BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah medication error tidak dapat dipisahkan dengan Drug

BAB I PENDAHULUAN. keluaran klinik yang diharapkan. Kesalahan pemberian obat (drug administration)

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin cepat, kemajuan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan diagnosis utama Congestive Heart Failure (CHF) yang menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan jaringan. Orang yang menderita DM

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kardiovaskuler dan kanker. Di pusat-pusat pelayanan neurologi di

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. naiknya kadar glukosa darah karena ketidakmampuan tubuh untuk. memproduksi insulin (IDF, 2015). DM adalah suatu penyakit yang

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMs PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG TESIS

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

DRUG RELATED PROBLEMS

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan Oleh : KIRNIA TRI WULANDARI J

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

BAB III METODE PENELITIAN. Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada periode Januari 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) berdasarkan American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan formal yaitu di puskesmas, rumah sakit, dan di apotek. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi ginjal secara progresif dan irreversible 1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta orang atau 8,05 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Persentase keluhan

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMS PADA TERAPI PASIEN GAGAL JANTUNG RAWAT INAP

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2010). Penyakit hipertensi dikenal dengan sebutan silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gejala, yang akan berkelanjutan pada organ target, seperti stroke (untuk otak),

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan pola hidup masyarakat selalu mengalami perkembangan, baik

BAB I PENDAHULUAN. dimungkinkan dengan adanya peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama.di dunia, stroke

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dari hasil gangguan jantung fungsional atau struktural yang

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. tinggi secara persisten. Hipertensi seringkaliterjadibersamaan dengan diabetes

BAB I PENDAHULUAN. diastolik yang di atas normal. Joint National Committee (JNC) 7 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Community Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyakit saluran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik komparatif dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan salah satu intervensi medis yang paling efektif, jika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dan air dalam bentuk urine (Stein, 2007). Gagal Ginjal Kronik (GGK)

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh RESITA MEILAFIKA SETIAWARDANI

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata, setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular sekarang merupakan penyebab kematian paling

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh PRILI ARWINDA

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jantung. Prevalensi juga akan meningkat karena pertambahan umur baik lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang besar dan tetap stabil selama beberapa dekade terakhir, yaitu >650.000 kasus baru didiagnosis setiap tahunnya (Yancy dkk., 2013). Angka kejadian gagal jantung pada populasi orang dewasa di negara-negara maju rata-rata adalah 2%. Angka kejadian gagal jantung meningkat seiring dengan usia, dan mempunyai nilai lebih besar 6-10% pada usia lebih dari 65 tahun. Angka kejadian gagal jantung lebih rendah pada wanita dibandingkan dengan pria, tetapi angka kejadian gagal jantung pada wanita paling tidak setengah dari kasus gagal jantung karena memiliki harapan hidup lebih lama (Mann, 2010). Orang kulit hitam memiliki risiko tertinggi untuk gagal jantung. Dalam studi Atherosclerosis Risk In Communities (ARIC), tingkat kejadian per 1.000 orang dalam setahun yaitu terendah pada wanita kulit putih dan tertinggi pada pria kulit hitam, dengan orang kulit hitam memiliki angka kematian dalam 5 tahun lebih besar dibandingkan dengan orang kulit putih. Prevalensi gagal jantung pada pria dan wanita kulit hitam non-hispanik memiliki prevalensi masing-masing sebesar 4,5% dan 3,8%, sedangkan pada pria dan wanita kulit putih non-hispanik masingmasing sebesar 2,7% dan 1,8 (Yancy dkk., 2013). Di Indonesia, prevalensi penyakit sistem sirkulasi darah, termasuk penyakit jantung terus meningkat dan menjadi peringkat pertama penyebab kematian pada 1

tahun 2000. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia yaitu sebesar 9,2% yang meningkat seiring dengan peningkatan umur dan mempunyai angka yang lebih tinggi pada wanita, status ekonomi yang lebih rendah, perilaku merokok, pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, dan obesitas (Delima dkk., 2009). Namun, gambaran angka kejadian gagal jantung di Indonesia masih terbatas. Tetapi sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2007) di RSUD Dr. Kariadi Semarang selama 1 Januari-31 Desember 2006 diperoleh 304 kasus pasien gagal jantung dengan jumlah penderita usia dewasa lebih banyak daripada usia lanjut dan penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita perempuan. Pharmaceutical care mempunyai makna secara langsung yaitu, bertanggung jawab menyediakan obat yang bertujuan untuk mencapai hasil terapi tertentu guna meningkatkan kualitas hidup pasien. Hasil terapi tersebut meliputi : menyembuhkan penyakit, mengurangi gejala yang dirasakan pasien, memperlambat proses perjalanan penyakit, mencegah penyakit atau gejala-gejala penyakit. Dalam pharmaceutical care, farmasis mempunyai tiga fungsi utama, yaitu : mengidentifikasi Drug Related Problems (DRPs) baik yang aktual maupun yang potensial terjadi, mengatasi DRPs yang terjadi aktual, dan mencegah terjadinya DRPs potensial (Bezverhni dkk., 2012). Drug related problems merupakan suatu kejadian atau peristiwa terkait terapi obat yang melibatkan suatu obat atau suatu obat yang berpotensi mempengaruhi hasil terapi yang diharapkan. Dengan mengidentifikasi penyebab DRPs, maka farmasis dapat menyusun care-plan untuk mengatasi DRPs sehingga dapat mencapai tujuan terapi yang diharapkan (Cipolle dkk., 2004). Drug related 2

problems juga sangat umum terjadi pada pasien rawat inap yang berisiko mengakibatkan penurunan kualitas hidup pasien, meningkatkan angka rata-rata kematian dan kecacatan serta meningkatkan biaya yang dikeluarkan pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pharmaceutical care dalam perawatan pasien rawat inap umumnya dapat memperbaiki perawatan dan memberikan hasil terapi yang lebih baik. Selain itu, dengan adanya intervensi pharmaceutical care dapat menurunkan kejadian medication errors dalam praktek pengobatan (Bezverhni dkk., 2012). Penelitian mengenai kajian DRPs pada terapi pasien gagal jantung sudah pernah dilakukan oleh Damayanti (2009) dan Hadiatussalamah (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2009) mengkhususkan pada pasien gagal jantung dengan penyakit penyerta hanya diabetes mellitus di RSAL Dr. Ramelan Surabaya periode September 2007-Februari 2008 untuk mengetahui DRPs apa saja yang banyak terjadi. Selain itu, penelitian tersebut juga dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara jumlah obat terhadap kejadian DRPs dan Length Of Stay (LOS), serta korelasi antara kejadian DRPs terhadap LOS. Penelitian yang dilakukan oleh Hadiatussalamah (2013) di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012 hanya menggambarkan kejadian DRPs secara deskriptif. Dari hasil penelitian tersebut prevalensi DRPs yang diperoleh sebesar 32,87% dari 143 pasien. Mengingat semakin meningkatnya angka kejadian gagal jantung dan perlunya peran farmasis dalam pharmaceutical care agar pasien mendapat terapi yang tepat guna mencapai hasil terapi yang diharapkan serta memperbaiki kualitas 3

hidup pasien, maka perlu dilakukan kajian tentang DRPs pada terapi pasien gagal jantung yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten mengenai DRPs apa saja yang terjadi pada terapi pasien gagal jantung, serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian DRPs pada terapi pasien gagal jantung rawat inap. B. Rumusan Masalah Setelah melihat latar belakang tersebut, maka dapat disusun permasalahan yang mendasari penelitian ini, yaitu : 1. Berapakah prevalensi kejadian DRPs pada terapi pasien gagal jantung yang dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten? 2. DRPs apa saja yang terjadi pada terapi pasien gagal jantung yang dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten? 3. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian DRPs pada terapi pasien gagal jantung yang dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten? 4

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, yaitu : 1. Mengetahui prevalensi kejadian DRPs pada terapi pasien gagal jantung yang dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten 2. Mengetahui DRPs apa saja yang terjadi pada terapi pasien gagal jantung yang dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. 3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian DRPs pada terapi pasien gagal jantung yang dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten? D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Sebagai masukan bagi rumah sakit untuk mengevaluai Standar Pelayanan Medik gagal jantung rawat inap untuk meningkatkan keberhasilan terapi pasien. 2. Sebagai referensi bagi para klinisi dan farmasis klinik untuk melakukan monitoring pada terapi pasien gagal jantung rawat inap. 3. Sebagai masukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya. 5

E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti (Tahun) Abraham (2013) Tegegne dkk. (2014) Damayanti (2009) Hadiatussalamah (2013) Judul Penelitian Drug Related Problems and Drug Therapy Problem (DTP) Kajian Drug Related Problems (DRPs) Identifikasi Drug Related Reactive Pharmacist Among Patients with pada Terapi Pasien Congestive Heart Problems (DRPs) pada Interventions for Inpatients Cardiovascular Diseases in Failure (CHF) di Rumkital Dr. Ramelan Pasien dengan Diagnosis Receiving Cardiovascular Felege Hiwot Referral Surabaya Congestive Heart Failure di Drugs Hospital, North East, Bahir Instalasi Rawat Inap RSUP Dar Ethiopia Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012 Metodologi & Sifat Penelitian, Pengumpulan Data Cross sectional-deskriptif, prospektif Hasil Penelitian DRPs yang paling banyak terjadi adalah interaksi obat, disusul dengan dosis obat yang terlalu tinggi dan duplikasi obat. Intervensi apoteker adalah pada interaksi obat dan pemilihan obat serta dosis, yang mana sebesar 59% adalah diterima. Cohort-analitik, prospektif Cross sectional-analitik, prospektif Cross sectional-deskriptif, retrospektif DTP yang paling banyak terjadi adalah diperlukan terapi obat tambahan. Tidak ada korelasi antara umur, jumlah obat, jumlah obat tambahan, jumlah penyakit penyerta, edukasi, dan lama rawat inap terhadap kejadian DTP. DRPs yang paling banyak terjadi adalah interaksi obat, disusul dengan obat tidak tepat, dan Adverse Drug Reactions (ADR). Tidak terdapat korelasi antara jumlah obat dengan DRPs, dan antara DRPs dengan LOS. Terdapat korelasi antara jumlah obat dengan LOS. Outcomes akibat DRPs yang timbul adalah meningkatnya faktor risiko penyakit kronik dan tidak terjadi efek klinik. Prevalensi kejadian DRPs yaitu 32,87% (59 kejadian). DRPs yang paling banyak terjadi adalah terapi tanpa indikasi disusul dengan interaksi obat dan indikasi tidak diterapi. 6

Terdapat beberapa penelitian mengenai kejadian DRPs pada terapi pasien dengan penyakit kardiovaskular, yaitu seperti penelitian yang dilakukan oleh Abraham (2013) dan Tegegne dkk. (2014). Penelitian tentang DRPs pada terapi pasien gagal jantung pernah dilakukan oleh Damayanti (2009) dan Hadiatussalamah (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2009) mengkhususkan pada pasien gagal jantung dengan penyakit penyerta hanya diabetes mellitus di RSAL Dr. Ramelan Surabaya periode September 2007- Februari 2008. Hasil dari 30 pasien yang diteliti, terdapat 40,39% kejadian DRPs berupa interaksi obat, 16,35% kejadian timbulnya ADR, 10,58% dosis tidak tepat, 17,30% obat yang tidak tepat, serta 15,38% obat yang diperlukan. Selain itu, penelitian tersebut juga dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara jumlah obat terhadap kejadian DRPs dan LOS, serta korelasi antara kejadian DRPs terhadap LOS. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa tidak ada korelasi antara jumlah obat terhadap DRPs dan tidak ada korelasi antara kejadian DRPs terhadap LOS, tetapi ada korelasi antara jumlah obat terhadap LOS. Penelitian yang dilakukan oleh Hadiatussalamah (2013) di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012 terhadap 143 pasien gagal jantung adalah hanya menggambarkan kejadian DRPs secara deskriptif. Dari hasil penelitian tersebut, prevalensi kejadian DRPs yang terjadi sebesar 32,87% (47 pasien), dengan 59 kejadian DRPs yang meliputi : 13,56% merupakan indikasi yang tidak diterapi, 45,76% terapi tanpa indikasi, 1,70% dosis terlalu tinggi, dan 38,98% kejadian interaksi obat. 7

Kedua penelitian tentang DRPs pada terapi pasien gagal jantung tersebut berbeda dengan penelitian ini yang akan mengkaji DRPs pada terapi pasien gagal jantung rawat inap dengan menyertakan berbagai penyakit penyerta, serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya DRPs pada terapi pasien gagal jantung rawat inap. 8