HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Waktu dan Tempat Penelitian

PENDEKATAN RANCANGAN. Kriteria Perancangan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

ALTERNATIF DESAIN MEKANISME PENGENDALI

IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL

RANCANG BANGUN SISTEM KONTROL OTOMATIS UNTUK KEMUDI, KOPLING DAN AKSELERATOR PADA TRAKTOR PERTANIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Rancang Bangun dan Uji Kinerja Mekanisme Pengendali Otomatis Pedal Rem dan Tuas Transmisi Maju-Mundur pada Traktor Roda Empat

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB III PERANCANGAN Gambaran Alat

III. METODE PENELITIAN

BAB III PERANCANGAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa hal dasar tentang bagaimana. simulasi mobil automatis dirancang, diantaranya adalah :

SEMINAR NASIONAL TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011 Yogyakarta, 26 Juli Intisari

Input ADC Output ADC IN

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. Pengujian minimum system bertujuan untuk mengetahui apakah minimum

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei Adapun tempat

BAB III DESKRIPSI DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV ANALISIS RANGKAIAN ELEKTRONIK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

BAB III PERANCANGAN ALAT

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB III PERANCANGAN ALAT

Bab IV Pengujian dan Analisis

BAB III PERANCANGAN SISTEM

SISTEM PENGATURAN POSISI SUDUT PUTAR MOTOR DC PADA MODEL ROTARY PARKING MENGGUNAKAN KONTROLER PID BERBASIS ARDUINO MEGA 2560

(Dimasyqi Zulkha, Ir. Ya umar MT., Ir Purwadi Agus Darwito, MSC)

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Computer. Parallel Port ICSP. Microcontroller. Motor Driver Encoder. DC Motor. Gambar 3.1: Blok Diagram Perangkat Keras

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juli

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH PEMASANGAN MOTOR DC PADA SEKUTER DENGAN PENGENDALI PULSE WIDTH MODULATION

Grafik hubungan antara Jarak (cm) terhadap Data pengukuran (cm) y = 0.950x Data pengukuran (cm) Gambar 9 Grafik fungsi persamaan gradien

BAB IV PENGUJIAN PROPELLER DISPLAY

SISTEM KENDALI JARAK JAUH MINIATUR TANK TANPA AWAK

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pengujian sistem elektronik terdiri dari dua bagian yaitu: - Pengujian tegangan catu daya - Pengujian kartu AVR USB8535

BAB III PERENCANAAN PERANGKAT KERAS DAN LUNAK

MODIFIKASI PENGENDALI TRAKTOR OTOMATIS DAN RANCANG BANGUN UNIT PENGENDALI OTOMATIS TUAS TRANSMISI MAJU MUNDUR MENGGUNAKAN ATMEGA 128

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISA

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAGIAN DUA : INFORMASI LENGKAP MENGENAI ROBOT

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM. Bab ini menjelaskan tentang pengujian program yang telah direalisasi.

SEBAGAI SENSOR CAHAYA DAN SENSOR SUHU PADA MODEL SISTEM PENGERING OTOMATIS PRODUK PERTANIAN BERBASIS ATMEGA8535

BAB III PERANCANGAN ALAT. eletronis dan software kontroler. Konstruksi fisik line follower robot didesain

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT KERAS MOBILE-ROBOT

BAB III METODE PENELITIAN. pada blok diagram tersebut antara lain adalah webcam, PC, microcontroller dan. Gambar 3.1 Blok Diagram

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

RANCANG BANGUN SISTEM KEMUDI OTOMATIS TRAKTOR PERTANIAN BERBASIS NAVIGASI GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) CECEP SAEPUL RAHMAN

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perancangan Perangkat Keras

KETEPATAN DAN KECEPATAN PEMBIDIKAN PISIR PENJERA PADA LATIHAN BIDIK KERING MENGGUNAKAN FUZZY LOGIC

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Module : Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC

BAB III PEMBUATAN ALAT. 1. Alat yang dibuat berupa pengedali motor DC berupa miniatur konveyor.

Deskripsi ALAT DETEKSI LEBAR REL KERETA API SECARA REAL TIME DAN OTOMATIS

BAB II LANDASAN TEORI

Rancang Bangun Prototype Alat Sistem Pengontrol Kemudi Kapal Berbasis Mikrokontroler

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN ALAT

MODIFIKASI SISTEM NAVIGASI OTOMATIS PENGENDALIAN TRAKTOR UNTUK PENGOLAHAN LAHAN KERING ANDREAS GONZALES LEPA RATU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang padat penduduk dan dikenal dengan melimpahnya sumber daya alam.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

PERANCANGAN ROBOT OKTAPOD DENGAN DUA DERAJAT KEBEBASAN ASIMETRI

BAB II DASAR TEORI. Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource,

PERANCANGAN PENGENDALI POSISI LINIER UNTUK MOTOR DC DENGAN MENGGUNAKAN PID

CLOSED LOOP CONTROL MENGGUNAKAN ALGORITMA PID PADA LENGAN ROBOT DUA DERAJAT KEBEBASAN BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA16

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. (secara hardware).hasil implementasi akan dievaluasi untuk mengetahui apakah

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital

PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN SKRIPSI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB V PENGUJIAN DAN ANALISIS. dapat berjalan sesuai perancangan pada bab sebelumnya, selanjutnya akan dilakukan

PERANCANGAN DAN ANALISIS PERBANDINGAN POSISI SENSOR GARIS PADA ROBOT MANAGEMENT SAMPAH

TIN310 - Otomasi Sistem Produksi. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c. i d

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTEMUAN #4 SENSOR, AKTUATOR & KOMPONEN KENDALI 6623 TAUFIQUR RACHMAN TKT312 OTOMASI SISTEM PRODUKSI

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM. didapat suatu sistem yang dapat mengendalikan mobile robot dengan PID

BAB III RANGKAIAN PENGENDALI DAN PROGRAM PENGENDALI SIMULATOR MESIN PEMBEGKOK

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan manusia. Hal ini dapat dilihat dari pembuatan robot-robot cerdas dan otomatis

AN-0012 Jenis-jenis Motor

APLIKASI ATMEGA 8535 DALAM PEMBUATAN ALAT UKUR BESAR SUDUT (DERAJAT)

PERANCANGAN SISTEM KENDALI GERAK PADA PLATFORM ROBOT PENGANGKUT

IV. ANALISA PERANCANGAN

Hubungan Antara Tegangan dan RPM Pada Motor Listrik

Transkripsi:

V HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah Tahapan identifikasi masalah bertujuan untuk mengetahui masalah serta kebutuhan yang diperlukan agar otomasi traktor dapat dilaksanakan. Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui masalah serta hal-hal yang diperlukan. Berdasarkan studi pustaka, masalah yang paling penting dalam otomasi adalah pengendalian sistem kemudi secara otomatis. Hal ini sangat diperlukan agar traktor mampu bergerak sesuai dengan lintasan yang diharapkan. Penentuan posisi traktor secara otomatis pun merupakan hal yang penting agar traktor mampu mengenali posisinya sendiri, sehingga mampu bergerak ke posisi yang diinginkan. Sistem penentuan posisi telah banyak dikembangkan, baik penentuan posisi secara lokal maupun secara global menggunakan GPS. Pengendalian kecepatan kerja traktor merupakan hal penting lainnya agar hasil kerja traktor maksimal. Pengaturan kecepatan kerja dapat dilakukan salah satunya dengan kombinasi pengaturan pedal akselerator dan sistem pengereman. Pengontrolan pedal akselerator diperlukan untuk mengatur kecepatan putaran mesin traktor. Sistem pengereman diperlukan untuk menurunkan kecepatan kerja terutama ketika lahan olahan memiliki kontur yang beragam. Hal penting lainnya dalam proses otomasi traktor adalah pengontrolan sistem kopling. Hal ini disebabkan karena pedal kopling punya peran penting dalam perubahan kombinasi porseneling serta kontrol gerak tidaknya traktor. Proses penghentian traktor menggunakan kopling sangat penting terutama ketika hal-hal yang tidak diharapkan terjadi. Hasil kinerja traktor terutama pengolahan tanah sangat bergantung pada pengaturan ketinggian impemen traktor. Pengolahan tanah yang terlalu dalam akan menyebabkan traktor slip, sedangkan kedalaman yang terlalu rendah akan menyebabkan kurang optimalnya hasil pengolahan tanah. Berdasarkan hal tersebut, maka pengontrolan implemen melalui kontrol tuas implemen sangat penting agar kedalaman olah sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan masalah-masalah yang terjadi, maka pada penelitian ini sistem kontrol aktuator dibatasi pada 5 komponen aktuator yaitu : sistem kontrol stir kemudi, 54

sistem kontrol pedal kopling, sistem kontol pedal akselerator, sistem kontrol pedal rem dan sistem kontrol tuas implemen. Pengukuran Gaya Awal Pengukuran gaya awal diperlukan untuk menentukan spesifikasi yang diperlukan pada proses perancangan. Pengukuran gaya awal dilakukan pada 5 komponen aktuator yang akan dikontrol. Pengukuran dilakukan menggunakan timbangan pegas. Contoh pengukuran gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme dapat dilihat pada Gambar 38. Timbangan Pegas Gambar 38 Contoh pengukuran gaya untuk memutar stir kemudi Gaya yang dibutuhkan untuk memutar stir kemudi dengan landasan roda beton adalah sebesar 1.5 kgf atau setara dengan 14.7 N. Gaya yang dibutuhkan untuk menarik pedal kopling adalah sebesar 13 kgf atau setara dengan 127.4 N. Besarnya nilai tersebut dikarenakan pedal kopling dilengkapi dengan pegas, sehingga semakin jauh ditarik, gaya yang dibutuhkan pun semakin besar. Gaya yang dibutuhkan untuk menarik pedal akselerator adalah sebesar 6 kgf = 58.86 N. Pedal akselerator dipilih sebagai aktuator yang dikontrol dibandingkan dengan tuas akselerator tangan dikarenakan kemudahan dalam pembuatan mekanisme kontrol serta gaya yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar. Gaya yang dibutuhkan untuk menarik pedal rem adalah sebesar 8 kgf = 78.48 N. Gaya tersebut merupakan gaya yang dibutuhkan untuk menarik gabungan pedal rem kanan dan rem kiri. Gaya terakhir yang diukur adalah gaya yang dibutuhkan untuk menarik tuas implemen. Berdasarkan hasil 55

pengukuran, gaya yang dibutuhkan untuk menarik tuas implemen adalah sebesar 8 kgf = 78.48 N. Perancangan Sistem Kemudi Otomatis Traktor Proses perancangan merupakan proses yang sangat pentinga dalam rancang bangun. Pada proses ini dilakukan perhitungan serta penentuan spesifikasi unit pengontrol yang akan dibangun. Tahapan perancangan meliputi rancangan fungsional, analisis teknik, rancangan struktural serta rancangan sistem kontrol. Pada rancangan fungsional, dirancang beberapa unit berdasarkan fungsi untuk mengatasi masalah yang telah diidentifikasi pada proses identifikasi masalah. Unit-unit yang dirancang berdasarkan fungsinya meliputi: unit pengontrol stir kemudi yang berfungsi untuk mengontrol stir kemudi agar berputar kiri-kanan sesuai dengan yang diharapkan, unit pengontrol kopling yang berfungsi untuk mengontrol pergerakan pedal kopling sesuai dengan yang diperintahkan, unit pengontrol pedal akselerator yang berfungsi untuk menggerakkan pedal akselerator dalam rangka pengaturan kecepatan maju traktor, unit pengontrol pedal rem yang berfungsi untuk mengontrol pergerakan pedal rem agar sesuai dengan yang diharapkan, unit pengontrol tuas implemen yang berfungsi untuk mengatur tinggi lower link implemen yang berimplikasi pada kedalaman pengolahan serta unit penerima dan pengolah data GPS berfungsi untuk menerima data GPS dari satelit, kemudian mengolahnya sehingga menjadi acuan bagi pergerakan traktor. 1. Unit pengontrol stir kemudi Pada sistem kontrol stir kemudi, diameter puli pada motor DC pengendali berukuran 7.5 cm dan pada roda stir berukuran 15 cm. Hal ini dilakukan agar torsi yang digunakan untuk memutar roda stir kemudi dua kali lebih besar dibandingkan dengan torsi yang dihasilkan oleh motor DC. Pemilihan sistem transmisi puli-sabuk dilakukan agar stir mampu bergerak sesuai dengan putaran motor DC. Daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme kontrol stir adalah sebesar 34.7 watt. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka motor DC yang digunakan dipilih berdasarkan ketersediaan di pasaran. Motor DC yang digunakan memiliki daya 36 watt. 56

Pada perancangan sistem, motor DC digerakkan dengan tipe kontrol on-off. Motor DC digerakkan oleh mikrokontroler melalui perangkat H-Bridge. Sensor yang digunakan sebagai feedback adalah sensor encoder dengan resolusi 1 0. Perangkat limit switch juga digunakan sebagai faktor pengaman, sehingga ketika roda bergerak ke sudut paling besar maupun paling kecil, badan roda akan menekan switch dan secara otomatis arus yang dialirkan terputus. 2. Unit pengontrol pedal kopling Pedal kopling dikontrol dengan menggunakan motor DC. Sistem transmisi daya yang digunakan adalah puli dan tali sling yang dihubungkan dengan batang penggerak pedal kopling. Pemilihan puli dan tali sling dilakukan karena sistem pedal kopling memiliki pegas, sehingga untuk menggerakkan pedal kopling ke posisi bawah (turun), motor akan memutar dan menarik tali sling. Pada proses pelepasanpedal kopling, motor hanya memutar untuk melepaskan tali sling, dan mekanisme pegas pada pedal akan mendorong pedal kopling ke posisi atas (naik). Puli yang digunakan pada mekanisme kontrol pedal kopling berdasarkan perhitungan berdiameter 7.44 cm. Berdasarkan gaya yang dibutuhkan untuk menarik pedal kopling, maka daya motor yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme pedal kopling adalah sebesar 55.26 watt. Motor DC yang digunakan dipilih dengan daya yang lebih besar untuk faktor keamanan serta ketersediaan di pasaran. Motor DC yang dipilih juga harus memiliki perangkat gearbox, hal ini dikarenakan konstanta pegas yang terdapat pada kopling ssangat besar, sehingga jika arus yang mengalir ke motor DC tanpa gearbox dihentikan, maka pegas akan mendorong batang penggerak, sehingga motor akan tertarik dan pedal kopling akan kembali ke posisi semula. Pada motor DC dengan gear-box, daya dorong pegas tidak mampu memutar gearbox, sehingga ketika arus yang mengalir dihentikan, pergerakan mekanisme pun berhenti. Berdasarkan hal tersebut, maka motor DC yang dipilih adalah motor DC yang dilengkapi gearbox berupa wormgear dengan daya sebesar 150 watt. Pada perancangan sistem, motor DC digerakkan dengan tipe kontrol on-off. Motor DC digerakkan oleh mikrokontroler melalui perangkat H-Bridge. Pedal kopling 57

hanya diset pada dua kondisi, sehingga kontrol yang dilakukan berbasis waktu. Motor digerakkan selama waktu tertentu berdasarkan kecepatan putar motor. Perangkat limit switch juga digunakan sebagai faktor pengaman, sehingga ketika pedal rem telah berada pada titik maksimum ataupun minimum, batang penggerak pedal akan menyentuh limit switch dan secara otomatis arus yang dialirkan terputus. 3. Unit pengontrol pedal akselerator Pedal akselerator dikontrol menggunakan motor DC. Sistem tuas pengungkit digunakan untuk mengontrol pedal akselerator, dengan tujuan mempermudah mekanisme sistem serta memperkecil tenaga yang dibutuhkan. Salah satu ujung batang pengungkit dihubungkan ke pedal akselerator, dan ujung lainnya dihubungkan ke tali sling. Sistem transmisi daya yang digunakan adalah puli dan tali sling. Berdasarkan proses perhitungan pada analisis teknik, diameter puli yang digunakan adalah sebesar 7.5 cm. Daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme pengontrol pedal akselerator adalah 6.54 watt. Motor yang dipilih adalah motor DC dengan daya 30 watt. Motor yang dipilih memiliki daya yang lebih besar dikarenakan ketersediaan di pasar. Pergerakan motor motor DC dikontrol dengan tipe kontrol on-off. Motor DC dikontrol oleh mikrokontroler melalui perangkat H-Bridge. Sistem kontrol bekerja dengan sistem kontrol loop tetutup, dimana potensiometer yang dihubungkan ke poros motor menjadi umpan balik ke sistem. Perangkat limit switch juga digunakan pada mekanisme ini sebagai pengaman. 4. Unit pengontrol pedal rem Prinsip kerja mekanisme pengontrol pedal rem mirip dengan mekanisme pengontrol pedal kopling. Hal yang berbeda adalah konstanta pegas lebih kecil bila dibandingkan dengan konstaanta pegas pada pedal kopling. Hal tersebut menyebabkan gaya yang dibutuhkan pun semakin kecil. Diameter puli yang digunakan pada mekanisme kontrol pedal rem dirancang sebesar 6.4 cm, dan kebutuhan daya motor yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme pedal rem 58

adalah sebesar 28.52 watt. Motor DC yang dipilih memiliki daya sebesar 30 watt, hal ini dilakukan karena ketersediaan di pasaran. Tipe kontrol motor DC yang digunakan seperti halnya mekanisme kopling adalah kontrol on-off dengan sistem loop terbuka, yang berarti tidak ada sensor yang menjadi umpan balik ke sistem. Mekanisme hanya digerakkan dengan waktu tertentu berdasarkan kecepatan putaran motor. Limit switch digunakan pada mekanisme ini sebagai pengaman agar mekanisme berhenti ketika posisi maksimum dan minimum tercapai. 5. Unit pengontrol tuas implemen Tuas impelemen digerakkan menggunakan motor DC. Sistem transmisi daya yang digunakan berupa transmisi sproket rantai. Hal ini dilakukan karena tuas impelemen digerakkan maju mundur tanpa adanya pegas, sehingga motor DC harus mampu menarik atau mendorong tuas agar bergerak ke posisi yang diharapkan. Tuas implemen dihubungkan ke salah satu mata rantai, sehingga untuk menarik tuas implemen ke depan (bawah), motor DC berputar searah jarum jam dan untuk mendorong mundur (naik) motor DC akan berputar berlawanan arah jarum jam. Berdasarkan analisis teknik, diameter sproket yang digunakan adalah 2.4 cm atau 14 gigi dengan no rantai yang digunakan adalah 25. Daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme pengontrol tuas implemen adalah sebesar 16.88 watt. Motor yang dipilih memiliki daya 30 watt, hal ini dilakukan berdasarkan ketersediaan di pasaran serta faktor keamanan agar mekanisme dapat bekerja dengan sempurna. Tipe kontrol motor DC yang digunakan adalah kontrol on-off dengan sistem loop tertutup. Potensiometer yang dihubungkan ke poros motor DC digunakan untuk mengukur sudut yang dibentuk oleh motor DC dan dijadikan umpan balik ke sistem. Limit switch digunakan pada mekanisme ini sebagai pengaman agar mekanisme berhenti ketika posisi maksimum dan minimum tercapai. 6. Unit pembaca dan pengolah data GPS Pembacaan data posisi dilakukan dengan menggunakan RTK-DGPS Outback S3 GPS Guidance and Mapping System. GPS tersebut dipilih dengan alasan ketelitian 59

yang mampu dicapai GPS tersebut sebesar 3 5 cm. Hal ini bertujuan agar simpangan yang terjadi akibat kesalahan pembacaan data GPS mampu dihindari. Data GPS yang telah dibaca kemudian diolah oleh komputer pengendali sehingga menghasilkan perintah yang dikirim ke mikrokontroler dan menggerakkan aktuator yang sesuai. Pembuatan Sistem Kemudi Otomatis Traktor Proses pembuatan sistem kontrol baik mekanik maupun elektronik dilakukan berdasarkan rancangan yang telah dibuat. Pemrograman sistem pada mikrokontroler dilakukan menggunakan Code Vision AVR. Hal ini dilakukan berdasarkan kemudahan dalam pembuatan dikarenakan lengkapnya library yang terdapat pada Software tersebut serta bahasa pemrograman yang digunakan berbasis bahasa pemrograman C. File yang telah dibuat kemudian di-compile dan didownload ke chip mikrokontroler. Pemrograman menggunakan Code Vision AVR dapat dilihat pada Gambar 39. Gambar 39 Pemrograman sistem mikrokontroler menggunakan Code Vision AVR Rangkaian elektronik yang digunakan dibuat dalam 1 kotak kontrol agar memudahkan perangkaian. Rangkaian tersebut meliputi : mikrokontroler, RS232 USB Converter, rangkaian H-Bridge, penurun tegangan output encoder dan LCD. Mikrokontroler berfungsi mengatur semua pergerakan aktuator sesuai dengan perintah 60

yang dikirimkan komputer pengendali. RS232 USB Converter digunakan untuk mengkonversi sistem pengiriman dan pembacaan data dari komputer ke mikrokontroler. Rangkaian H-bridge merupakan rangkaian yang konfigurasi atau susunan 4 switch yang membentuk huruf H. pengaturan switch dilakukan untuk mengatur polaritas motor DC, sehingga motor dapat berputar searah jarum jam (clockwise) dan berlawanan arah jarum jam (counterclockwise). Output dari encoder memiliki tegangan 12 volt pada kondisi biner 1 sesuai dengan catu daya yang digunakan encoder. Input maksimal yang dapat diterima oleh mikrokontroler sebesar 5 volt, sehingga output encoder tersebut perlu diturunkan menggunakan rangkaian penurun tegangan output encoder. Rangkaian tersebut terdiri dari 2 buah resistor 420 Ω dan 580 Ω yang disusun seri. LCD digunakan untuk menampilkan informasi proses yang dikerjakan oleh mikrokontroler. Susunan rangkaian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 40. Skema rangkaian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Mikrokontroler Konverter RS232 - USB Penurun Tegangan output encoder Rangkaian H-Bridge LCD Gambar 40 Rangkaian elektronik yang digunakan dalam sistem kontrol Sumber tenaga listrik yang digunakan sistem kontrol bekerja adalah dua buah accu dikarenakan mekanisme kontrol kopling membutuhkan daya yang cukup besar sehingga tidak cukup jika tegangan yang digunakan 12 volt. Dua buah accu tersebut dirangkai seri sehingga menghasilkan tegangan 24 volt. Sistem isi ulang tenaga yang disediakan oleh traktor hanya untuk 1 accu, sehingga untuk sistem kontrol yang lainnya, motor DC diberi tegangan 12 volt. Encoder yang digunakan sebagai pengukur sudut yang dibentuk roda depan bertipe absolute rotary encoder. Tipe tersebut dipilih karena mampu mengetahui sudut 61

yang dibentuk tanpa perlu menggerakkannya terlebih dahulu. Encoder yang digunakan memiliki resolusi 360 per putaran, sehingga ketelitian yang dicapai adalah 1 0. Pada sistem yang dibuat, hanya 8 pin terendah yang digunakan, hal ini dikarenakan ketersediaan pin yang dimiliki oleh mikrokontroler serta sudut yang mungkin dibentuk oleh roda depan adalah 90 0. Encoder dipasang di pusat putaran roda depan. Sistem kontrol stir dapat dilihat pada Gambar 41. Motor DC 12 V Absolute encoder T-belt Stir kendali (a) (b) Gambar 41 Sistem kontrol stir ; (a) mekanisme dan (b) sistem pembacaan sudut putar roda depan Mekanisme kontrol pedal kopling dan pedal rem dibuat berdasarkan rancangan yang telah dibuat. Unit pengontrol pedal kopling yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 42 dan unit pengontrol pedal rem dapat dilihat pada Gambar 43. Batang Penggerak Limit Switch Puli Motor DC 24 v Gambar 42 Mekanisme kontrol pedal kopling 62

Limit switch Batang penggerak rem Puli Gambar 43 Mekanisme kontrol pedal rem Potensiometer yang digunakan pada sistem kontrol akselerator memiliki nilai resistansi 10 kω. Potensiometer dihubungkan secara langsung ke poros motor DC penggerak, sehingga putaran motor akan memutar potensiometer sehingga terjadi perubahan resistansi dan tegangan yang kemudian dikonversi menjadi data digital oleh ADC internal mikrokontroler. ADC yang digunakan adalah ADC0 dengan resolusi 10 bit. Mekanisme kontrol pedal akselerator yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 44. Motor DC 12 v Batang penggerak Pedal akselerator Potensiometer Gambar 44 Mekanisme kontrol pedal akselerator Potensiometer yang digunakan pada sistem kontrol tuas implemen memiliki nilai resistansi 10 kω. Seperti halnya pada sistem kontrol pedal akselerator, potensiometer dihubungkan secara langsung ke poros motor DC penggerak menggunakan kopel. 63

Putaran motor akan memutar potensiometer sehingga terjadi perubahan resistansi dan tegangan yang kemudian dikonversi menjadi data digital oleh ADC internal mikrokontroler. ADC yang digunakan adalah ADC1 dengan resolusi 10 bit. Mekanisme kontrol tuas implemen yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 45. Tuas implemen Motor DC 12 v Potensiometer Gambar 45 Mekanisme kontrol tuas implemen Sistem pembacaan dan pengolah data GPS dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0. Pada aplikasi tersebut beberapa informasi yang ditamplikan antara lain posisi real-time traktor serta jalur set-point, kecepatan maju traktor yang dhitung berdasarkan perubahan posisi traktor terhadap waktu, besar simpangan posisi traktor terhadap set point serta sudut yang terbentuk antara orientasi maju traktor dengan orientas lintasan. Pengambilan data GPS dilakukan dengan frekuensi sampling 5 Hz. Contoh pengolahan dan perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Tampilan sistem pembacaan dan pengolahan data GPS dapat dilihat pada Gambar 46. Unit pembaca dan pengolah data GPS dapat dilihat pada Gambar 47. 64

Gambar 46 Tampilan sistem navigasi traktor berdasarkan posisi GPS Komputer pengendali Monitor GPS rover Gambar 47 Unit penerima dan pengolah data GPS Secara umum tampilan traktor yang telah dilengkapi dengan mekanisme yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 48. 65

5 1 2 3 6 7 8 9 4 10 Keterangan : 1. GPS monitor 6. Modul kontrol 2. Komputer pengendali 7. Mekanisme implemen 3. Mekanisme kontrol stir 8. Antena GPS 4. Mekanisme kontrol kopling 9. Mekanisme kontrol akselerator 5. Antena radio GPS 10. Mekanisme kontrol rem Gambar 48 Traktor yang telah dilengkapi mekanisme kontrol Pengujian Fungsional Uji fungsional dilakukan untuk menguji apakah unit-unit kontrol yang telah dibuat dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Uji fungsional pada unit kontrol stir kemudi, pedal akselerator dan tuas implemen meliputi kalibrasi pembacaan sensor terhadap besaran yang diukur serta validasi sistem kontrol. Pada unit kontrol pedal kopling dan pedal rem, parameter yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan agar posisi pedal bergerak naik ke posisi maksimum atau bergerak turun ke posisi minimum. Pada unit pembaca dan pengolah data, kalibrasi dilakukan untuk membandingkan jarak hasil pengolahan GPS antara dua titik dengan jarak yang sebenarnya. 1. Unit kontrol stir kemudi Proses kalibrasi untuk menentukan persamaan yang terbentuk antara sudut putar roda depan dengan hasil pembacaan encoder. Sudut putar 0 menunjukkan bahwa kondisi roda depan dalam keadaan lurus, nilai negatif menunjukkan bahwa roda 66

depan berputar ke kanan, serta nilai positif menunjukkan bahwa roda depan berputar ke kiri. Berdasarkan persamaan yang terbentuk, sudut putar 0 bernilai 136. Sudut maksimum yang dapat dibentuk kearah kanan adalah sebesar 37 0, sedangkan kearah kiri, sudut yang terbentuk sebesar 53 0. Proses validasi sistem kontrol stir dilakukan untuk mengetahui keakuratan sistem kontrol yang dibuat. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai error yang terbentuk terhadap set point yang diinginkan. Berdasarkan hasil uji validasi, maka error ratarata yang terbentuk adalah sebesar 0.644 0. Simpangan sudut terbentuk dikarenakan meskipun motor penggerak telah dimatikan pada sudut yang sesuai, motor masih bergerak sedikit akibat momen inersia. Grafik kalibrasi dan validasi dapat dilihat pada Gambar 49. (a) (b) Gambar 49 Uji fungsional unit pengontrol traktor ; (a) Kalibrasi dan (b) validasi Berdasarkan proses validasi tersebut, maka uji respon dilakukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan agar motor benar-benar dapat bergerak setalah diberi catu daya serta waktu yang dibuthkan untuk motor agar benar-benar berhenti setelah motor tidak dialiri catu daya. Uji respon dilakukan sebanyak 3 kali pada masingmasing arah putaran. Pada arah putaran kiri ke kanan, roda berada pada sudut 37 0 dan akan digerakkan ke set point -16 0, begitu juga pada arah putaran kanan ke kiri, stir akan digerakkan dari sudut -17 0 ke set point sudut 34 0. Grafik uji respon dapat dilihat pada Gambar 50. 67

Gambar 50 Grafik respon stir terhadap waktu Berdasarkan uji respon, maka motor baru akan bergerak ketika diberi catu daya selama 120 ms untuk putaran ke kanan dan 360 ms untuk putaran ke kiri. Motor baru akan berhenti ketika tidak ada arus yang mengalir selama 100 ms. Kecepatan sudut putar roda bagian depan kanan ke kiri adalah sebesar 23.63 0 /s, sedangkan arah kiri ke kanan sebesar 24.83 0 /s Berdasarkan hasil tersebut, secara umum motor akan mengalami overshoot sebanyak 3 0 jika sudut yang dibentuk cukup besar. Hal ini dikarenakan sistem kontrol masih berbentuk on-off sehingga kemungkinan overshoot terjadi. Untuk mengatasi hal tersebut, tipe kontrol yang sebaiknya digunakan adalah tipe kontrol bukan on-off seperti PID dan fuzzy logic. 2. Unit kontrol pedal kopling Waktu tempuh yang dibutuhkan unit kontrol untuk menggerakkan pedal kopling ke posisi minimum (turun) sebesar 2 detik sedangkan waktu tempuh yang dibutuhkan untuk menggerakkan pedal kopling ke posisi maksimum (naik) adalah sebesar 1 detik. Perbedaan waktu tersebut terjadi dikarenakan pada proses penurunan pedal kopling, pedal menekan pegas, sehingga gaya yang dibutuhkan lebih besar. Pada proses pedal kopling naik, pegas justru mendorong pedal ke posisi atas sehingga gaya lebih kecil dan waktu yang dibutuhkan lebih rendah. 68

3. Unit kontrol pedal akselerator Proses kalibrasi dilakukan dengan pembacaan nilai ADC pada setiap kecepatan putaran mesin (rpm), nilai-nilai yang dihasilkan digunakan untuk membuat persamaan konversi dari rpm mesin menjadi nilai ADC yang harus diinputkan ke mikrokontroler. Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa perubahan nilai ADC bersifat polinomial terhadap perubahan persentase akselerasi. Waktu yang dibutuhkan unit untuk merubah kecepatan putaran mesin dari 1000 rpm menjadi 2500 rpm selama 0.34 detik. Uji validasi juga dilakukan pada sistem kontrol tuas akselerator untuk mengetahui besar error yang dihasilkan terhadap set point yang diinginkan. Rata-rata error yang dihasilkan adalah sebesar 2.71%. Hal ini dikarenakan motor masih bergerak meski arus sudah tidak mengalir dikarenakan adanya momen inersia serta tanpa adanya sistem brake internal pada motor. Hal ini dapat diatasi dengan mengubah tipe kontrol dari on-off menjadi bukan on-off seperti PID dan fuzzy logic. Hasil uji kalibrasi dan validasi dapat dilihat pada Gambar 51. (a) (b) Gambar 51 Uji fungsional unit kontrol pedal akselerator; (a) kalibrasi dan (b) validasi 69

4. Unit kontrol pedal rem Waktu tempuh yang dibutuhkan unit kontrol untuk menggerakkan pedal rem ke posisi minimum (turun) sebesar 0.6 detik sedangkan waktu tempuh yang dibutuhkan untuk menggerakkan pedal rem ke posisi maksimum (naik) adalah sebesar 0.4 detik. Perbedaan waktu tersebut terjadi dikarenakan pada proses penurunan pedal rem, pedal menekan pegas, sehingga gaya yang dibutuhkan lebih besar. Pada proses pedal kopling naik, pegas justru mendorong pedal ke posisi atas sehingga gaya dan waktu yang dibutuhkan pun lebih kecil. 5. Unit kontrol tuas implemen Proses kalibrasi dilakukan dengan melakukan pembacaan nilai ADC pada setiap posisi tuas yang mengindikasikan tinggi lower link implemen, nilai-nilai yang dihasilkan digunakan untuk membuat persamaan konversi dari tinggi lower link implemen menjadi nilai ADC yang harus diinputkan ke mikrokontroler. Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa perubahan nilai ADC bersifat linier terhadap perubahan tinggi lower link implemen. Tinggi lower link minimum adalah 35 cm, sedangkan tinggi maksumum adalah sebesar 83 cm. Terdapat perbedaan nilai ADC yang terbaca pada saat implemen naik jika dibandingkan dengan saat implemen turun. Uji validasi dilakukan untuk mengetahui besarnya error yang dihasilkan sistem kontrol terhadap set point yang diharapkan. Berdasarkan hasil pengujian, rata-rata error yang dihasilkan adalah sebesar 0.56 cm. Uji kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 52. Uji validasi dapat dilihat pada Gambar 53. Gambar 52 Grafik kalibrasi tinggi lower link implemen 70

Gambar 53 Grafik validasi sistem kontrol tinggi lower link implemen 6. Unit pembaca dan pengolah data GPS Pada unit pembaca dan pengolah data GPS, dilakukan kalibrasi konversi data GPS (longitude dan latitude) menjadi data UTM (x, y) berdasarkan persamaan (1) dan (2). Kalibrasi dilakukan dengan membadingkan jarak rela yang diukur dengan menggunakan meteran dengan jarak hasil perhitungan GPS. Hal ini juga dilakukan untuk mengetahui besaran Kx dan Ky pada koordinat lahan yang akan dilakukan pengujian penentuan Kx dan Ky dihitung menggunakan persamaan (10) dan (11). Hasil kalibrasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kalibrasi antara jarak real dengan hasil pengolahan GPS. Jarak Real (m) 20 20 30 30 40 40 Longitude Koordinat Latitude 1.8627571-0.1145474 1.8627539-0.1145477 1.8627539-0.1145538 1.862757-0.1145534 1.8627568-0.1145538 1.8627572-0.1145491 1.8627574-0.1145543 1.8627578-0.1145496 1.8627573-0.1145548 1.8627579-0.1145486 1.8627549-0.1145482 1.8627542-0.1145545 Kx (m/rad) Ky (m/rad) x (m) y (m) Jarak Hasil Perhitungan (m) Error (m) 6336907 6336561-19.78-1.75 19.86 0.14 6336901 6336561 +19.63 +2.56 19.80 0.20 6336903 6336562-2.95 +29.69 29.84 0.16 6336902 6336561 +3.02 +29.71 29.87 0.13 6336901 6336562 +4.00 +39.67 39.87 0.13 6336906 6336561-3.94-39.61 39.81 0.19 Rata-rata 6336903 6336561-0.16 71

Berdasarkan hasil pengujian kalibrasi, maka persamaan yang digunakan untuk merubah data GPS menjadi data UTM cukup mendekati. Error yang dihasilkan diduga disebabkan adanya kesalahan pada pengukuran menggunakan meteran. Nilai x bernilai (+) pada arah pergerakan menuju ke timur dan (-) pada arah pergerakan barat. Nilai y bernilai (+) pada arah pergerakan utara dan (-) pada arah pergerakan selatan. Nilai Kx tidak terlalu berbeda pada setiap titik pengukuran dikarenakan koordinat titik-titik pengujian masih dibawah nilai menit pada derajat sudut GPS, begitu juga dengan nilai Ky. Berdasarkan hal tersebut, maka konversi data GPS ke data UTM dapat menggunakan nilai rata-rata untuk mempermudah proses perhitungan selanjutnya. Kx yang digunakan adalah 6336903 m/radian atau setara dengan 0.0184 m/(10-5 menit) dan Ky yang digunakan adalah 6336561 m/radian atau setara dengan 0.0184 m/(10-5 menit). nilai 10-5 menit diambil berdasarkan ketelitian yang dapat dibaca oleh GPS yang digunakan. Pengujian Kinerja Uji kinerja dilakukan untuk mengetahui kinerja sistem secara keseluruhan, baik dari pengolahan data GPS hingga aksi yang dilakukan oleh masing-masing aktuator. Parameter yang digunakan dalam setiap pengujian adalah besarnya simpangan yang terjadi terhadap lintasan set-point yang diinginkan. Set-up pengujian dapat dilihat pada Gambar 54. Antena radio rover - baseline Antena GPS Lahan pengujian Baseline GPS Traktor yang dikendalikan Gambar 54 Set-up pengujian di lahan 72

Pada proses pengujian, kondisi lahan yang akan diuji diasumsikan ideal sebagaimana lahan yang akan diolah sehingga faktor eksternal berupa karakteristik tanah baik kadar air, tekstur serta tahanan penetrasi tanah diasumsikan tidak mempengaruhi besarnya simpangan yang terjadi. Pada kondisi traktor mengalami slip berat sehingga traktor tidak mampu bergerak sebagaimana mestinya, maka sistem akan menghentikan laju pergerakan traktor dan proses pengujian akan diulang kembali dari awal. Kondisi GPS pada saat pengujian berada pada kondisi RTK DGPS, sehingga diasumsikan tidak terjadi simpangan akibat kesalahan pembacaan data GPS. Pengujian juga akan dihentikan apabila sistem tidak mampu membaca pesan GPS selama lebih dari 5 detik dan pengujian akan diulang apabila sistem pembacaan GPS telah kembali normal. Pengujian kinerja terdiri dari tiga tahap yaitu : pengujian dengan lintasan lurus, lintasan persegi panjang dan pengolahan tanah. 1. Pengujian lintasan lurus. Pada pengujian lintasan lurus, lintasan berupa 1 lintasan dengan jarak 30 m. Lintasan tersebut dibentuk berdasarkan dua titik ujung lintasan yang telah diinputkan sebelumnya kedalam sistem. Nilai simpangan dihitung berdasarkan delta antara posisi real traktor dengan lintasan set-point. Simpangan yang dibentuk dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil pengujian sistem navigasi lintasan garis lurus Ulangan Parameter Rata-rata 1 2 3 Simpangan maks (cm) 20.3 49 20.3 29.9 Simpangan rata-rata (cm) 9.5 17 9.5 12 Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka simpangan rata-rata yang terjadi, adalah sebesar 12 cm. Pengujian selanjutnya adalah dengan memberi perlakuan awal simpangan yang cukup besar di awal pergerakan traktor, untuk mengetahui kemampuan sistem dalam memperbaiki nilai error yang terjadi. 73

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 (a) (b) Gambar 55 Pegujian sistem navigasi lintasan lurus ; (a) tanpa simpangan dan (b) penggunaan simpangan awal Pengujian dilakukan dengan memberikan simpangan awal yang terletak di sebelah kiri jalur set point dengan besar simpangan 172 cm, dan pada pengujian kedua, simpangan awal yang terletak disebelah kanan lintasan dengan besar simpangan 263 cm. berdasarkan hasil pengujian, sistem mampu memperbaiki posisi traktor, sehingga traktor bergerak mendekati jalur set point dengan orientasi maju traktor yang sesuai. Koordinat hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 55. 2. Pengujian lintasan persegi panjang Pada pengujian ini traktor akan diperintahkan untuk bergerak membentuk persegi panjang sesuai dengan lintasan yang telah diatur. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan sistem dalam melakukan manuver belok. Lintasan tersebut dibuat berdasarkan kombinasi 4 titik pojok kotakan lahan. Lahan yang digunakan pada pengujian ini berukuran 40 x 20 m dengan titik belok berjarak 3.5 m dari ujung lintasan. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Koordinat pergerakan traktor dapat dilihat pada Gambar 56. Simpangan maksimum dan rata-rata dapat dilihat pada Tabel 6. 74

(a) Ulangan 1 (b) Ulangan 2 (c) Ulangan 3 Gambar 56 Pegujian sistem navigasi traktor lintasan kotak Tabel 6 Hasil pengujian sistem navigasi lintasan persegi panjang Ulangan Parameter Rata-rata 1 2 3 Simpangan maks (cm) lurus 48.9 28.98 31.35 36.4 Simpangan rata-rata (cm) lurus 14.91 9.94 9.87 11.6 Simpangan maks (cm) belok 84.55 84.79 46.72 72.0 Simpangan rata-rata (cm) belok 37.15 37.15 31.07 35.0 Berdasarkan hasil pengujian, simpangan yang terjadi akibat manuver belok cukup besar, akan tetapi sistem mampu mengembalikan traktor ke lintasan set-point, sehingga simpangan rata-rata pada lintasan lurus kecil. Berdasarkan hal tersebut, maka pengujian dapat dilanjutkan ke pengujian yang terakhir berupa pengujian pengolahan lahan menggunakan garu rotari. 3. Pengujian pengolahan tanah Pengujian terakhir berupa pengujian pengolahan tanah menggunakan rotary harrower. Lahan yang digunakan berukuran 40 x 20 m. RPM mesin diset pada 2200 rpm, dengan tinggi lower link implemen diset 35 cm atau posisi maksimum menyentuh tanah pada lintasan olah dan terangkat maksimum (83 cm) pada lintasan belok serta area belok. Pengujian hanya dilakukan pada satu pola pengolahan tanah yaitu pola overlapping alteration dengan lebar kerja disesuaikan dengan lebar kerja 75

implemen yang digunakan berupa garu rotari sebesar 1.6 m. Pemilihan pola ini dilakukan karena mekanisme belok yang digunakan tanpa menggunakan rem kanan atau kiri, sehingga radius putar yang digunakan masih cukup besar yaitu 3.6 m. lebar lahan olah yang akan diuji harus lebih besar dari 4 kali radius putar sehingga lahan mampu diolah seluruhnya. Koordinat pergerakan traktor dapat dilihat pada Gambar 57. Simpangan maksimum dan rata-rata yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 7. Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Gambar 57 Pegujian sistem navigasi traktor pada pengolahan tanah menggunakan rotary harrower Tabel 7 Hasil pengujian sistem pada pengolahan tanah Ulangan Parameter Rata-rata 1 2 3 Simpangan maks (cm) lurus 82.3 50.4 61.5 64.7 Simpangan rata-rata (cm) lurus 22.1 14.2 17.5 17.9 Simpangan maks (cm) belok 224.7 195.5 186.5 202.3 Simpangan rata-rata (cm) belok 52.6 71 54.9 59.5 Berdasarkan hasil pengujian, simpangan yang terjadi pada lintasan lurus memiliki nilai rata-rata 17.9 cm, hal ini masih dapat ditolerir pada pengolahan tanah, dikarenakan lebar kerja alat 1.6 m. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan simpangan yang tejadi antara lain: algoritme pengolahan dan penentuan aksi yang harus dilakukan traktor masih sederhana, hanya berdasarkan simpangan dan error 76

orientasi pada satu waktu, sehingga pergerakan traktor masih kasar. Pengembangan algoritma diperlukan agar penentuan sudut belok yang harus dilakukan lebih baik seperti penggunaan beberapa series posisi traktor, sehingga orientasi maju traktor lebih baik dan simpangan yang dihasilkan pun menurun. Pengambilan keputusan sudut belok juga sebaiknya menggunakan algoritme yang lebih kompleks seperti PID ataupun fuzzy logic. Waktu yang dibutuhkan untuk mengolah data GPS menjadi suatu tindakan adalah 18 ms pada kondisi laptop normal. Besarnya getaran dapat menurunkan kinerja prosesor laptop sehingga waktu yang dibutuhkan pun lebih lama. Hal ini juga menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk menerima data GPS dan mengirimkan perintah ke mikrokontroller lebih lama. Hal ini diduga menjadi penyebab masih terdapat data GPS yang terpotong atau tidak sempurna diterima oleh komputer pengendali. Hal yang dilakukan apabila kejadian tersebut terjadi adalah dengan menduga posisi traktor berdasarkan delta posisi sebelumnya. Pada saat masalah tersebut terjadi, sistem menduga posisi traktor dengan menggunakan sistem dead reckoning, yaitu menduga posisi traktor berdarkan posisi terakhir serta asumsi jarak yang terjadi berdsarkan delta perubahan posisi sebelumnya. Contoh data GPS yang tidak sempurna dan data yang sempurna diterima oleh komputer pengendali dapat dilihat pada Gambar 58. 821,S,10643.68739,E,4,10,0.9,208.701, M,1.035,M,1.2,0444*61 (a) $GPGGA,025723.00,0633.80999,S,106 43.68731,E,4,10,0.9,208.701,M,1.035, M,1.0,0444*61 (b) Gambar 58 Pesan GPS yang diterima; (a) pesan terpotong dan (b) pesan sempurna Pengolahan menggunakan rotary umumnya dilakukan setelah proses pengolahan tanah menggunakan bajak, sehingga kondisi tanah pun bergelombang. Hal ini menyebabkan traktor mengalami kesulitan dalam memperbaiki sudut roda depan dikarenakan torsi yang dibutuhkan menjadi lebih besar. Hal ini diduga meningkatkan nilai simpangan yang terjadi. Kondisi tanah sebelum dan sesudah pengolahan dapat dilihat pada Gambar 59. 77

(a) (b) Gambar 59 Kondisi tanah pengujian; (a) sebelum pengolahan dan (b) setelah pengolahan Hubungan antara besaran simpangan yang terjadi dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan traktor ke lintasan set-point berbentuk logaritmik. Semakin besar simpangan, maka waktu yang dibutuhkan per satuan jarak semakin kecil, yang berarti semakin besar simpangan, semakin besar pula perubahan perbaikan simpangan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 60. Gambar 60 Hubungan besar simpangan dan waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke lintasan set-point Hubungan yang terjadi antara besar simpangan dan panjang lintasan yang dibutuhkan untuk kembali ke lintasan set-point pun membentuk sebuah persamaan logaritmik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 61. Hal ini berarti semakin besar 78

simpangan yang terjadi, semakin besar pula panjang lintasan perbaikan simpangan yang terjadi. Nilai simpangan yang digunakan adalah simpangan maksimum yang terjadi pada setiap lintasan terutama ketika traktor selesai melakukan manuver belok. Contoh pengambilan simpangan maksimum dapat dilihat pada Gambar 62. Gambar 61 Hubungan besar simpangan dan panjang lintasan yang dibutuhkan untuk kembali ke jalur set-point Simpangan maksimum lintasan 1 Simpangan maksimum lintasan 1 Panjang lintasan perbaikan Panjang lintasan perbaikan Gambar 62 Contoh penentuan simpangan terbesar dan panjang lintasan perbaikan 79

Terdapat perbedaan waktu perbaikan dengan panjang lintasan perbaikan yang dibutuhkan antara hasil pengujian dengan teori yang dibangun. Hal ini dipengaruhi oleh adanya delta orientasi yang terjadi antara orientasi real dengan orientasi yang seharusnya sehingga dibutuhkan waktu bagi traktor untuk membentuk orientasi yang seharusnya. Hal yang mungkin mempengaruhi juga adalah penentuan besarnya sudut roda depan yang harus dibentuk berdasarkan delta orientasi tersebut belum maksimal, sehingga perlu diperbaiki aturan (rules) penentuan sudut roda depan traktor. Secara umum sistem telah bekerja cukup baik, dikarenakan meskipun simpangan maksimum yang terjadi pada saat belok cukup besar, sistem mampu mengembalikan traktor ke jalur set point yang diharapkan, sehingga simpangan yang terjadi pada lintasan lurus menjadi lebih kecil. 80