersifat publik dirasa masih kurang dan perlu diperbanyak. Saran 1. Untuk menerapkan klasifikasi berbasis objek (OBIA) sebaiknya mengambil cakupan wilayah yang tidak terlalu luas. 2. Pemilihan feature class harus memeperhatikan karakteristik dari objek yang dikaji. 3. Untuk mendapatkan hasil segmentasi yang baik, membutuhkan kombinasi parameter yang tepat, sehingga perlu dilakukan pemrosesan berulang kali dan membandingkan keseluruhan hasil segmentasi. 4. Penyusunan hirarki klasifikasi juga perlu diperhatikan untuk menghasilkan hasil klasifikasi yang sesuai 5. Perlu adanya penelitian yang mengkaji bagaimana pengaruh input citra yang berbeda terhadap hasil yang diperoleh 6. Untuk kerapatan vegetasi dan spesies vegetasi masih sulit diklasifikasi secara langsung menggunakan OBIA, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjut untuk dapat mengetahui sejauh mana OBIA dapat mengidentifikasi hal tersebut pada RTH yang ada di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Blaschke,T Object Based Image Analysis for Remote Sensing. ISPRS Journal of Photogrametry and Remote Sensing65 (2010) pp 2-16 Congalton, Russell G A Review of Assessing the Accuracy of Classifications of Remotely Sensed Data. Remote Sensing of Environment 37, pp (1991) Danoedoro, Projo Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Penerbit ANDI Darwish, Ahmed; Leukert, Kristin; Reinhardt, Wolfgang Image Segmentation for the Purpose of Object- Based Classification. Diakses dari pada tanggal 29 Maret 2014 Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan-Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Menata Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta Dwihatmojo, Roswidyatmoko Pemanfaatan Citra Quickbird Untuk Identifikasi Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Studi Kasus Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan). Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospasial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah ISBN: ecognition Developer ecognition Developer 8.7 Reference Book. München, Germany: Trimble Germany GmbH Harmon, John E. and Anderson, Steven J The Design and Implementation of Geographic Information Systems. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Lang, S., Langanke, T., Object-based mapping and object-relationship modeling for land use classes and habitats. Photogrammetrie, Fernerkundung, Geoinformation 10 (1), pp 5-18 Pemerintah Republik Indonesia Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Zhan, Q.; Molenaar, M.; Tempfli, K.; Shi, W Quality Assessment for Geo-Spatial Object Derived from Remote Sensed Data. International Journal of Remote Sensing Vol. 26 No. 14, 20 July 2005, pp

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

Fathurrofi Braharsyah Habibi R. Suharyadi

Fathurrofi Braharsyah Habibi R. Suharyadi KLASIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU BERBASIS OBJEK PADA CITRA QUICKBIRD UNTUK MENGETAHUI AKURASI SEMANTIK (DI DENGGUNG, KECAMATAN SLEMAN, KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017) Fathurrofi Braharsyah Habibi fathurrofi.b.h@mail.ugm.ac.id

Lebih terperinci

Metode Klasifikasi Digital untuk Citra Satelit Beresolusi Tinggi WorldView-2 pada Unit Pengembangan Kertajaya dan Dharmahusada Surabaya

Metode Klasifikasi Digital untuk Citra Satelit Beresolusi Tinggi WorldView-2 pada Unit Pengembangan Kertajaya dan Dharmahusada Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Metode Klasifikasi Digital untuk Citra Satelit Beresolusi Tinggi WorldView-2 pada Unit Pengembangan Kertajaya dan Dharmahusada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

Sarono Sigit Heru Murti B.S

Sarono Sigit Heru Murti B.S ESTIMASI PRODUKSI PADI DENGAN MENGGUNAKAN NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEXS) PADA LAHAN SAWAH HASIL SEGMENTASI CITRA ALOS DI KABUPATEN KARANGANYAR Sarono sarono34@gmail.com Sigit Heru Murti

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

EVALUASI TUTUPAN LAHAN DARI CITRA RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE KLASIFIKASI DIGITAL BERORIENTASI OBJEK (Studi Kasus: Kota Banda Aceh, NAD)

EVALUASI TUTUPAN LAHAN DARI CITRA RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE KLASIFIKASI DIGITAL BERORIENTASI OBJEK (Studi Kasus: Kota Banda Aceh, NAD) EVALUASI TUTUPAN LAHAN DARI CITRA RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE KLASIFIKASI DIGITAL BERORIENTASI OBJEK (Studi Kasus: Kota Banda Aceh, NAD) Dosen Pembimbing: Dr.Ing.Ir. Teguh Hariyanto, MSc Oleh: Bayu Nasa

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

Aplikasi Object-Based Image Analysis (OBIA) untuk Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2

Aplikasi Object-Based Image Analysis (OBIA) untuk Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Aplikasi Object-Based Image Analysis (OBIA) untuk Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tunjung S. Wibowo tjswibowo@gmail.com R. Suharyadi suharyadir@ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Hasil Segmentasi Dari beberapa kombinasi scale parameter yang digunakan untuk mendapatkan segmentasi terbaik, untuk mengklasifikasikan citra pada penelitian ini hanya mengambil

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bentang permukaan bumi yang dapat bermanfaat bagi manusia baik yang sudah dikelola maupun belum. Untuk itu peran lahan cukup penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS, Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

Rizqi Agung Wicaksono Zuharnen Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRACT

Rizqi Agung Wicaksono Zuharnen Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRACT PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH RESOLUSI TINGGI DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MENENTUKAN LOKASI PRIORITAS PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA SURAKARTA Rizqi Agung Wicaksono

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased).

BAB 1 PENDAHULUAN. ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segmentasi obyek pada citra dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased). Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2 KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2 SEBAGAI PENUNJANG DATA DASAR UNTUK RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) Heri Setiawan, Yanto Budisusanto Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya,

Lebih terperinci

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Ardiawan Jati, Hepi Hapsari H, Udiana Wahyu D Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOTIK ISSN:

PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOTIK ISSN: INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD UNTUK IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA KARANGTENGAH KECAMATAN SRAGEN KABUPATEN SRAGEN Munisya'ul Khosyi'ah 1, Miftahul Arozaq 2, Hoesni Noor M A 3, Vini Andarista 4, Anita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE SUPERVISED DAN UNSUPERVISED MELALUI ANALISIS CITRA GOOGLE SATELITE UNTUK TATA GUNA LAHAN

PERBANDINGAN METODE SUPERVISED DAN UNSUPERVISED MELALUI ANALISIS CITRA GOOGLE SATELITE UNTUK TATA GUNA LAHAN PERBANDINGAN METODE SUPERVISED DAN UNSUPERVISED MELALUI ANALISIS CITRA GOOGLE SATELITE UNTUK TATA GUNA LAHAN Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu atau teknologi untuk memperoleh informasi

Lebih terperinci

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* PENENTUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN INDEX VEGETASI NDVI BERBASIS CITRA ALOS AVNIR -2 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KOTA YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

DISKRIMINASI TEGAKAN HTI (Hutan Tanaman Industri) MENGGUNAKAN OBJECT ORIENTED CLASSIFICATION Studi kasus PT. HTI Wira Karya Sakti, Jambi 1

DISKRIMINASI TEGAKAN HTI (Hutan Tanaman Industri) MENGGUNAKAN OBJECT ORIENTED CLASSIFICATION Studi kasus PT. HTI Wira Karya Sakti, Jambi 1 DISKRIMINASI TEGAKAN HTI (Hutan Tanaman Industri) MENGGUNAKAN OBJECT ORIENTED CLASSIFICATION Studi kasus PT. HTI Wira Karya Sakti, Jambi 1 Muhammad Ardiansyah, Dr.-Ing 2) dan Muhammad Rusdi, SP. 3) 2.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x,. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Kerusakan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Sub DAS Brantas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, dengan susunan fungsi

Lebih terperinci

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, Evaluasi Tutupan Lahan Terhadap Rencana Detil Tata Ruang Kota (RDTRK) Surabaya Pada Citra Resolusi Tinggi Dengan EVALUASI TUTUPAN LAHAN PERMUKIMAN TERHADAP RENCANA DETIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negeri agraris yaitu negara dengan mata pencaharian utama adalah bertani. Makin berkembangnya bidang teknologi dan kesehatan sepuluh tahun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA...

BAB II KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Permasalahan... 4 1.3 Tujuan dan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Ketahanan Pangan Nasional

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Ketahanan Pangan Nasional BAB II TEORI DASAR 2.1 Ketahanan Pangan Nasional Program diversifikasi pangan sudah sejak lama dicanangkan, namun belum terlihat indikasi penurunan konsumsi beras penduduk Indonesia. Indikasi ini bahkan

Lebih terperinci

Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SKKNI IG 2016 SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO

Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SKKNI IG 2016 SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO PUSPICS/Departemen Sains Informasi Geografis, Fakultas Geografi UGM

Lebih terperinci

Studi Perhitungan Jumlah Pohon Kelapa Sawit Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Obyek

Studi Perhitungan Jumlah Pohon Kelapa Sawit Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Obyek 1 Studi Perhitungan Jumlah Pohon Kelapa Sawit Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Obyek Hepi Hapsari Handayani, Maria Regina Caeli Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen

Lebih terperinci

Indra Jaya Kusuma, Hepi Hapsari Handayani Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya,

Indra Jaya Kusuma, Hepi Hapsari Handayani Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, Studi Klasifikasi Berbasis Objek Untuk Kesesuaian Tutupan Lahan Tambak, Konservasi dan Permukiman Kawasan Pesisir (Studi Kasus: Kec.Asemrowo, Krembangan, Pabean Cantikan, dan Semampir, Kota Surabaya) STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA Robiatul Udkhiyah 1), Gerry Kristian 2), Chaidir Arsyan Adlan 3) 1,2,3) Program

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip OKTOBER 2015

Jurnal Geodesi Undip OKTOBER 2015 ANALISIS PERBANDINGAN KEPADATAN PEMUKIMAN MENGGUNAKAN KLASIFIKASI SUPERVISED DAN SEGMENTASI (Studi Kasus: Kota Bandung) Nizma Humaidah, Bambang Sudarsono, Dr.Yudo Prasetyo *) Program Studi Teknik Geodesi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

TUTORIAL DASAR OBIA. Introduction. Mengenal Objek Sederhana CHAPTER 1. Oleh: Achmad R. Wasil. Desktop GIS For Starter Chapter 7 Geoprocessing

TUTORIAL DASAR OBIA. Introduction. Mengenal Objek Sederhana CHAPTER 1. Oleh: Achmad R. Wasil. Desktop GIS For Starter Chapter 7 Geoprocessing CHAPTER 1 Desktop GIS For Starter Chapter 7 Geoprocessing TUTORIAL DASAR OBIA Oleh: Achmad R. Wasil Introduction Saat ini sudah semakin banyak teknologi pengolahan citra yang tersedia baik komersial maupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung Reka Geomatika No.1 Vol. 2016 14-20 ISSN 2338-350X Maret 2016 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Geodesi Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau FERI NALDI, INDRIANAWATI Jurusan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal. DAFTAR ISI Halaman Judul... No Hal. Intisari... i ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2.

Lebih terperinci

PEMETAAN FAMILI MANGROVE MENGGUNAKAN METODE OBJECT BASE IMAGE ANALYSIS (OBIA) PADA CITRA WORLDVIEW-2 DI BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

PEMETAAN FAMILI MANGROVE MENGGUNAKAN METODE OBJECT BASE IMAGE ANALYSIS (OBIA) PADA CITRA WORLDVIEW-2 DI BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA PEMETAAN FAMILI MANGROVE MENGGUNAKAN METODE OBJECT BASE IMAGE ANALYSIS (OBIA) PADA CITRA WORLDVIEW-2 DI BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA Ikhsan Wicaksono wicaksono.geo@gmail.com Nur Mohammad Farda farda@geo.ugm.ac.id

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

ANALYSIS OF GREEN OPEN SPACE IN THE CITY OF BANDAR LAMPUNG. Citra Dewi, Armijon, Fajriyanto, Vanessa Paradais, Renanda Andari, Dan Siti Nurul Khotimah

ANALYSIS OF GREEN OPEN SPACE IN THE CITY OF BANDAR LAMPUNG. Citra Dewi, Armijon, Fajriyanto, Vanessa Paradais, Renanda Andari, Dan Siti Nurul Khotimah ANALYSIS OF GREEN OPEN SPACE IN THE CITY OF BANDAR LAMPUNG Citra Dewi, Armijon, Fajriyanto, Vanessa Paradais, Renanda Andari, Dan Siti Nurul Khotimah Faculty of Engineering,Department of Civil Engineering,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI JUDUL... i PERNYATAAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR....xii DAFTAR TABEL... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI PARAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vi viii x xi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Rumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan, Sasaran dan Manfaat... 8 1.3.1 Tujuan...

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

KAJIAN PEMROSESAN CITRA DIGITAL ASTER MULTITEMPORAL UNTUK DETEKSI TELAGA DAN TERKAIT PERMUKIMAN DI KAWASAN KARST KABUPATEN GUNUNGKIDUL

KAJIAN PEMROSESAN CITRA DIGITAL ASTER MULTITEMPORAL UNTUK DETEKSI TELAGA DAN TERKAIT PERMUKIMAN DI KAWASAN KARST KABUPATEN GUNUNGKIDUL KAJIAN PEMROSESAN CITRA DIGITAL ASTER MULTITEMPORAL UNTUK DETEKSI TELAGA DAN TERKAIT PERMUKIMAN DI KAWASAN KARST KABUPATEN GUNUNGKIDUL Luthfiyah luth_luthfiyah@yahoo.co.id Nurul Khakhim nrl khakhim@yahoo.com

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus : Sub Das Brantas Bagian Hulu, Kota Batu) Oleh : Aning Prastiwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki kurang lebih 17.508 pulau (Indonesia.go.id). Wilayah Indonesia didominasi laut dengan

Lebih terperinci

Remote Sensing KKNI 2017

Remote Sensing KKNI 2017 Remote Sensing KKNI 2017 JOB DESC/ JENJANG/ SIKAP KERJA Asisten Operator/ 3/ 6 Operator/ 4/ 13 UNJUK KERJA (UK) INTI URAIAN UNJUK KERJA (UK) PILIHAN URAIAN BIAYA SERTIFIKASI M.71IGN00.161.1 Membaca Peta

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip OKTOBER 2015

Jurnal Geodesi Undip OKTOBER 2015 KAJIAN METODE SEGMENTASI UNTUK IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN DAN LUAS BIDANG TANAH MENGGUNAKAN CITRA PADA GOOGLE EARTH (Studi Kasus : Kecamatan Tembalang, Semarang) Frandi B Simamora M, Bandi Sasmito, Hani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat. Alih fungsi lahan pertanian

Lebih terperinci

Geographic Information and Spatial Information

Geographic Information and Spatial Information Geographic Information and Spatial Information Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia Dr. Aniati Murni 1 Pengertian Informasi Geografis dan Informasi Keruangan (1) Informasi Geografis merupakan informasi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA SATELIT ALOS HASIL METODE PAN SHARPENING UNTUK PEMETAAN RUANG TERBUKA HIJAU WILAYAH PERKOTAAN PATI

PEMANFAATAN CITRA SATELIT ALOS HASIL METODE PAN SHARPENING UNTUK PEMETAAN RUANG TERBUKA HIJAU WILAYAH PERKOTAAN PATI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA PEMANFAATAN CITRA SATELIT ALOS HASIL METODE PAN SHARPENING Aji Syarifah Dwi Nurhayati Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Objek di Lapangan Pengamatan lapangan dilakukan di 3 (tiga) kabupaten, yaitu : Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Titik pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH 1. Tata Guna Lahan 2. Identifikasi Menggunakan Foto Udara/ Citra Identifikasi penggunaan lahan menggunakan foto udara/ citra dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

benar sebesar 30,8%, sehingga harus dilakukan kembali pengelompokkan untuk mendapatkan hasil proporsi objek tutupan lahan yang lebih baik lagi. Pada pengelompokkan keempat, didapat 7 tutupan lahan. Perkebunan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI TATA RUANG KABUPATEN/KOTA BERBASIS CITRA SATELIT DAN GIS PENGANTAR Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan yang besar di berbagai bidang termasuk bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan praktek model agroforestri yang mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi, akhir-akhir ini menjadi perhatian khusus. Banyak kawasan hutan yang beralih fungsi

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009 ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009 Prenita Septa Rianelly 1, Teguh Hariyanto 1, Inggit Lolita Sari 2 1 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK IDENTIFIKASI DEGRADASI LAHAN AKIBAT PERTANIAN HORTIKULTURA DI SEBAGIAN KECAMATAN GARUNG

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK IDENTIFIKASI DEGRADASI LAHAN AKIBAT PERTANIAN HORTIKULTURA DI SEBAGIAN KECAMATAN GARUNG APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK IDENTIFIKASI DEGRADASI LAHAN AKIBAT PERTANIAN HORTIKULTURA DI SEBAGIAN KECAMATAN GARUNG Mohammad Ardha Mohammadardha@gmail.com Sigit Heru Murti B.S sigit.heru.m@ugm.ac.id

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS Pada penelitian ini, citra kajian dibagi menjadi dua bagian membujur, bagian kiri (barat) dijadikan wilayah kajian dalam penentuan kombinasi segmentasi terbaik bagi setiap objek

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci