BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

DRAF PENYUSUNAN DAERAH PEMILIHAN SETIAP DAERAH PEMILIHAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN KUBU RAYA TAHUN 2019

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hak dasar rakyat. Infrastruktur adalah katalis pembangunan. Ketersediaan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

I. PENDAHULUAN. Banyak wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pada sebuah pembangunan dapat mendatangkan dampak berupa manfaat yang

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pendidik merupakan salah satu komponen yang menentukan berhasil

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah, aparat pemerintah di daerah lebih dekat dan secara

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dengan tanah.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh RIADE PRIHANTINI A

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN EKONOMI MURUNG RAYA TAHUN

SUMMARY STRATEGI DAN MODEL PERENCANAAN POPULIS DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IMAM NAWAWI, 2014

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN KOMISI II DPR RI KE CALON DAERAH PEMEKARAN KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, P ISSN X - E ISSN

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan wilayah melalui upaya penyebaran kegiatan ekonomi dan sosial budaya ke pusat-pusat kegiatan penduduk di daerah. Sedangkan pembangunan daerah merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pembangunan nasional dan pembangunan daerah perlu dilaksanakan dengan selaras dan seimbang dalam rangka pelaksanaan pembangunan sektoral di daerah sesuai dengan potensi dan prioritas daerah bersangkutan (Sumodiningrat, 1999). Pembangunan dan pengembangan wilayah mengacu pada adanya perubahan dalam produktivitas daerah atau wilayah, yang lebih mengarah kepada adanya perbaikan wilayah secara bertahap dari kondisi kurang berkembang menjadi berkembang. Hal ini terjadi karena pengembangan wilayah terjadi tidak secara merata di seluruh wilayah. Ada wilayah-wilayah tertentu yang lebih berkembang dari pada wilayah lainnya. Dengan demikian efek dari pengembangan akan berbeda apabila lokasinya berbeda, sehingga persoalan pengembangan wilayah adalah persoalan ruang (Friedman, 1979). Konsepsi perwilayahan pembangunan merupakan salah satu bentuk kebijakan pengembangan wilayah yang dilakukan dalam mengurangi kesenjangan 1

antar wilayah melalui pemanfaatan kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh daerahdaerah pemusatan dalam membangkitkan pertumbuhan dan menjalarkan perkembangan ke daerah belakangnya. Supaya penerapan strategi perwilayahan pembangunan dapat berjalan maka setiap pusat harus mempunyai fungsi dan peran yang jelas dalam sistem pusat-pusat yang terpadu dan tersusun secara hierarkis. Upaya pembangunan dan pengembangan wilayah suatu negara yang sedang berkembang adalah dengan meningkatkan pendapatan perkapita atau sering disebut dengan strategi pertumbuhan ekonomi. Banyak negara sedang berkembang mulai menyadari bahwa pertumbuhan (growth) tidak sama dengan pembangunan (development). Pada tahap pembangunan awal di negara yang sedang berkembang, pertumbuhan ekonomi yang tinggi setidaknya melampaui negara-negara maju memang dapat dicapai, namun akan dibarengi dengan timbulnya masalah-masalah baru seperti pengangguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang dan ketidakseimbangan struktural (Sjahril dalam Kuncoro, 2003). Perkembangan wilayah pada kabupaten biasanya cenderung terkonsentrasi pada wilayah-wilayah yang lebih dekat dengan ibukota kabupaten, sedangkan wilayah yang relatif jauh dari kota cenderung semakin tertinggal. Kondisi ini akan menimbulkan berbagai permasalahan seperti kesenjangan sosial dan ekonomi serta terhambatnya pembangunan wilayah pedesaan, begitu pula untuk Kabupaten Kubu Raya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Kubu Raya serta peranan ibukota kabupaten. Wilayah Kabupaten Kubu Raya merupakan pemekaran dari Kabupaten Pontianak yang merupakan Kabupaten Induk. Kebijakan pemekaran dilakukan 2

mengingat luasnya wilayah Kabupaten Pontianak serta untuk meningkatkan daya guna pemerintahan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Penetapan pemekaran Kabupaten Kubu Raya terjadi pada tahun 2007 dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan Sungai Raya yang terdiri dari 9 kecamatan, 117 desa dan 435 dusun dan memiliki wilayah yang berbatasan dengan Kota Pontianak yang merupakan Ibukota Provinsi Kalimantan Barat. Adapun data nama kecamatan, luas wilayah, jumlah penduduk serta kontribusi PDRB tiap kecamatan di wilayah Kabupaten Kubu Raya dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk Serta Kontribusi PDRB Tiap Kecamatan Di Kabupaten Kubu Raya Tahun 2012 Luas Jumlah Penduduk PDRB ADHK No. Kecamatan Km 2 Persen Persen Nilai Persen Jiwa (%) (%) (jutaan Rp) (%) 1 Batu Ampar 2.002,7 28,67 34.252 6,56 413.741,09 7,38 2 Terentang 786,4 11,27 10.584 2,02 186.850,94 3,33 3 Kubu 1.211,6 17,35 37.252 7,13 286.959,67 5,12 4 Teluk Pakedai 291,9 4,18 19.404 3,72 170.373,53 3,04 5 Sungai Kakap 453,17 6,49 106.846 20,46 585.246,80 10,43 6 Rasau Jaya 111,07 1,59 24.691 4,73 841.765,13 15,01 7 Sungai Raya 929,3 13,32 196.102 37,55 2.505.217,89 44,66 8 Sungai Ambawang 726,1 10,39 68.616 13,14 315.961,00 5,63 9 Kuala Mandor B 473 6,77 24.427 4,68 303.675,22 5,41 Kubu Raya 6.985,24 100 522.174 100 5.609.791,26 100,00 Sumber : Kubu Raya Dalam Angka Tahun 2012, diolah Gambaran makro untuk perekonomian di Kabupaten Kubu Raya seperti terlihat pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar antara PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Kecamatan Sungai Raya dengan kecamatan-kecamatan lainnya. PDRB di kecamatan ini memberikan kontribusi 44,66% terhadap PDRB Kabupaten Kubu Raya secara keseluruhan, selain itu untuk wilayah dengan kontibusi tertinggi kedua dimiliki oleh Kecamatan Rasau Jaya sebesar 15,01% dan diikuti oleh Kecamatan Sungai Kakap sebesar 10,43%. 3

Kecamatan yang memiliki wilayah yang paling luas yakni Kecamatan Batu Ampar hanya memberikan kontribusi PDRB sebesar 7,38% namun apabila dilihat dari luas wilayah yang mencapai 28,67%, kontribusi tersebut relatif sedikit. Hal tersebut juga terjadi pada Kecamatan Kubu yang memiliki luas wilayah terbesar kedua dengan luas sebesar 17,35% dan hanya memberikan kontribusi PDRB sebesar 5,12%. Berdsarkan Tabel 1.1. tersebut memperlihatkan perkembangan ekonomi pada tiap kecamatan di Kabupaten Kubu Raya terjadi ketidakmerataan yang hanya terkonsentrasi di ibukota kabupaten yakni Kecamatan Sungai Raya. Selanjutnya, secara spasial kecamatan yang memiliki PDRB ADHK kecamatan yang cukup besar ternyata memiliki aksesibilitas yang baik karena berada pada jalur transportasi utama yaitu jalur yang menghubungkan antara wilayah Kabupaten Kubu Raya dengan Kota Pontianak, khususnya Kecamatan Sungai Raya sebagai ibukota kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Kota Pontianak. Ibukota Kabupaten Kubu Raya yang terletak di Kecamatan Sungai Raya berada pada wilayah yang cukup strategis bagi Provinsi Kalimantan Barat khususnya untuk Ibukota Provinsi yaitu Kota Pontianak karena wilayah yang berbatasan langsung dengan Kota Pontianak, Kecamatan Sungai Raya dapat dikatakan sebagai hinterland dari Kota Pontianak. Sehingga interaksi antara kedua wilayah tersebut relatif cukup besar dibandingkan wilayah lain di sekitar Kecamatan Sungai Raya. Ini dikarenakan kedua wilayah tersebut merupakan pusat dari kegiatan pemerintahan dan sama-sama menjadi wilayah penyokong bagi wilayah sekitarnya (hinterland). 4

Glasson (1990) berpendapat bahwa selain sebagai pusat pemerintahan, kota juga sebagai pusat pertumbuhan, dimana tidak hanya sebagai tempat pemusatan fasilitas namun lebih dari itu kota merupakan pemukiman yang menyediakan pemenuhan kebutuhan penghuninya dan masyarakat di wilayahwilayah belakangnya. Kecamatan Sungai Raya selain sebagai pusat pemerintahan juga sebagai pusat perdagangan, jasa ekonomi, pusat industri, pertanian, pusat pendidikan dan kesehatan. Fungsi lokal sebagai tempat permukiman, tempat penyediaan lapangan kerja, tempat peningkatan kualitas kehidupan melalui penyediaan sarana dan prasarana ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya. Kecamatan Sungai Raya berfungsi sebagai pusat pelayanan bagi daerah sekitarnya, maka berkembang seiring dengan berkembangnya daerah-daerah sekitarnya dalam menunjang kegiatan pembangunan. Hal ini menunjukan bahwa semakin dekat suatu wilayah dengan wilayah yang memiliki tingkat kekotaan yang tinggi atau maju dan berkembang maka perekonomian yang dimiliki wilayah tersebut akan semakin maju dan berkembang pula, sebagaimana yang terjadi pada Kecamatan Sungai Raya yang berdekatan dengan Kota Pontianak serta kecamatan lain yang ada di wilayah Kabupaten Kubu Raya yang terlihat pada nilai PDRB. Tabel 1.2. Perbandingan Jarak dan Nilai PDRB tiap Kecamatan Tahun 2012 No. Kecamatan Ibukota Jarak ke Pontianak (Km) Jarak ke Sungai Raya (Km) PDRB ADHK Nilai (jutaan Rp) Persen (%) 1 Batu Ampar Padang Tikar 381 371 413.741,09 7,38 2 Terentang Terentang 135 125 186.850,94 3,33 3 Kubu Kubu 87 67 286.959,67 5,12 4 Teluk Pakedai Teluk Pakedai 72 62 170.373,53 3,04 5 Sungai Kakap Sungai kakap 15 26 585.246,80 10,43 6 Rasau Jaya Rasau Jaya 32 22 841.765,13 15,01 7 Sungai Raya Sungai Raya 10 0 2.505.217,89 44,66 8 Sungai Ambawang Ambawang Kuala 7 9 315.961,00 5,63 9 Kuala Mandor B Kuala Mandor 20 27 303.675,22 5,41 Sumber : Kubu Raya Dalam Angka Tahun 2012, diolah 5

Berdasarkan penjelasan tersebut, perkembangan dan pertumbuhan wilayah erat kaitannya dengan interaksi yang terjadi di wilayah tersebut, sehingga terjadinya interaksi antar wilayah erat kaitanya dengan peranan kota terhadap wilayah disekitarnya terutama wilayah pedesaan, hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Douglass (1996) yang menjelaskan bahwa fungsi dan peran kota merupakan hasil hubungan saling ketergantungan antara desa dan kota. Hubungan ini menunjukan bahwa setiap fungsi dan peran kota diperlukan peran dari wilayah belakangnya. 1.2. Rumusan Masalah Pengalokasian program pembangunan yang tidak merata di Kabupaten Kubu Raya telah berdampak secara langsung pada terjadinya ketimpangan pembangunan di tiap kecamatan. Salah satu program pembangunan yang kurang adanya pemerataan yakni infrastruktur perhubungan di Kabupaten Kubu Raya, sehingga perekonomian di bidang transportasi kurang berkembang. Padahal sektor transportasi kususnya angkutan sungai memiliki peran yang vital di wilayah Kabupaten Kubu Raya. Selama 8 tahun terakhir pembangunan terkonsentrasi pada kecamatan tertentu sehingga diduga telah terjadi disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Kubu Raya. Hal ini terlihat dari nilai PDRB tiap kecamatan di Kabupaten Kubu Raya dimana Kecamatan Sungai Raya memiliki kontribusi PDRB sebesar 44,66% terhadap PDRB Kabupaten Kubu Raya secara keseluruhan. Adanya perbedaan perkembangan wilayah yang mencerminkan adanya disparitas pembangunan di Kabupaten Kubu Raya akan membentuk suatu struktur 6

wilayah yang berhirarki, dimana wilayah yang telah maju cenderung akan cepat berkembang dan menjadi pusat aktifitas baik perekonomian maupun pusat pelayanan. Selain itu, wilayah yang sumber daya alamnya kurang mendukung akan relatif kurang berkembang. Penentuan hirarki dan tingkat perkembangan wilayah menjadi sangat penting dalam perumusan kebijakan guna mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah tersebut. Selain itu, terbatasnya dana pemerintah daerah dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor perekonomian guna memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi wilayah memerlukan adanya penentuan sektor yang menjadi prioritas untuk dikembangkan. Oleh karenanya perlu dilakukan identifikasi sektor yang menjadi prioritas pengembangan atau sektor unggulan yang diharapkan menjadi motor penggerak perekonomian tiap kecamatan di Kabupaten Kubu Raya. Luas wilayah administrasi Kabupaten Kubu Raya yang mencapai 6.985,24 Km 2 dengan kepadatan penduduk yang terkonsentrasi pada wilayah tertentu semakin menghambat penjalaran pembangunan ke semua wilayah. Hal ini menyebabkan keterjangkauan antar wilayah di Kabupaten Kubu Raya yang sangat lebar, sehingga menimbulkan kesenjangan pembangunan dan aspek pemerataan pembangunan. Letak Ibukota Kabupaten Kubu Raya yang cukup sulit dijangkau oleh kecamatan di wilayah selatan sehingga menyebabkan interaksi yang terjadi sangat rendah dan mengakibatkan sulitnya masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang terdapat di Ibukota Kabupaten, khususnya pelayanan yang dapat meningkatkan kualitas dan taraf hidup masyarakat di Kabupaten Kubu Raya. Selain itu masih 7

besarnya ketergantungan Kabupaten Kubu Raya dengan Kota Pontianak dikarenakan letak wilayah yang berbatasan langsung sehingga aktivitas masyarakat banyak terjadi di Kota Pontianak, kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kubu Raya, terutama kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Kubu Raya. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah seperti apa pengembangan wilayah yang terjadi di Kabupaten Kubu Raya? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi pengembangan wilayah dilihat dari hierarki kota, disparitas wilayah serta sektor unggulan perekonomian di Kabupaten Kubu Raya. 2. Mengidentifikasi ketidakmerataan pertumbuhan wilayah yang disebabkan oleh interaksi dan keterjangkauan dengan Ibukota Kabupaten Kubu Raya sebagai pusat pertumbuhan wilayah. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini berupaya untuk memadukan pandangan teoritis dengan keadaan yang terjadi di lapangan atau wilayah penelitian, dan diharapkan memberikan sumbangan manfaat, antara lain : 1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan terutama tentang pengembangan wilayah dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan wilayah. 8

2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam menyusun rencana pengembangan wilayah serta kebijakan terkait perencanaan pembangunan daerah. 3. Peningkatan fungsi dan peran ibukota kabupaten dalam memberikan kontribusi pertumbuhan wilayah disekitarnya khususnya di Kabupaten Kubu Raya. 4. Terutama bagi penulis sendiri dalam proses pembelajaran diri dan memperluas cakrawala berpikir serta menambah wawasan sehingga dengan penelitian ini penulis dapat memahami dan mengetahui sejauh mana tentang teori, serta konsep yang berhubungan dengan pengembangan wilayah. 1.5. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian ini dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa penelitian ini tidaklah merupakan hasil peniruan atau penjiplakan terhadap karya tulis lain, ada beberapa hal yang dilihat dari penelitian-penelitian sebelumnya namun hanya sebagai referensi untuk pelengkap penelitian yang dilakukan ini. Pada dasarnya dalam penelitian terdapat tiga unsur utama yang merupakan konsep penelitian yaitu fokus yang diteliti, lokasi yang diamati dan metode yang digunakan. Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengembangan wilayah telah banyak dilakukan dengan metode yang beragam. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan yaitu Tajudinnur (1997), Firayanta (1999), Thio (2000) dan Rifadlie (2002). 9

Tajudinnur (1997) meneliti tentang interaksi antar pusat pengembangan wilayah dengan lokasi penelitian di Kabupaten Dati II Kota Waringin Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menemukenali potensi yang berpengaruh pada karakteristik spasial sebagai akibat perubahan jaringan konektivitas dan tingkat aksesibilitas serta tingkat interaksi antar kawasan atau pusat yang ditetapkan sebagai fungsi pusat pertumbuhan atau pusat pengembangan serta keterkaitan antar wilayah pengaruhnya dan memberi masukan bagi strategi pembangunan pengembangan wilayah. Metode yang digunakan adalah analisa keruangan (spatial analysis) dengan pendekatan deduktif deskriptif. Firayanta (1999) melakukan penelitian tentang kajian pengembangan wilayah ekonomi dalam rangka pemekaran daerah. Adapun lokasi penelitian berada di Kabupaten Sambas, dengan tujuan penelitian adalah menunjukan kegiatankegiatan ekonomi wilayah dan fungsi pelayanan kecamatan yang dapat dikelompokan sebagai satu kesatuan pengembangan wilayah ekonomi serta menemukenali dan menentukan kecamatan pusat pengembangan sebagai tempat akumulasi kegiatan ekonomi wilayah selain itu menilai hasil pewilayahan dan pusat pengembangan wilayah ekonomi sebagai calon daerah tingkat II maupun calon ibukota daerah tingkat II yang akan dimekarkan. Metode penelitian yang digunakan adalah descriptive interpretatif yaitu upaya interpretasi terhadap kemampuan wilayah kegiatan ekonomi untuk berkembang atas dasar karakteristik wilayah. Thio (2000) meneliti tentang analisis peranan dan tingkat pelayanan kota dalam konteks pengembangan wilayah yang berlokasi di Kota Namlea Maluku Tengah. Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalisis seberapa jauh peranan 10

kota sebagai kota pelayanan daerah belakang dalam kaitannya dengan perubahan tingkat aksesibilitas antara pusat permukiman maupun interaksi desa kota serta melihat keterjangkauan pelayanan sosial dan ekonomi terhadap daerah belakangnya. Selanjutnya metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Rifadlie (2002) melakukan penelitian tentang analisis kemungkinan penggunaan infrastruktur kota sebagai instrumen pengelolaan pengembangan wilayah yang terjadi di Kota Purwokerto. Selanjutnya tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kemungkinan penggunaan infratsruktur kota sebagai instrumen pengelolaan pengembangan wilayah berkaitan dengan kondisi infrastruktur yang terdiri dari jaringan air bersih, jaringan listrik dan jaringan jalan, fasilitas perkotaan yang meliputi sarana pendidikan dan perdagangan, serta kondisi topografi kota selama tahun 1990-2000. Adapun metode penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif. Dari keempat penelitian yang telah dilakukan di atas, apabila dibandingkan dengan penelitian ini walaupun terdapat beberapa persamaan mengenai fokus penelitian, tetapi terdapat perbedaan mengenai lokasi, beberapa fokus penelitian dan metode yang digunakan. Dengan adanya perbedaan tersebut, serta belum adanyan penelitian yang sama persis lokasi, fokus dan metodenya, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini asli. 11