IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Transkripsi

1 63 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kubu Raya Geografi Kabupaten Kubu Raya yang terletak di Propinsi Kalimantan Barat merupakan pemekaran dari Kabupaten Pontianak. Secara geografis, Kabupaten Kubu Raya berada di sisi Barat Daya Propinsi Kalimantan Barat atau berada pada posisi 0º 13'40,83 Lintang Selatan sampai dengan 1º 00'53,09 Lintang Selatan dan 109º 02'19,32 Bujur Timur sampai dengan 109º 58'32,16 Bujur Timur. Sedangkan secara administratif, batas wilayah Kabupaten Kubu Raya adalah sebagai berikut: Utara : berbatasan dengan Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Ketapang Barat : berbatasan dengan Laut Natuna Timur : berbatasan dengan Kabupaten Landak dan Kabupaten Sanggau Luas wilayah Kabupaten Kubu Raya mencapai 6.985,24 km2 atau ha yang terdiri atas 9 wilayah kecamatan. Ibukota Kabupaten Kubu Raya berkedudukan di Kecamatan Sungai Raya yang merupakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Pontianak sekaligus menjadi kawasan hinterland Kota Pontianak. Tabel 6. Luas wilayah per kecamatan di Kabupaten Kubu Raya No Kecamatan Ibukota Kecamatan Luas Area (km2) Persentase (%) 1 Batu Ampar Padang Tikar 2.002,70 28,67 2 Terentang Terentang 786,40 11,26 3 Kubu Kubu 1.211,60 17,35 4 Teluk Pakedai Teluk Pakedai 291,90 4,18 5 Sungai Kakap Sungai Kakap 453,17 6,49 6 Rasau Jaya Rasau Jaya 111,07 1,59 7 Sungai Raya Sungai Raya 929,30 13,3 8 Sungai Ambawang Sungai Ambawang 726,10 10,39 9 Kuala Mandor Kuala Mandor 473,00 6,77 Kabupaten Kubu Raya 6.985,24 100% Sumber : BPS Kab. Kubu Raya, 2011

2 64 Gambar 16. Persentase luas wilayah per Kecamatan di Kabupaten Kubu Raya Kependudukan Penduduk Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2010 tercatat sebesar jiwa dengan rincian jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan. Kecamatan Sungai Raya memiliki populasi penduduk paling tinggi yaitu sebesar jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Kubu Rata tercatat sebesar 72 jiwa/km2. Penyebaran penduduk di Kabupaten Kubu Raya terlihat belum merata. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan yang cukup signifikan antara kecamatan yang paling padat yaitu Kec. Sungai Kakap (223 jiwa/km2) dan kecamatan yang paling jarang penduduknya yaitu Kec. Terentang (13 jiwa/km2). Urutan ke-2 adalah Kec. Rasau Jaya (212 jiwa/km2), dan Kec. Sungai Raya menempati urutan ke-3 dengan kapadatan 202 jiwa/km2. Sementara untuk kepadatan penduduk per jumlah desa, Kec. Sungai Raya menempati urutan pertama yaitu sebesar jiwa/desa. Sex rasio pada tahun 2010 tercatat 104 artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 104 penduduk laki-laki. Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kubu Raya tahun 2009 tercatat 1.64% dan menunjukkan peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar 2.15% per tahun. Laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sungai Raya dari tahun 2009 (1.5%) dan tahun 2010 (2.05%) menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, hal ini antara lain disebabkan pesatnya kegiatan pembangunan di Sungai Raya sejak ditetapkannya Sungai Raya sebagai Ibukota Kabupaten Kubu Raya tahun 2007 (Tabel 7). Fungsi permukiman, perdagangan dan jasa mulai marak dan berkembang pesat di kawasan Sungai Raya semenjak sepuluh tahun terakhir.

3 65 Tabel 7. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk per kecamatan di Kabupaten Kubu Raya Sumber: BPS Kab. Kubu Raya, 2011 Tabel 8 Luas area, jumlah penduduk dan kepadatan perduduk per kecamatan Sumber: BPS Kab. Kubu Raya, 2011

4 66 Tabel 9 Jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga per kecamatan Sumber : BPS Kab. Kubu Raya, 2011 Berdasarkan jumlah rumah tangga yang tersebar di masing-masing kecamatan, maka Kecamatan Sungai Raya memiliki jumlah rumah tangga yang paling banyak yaitu sebesar KK. Hal ini menunjukkan bahwa permukiman penduduk terkonsentrasi di Kecamatan Sungai Raya, dengan jumlah anggota keluarga di tiap rumah tangga adalah 4 orang Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Kubu Raya Sejak ditetapkannya kawasan Sungai Raya sebagai Ibukota Kabupaten Kubu Raya tahun 2007, kawasan tersebut mengalami kemajuan pembangunan yang cukup pesat. Kawasan Sungai Raya menjadi kawasan strategis yang peruntukannya telah di tetapkan didalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kubu Raya yang meliputi : 1. Pemerintah Kabupaten Kubu Raya menetapkan pusat-pusat kegiatan melalui pembagian wilayah pembangunan menjadi 3 wilayah kegiatan, yaitu : a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN), meliputi : Kec. Sungai Raya. b. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), meliputi : Kec. Sungai Kakap, Kec. Rasau Jaya, Kec. Kubu, Kec. Batu Ampar dan Kec. Sungai Ambawang.

5 67 c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), meliputi: Kec. Terentang, Kec. Teluk Pakedai, dan Kec. Kuala Mandor. 2. Kecamatan Sungai Raya ditetapkan sebagai salah satu kawasan peruntukan permukiman perkotaan di Kabupaten Kubu Raya, selain Kec. Sungai Kakap, Kec. Rasau Jaya dan Kec. Sungai Ambawang. 3. Kawasan Sungai Raya juga ditetapkan sebagai kawasan peruntukan lain yaitu sebagai kawasan peruntukan perdagangan dan jasa. 4. Sungai Raya termasuk dalam kawasan strategis provinsi yang berupa kawasan Metropolitan Kota Pontianak dengan sektor unggulan dibidang perdagangan dan jasa, industri, dan pariwisata. 5. Posisi strategis lainnya yaitu dengan dilalui jalan arteri primer (jalan nasional) yang menghubungkan antara bandara Supadio dengan beberapa kota dan kabupaten di Kalimantan Barat. 4.2 Gambaran Umum Kecamatan Sungai Raya Geografi Berdasarkan Undang-undang No. 35 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Kubu Raya, maka ditetapkan Sungai Raya sebagai tempat kedudukan Ibukota Kabupaten Kubu Raya. Luas wilayah Kecamatan Sungai Raya tercatat ha yang secara administratif terdiri atas 14 kelurahan/desa. Batas wilayah Kecamatan Sungai Raya adalah sebagai berikut: Utara : Kecamatan Pontianak Timur dan Kecamatan Sungai Ambawang. Selatan : Kelurahan Sungai Asam dan Kelurahan Sungai Bulan. Barat : Kecamatan Pontianak Selatan dan Kecamatan Sungai Kakap Timur : Kecamatan Toba dan Kecamatan Tayan (Kabupaten Sanggau) Kelurahan atau desa yang termasuk dalam zonasi kawasan perkotaan di Kecamatan Sungai Raya meliputi: 1) Desa Sungai Raya, 2) Desa Teluk Kapuas, 3) Desa Arang Limbung, 4) Desa Limbung dan 5) Desa Kuala Dua. Sebagian besar wilayah Kecamatan Sungai Raya (kawasan perkotaan) termasuk dalam zonasi Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandara Supadio yang dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Barat. Batas-batas administrasi Kecamatan Sungai Raya dan zonasi KKOP Bandara Supadio disajikan pada Gambar 17.

6 68 Gambar x. Peta wilayah administratif Kecamatan Sungai Raya Sumber : Dinas PU Prov. Kalbar, 2010 Gambar 17. Batas wilayah Kecamatan Sungai Raya dan zonasi KKOP

7 69 Tabel 10. Curah hujan dan jumlah hari hujan di Kecamatan Sungai Raya Sumber : BPS Kab. Kubu Raya, Kependudukan Jumlah penduduk di Kecamatan Sungai Raya tahun 2010 tercatat jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Tingkat pertumbuhan penduduk menunjukkan peningkatan dari tahun 2009 hanya sebesar 1.5%, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 2% per tahun. Kelurahan dengan jumlah penduduk paling banyak terdapat di Kelurahan Sungai Raya yaitu sebesar jiwa atau sekitar 32% dari total jumlah penduduk di Kecamatan Sungai Raya. Urutan ke-2 adalah Kelurahan Kuala Dua dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa, dan Kelurahan Arang Limbung pada posisi ke-3 yaitu sebesar jiwa. Sex rasio penduduk di Kecamatan Sungai Raya tahun 2010 sebesar 104, sebelumnya pada tahun 2008 dan 2009 tercatat sebesar 101. Tingkat kepadatan penduduk di Kelurahan Sungai Raya jika dibandingkan dengan luas wilayahnya masih tergolong rendah. Kepadatan penduduk mencapai jiwa/km 2 (22 jiwa/ha) yang merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan paling tinggi. Kelurahan Limbung diurutan ke-2 yaitu sebesar jiwa/km 2 (11 jiwa/ha) dan Kelurahan Kapur sebesar jiwa/km 2 (10 jiwa/ha).

8 70 Tabel 11. Jumlah penduduk di Kecamatan Sungai Raya tahun 2010 Sumber : BPS Kab. Kubu Raya, 2011 Tabel 12. Jumlah penduduk, luas wilayah dan kepadatan penduduk di Kecamatan Sungai Raya tahun 2010 Sumber : BPS Kab. Kubu Raya, 2011

9 71 Tabel 13. Jumlah penduduk dan jumlah KK di Kecamatan Sungai Raya Sumber : BPS Kab. Kubu Raya, 2011 Tabel 14. Sebaran penduduk di Kecamatan Sungai Raya tahun 2010 menurut kelompok umur dan jenis kelamin Sumber : BPS Kab. Kubu Raya, 2011

10 72 Tabel 15. Jumlah penduduk di Kelurahan/Desa Sungai Raya tahun 2010 menurut kelompok umur dan jenis kelamin Sumber : Kecamatan Sungai Raya Dalam Angka 2011 Sumber : BPS Kab. Kubu Raya, Posisi Strategis Kawasan Sungai Raya Kawasan Sungai Raya merupakan salah satu kawasan strategis di Kabupaten Kubu Raya yang terletak di Kecamatan Sungai Raya. Hal ini disebabkan posisi kawasan Sungai Raya yang berstatus sebagai hinterland Kota Pontianak yang mengalami kemajuan cukup pesat khususnya dibidang pembangunan permukiman. Beberapa posisi strategis kawasan Sungai Raya antara lain meliputi : Sungai Raya merupakan tempat kedudukan ibukota Kabupaten Kubu Raya. Sebagai ibu kota Kabupaten, kawasan Sungai Raya merupakan pusat permukiman, kegiatan perekonomian, pemerintahan dan sosial budaya bagi wilayah lainnya di Kabupaten Kubu Raya. Dengan adanya pusat-pusat pemerintahan di Sungai Raya akan berpotensi meningkatkan arus urbanisasi di kawasan tersebut. Sungai Raya sebagai Pusat Permukiman Perkotaan di Kabupaten Kubu Raya. Hal ini akan menyebabkan pesatnya pertumbuhan permukiman kota di kawasan Sungai Raya, dimana penduduk yang nantinya bermukim di Sungai

11 73 Raya tidak semata-mata penduduk Kabupaten Kubu Raya saja melainkan juga penduduk Kota Pontianak yang berstatus sebagai commuter. Sungai Raya ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berdasarkan RTRW Kabupaten Kubu Raya tahun Sebagai pusat kegiatan nasional, Sungai Raya berpotensi menjadi kawasan perkotaan yang menjadi sentral dari pusat-pusat pertumbuhan wilayah disekitarnya. Hal ini juga akan memicu terjadinya migrasi para pendatang dari luar Provinsi Kalimantan Barat. Sungai Raya merupakan Hinterland Kota Pontianak. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Pontianak Selatan Kota Pontianak, menjadikan Sungai Raya sebagai kawasan primadona yang dapat memenuhi kebutuhan permukiman masyarakat Kota Pontianak. Batas administratif antara Sungai Raya dan Kota Pontianak yang hampir tidak terlihat jelas, menyebabkan perkembangan permukiman di kawasan tersebut menjadi sangat pesat, dimana dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sungai Raya termasuk dalam kawasan Strategis Propinsi yaitu sebagai kawasan Metropolitan Kota Pontianak dengan sektor unggulan dibidang perdagangan dan jasa, industri, dan pariwisata. Hal ini akan menyebabkan berkembang pesatnya sektor perekonomian akan berdampak pada meningkatnya minat investor untuk berinvestasi di Sungai Raya. Dilalui oleh jalur arteri primer atau jalan nasional, yang merupakan jalur penghubung antara Wilayah Nasional dan Kota Pontianak yang merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Dilalui oleh salah satu jalur arteri atau jalan propinsi, yang menghubungkan antara Kota Pontianak sebagai ibu kota Provinsi ke beberapa Kota/Kabupaten yang ada di Kalimantan Barat. Posisi-posisi strategis diatas menjustifikasi bahwa kawasan Sungai Raya memiliki potensi untuk berkembang menjadi sebuah kota besar, yang akan memicu kemajuan pembangunan di kawasan tersebut. Kondisi ini menjadi tantangan sekaligus dilematis bagi pemerintah daerah dalam mengatur dan mengendalikan pengembangan wilayah, terkait dengan karakteristik gambut yang dimiliki. Di satu sisi pemerintah daerah membutuhkan ruang untuk melaksanakan pembangunan, disisi lain ruang yang tersedia adalah ruang (space) yang perlu dijaga kelestariannya sehubungan dengan fungsi ekologis yang dimilikinya.

12 Penatagunaan Lahan Secara umum, jenis penggunaan lahan di Kecamatan Sungai Raya terdiri atas : lahan pertanian dan lahan non pertanian. Dari luas total wilayah Kecamatan Sungai Raya yang mencapai ha, sekitar ha (35%) merupakan lahan pertanian, dan ha (64%) merupakan lahan non pertanian. Fungsi permukiman termasuk dalam jenis penggunaan lahan non pertanian. Dari luasan lebih kurang ha lahan non pertanian di Kecamatan Sungai Raya, sekitar ha merupakan lahan untuk permukiman atau sekitar 11% dari luas wilayah Kecamatan Sungai Raya. Berdasarkan Tabel 16 tentang jumlah rumah tangga per kelurahan di Kecamatan Sungai Raya, dapat diketahui bahwa penyebaran permukiman di Kecamatan Sungai Raya terkonsentrasi di Kelurahan Sungai Raya dengan jumlah rumah tangga terbanyak yaitu KK atau sekitar 32% dari jumlah total rumah tangga yang ada di Kecamatan Sungai Raya ( KK). Tabel 16. Jenis dan luas penggunaan lahan di Kecamatan Sungai Raya Sumber : BPS Kab. Kubu Raya, 2011

13 Kawasan Sungai Raya sebagai Hinterland Kota Pontianak Kebijakan Pengembangan Permukiman di Hinterland Kota Pontianak Berdasarkan arahan kebijakan pengembangan permukiman di Kota Pontianak yang dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pontianak dijelaskan bahwa perkembangan permukiman Kota Pontianak adalah kearah selatan Kota Pontianak yang meliputi Kecamatan Pontianak Tenggara dan Kecamatan Pontianak Selatan. Kondisi ini akan berimplikasi pada semakin berkembangnya wilayah bagian selatan Kota Pontianak yang dalam hal ini berbatasan langsung dengan kawasan Sungai Raya di Kecamatan Sungai Raya. Gambar 18 menunjukkan kondisi eksisting permukiman di Kota Pontianak. Dari pola guna lahan eksisting tersebut dapat diketahui bahwa perkembangan permukiman di Kota Pontianak tersebar di wilayah bagian selatan, sementara permukiman di bagian utara Kota Pontianak tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini dapat disebabkan antara lain karena kondisi geografis dimana antara wilayah utara dan wilayah selatan Kota Pontianak dipisahkan oleh Sungai Kapuas. Selanjutnya muncul berbagai prediksi bahwa bisa terjadi kondisi dimana wilayah-wilayah hinterland di bagian selatan Kota Pontianak (kawasan Sungai Raya) lebih berkembang dan lebih maju dibanding wilayah utara Kota Pontianak. UTARA KAWASAN SUNGAI RAYA KAWASAN SUNGAI RAYA Gambar 18. Guna lahan eksisting di Kota Pontianak Gambar 19. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang di Kota Pontianak

14 76 Gambar 19 menunjukkan rencana pola pemanfaatan ruang di Kota Pontianak dalam kurun waktu dua puluh tahun ( ). Dari rencana pola tersebut dapat diprediksi bahwa ketersediaan lahan untuk permukiman bagi masyarakat Kota Pontianak akan habis dalam waktu 20 tahun kedepan. Ada beberapa strategi untuk mengantisipasi tuntutan kebutuhan permukiman di Kota Pontianak, yaitu : pertama, beralih kepada konsep bangunan vertikal, dan kedua, melakukan ekspansi dan koordinasi dengan Kabupaten Kubu Raya Kawasan Sungai Raya sebagai Kota Baru Satelit (Hinterland Pontianak) Salah satu posisi strategis utama kawasan Sungai Raya adalah sebagai hinterland atau periphery dari Kota Pontianak. Kawasan Sungai Raya diminati oleh para penglaju (commuter) sebagai kawasan tempat bermukim. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketersediaan lahan yang cukup besar dan aksesibilitas serta jarak tempuh dari pusat kota Pontianak yang masih terjangkau. Sebagaimana permukiman yang berada di pinggiran kota, suasana nyaman, lingkungan yang masih asri dengan tingkat kebisingan yang rendah, memberikan nilai tambah tersendiri bagi kawasan Sungai Raya sebagai alternatif pilihan tempat tinggal. Penataan kawasan permukiman yang proporsional dan tidak sepadat di pusat kota (Pontianak), ketersediaan sarana dan prasarana permukiman yang memadai, serta maraknya aktifitas perekonomian menjadikan kawasan Sungai sebagai kawasan hinterland yang paling pesat perkembangannya dibanding kawasan hinterland lainnya (Sungai Kakap dan Daerah Seberang), khususnya di sektor permukiman dan perdagangan/jasa. Harga lahan yang relatif murah juga berdampak pada harga per unit rumah yang relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat. Status Sungai Raya yang ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2007 akan mengubah sistem perekonomian dari kawasan pedesaan menjadi kawasan perkotaan. Dalam perkembangannya, kawasan Sungai Raya dapat dikatakan sebagai cikal bakal sebuah Kota Baru (new town). Status Sungai Raya saat ini masih termasuk kategori kota baru satelit atau kota baru pemerintahan dikarenakan tingkat ketergantungannya yang masih cukup besar terhadap Kota Pontianak sebagai kota induk. Seiring dengan proses pembangunan dan perkembangan kegiatan ekonomi di Sungai Raya yang cukup pesat, tidak menutup kemungkinan dalam waktu sepuluh tahun kedepan status kawasan tersebut akan berubah menjadi sebuah kota baru mandiri dimana kawasan Sungai Raya sudah mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya sendiri.

15 77 Gambar 20. Posisi kawasan Sungai Raya sebagai Hinterland Kota Pontianak 4.4 Sebaran Gambut di Kawasan Sungai Raya Lahan gambut beserta vegetasi yang tumbuh di atasnya merupakan bagian dari sumberdaya alam yang mempunyai fungsi untuk pelestarian sumberdaya air, peredam banjir, pencegah intrusi air laut, pendukung berbagai kehidupan keanekaragaman hayati, dan pengendali iklim (melalui kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan karbon). Karakteristik gambut yang terdapat di Sungai Raya bervariasi mulai dari kedalaman 0.5 sampai dengan 4 meter. Gambut yang diperbolehkan sebagai kawasan budi daya adalah gambut dengan kedalaman kurang dari 3 meter, dan untuk kedalaman lebih dari 3 meter termasuk kawasan lindung yang dikonservasi. Letak geografis kawasan Sungai Raya yang dilalui oleh Sungai Kapuas menyebabkan sebagian lahan di kawasan tersebut terbentuk dari endapan lumpur (delta) dengan luasan 202,70 ha. Gambut dengan kedalaman meter (gambut tipis) mencapai luasan 1.547,94 ha, sementara gambut dengan kedalaman 1-2 meter mencapai luasan ha. Peta sebaran gambut di kawasan Sungai Raya dapat ditunjukkan pada Gambar 21.

16 78 Karakteristik Tanah : : endapan liat : endapan liat + organik : tanah organik (1-2 m) : tanah organik (2-3 m) Gambar 21. Peta sebaran lahan gambut di kawasan Sungai Raya

17 Tipologi Perumahan di Kawasan Sungai Raya Permukiman yang terdapat di kawasan Sungai Raya sebagain besar dikembangkan oleh developer lokal, dan sebagian kecil lainnya dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat. Permukiman dan kegiatan ekonomi di kawasan Sungai Raya berkembang di sepanjang sisi jalan kolektor yang secara administratif berbatasan langsung dengan Kota Pontianak. Berdasarkan luas area yang dibangun, perumahan di kawasan Sungai Raya termasuk tipe perumahan skala kecil. Komplek-komplek perumahan dibangun per jalur dimana lebar persil komplek berkisar antara meter. Secara umum, terdapat dua tipologi permukiman di kawasan Sungai Raya, yaitu: 1) Rumah Panggung, yaitu rumah dengan pondasi pancang kayu (tiang tongkat) yang merupakan rumah tradisional masyarakat Pontianak namun saat ini rumah jenis panggung sudah mulai ditinggalkan/kurang diminati masyarakat dan jumlahnya sudah sangat sedikit; 2) Rumah Tapak, yaitu rumah dengan pondasi lajur batu kali. seperti tipe rumah di daerah Jawa. Rumah tapak saat ini menjadi trend yang dikembangkan oleh pihak developer dimana minat masyarakat terhadap rumah tapak cukup besar. Gambar 22. Tipologi rumah panggung di Sungai Raya

18 80 Menurut pendapat beberapa pakar, rumah panggung yang merupakan local wisdom masyarakat Kota Pontianak dinilai lebih ramah lingkungan. Hal ini disebabkan struktur panggung yang tidak merusak daerah resapan air sehingga infiltrasi air tanah tetap terjaga. Hal ini juga sebagai salah satu upaya antisipasi apabila terjadi air pasang, mengingat karakteristik kawasan yang dekat dengan sungai sehingga mengalami pasang surut. Gambar 23 berikut menunjukkan kondisi kanal Sungai Raya pada saat terjadi air pasang: Gambar 23. Kondisi kanal Sungai Raya pada saat air pasang Selain beberapa kelebihan yang dimiliki, rumah panggung juga memiliki kekurangan, misalnya banyak sampah berserakan di kolong rumah yang terbawa arus pada saat pasang. Jarak antara permukaan tanah dan lantai bangunan yang rendah ( cm) menyebabkan sulitnya melakukan maintenance. Kondisi lahan yang cenderung basah menyebabkan tanaman air tumbuh subur sehingga mengurangi estetika lingkungan dan menjadi sarang nyamuk. Fakta yang ditemukan di lapangan adalah rumah panggung saat ini sudah jarang ditemukan dan jumlahnya relatif sedikit di kawasan Sungai Raya kecuali permukiman yang berada di atas air (tepian Sungai Kapuas). Hal ini menunjukkan bahwa tipologi rumah panggung sudah kurang diminati oleh masyarakat. Sebagian besar rumah panggung yang masih eksis hingga saat ini merupakan rumah warisan peninggalan nenek buyut dengan umur bangunan antara tahun.

19 81 Gambar 24. Kondisi lingkungan di sekitar rumah panggung Trend perkembangan permukiman saat ini menunjukkan bahwa minat masyarakat lebih mengarah kepada konsep bangunan modern yang notabene tidak menggunakan struktur panggung atau dengan kata lain rumah tapak seperti tipologi rumah di pulau Jawa dengan tampilan facade (tampak) bangunan yang lebih modern. Industri permukiman di kawasan Sungai Raya menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Kondisi kawasan Sungai Raya sepuluh tahun yang lalu masih merupakan hutan rawa gambut, kini secara gradual telah dikonversi menjadi permukiman penduduk. Fenomena yang terjadi cukup mengkhawatirkan, mengingat masyarakat maupun pemerintah belum sepenuhnya menyadari arti dan manfaat ekosistem gambut sebagai penyelamat lingkungan. Tipologi rumah tapak yang saat ini tengah menjadi bisnis primadona bagi developer lokal di kawasan Sungai Raya dapat dikatakan tidak ramah lingkungan karena dapat merusak kelestarian ekosistem gambut. Tipologi rumah tapak dapat dilihat pada Gambar 25.

20 82 Gambar 25. Tipologi rumah tapak dengan desain arsitektur modern Perumahan skala kecil yang berkembang di Sungai Raya ditandai dengan jumlah unit rumah yang dibangun di masing-masing komplek hanya berkisar antara unit, dalam bentuk rumah tunggal atau Koppel. Dari kondisi eksisting dapat diketahui bahwa ketersediaan RTH dan sarana bermain sangat minim bahkan tidak tersedia. Demikian juga ruang untuk publik yang kurang menjadi prioritas. Gambar 25 menunjukkan bahwa dalam satu persil bangunan sekitar 70-80% resapan hilang karena tertutup lantai bangunan. Hanya tersisa sekitar 20% saja untuk resapan. Dapat diprediksi degradasi lingkungan yang terjadi apabila seluruh lahan gambut di kawasan Sungai Raya dibangun rumah tapak yang notabene merampas fungsi ekologis dari lahan gambut. Tren rumah tapak dengan gaya arsitektur modern selain dikembangkan oleh pihak developer juga dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Hasil temuan di lokasi penelitian menunjukkan rumah tapak yang dibangun di atas lahan gambut yang masih dalam keadaan tergenang belum didrainasekan. Lahan yang akan dibangun terlebih dahulu di pancangkan kayu cerucuk berdiameter 8 cm untuk meningkatkan daya rekat tanah. Selanjutnya dibuat bekisting untuk pengecoran pondasi beton bertulang mengelilingi batas bangunan setelah itu air dipompa keluar. Sebagian besar masyarakat belum mengetahui fungsi ekosistem gambut. Mereka lebih memilih rumah beton dengan pertimbangan lebih kokoh dan stabil dibanding rumah panggung tiang tongkat.

21 83 Gambar 26. Perkerasan lantai rumah tapak yang menutupi permukaan tanah Fakta lain yang ditemukan dilapangan yaitu kegiatan konstruksi rumah tapak yang dibangun diatas lahan gambut yang tergenang, dimana masih terdapat air gambut yang berwarna kehitaman (Gambar 27). Gambar 27. Pekerjaan konstruksi rumah tapak beton di lahan gambut

22 84 Selain dua tipologi struktur bangunan yang ditemukan di lapangan (panggung dan tapak), ada juga tipologi hunian vertikal tingkat sedang (3-4 lantai) dengan struktur pondasi tapak di kawasan Ahmad Yani dengan radius yang tidak terlalu jauh dari lokasi penelitian. Status hunian vertikal tersebut adalah rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Hasil wawancara dengan beberapa penghuni menyatakan bahwa peminat rusunawa tersebut cukup banyak sehingga dalam waktu 3 tahun telah dilakukan penambahan unit baru. Selain harga sewa yang cukup terjangkau, lokasi rusunawa tersebut juga berada pada lokasi yang strategis yaitu dekat dengan kampus (Universitas Tanjungpura dan Politeknik Negeri Pontianak) dan perkantoran. Gambar 28. Hunian vertikal dengan struktur tapak di kawasan Ahmad Yani I

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

VI. STUDI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP TIPOLOGI PERUMAHAN YANG DIMINATI. Abstrak

VI. STUDI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP TIPOLOGI PERUMAHAN YANG DIMINATI. Abstrak 15 VI. STUDI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP TIPOLOGI PERUMAHAN YANG DIMINATI Abstrak Pemekaran Kabupaten Kubu Raya tahun 27 dengan ibukota kabupaten yang berkedudukan di Sungai Raya, serta status kawasan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi sanitasi di Indonesia dengan mengarusutamakan

Lebih terperinci

DRAF PENYUSUNAN DAERAH PEMILIHAN SETIAP DAERAH PEMILIHAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN KUBU RAYA TAHUN 2019

DRAF PENYUSUNAN DAERAH PEMILIHAN SETIAP DAERAH PEMILIHAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN KUBU RAYA TAHUN 2019 9 Provinsi : Kalimantan barat Kabupaten : Kubu Raya A. Penduduk : 601.356 B. Kursi : 45 C. BPPD : 13.363 D. NO KECAMATAN ALOKASI KETERANGAN 1 2 3 4 5 1 SUNGAI RAYA 217.734 16 Lebih dari 12 harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1 TINJAUAN UMUM KOTA MAGELANG 3.1.1 Tinjauan Administratif Wilayah Kota Magelang Kota Magelang merupakan salah satu kota yang terletak di tengah Jawa Tengah dengan memiliki luas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi dan tuntutan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Setelah era reformasi yang menghasilkan adanya otonomi daerah, maka daerah administrasi di Provinsi Kalimantan Barat yang telah mengalami

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun )

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun ) III. GAMBARAN UMUM 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi 2011-2031 (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011-2031) Berdasarkan Perpres No 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan berhubungan erat dengan dengan aktivitas manusia dan sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota dipengaruhi oleh adanya

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA GEOGRAFIS KABUPATEN BANGKA PKL Sungailiat PKW PKNp PKWp PKW PKW Struktur Perekonomian Kabupaten Bangka tanpa Timah Tahun 2009-2013 Sektor 2009 (%)

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b Tema 7 Seminar Nasional Pengelolaan Pesisir & Daerah Aliran Sungai ke-1 Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 9 April 2015 Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai Muhammad Rijal

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta. Posisi Kota Jakarta Pusat terletak antara 106.22.42 Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Desa Dabung

Bab III Karakteristik Desa Dabung Bab III Karakteristik Desa Dabung III.1. Kondisi Fisik Wilayah III.1.1. Letak Wilayah Lokasi penelitian berada di Desa Dabung yang merupakan salah satu desa dari 18 desa yang terdapat di Kecamatan Kubu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Perencanaan pengembangan drainase di wilayah Kota Batam khususnya di Kecamatan Batam Kota sangatlah kompleks. Banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Pusat Kota merupakan denyut nadi perkembangan suatu wilayah karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat Kota mengalami kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH Bujur Timur dan Lintang Utara, dengan batas. Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH Bujur Timur dan Lintang Utara, dengan batas. Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Keadaan Umum Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru merupakan ibukota dari Provinsi Riau yang terletak di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Pekanbaru terletak pada koordinat 101

Lebih terperinci

VII DESAIN MODEL PERMUKIMAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN BERGAMBUT SUNGAI RAYA

VII DESAIN MODEL PERMUKIMAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN BERGAMBUT SUNGAI RAYA 127 VII DESAIN MODEL PERMUKIMAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN BERGAMBUT SUNGAI RAYA Abstrak Hasil analisis keberlanjutan permukiman di kawasan Sungai Raya secara umum kurang berlanjut, sehingga perlu dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 4.1. Isu di Bidang Sumber Daya Manusia Rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dapat dilihat dari rendahnya angka Indek Pembangunan Manusia (IPM), terutama yang berhubungan

Lebih terperinci

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang sering terjadi di suatu negara yang tingkat pembangunannya tidak merata. Fenomena urbanisasi menyebabkan timbulnya pemukimanpemukiman

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak kota Palembang adalah antara 101º-105º Bujur Timur dan antara 1,5º-2º Lintang Selatan atau terletak pada bagian timur propinsi Sumatera Selatan, dipinggir kanan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota adalah sebuah tempat dimana manusia hidup, menikmati waktu luang, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Kota juga merupakan wadah dimana keseluruhan

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sambas dengan luas wilayah 6.395,70 km 2 atau 639.570 Ha (4,36% dari luas wilayah propinsi Kalimantan Barat), merupakan wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA Bangunan Rehabilitasi Alzheimer di Yoyakarta merupakan tempat untuk merehabilitasi pasien Alzheimer dan memberikan edukasi atau penyuluhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS (direncanakan tahun 2020) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA Katalog BPS : 1101002.6271012 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2014 ISSN : 2089-1725 No. Publikasi : 62710.1415 Katalog BPS : 1101002.6271012 Ukuran Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan kependudukan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: NUR ASTITI FAHMI HIDAYATI L2D 303 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, dimana pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor pertanian terhadap Produk

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Geografis Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai dengan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tanggal 21 Juni 2001, Kota Tanjungpinang membawahi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjabaran analisis berikut :

BAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjabaran analisis berikut : BAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN Penelitian mengenai analisis daya dukung dan daya tampung terkait kebutuhan perumahan di Kota Cimahi dilakukan dengan tujuan mengetahui daya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah menghubungkan rute/lintasan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang semakin pesat menyebabkan penginderaan jauh menjadi bagian penting dalam mengkaji suatu fenomena di permukaan bumi sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS,

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun 2000-2010. Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN Rancangan Sekolah Luar Biasa tipe C yang direncanakan berlokasi di Kabupaten Klaten. Perencanaan suatu pembangunan haruslah mengkaji dari berbagai aspek-aspek

Lebih terperinci

Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan

Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 1 Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan Ivana Putri Yustyarini dan Rulli Pratiwi Swtiawan Jurusan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

Sanggau, Agustus 2010 Kepala BPS Kabupaten Sanggau MUHAMMAD YANI, SE NIP

Sanggau, Agustus 2010 Kepala BPS Kabupaten Sanggau MUHAMMAD YANI, SE NIP Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, Badan Pusat Statistik bertanggung jawab menyediakan data statistik dasar dengan menyelenggarakan kegiatan Sensus Penduduk. Sensus Penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah/kota berdampak pada perubahan sosial, ekonomi, geografi, lingkungan dan budaya sehingga diperlukan fasilitas penunjang untuk melayani kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk Kabupaten Sukoharjo tahun 2005 tercatat sebanyak 821.213 jiwa yang terdiri dari 405.831 laki-laki (49,4%) dan 415.382 perempuan (50,6%). Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 4 POLA PEMANFAATAN RUANG

BAB 4 POLA PEMANFAATAN RUANG BAB 4 POLA PEMANFAATAN RUANG Pola pemanfaatan ruang berisikan materi rencana mengenai: a. Arahan pengelolaan kawasan lindung b. Arahan pengelolaan kawasan budidaya kehutanan c. Arahan pengelolaan kawasan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 Katalog BPS : 1101002.6271012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi Secara geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106 o 48 28 107 o 27 29 Bujur Timur dan 6 o 10 6 6 o 30 6 Lintang Selatan. Letak Kota Bekasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan di galakkannya kembali pemberdayaan potensi kelautan maka sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci