BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam lima tahun terakhir, perekonomian Indonesia cenderung tumbuh melambat. Perekonomian Indonesia diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB), dan pertumbuhan ekonomi dihitung dari pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan 2010. Tahun 2011, Perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 6,17 persen dan hingga tahun 2013 melambat di besaran 5,58 persen. Lambannya pertumbuhan ekonomi tahun 2013 disebabkan ketidakpastian ekonomi global dan adanya isu finansial seperti defisit transaksi berjalan, inflasi yang tinggi,kenaikan harga BBM bersubsidi pada Juni 2013 dan nilai tukar rupiah yang melemah (www.bps.go.id). Menurut Bambang Dradjat dalam situs http://pustaka.litbang. pertanian.go.id menyatakan bahwa Perkebunan merupakan subsektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional melalui kontribusi dalam pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja, penerimaan ekspor, dan penerimaan pajak. Dalam perkembangannya, subsektor ini tidak terlepas dari berbagai dinamika lingkungan nasional dan global. Perubahan strategis nasional dan global tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan perkebunan harus mengikuti dinamika lingkungan perkebunan. Pembangunan perkebunan harus mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi perkebunan selain mampu menjawab tantangan - tantangan globalisasi. Krisis ekonomi dalam yang melanda
Indonesia dan beberapa negara dikawasan Asia Pasifik, telah membuka kesadaran dan cakrawala baru. Sektor pertanian, khususnya perkebunan, yang akhir-akhir ini daya tariknya tertutupi oleh glamournya sektor industri, mencuat kembali sebagai sektor usaha yang menarik. Bahkan berbagai kalangan melihat bahwa usaha di bidang perkebunan merupakan usaha yang strategis untuk perekonomian Indonesia, paling tidak selama 20 30 tahun mendatang. Salah satu daya tarik utamanya adalah sesuai dengan perjalanan sejarahnya, sebagai penghasil devisa. Selain itu, dengan turunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, maka pendapatan petani dalam Rupiah meningkat tajam yang apabila dikelola dengan baik akan membuka peluang bagi pemupukan modal guna meningkatkan kinerja perkebunan. Namun bersamaan dengan merebaknya krisis ekonomi menjadi krisis multidimensi, perkebunan mengalami imbas. Berbagai permasalahan melingkupi subsektor perkebunan dan sebagian diantaranya merupakan permasalahan yang menunjuk pada kegagalan pemerintah dalam pembangunan perkebunan. Permasalahan - permasalahan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut : Orientasi kebijakan perkebunan sejauh ini membedakan secara tajam antara perkebunan besar (BUMN dan swasta, termasuk PMA) dengan perkebunan rakyat, Kebijakan pengembangan perkebunan yang ekstentif, sejauh ini telah mengesampingkan produktivitas, efisiensi, dan product development. Dengan berbagai upaya pembangunan, secara umum beberapa komoditas mengalami kenaikan produktivitas, namun secara umum produktivitas komoditas perkebunan masih rendah dan masih dapat ditingkatkan. Masih rendahnya produktivitas komoditas perkebunan tersebut merupakan tantangan bagi pengembangan
perkebunan kedepan. Produktivitas perkebunan nasional masih tertinggal dari perkebunan negara tetangga, khususnya Malaysia dan Thailand dan Masalah pemasaran dan ekonomi pada pasar primer, yaitu pasar hasil perkebunan dari Perkebunan Rakyat, pekebun yang berjumlah ribuan dan terpencar berhadapan dengan beberapa pedagang (desa sampai kabupaten) dan karena sifat produk perkebunan yang harus diolah berhadapan dengan kelompok industri pengolahan primer. Struktur pasar yang berkembang cenderung kearah struktur pasar tidak bersaing (oligopsoni). Hal ini mengindikasikan daya saing industri dan produk perkebunan Indonesia masih sangat lemah. Perekonomian perkebunan juga masih didominasi oleh produk primer perkebunan. Padahal, potensi untuk mengembangkan industri hilir perkebunan masih terbuka dan pasar produk hilir perkebunan lebih prospektif. Malaysia merupakan salah satu contoh negara produsen produk perkebunan, baik primer maupun hilir. Adapun masalah yang lain yang sedang dihadapi sub sektor perkebunan yakni kebijakan pemerintah yang menetapkan pajak ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebesar 50 dolar AS per ton dalam hal ini untuk mendukung program biodiesel domestik yang menyebabkan diskon harga domestik CPO yang diterima perseroan dan petani dari menjual CPO dan FFB (Fresh Fruit Bunch) di pasar lokal. Bea Keluar CPO yang kembali dipungut pemerintah mulai Mei 2016 ini, berpotensi menyebabkan berkurangnya pendapatan penjualan produk sawit dan petani di pasar lokal (beritasatu.com).
Berdasarkan kejadian yang ada salah satu perusahaan perkebunan yang terkena imbas nya dari berbagai masalah yang sedang dihadapi oleh sektor perkebunan yaitu PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk. Salah satu faktor yang mengindikasikan hal tersebut yakni terjadinya penurunan laba bersih dan kerugian yang di alami PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk selama kurun waktu 2010 2015. Berikut ini disajikan dalam bentuk Grafik dan Tabel Pendapatan Bersih yang di peroleh PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk Periode 2010-2015 Grafik 1.1 Pendapatan Bersih PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk Dalam Ribuan Rupiah Rp1,000,000,000 Rp500,000,000 Rp- Rp(500,000,000) Rp(1,000,000,000) Rp(1,500,000,000) Rp(2,000,000,000) Rp(2,500,000,000) Rp(3,000,000,000) 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Pendapatan Rp808,6 Rp745,5 Rp(1,06 Rp(2,76 Rp(682, Rp(517, Sumber : Laporan Keuangan PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk Periode 2010-2015
Tabel 1.1 Pendapatan Bersih PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk Periode 2010-2015 Tahun Pendapatan Bersih ( Net Income) 2010 Rp 808.694.189.000 2011 Rp 745.500.653.000 2012 Rp - 1.067.598.777.000 2013 Rp - 2.766.719.041.000 2014 Rp - 682,944,002.000 2015 Rp - 517.534.093.000 Sumber : Laporan Keuangan PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk Periode 2010-2015 Dari Grafik dan Tabel di atas dapat tergambar bahwa perusahaan sedang mengalami kesulitan dalam keuangannya karena penurunan yang terjadi pada Laba bersih perusahaan dan bertambah buruk dengan mengalami kerugian dalam kurun waktu 4 tahun terakhir terhitung dari 2012-2015. Hal tersebut bisa saja berujung pada kebangkrutan perusahaan.
Tabel 1.2 Perbandingan Rasio Debt to Equity ratio PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk dengan Debt to Equity ratio rata rata Industri Perkebunan Periode 2010-2014 TAHUN RASIO DER UNSP RASIO DER RATA - RATA INDUSTRI PERKEBUNAN 2010 1.20 1.05 2011 1.06 0.82 2012 1.40 1.03 2013 2.70 1.21 2014 3.20 1.17 Sumber : www.idx.co.id,diolah Dari tabel 1.2 dapat dilihat bahwa rasio debt to equity ratio seharusnya lebih kecil daripada rasio debt to equity ratio rata rata industri perkebunan ini menunjukan bahwa kinerja perusahaan PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk dibawah rata rata industri perkebunan dari tahun 2010 2014. Financial distress merupakan tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan. Untuk itu pengenalan lebih awal kondisi perusahaan yang mengalami financial distress menjadi penting untuk dilakukan. Menanggapi kondisi ini diperlukan suatu model prediksi kebangkrutan sebagai sistem peringatan dini (early warning system) untuk mengantisipasi lebih lanjut munculnya financial distress yang mengarah kepada potensi kebangkrutan.
Hal ini bertujuan agar para investor,kreditor dan pihak pihak yang berkepentingan di dalam perusahaan dapat mengatasi dan memperbaiki krisis keuangan yang sedang dialami oleh perusahaan. Berdasarkan fenomena yang sedang dialami PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk, maka perusahaan perlu memprediksi kebangkrutan dengan menganalisis laporan keuangan. Prediksi bahwa suatu perusahaan akan mengalami kebangkrutan di masa mendatang juga merupakan pertimbangan dalam mengeluarkan opini audit going concern. Indikasi kebangkrutan suatu perusahaan yang mengalami financial distress, yaitu suatu situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi untuk mengambil suatu langkah perbaikan (Ningtias, 2011). Analisis rasio keuangan ditunjukkan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi dimasa lalu dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut, untuk kemudian menunjukkan risiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan (Sumantri dan Teddy Jurnali, 2010).. Secara umum dikatakan bahwa laporan keuangan adalah laporan yang menunjukan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu (Kasmir, 2010:66). Di dalam laporan keuangan inilah kita dapat mengetahui kondisi keuangan perusahaan tentunya setelah menganalisis laporan keuangan tersebut. Namun terdapat masalah dalam pemakaian analisis rasio karena masingmasing rasio memiliki kegunaan dan memberikan indikasi yang berbeda
mengenai kesehatan keuangan perusahaan. Terkadang rasio-rasio tersebut juga terlihat berlawanan satu sama lain. Oleh karena itu, jika hanya bergantung pada perhitungan rasio secara individual maka para investor akan mendapat kesulitan dan kebingungan untuk memutuskan apakah perusahaan dalam kondisi sehat atau sebaliknya. Untuk melengkapi keterbatasan dari analisis rasio tersebut dapat dipergunakan alat analisis yang menghubungkan beberapa rasio sekaligus untuk memprediksi potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Analisis ini dikenal dengan nama analisis Z-score (Altman,1968) Prediksi kebangkrutan usaha berfungsi memberikan panduan bagi pihakpihak yang terkait tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami financial distress atau tidak di masa yang akan datang. Kebangkrutan perusahaan tentu membuat para investor dan kreditur merasa khawatir. Untuk memperkecil rasa kekhawatiran investor dan kreditur serta pihak pihak yang terkait di dalam perusahaan, Sebenarnya resiko kebangkrutan perusahaan dapat dilihat dan diukur dari Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan Oleh karena itu perlunya metode analisis yang akurat untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan di masa mendatang. Adapun model analisis yang sering digunakan adalah model Altman Z-score dan model Springate. Metode Edward I. Altman Z-Score pada tahun 1968, model ini memiliki lima variabel rasio keuangan yaitu working capital to total assets,retained earning to total assets, earning before interest and tax to total assets, market value to total liabilities, dan sales total to assets. Hasilnya model ini dapat memprediksi
kebangkrutan dengan tingkat akurasi sebesar 95% sebelum mengalami kebangkrutan. Formula Z-Score diperkenalkan dan dipublikasikan pada tahun 1968 oleh Edward I. Altman. Pada saat itu Altman adalah Asisten Profesor Keuangan di Universitas New York.yang dikembangkan untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan perusahan dan dapat juga digunakan sebagi ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan. Metode ini menggunakan rasio rasio tertentu dalam rangka memprediksi resiko kebangkrutan sebuah perusahaan. Metode ini juga telah mengalami revisi pada tahun 1983 dan mengalami modifikasi di tahun 1993, dengan mengubah beberapa variable dalam formula Z-Score nya. Model Springate adalah model rasio yang menggunakan multiple discriminat analysis ( MDA ) yang dikembangkan pada tahun 1978 oleh Gorgon L.V. Springate. Model ini memiliki empat rasio yaitu rasio modal kerja terhadap total aset, rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aset, rasio laba sebelum pajak terhadap liabilitas lancar dan rasio penjualan terhadap total aset. Penelitian mengenai financial distress telah banyak di lakukan di Indonesia diantaranya dilakukan oleh Hafiz Adnan dan Dicky Arisudhana (2009) di dalam penelitiannya metode analisis yang digunakan adalah menggunakan analisis Z score Altman dan analisis springate untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan properti dimana mendapatkan hasil sebagian besar perusahaan mengalami kebangkrutan selama tahun 2005 sampai 2009.
Batara Aldino Safitra, dkk (2011) dalam penelitiannya memprediksi kebangkrutan perusahaan rokok periode 2007 2011 menggunakan metode Altman Z-score menghasilkan dua perusahaan yang menghasilkan nilai z-score diatas 2,99 yang dikategorikan sehat, sedangkan satu perusahaan menghasilkan nilai z-score diantara 1,81 2,9 yang dikategorikan rawan kebangkrutan. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dan fenomena yang terjadi diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Kebangkrutan Dengan Menggunakan Model Altman Z Score Modifikasi dan Springate (Studi Kasus Pada Perusahaan PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk Periode 2010 2015 ). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan sebelumnya, maka yang akan menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana prediksi tingkat kebangkrutan model Altman Z-Score Modifikasi pada Perusahaan PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk Periode 2010-2015? 2. Bagaimana prediksi tingkat kebangkrutan model Springate pada Perusahaan PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk Periode 2010-2015?
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Untuk mengetahui prediksi tingkat kebangkrutan menggunakan model Altman Z-Score modifikasi pada Perusahaan PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk Periode 2010 2015. b) Untuk mengetahui prediksi tingkat kebangkrutan menggunakan model Springate pada Perusahaan PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk Periode 2010 2015. 2. Kontribusi Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan ini untuk kontribusi pembaca dan penulisnya adalah sebagai berikut : 1) Kontribusi Praktik a. Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi investor yang akan dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi khususnya jika para investor yang ingin menanamkan modalnya pada saham Perusahaan PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk Pada Periode 2010 2015. b. Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi perusahaan yang go public untuk memberikan laporan keuangan secara benar serta dapat menjadi referensi bagi penentuan kebijakan kebijakan perusahaan dan sebagai bahan masukan dalam mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan.
2) Kontribusi Akademik a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis baik dari segi teori maupun praktek dalam menganalisis potensi kebangkrutan perusahaan dengan berbagai model seperti Altman z-score dan Springate. b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai alat perbandingan bagi penelitian sejenis dan selanjutnya diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam melakukan penelitian berikutnya.