4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

PERAN MANAJEMEN TEKNOLOGI DALAM KEBERHASILAN REVITALISASI PABRIK GULA DI INDONESIA

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

DWIYANlP HENDRAWATL Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Dibawah biiigan RITA NJRMALINA SURYANA)

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

yang tinggi dan ragam penggunaan yang sangat luas (Kusumaningrum,2005).

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran

PERENCANAAN BAHAN BAKU PADA PRODUKSI GULA TEBU (Studi Kasus PTPN XI PG Djatiroto Kabupaten Lumajang)

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

KETERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN TENAGA KERJA SEBAGAI FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PRODUKSI GULA DI PG WONOLANGAN KABUPATEN PROBOLINGGO PENDAHULUAN

Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM

III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

7 SIMULASI MODEL DINAMIS

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATEGI BISNIS DALAM MENGHADAPI PELEMAHAN EKONOMI DUNIA 2017 CORPORATE ENTREPRENEURSHIP

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

I. PENDAHULUAN. Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN RENDEMEN DAN HABLUR TANAMAN TEBU

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang program TRI 1975 dengan tujuan

PENGKAJIAN PENERAPAN TEKNIS BAKU BUDIDAYA BIBIT TEBU VARIETAS PS 851 DAN PS 951 PADA TINGKAT KEBUN BIBIT DATAR

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa,

KEBIJAKAN PERDAGANGAN GULA INDONESIA DAN KESEJAHTERAAN PETANI TEBU

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1984 Indonesia telah dapat berswaswembada beras. Namun, akhir-akhir ini

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pemerintah yang konsisten yang mendukung pembangunan pertanian. Sasaran pembangunan di sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan

Transkripsi:

83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik gula (melibatkan generasi 1, 2, dan 3 ). Permasalahan yang dihadapi pada Generasi 1 adalah kelemahan dalam budidaya bibit tebu. Bibit tebu yang akan ditanam dapat berupa 1) bibit pucuk, yang diambil dari bagian pucuk tebu yang akan digiling (umur 12 bulan); 2) bibit batang muda, yang diambil dari tanaman tebu umur 5 7 bulan; 3) bibit rayungan, yang diambil dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan berupa stek yang tumbuh tunasnya tetapi akar belum keluar; dan 4) bibit siwilan, yang diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman yang pucuknya sudah mati. Kualitas bibit antara lain ditentukan oleh varietas tebu yang akan digunakan sebagai bibit tanaman. Varietas tebu yang unggul ditanam antara lain PS 58, PS 56, PS 41, BZ 63, BZ 81, BZ 107 dan klon-klon POY 3016. Varietas tebu ini akan berpengaruh terhadap besarnya rendemen (prosentase kandungan gula) dalam tebu. Selama 20 tahun terakhir (Soetedjo 2002) sudah puluhan varietas baru berhasil ditemukan namun potensi rendemen hanya 12 (dua belas) persen, bahkan rendemen nyata tinggal tujuh persen akibat banyaknya faktorfaktor lain di lapangan. Menurut Soetedjo (2002) PT Perkebunan Nusantara XI di Jawa Timur berupaya mencari terobosan dengan mengembangkan varietas baru tanaman tebu, yaitu varietas R-579. Varietas baru ini mampu menghasilkan rata-rata 10,07 ton gula/hektare atau dua kali lipat dibandingkan produktivitas nasional yang rata-rata 4 ton gula/hektare. Angka itu juga melampaui program akselerasi produksi gula nasional tahun 2007 sebanyak 8,5 ton gula/hektare. Oleh karena itulah, Menteri Pertanian Bungaran Saragih memberikan penghargaan khusus kepada PT Perkebunan Nusantara XI atas pengembangan varietas baru R-579 melalui SK Mentan No 372/TU.210/A/XI/2002. Varietas

84 ini pada musim giling yang sedang berjalan (tahun 2002) dikembangkan di Pabrik Gula Djatiroto, Lumajang dengan produktivitas bervariasi antara 8-15 ton gula/hektare. Permasalahan yang dihadapi pada Generasi 2 adalah kelemahan dalam budidaya tanaman tebu yang menggunakan sistem budidaya ratoon dengan keprasan (membesarkan tunas setelah tebu di panen) yang lebih dari 3 kali, bahkan hingga belasan kali, dengan pemeliharaan yang kurang memadai sehingga sebagaian besar tanaman banyak terserang hama penyakit. Selain itu, pengelolaan proses tebang, angkut dan giling kurang optimal. Selain kelemahan dalam hal budidaya tanaman tebu, permasalahan pada generasi 2 juga di sebabkan oleh menurunnya luas areal tebu. Menurunnya luas lahan yang ditanami tebu disebabkan oleh adanya kebebasan petani untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya, yang semula segala sesuatunya diatur oleh pemerintah, sejak adanya Inpres Nomor 5 tahun 1998 dan Undang-undang nomor 12 tahun 1992. (Sastrotaruno 2001). Keengganan petani untuk memanfaatkan lahan (yang relatif sempit) yang dimilikinya untuk menanam tebu merupakan akibat dari rendahnya provenue yang ditetapkan oleh pemerintah dibandingkan dengan biaya budidaya tebu yang harus dikeluarkan oleh petani. Selain itu, sistem pengukuran rendemen yang dilakukan oleh pabrik gula lebih banyak merugikan petani, padahal berdasarkan pengukuran tersebut petani akan memperoleh kompensasi terhadap tebu yang diserahkan ke pabrik gula. Menurunnya luas lahan yang ditanami tebu pada akhirnya akan menyebabkan kurangnya produksi tebu yang dihasilkan dan menyebabkan kontinuitas pasokan tebu ke pabrik gula menjadi terhambat. Pabrik gula di Indonesia menurut Ismail (2005) sebagian besar dikelola dalam manajemen BUMN, ada tujuh BUMN sebagai holding company yang mengelola 52 pabrik gula dan tiga perusahaan swasta mengelola enam Pabrik gula. Permasalahan yang dihadapi pada Generasi 3 adalah rendahnya tingkat efisiensi pabrik gula yang antara lain disebabkan oleh teknologi yang dimiliki telah usang, mesin pabrik yang sudah tua, dan hari giling per tahun yang rendah. Hari giling per tahun rendah disebabkan oleh kontinuitas pasokan

85 bahan baku (tebu) yang rendah. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dihadapi meliputi masalah pabrik dan manajemen serta hancurnya hubungan fungsional antar komponen sistem agribisnis gula. Permasalahan-permasalahan tersebut di atas menyebabkan produksi gula menurun dan tidak dapat mencukupi permintaan gula yang terus bertambah akibat meningkatnya jumlah populasi dan meningkatnya pendapatan masyarakat. Gap yang terjadi dan ketidaktepatan kebijakan pemerintah menyebabkan permasalahan yang dihadapi industri gula nasional semakin besar. Oleh karena itu, in-efisiensi pada industri gula Indonesia tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan kebijakan ekonomi mikro dan kebijakan ekonomi makro yang mempengaruhinya. Ketidakmampuan industri gula nasional mencukupi kebutuhan gula untuk konsumsi dan input bagi industri makanan dan minuman di dalam negeri disebabkan oleh rendahnya produktivitas dan efisiensi industri gula nasional. P3GI (2008) menyebutkan bahwa peningkatan produktivitas industri gula nasional dapat dilakukan dengan 1) peningkatan areal (lahan) untuk bahan baku (tebu), 2) peningkatan kapasitas giling pabrik gula, dan 3) peningkatan produktivitas pabrik gula. Selain itu, P3GI (2008) juga menyebutkan bahwa peningkatan produktivitas pabrik gula dapat dilakukan dengan 1) peningkatan tebu/ha, dan 2) peningkatan rendemen. Upaya untuk mengatasi permasalahan industri gula nasional melalui peningkatan produktivitas seluruh pabrik gula yang dilakukan melalui peningkatan rendemen, pada prinsipnya adalah peningkatan efisiensi proses pada pabrik gula (PG). Hal ini disebabkan karena peningkatan rendemen dapat dilakukan melalui peningkatan gula yang dapat diperoleh dari tebu dan menurunkan kehilangan gula selama proses. produktivitas melalui peningkatan rendemen mempunyai keunggulan tertentu (P3GI 2008) yaitu 1) tidak diperlukannya peningkatan kapasitas giling, 2) tidak diperlukannya peningkatan biaya tebang angkut, dan 3) mengurangi biaya proses produksi gula. Selain itu, permasalahan efisiensi industri gula nasional juga terselesaikan.

86 Secara ringkas, keterkaitan upaya untuk mengatasi permasalahan produktivitas industri gula ditunjukkan pada Gambar 34. Pilihan upaya untuk mengatasi permasalahan produktivitas industri gula berupa peningkatan produktivitas PG, adapun pilihan peningkatan produktivitas PG dilakukan melalui peningkatan rendemen. rendemen berarti peningkatan efisiensi PG. Oleh karena itu, produktivitas PG dan efisiensi PG perlu memperoleh perhatian. lahan tebu tebu / ha rendemen kapasitas giling PG produktivitas PG Produktivitas Industri Gula efisiensi PG Gambar 34 Keterkaitan Upaya untuk Mengatasi Permasalahan Produktivitas Industri Gula Rendahnya rerata produktivitas maupun rerata rendemen dalam kurun waktu lima tahun terakhir jika dibandingkan dengan tahun 1935 menunjukkan perlunya upaya perbaikan kinerja (produktivitas dan efisiensi) industri gula. Upaya perbaikan kinerja dapat melibatkan konflik kebutuhan antar pelaku sistem, keterbatasan sumberdaya, dan kendala eksternal. Selain itu, perlu diperhatikan tujuan dari tahap analisis perbaikan kinerja yang merupakan output dari sistem analisis perbaikan kinerja. Hal tersebut menunjukkan kompleksitas sistem analisis perbaikan kinerja industri gula. Kompleksitas yang dihadapi dalam upaya perbaikan kinerja pabrik gula dan merujuk pada definisi mengenai perbaikan kinerja yang dikemukakan oleh LaBonte (2001) maka untuk mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan analisis perbaikan kinerja industri gula perlu digunakan pendekatan sistem.

87 Dengan pendekatan sistem maka analisis perbaikan kinerja industri gula harus dilihat sebagai satu kesatuan yang menyeluruh. Oleh karena itu, semua faktor (bagian) yang penting dalam mendapatkan solusi permasalahan dan pembuatan suatu model untuk membantu keputusan yang rasional perlu diidentifikasi. Analisis sistem bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dari berbagai pemangku kepentingan yang terkait dengan analisis perbaikan kinerja pabrik gula. Hasil akhir dari analisis sistem berupa masukan dan keluaran serta pengendalian dari sistem yang dirancangbangun dalam bentuk diagram 4.2 Analisa Kebutuhan Merujuk pada Eriyatno (2003), langkah awal yang dilakukan dalam pengkajian suatu sistem adalah analisis kebutuhan. Oleh karena itu, analisis sistem dimulai dengan analisis kebutuhan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan analisis perbaikan kinerja industri gula. Pendekatan yang dipilih dalam mengidentifikasi stakeholders terkait dengan sistem analisis perbaikan kinerja yaitu kombinasi dari pendekatan stakeholders value dan ethically critical stakeholder value. Berdasarkan pendekatan tersebut maka stakeholders yang akan dianalisis lebih lanjut terdiri atas 1) petani tebu (dan asosiasi petani tebu rakyat), 2) pabrik gula (milik BUMN dan swasta murni), 3) konsumen (rumah tangga dan industri pangan), 4) pedagang gula, dan 5) pemerintah (sebagai regulator). Selanjutnya, dilakukan identifikasi terhadap kebutuhan ke lima stakeholders tersebut di atas. Adapun hasil identifikasi kebutuhan stakeholders ditunjukkan pada Tabel 4. 4.3 Formulasi Masalah Untuk memenuhi kebutuhannya setiap stakeholder dihadapkan pada berbagai permasalahan. Oleh karena itu, diperlukan identifikasi permasalahan yang dihadapi setiap stakeholder agar sistem yang dirancangbangun dapat mengatasi permasalahan dan kebutuhan setiap stakeholder dapat terpenuhi.

88 Tabel 4 Daftar Stakeholders dan Kebutuhannya No. Stakeholder Kebutuhan 1 Petani Tebu - Penentuan Rendemen yang tepat - Memperoleh harga di atas harga pokok produksi - Perluasan kesempatan kerja - Kemudahan memperoleh sarana produksi - produksi dan produktivitas lahan 2 Pabrik Gula - Memperoleh pasokan bahan baku sesuai jumlah yang diperlukan - Memperoleh pasokan bahan baku dengan kualitas yang baik - Memperoleh pasokan bahan baku sesuai jadwal (tepat waktu) - Meningkatnya produktivitas - Tercapainya skala ekonomi 3 Konsumen - Memperoleh gula dengan harga murah - Memperoleh gula yang berkualitas - Kontinuitas ketersediaan gula terjamin 4 Pedagang gula - Kemudahan memperoleh gula - Memperoleh harga yang murah - Memperoleh keuntungan dari proses distribusi gula 5 Pemerintah - Tercapainya swasembada gula - Meningkatnya lapangan kerja dan kesempatan berusaha Adapun hasil identifikasi permasalahan yang dihadapi setiap stakeholder adalah sebagai berikut : Petani Tebu Permasalahan yang dihadapi petani tebu sebagai pemasok pabrik gula yaitu dalam hal penentuan rendemen tebu, yang sampai saat ini masih menjadi faktor utama belum bersinerginya hubungan antara petani tebu dan pabrik gula. Menurut Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (2010) penentu besarnya rendemen adalah prestasi petani dan prestasi pabrik gula. Namun, saat ini penentuan rendemen tidak memisahkan prestasi petani dengan pabrik gula. Selain itu, prestasi petani sulit dibedakan antar petani. Hal tersebut dapat mengakibatkan menurunnya pendapatan petani. Oleh karena itu, upaya perbaikan dalam hal efisiensi pabrik gula dan sistem penetapan rendemen menjadi hal penting bagi petani tebu.

89 Pabrik Gula Permasalahan yang dihadapi pabrik gula milik BUMN sampai saat ini yaitu rendahnya tingkat efisiensi produksi (yang tercermin dari kehilangan gula (pol) selama proses pengolahan). Akibatnya, rendemen gula yang diterima petani menjadi rendah dan harga pokok gula hablur yang dihasilkan tidak memiliki daya saing. Rendahnya tingkat efisiensi terkait dengan rerata umur mesin yang sudah tua, rendahnya kapasitas giling yang dimiliki pabrik gula, dan rendahnya kecukupan (jumlah), kontinuitas, serta kualitas bahan baku tebu. Oleh karena itu, upaya perbaikan dalam hal efisiensi produksi pabrik gula dan terjaminnya pasokan tebu menjadi hal penting bagi pabrik gula. Konsumen Permasalahan yang dihadapi konsumen rumah tangga dan industri pangan yaitu tingginya harga gula di pasar dalam negeri. Hal ini telah merugikan perekonomian secara keseluruhan, dan menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya daya saing industri makanan dan minuman berbahan baku gula. Tingginya harga gula terkait dengan rendahnya efisiensi dan produktivitas pabrik gula serta terdistorsinya harga gula di pasar internasional. Oleh karena itu, upaya perbaikan dalam hal efisiensi dan produktivitas pabrik gula menjadi hal penting bagi konsumen (rumah tangga dan industri pangan). Pedagang Gula Permasalahan yang dihadapi pedagang gula yaitu tingkat kompetisi yang tidak mencerminkan kondisi permintaan dan penawaran gula yang sesungguhnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh struktur pasar yang bersifat oligopolistik, dalam setiap lelang gula yang dilakukan oleh APTRI atau PTPN hanya beberapa pedagang yang terlibat. Di samping itu, lemahnya penegakan hukum untuk memberantas penyelundupan dan manipulasi dokumen gula impor, telah mempengaruhi penawaran dan harga gula di pasar dalam negeri.

90 Ditinjau dari sisi situasi pasar gula dunia, harga gula dunia di pasar internasional telah terdistorsi. Selain itu, adanya kebijakan domestic support dan export subsidy yang dilakukan oleh negara-negara produsen gula dunia. Kondisi tersebut di atas menyebabkan harga gula dalam negeri jauh lebih tinggi dibandingkan dengan gula impor sehingga sebagian besar pedagang gula dirugikan. Permasalahan ini dapat diatasi dengan mengupayakan perbaikan efisiensi dan produktivitas pabrik gula. Pemerintah Pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, dan pertumbuhan industri makanan dan minuman menyebabkan terjadinya akselerasi peningkatan permintaan gula nasional. Di sisi lain, penurunan produksi gula nasional menyebabkan defisit yang harus dipenuhi dan mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan impor gula. Ketergantungan terhadap impor gula merupakan ancaman bagi ketahanan pangan nasional sekaligus kehilangan kesempatan pasar dan kesempatan kerja. Hilangnya kesempatan kerja dapat menimbulkan masalah-masalah sosial yang dapat mengganggu stabilitas sosial dan politik. Resiko politik menjadi lebih besar lagi apabila dilihat gula sebagai salah satu komoditas strategis ditinjau dari sistem pertanian dan perekonomian nasional. Berdasarkan hal tersebut di atas, ketergantungan terhadap impor tidak dapat diterima baik secara politik maupun secara ekonomi. Oleh karena itu harus diupayakan peningkatan produksi gula nasional. Pemerintah mengupayakan untuk mewujudkan swasembada gula yang sampai saat ini belum tercapai. Swasembada gula dapat dicapai antara lain melalui upaya perbaikan efisiensi dan produktivitas pabrik gula. Hal ini tertuang dalam visi dan misi ke dua yang dicanangkan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian (2009). Untuk mendukung tercapainya visi dan misi tersebut, diperlukan kebijakan yang komprehensif dan integratif dari pemerintah. Integrasi kebijakan melibatkan peran departemen terkait seperti Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, dan Kementrian Badan Usaha Milik

91 Negara. Selain itu, berbagai kebijakan penunjang seperti kebijakan perdagangan, kebijakan fiskal, dan kebijakan moneter harus dirancang secara dan dilaksanakan secara konsisten dan kohoren sehingga efektif dan efisien dalam menunjang tercapainya swasembada gula nasional. Tabel 5 menunjukkan ringkasan hasil identifikasi penyebab permasalahan yang dihadapi setiap stakeholders terkait dengan sistem analisis kinerja pabrik gula. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa seluruh stakeholders menghadapi permasalahan yang disebabkan oleh rendahnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Tabel 5 Hasil identifikasi Penyebab Permasalahan yang Dihadapi Stakeholders Permasalahan Petani Tebu Pabrik Gula Konsumen Pedagang Gula Pemerintah Produktivitas PG Efisiensi PG Pasokan Tebu Penetapan rendemen Struktur Pasar 4.4 Identifikasi Sistem Untuk merancangbangun model sistem penunjang keputusan intelijen untuk analisis perbaikan kinerja pabrik gula, perlu identifikasi keterkaitan atau pengaruh antar komponen sistem. Hasil identifikasi sistem menunjukkan bahwa : a. Keluaran yang dikehendaki yaitu kinerja pabrik gula, target kinerja pabrik gula, dan prioritas perbaikan kinerja pabrik gula. b. Keluaran yang tidak dikehendaki yaitu hasil pengukuran tidak sesuai dengan kinerja sesungguhnya, target kinerja di bawah kinerja sesungguhnya, dan prioritas perbaikan tidak signifikan meningkatkan kinerja. c. Masukan yang tidak terkendali yaitu jumlah bahan baku (tebu), dan kualitas bahan baku (tebu). d. Masukan yang terkendali yaitu kemampuan sumberdaya (mesin dan peralatan), fungsi operasional pabrik gula, dan prioritas kompetisi.

92 e. Pengaruh lingkungan yaitu kebijakan pemerintah, iklim (terkait dengan kuantitas dan kualitas tebu sebagai bahan baku gula), dan kondisi sosialekonomi masyarakat. Adapun diagram input-output sistem analisis perbaikan kinerja pabrik gula secara lengkap ditunjukkan pada Gambar 35. Lingkungan 1. Kebijakan Pemerintah 2. Iklim 3. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Masukan tak terkendali 1. Jumlah bahan baku (tebu) 2. Kualitas bahan baku (tebu) Keluaran dikehendaki 1. Kinerja pabrik gula 2. Target kinerja pabrik gula 3. Prioritas perbaikan kinerja pabrik gula MODEL ANALISIS PERBAIKAN KINERJA PABRIK GULA Masukan terkendali 1. Kemampuan sumberdaya (mesin & peralatan) 2. Fungsi operasional pabrik gula 3. Prioritas kompetisi Keluaran tak dikehendaki 1. Hasil pengukuran tidak sesuai dengan kinerja sesungguhnya 2. Target kinerja di bawah kinerja sesungguhnya 3. Prioritas perbaikan tidak signifikan meningkatkan kinerja MANAJEMEN PENGENDALIAN Gambar 35 Diagram Input-Output Sistem Analisis Perbaikan Kinerja Pabrik Gula