BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
SIFAT FISIKO-KIMIA DAMAR MATA KUCING (Shorea javanica K. et V.) HASIL KLASIFIKASI MUTU DI PASAR DOMESTIK ARIP WIJAYANTO E

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Kopal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

SIFAT FISIKO KIMIA DAMAR MATA KUCING HASIL PEMURNIAN TANPA PELARUT (Physico Chemical Properties of Purified Mata Kucing Dammar Without Solvent)

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

dapat mencapai hingga 90% atau lebih. Terdapat dua jenis senyawa santalol dalam minyak cendana, yaitu α-santalol dan β-santalol.

FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK

EKONOMI GAHARU. Oleh : Firmansyah, Penyuluh Kehutanan. Budidaya pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal masyarakat.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

K O P A L SNI

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL

1. Pengertian Perubahan Materi

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2 Lokasi penelitian dan pohon contoh penelitian di blok Cikatomas.

MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pemanfaatan sumber daya alam yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG 4. Indonesia Mt

BAB I PENDAHULUAN. Paraldehida merupakan senyawa trimer yang dihasilkan dengan mereaksikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kelapa sawit di Indonesia cukup besar, data tahun1999 menunjukkan

PEMURNIAN DAMAR Shorea javanica DEWGAN MENGGUNAKAN PELARUT ORGANIK DAN BAHANl PEMUCAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HIDROKARBON (C dan H)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. DASAR TEORI Struktur benzil alkohol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air bersih merupakan sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia.

Prarancangan Pabrik Asam Asetat dengan Proses Monsanto Kapasitas Ton Per Tahun BAB I PENDAHULUAN

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan

4 Pembahasan Degumming

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

III. METODE PENELITIAN

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Prarancangan pabrik sikloheksana dari benzena Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Pabrik Mononitrotoluena dari Toluena dan Asam Campuran dengan Proses Kontinyu Kapasitas 25.

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Lingkup Penelitian Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al.

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. desinfektan, insektisida, fungisida, solven untuk selulosa, ester, resin karet,

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam.

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS

Minyak terpentin SNI 7633:2011

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Penghasil Resin Damar Resin merupakan senyawa organik atau campuran berbagai senyawa polimer alam yang disebut terpen, berbentuk padat atau semi padat. Resin mudah larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Boer dan Ella 2001). Resin alam merupakan resin yang tereksudasi secara alamiah dan keluar secara alami maupun buatan. Resin yang tereksudasi secara alamiah mengandung campuran antara gum dan minyak atsiri. Resin alam memiliki bentuk berupa padatan, berwarna mengilap dan bening kusam, rapuh, meleleh bila kena panas dan mudah terbakar (Sedtler et al. 1975 dalam Namiroh 1998). Kirk dan Othmer (1941) dalam Larasati (2007), mengklasifikasikan resin alam sebagai berikut: 1. Damar, yaitu golongan resin yang memilki bilangan asam rendah dan dapat larut dalam minyak serta pelarut organik, contohnya adalah damar mata kucing. 2. Golongan resin yang termasuk dalam resin semi fosil, jenis ini juga dapat larut dalam minyak serta pelarut organik, contoh golongan resin ini adalah damar resak, damar biru, dan damar hitam. 3. Kopal, yaitu golongan resin yang memiliki bilangan asam lebih tinggi dibandingkan damar, resin ini dihasilkan dari jenis pohon damar (Agathis sp) yang tergolong dalam famili Araucariacea. 4. Jenis-jenis resin yang lain seperti gondorukem, shellac, dan balsam. Damar merupakan hasil eksudasi dari famili Dipterocarpaceae dan Burseraceae, contoh jenis famili Burseraceae adalah Canarium luzonicum. Pohon damar tumbuh baik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Menurut Jafarsidik (1987) dalam Mulyono (2009) dan Sari (2002), resin damar diklasifikasikan menjadi resin bermutu sedang dan bermutu baik. Resin damar bermutu sedang dihasilkan oleh H. mengarawan, H. sangal, S. kunstleri, S. laevifolia, S. platycarpa, dan S. faguetiana. Sedangkan resin damar bermutu baik dihasilkan oleh S.lamellata, S. virescens, S. retinodes, H. celebica dan S. javanica.

4 Berdasarkan dari warnanya resin damar dapat dibedakan menjadi damar rasak, damar putih, damar merah, damar hitam, dan damar mata kucing. Damar mata kucing merupakan resin damar yang dihasilkan dari jenis S. javanica dengan mutu terbaik dan tertinggi. Damar ini berwarna mengilap dan tampak seperti kaca. 2.2 Damar Mata Kucing ( Shorea javanica K. et V. ) Sistem taksonomi damar mata kucing adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Bangsa : Theales Marga : Shorea Jenis : Shorea javanica Gambar 1 Struktur bunga dan buah S. javanica.

5 Pohon S. javanica tingginya dapat mencapai 40-50 meter, diameter mencapai 150 cm, dan berbanir. Permukaan kulit pada batang berwarna kelabu tua sampai sawo matang, beralur dangkal, sedikit mengelupas, kulit hidup berwarna kuning. Daunnya agak tebal, berbentuk bulat telur memanjang, panjang 8-15 cm, lebar 4-7 cm, ujung berbentuk meruncing, pangkal sedikit tumpul ( Boer dan Ella 2001, Al-rasyid 1991 dalam Larasati (2007). Boer dan Ella (2001) melaporkan bahwa jenis pohon S. javanica dikenal dengan berbagai nama daerah, yaitu damar mata kucing (Sumatera Selatan) dan damar sibolga (Sumatra Utara). Secara umum juga disebut damar kaca. Di Indonesia sendiri jenis S. javanica tersedia cukup melimpah. Menurut Hadjib dan Abdurrachman (2005), Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil resin damar yang cukup besar, memiliki hutan damar seluas 17.500 ha. Dari luasan tersebut, 7500 ha diantaranya merupakan hutan rakyat yang dikelola dengan berbagai sistem budidaya dan usaha tani. Menurut Djajapertjunda dan Partadireja (1973) dalam Larasati (2007), damar dari jenis S. javanica banyak dihasilkan di Provinsi Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Riau. Gambar 2 Kebun damar mata kucing di Krui, Lampung Barat. 2.3 Pemanenan Damar Mata Kucing Menurut Lukman (2001), dengan teknik penyadapan yang selama ini diterapkan di Krui, produksi damar mata kucing per pohon sangat bervariasi, yakni bekisar antara 0,5-4,5 kg/bulan. Boer dan Ella (2001), melaporkan bahwa produktivitas pohon S. javanica yang berdiameter 60-80 cm dapat mencapai 4-5 kg/bulan. Produktivitas tergantung lokasi pohon yang disadap, periode sadap,

6 faktor genetik pohon, dan faktor teknologi pohon. Produktivitas getah masih dapat ditingkatkan dengan perlakuan fisika dan kimia. Perlakuan fisika telah dicoba pada S. javanica, yaitu dengan melubangi batang tanaman dan menutupnya dengan plastik sehingga produktivitas dapat meningkat sebanyak 66,4-114. Sedangkan perlakuan kimia dapat dilakukan dengan menggunakan cairan stimulans yang berfungsi untuk memperlancar aliran getah dari saluran damar. Cairan stimulans yang dapat digunakan adalah 10 CEPA (chloro-ethyl phosporic acid) dan asam sulfat berkonsentrasi 10. Masing-masing cairan tersebut dapat meningkatkan produktivitas sebesar 110 dan 219. Pohon damar mulai disadap pada umur 20 tahun atau apabila diameter batang telah mencapai 25-30 cm. Penyadapan damar dilakukan dengan cara melukai bagian batang pohon dalam bentuk takik. Adapun bentuk takik sadap pada umumnya berbentuk segitiga sama sisi dengan ukuran bervariasi dari 7,5-12 cm dengan kedalaman 2-4 cm (Trison 2001, Boer dan Ella 2001). Resin yang tereksudasi dibiarkan mengalir dan terkumpul di dalam lubang sadap hingga mengering dan mengeras. Setelah resin damar mengering kemudian damar dikumpulkan. Periode pengumpulan biasanya dalam waktu seminggu hingga satu bulan setelah penyadapan (Lukman 2001). Gambar 3 Teknik penyadapan damar. Menurut Trison (2001), setelah kegiatan pemanenan berakhir, maka dilakukan proses pengolahan sederhana di tingkat pengumpul. Sampai saat ini

7 pengolahan dilakukan dengan pembersihan bongkahan-bongkahan, kemudian disaring menggunakan saringan bertingkat. Setelah itu dilakukan penyortiran berdasarkan warna dan ukuran bongkahan. 2.4 Kegunaan Damar Mata Kucing Damar mata kucing banyak dimanfaatkan sebagai bahan untuk menyalakan obor, bahan membuat batik, bagian sambungan kapal, sebagai bahan baku untuk perekat, cat, lilin, dan bahan pengisi kertas. Menurut Djajapertjunda dan Partadireja (1973) dalam Larasati (2007), damar mata kucing banyak digunakan sebagai bahan mentah dalam industri-industri campuran karet, lak, vernis, plastik, macam-macam kulit,korek api, bahan isolator, obat-obatan dan industri bahan peledak. Beberapa penelitian terapan menunjukkan bahwa resin damar berpotensi digunakan sebagai antirayap dan anti jamur (Sari 2002 dan Setyawati, 2001), bahan pengeruh dan pemberat (Mulyono 2009), minyak atsiri (Wiyono 1998 dan 2000), anti virus herpes (Poehland et al. 1987 dalam Mulyono 2009), dan Pernis (Sumadiwangsa et al.2004). Damar mata kucing di luar negeri telah banyak digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan piringan hitam, campuran karet, water proofing, pelapis permen untuk memberikan penampakan yang mengkilap dan keras. Selain itu, dapat digunakan juga sebagai sebagai campuran kuku kutek, dan saat ini sudah mendapat pengakuan food and drugatministration di Amerika selatan (LATIN 2004 dalam Sakinah 2006) 2.5 Klasifikasi Damar Mata Kucing Boer dan Ella (2001), menyatakan bahwa penentuan mutu damar di Indonesia, masih dilakukan dengan sangat sederhana, yaitu berdasarkan warna, kebersihan, dan ukuran bongkahannya. Mutu A, B, dan C merupakan damar kualitas ekspor, ukuran bongkahan mutu A dapat mencapai 10-15 cm, mutu B ukuran bongkahannya sekitar 1-2 cm, dan mutu C lebih kecil dari 1 cm. Mutu D dan E adalah kualitas sedang dengan kotoran relatif lebih banyak. Penentuan damar mata kucing di pasaran domestik yaitu dari tingkat petani, penghadang, pedagang pengumpul desa, pedagang besar krui, sampai ke

8 industri maupun eksportir masih dilakukan secara visual. Trison (2001), melaporkan bahwa pengklasifikasian damar mata kucing di Krui Lampung berdasarkan ukuran bongkahan, kebersihan, dan warna. Pengklasifikasian mutu damar tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mutu A, yaitu merupakan resin damar berwarna kuning bening dengan ukuran bongkahan besar ( 3 cm x 3 cm atau lebih). 2. Mutu B, yaitu resin damar berwarna kuning bening dengan ukuran bongkahan agak lebih kecil (2 cm x 2 cm, atau lebih). 3. Mutu AB, merupakan resin damar berwarna kuning kehitaman dengan ukuran bongkahan kecil ( 1 cm x 1 cm, atau lebih). 4. Mutu AC, merupakan resin damar yang berwarna kehitam-hitaman dan berupa butiran-butiran kecil. 5. Mutu debu/abu, yaitu mutu damar mata kucing yang berwujud debu. Pembagian mutu damar menurut SNI 01-2900-1999 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Pembagian dan spesifikasi syarat mutu damar mata kucing Jenis Uji Satuan Persyaratan Titik lunak C 95-120 Bilangan asam, (b/b) Mg/gr 19-36 Kadar Abu, (b/b) 0,50-4,0 Bahan tak larut dalam toluena: Golongan A, (b/b) Golongan B, (b/b) Golongan C, (b/b) Golongan D, (b/b) Golongan E, (b/b) Golongan bubuk, (b/b) Golongan A/D, (b/b) Golongan A/E, (b/b) Sumber: SNI (1999) Maks 0,40 Maks 0,40 Maks 0,45 Maks 1,50 Maks 4,50 Maks 7,50 Maks 0,75 Maks 1,80 2.6 Perdagangan Damar Mata Kucing Damar mata kucing merupakan salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu yang telah lama diekspor ke berbagai negara. Jalur perdagangan damar mata kucing dari Lampung ke seluruh dunia setidaknya melibatkan beberapa pelaku perdagangan, mulai dari petani pengumpul sampai industri pengguna. Sakinah

9 (2006), melaporkan bahwa jalur perdagangan yang paling banyak digunakan yaitu 63,33 di Pahmungan, Lampung Barat adalah petani penghadang pedagang pengumpul desa pedagang besar Krui eksportir. Pada tahun 2006, Indonesia telah memproduksi damar mata kucing sebanyak 11.087 ton. Lima negara pengimpor damar terbesar dari Indonesia adalah India, Singapura, Bangladesh, Cina, dan Taiwan. Volume ekspor untuk masing-masing negara adalah 6104,5 ton, 1351,4 ton, 636,4 ton, 611,2 ton dan 468,0 ton (BSPJBSE 2007 dalam Mulyono 2009) Sakinah (2006), menyatakan bahwa harga ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Harga rata-rata damar mata kucing di tingkat petani adalah sebesar Rp5.500/kg. Sedangkan harga ditingkat padagang penampung besar dan pasar industri adalah sekitar Rp12.250/kg. Menurut informasi yang didapatkan dari eksportir, harga damar mata kucing yang akan diekspor dapat mencapai 2-5$/kg. Sedangkan di PT. Bintang Kaza Gemilang harga antara Rp.13000- Rp21000/kg dan di PT. Winas Guna Mustika harga antara Rp.17000-Rp45000/kg. 2.7 Sifat-Sifat Damar Mata Kucing Damar mata kucing memiliki bentuk bongkahan yang tidak beraturan, bersifat rapuh, mudah melekat pada tangan, dan berwarna kuning bening. Selain itu damar mata kucing juga bersifat sebagai isolator dan tidak tahan panas serta mudah terbakar tetapi tidak bersifat volatil bila tidak terdekomposisi. Warnanya mudah berubah terutama jika disimpan dalam waktu yang lama. Mudah larut dan larut sempurna dalam pelarut benzena, kloroform dan tetrahydronaptalena (Namiroh 1998, Setianingsih 1992). Bobot jenisnya kurang lebih 1,05 g/ml, kadar air maksimum 1,4, susut bobot maksimum selama pengeringan (105 C, 18 jam) 6, kadar Pb maksimum 2 ppm (Boer & Ella 2000, Weatherwax 2006 dalam Mulyono 2009). Titik leleh mencapai 120 C (Sedtler et al.1925 dalam Setianingsih 1992). Sifat fisik damar mata kucing disajikan pada Tabel 2.

10 Tabel 2 Sifat fisik damar mata kucing Perlakuan Kadar air () Titik lunak ( C) Tanpa perlakuan 0,70 3) 96,25-106,50 1) Dengan pemurnian fisik - 88,00 2) Dengan pemurnian kombinasi pelarut: Benzene-metanol 0,64-0,83 3) 69,33-73,67 3) Benzene-etanol 0,38-0,70 3) 65,00-68,00 3) Toluena-etanol 0,51-0,85 3) 63,00-76,67 3) Pelarut+arang aktif - 87,25-97,50 2) Pemurnian dengan pemanasan - 93,00-104,125 1) Sumber: 1) Larasati (2007), 2) Setianingsih (1992), 3) Namiroh (1998) Menurut Sedtler (1925) dalam Setianingsih (1992), senyawa yang terdapat dalam resin damar dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu ester resin serta produk dekomposisinya, asam resin dan resen. Ester resin berasal dari alkohol resin yang terdiri dari resinol dan resinotanol. Resen merupakan senyawa yang mengandung oksigen, bukan merupakan alkohol, aldehida, ester, asam, maupun keton. Selain itu resen juga tidak dapat bereaksi dengan basa. Sedangkan asam resin merupakan senyawa yang kompleks dan mengandung satu atau lebih gugus hidroksil. Umumnya asam resin memiliki bobot molekul tinggi. Secara umum kandungan damar dapat terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi kimia damar mata kucing Bahan Jumlah () Asam damarolat 23,0 Senyawa α-damarresen 40,0 Senyawa β-damarresen 22,5 Abu 3,5 Air 2,5 Minyak atsiri 0,5 Kotoran 8,0 Sumber Sadtler et al (1925) dalam Namiroh (1998) Komposisi utama damar adalah resin yang mengandung fraksi yang bersifat asam dan netral. Fraksi yang bersifat netral dikelompokkan menjadi fraksi

11 yang larut dalam etanol (disebut alfa-resin) dan fraksi yang tidak dapat larut dalam etanol (disebut beta-resin). Beta-resin merupakan fraksi yang memiliki bobot molekul rendah, sedangkan alfa-resin umumnya merupakan senyawa terpen yang merupakan senyawa-senyawa tetrasiklik. Fraksi yang bersifat asam antara lain asam damarolat, asam ursonat, asam damarenolat dan asam damarenoat serta metil ester dari asam-asam ini. (Doelen et al.1998 dan Tan 1990 dalam Mulyono et al.2004) Hasil analisis gas kromatografi spektrum masa terhadap damar mata kucing yang dilakukan oleh Mulyono (2009), berhasil mendeteksi sejumlah 67 senyawa yang terdiri atas empat golongan, yaitu 30 senyawa karbon tetrasiklik, 3 senyawa pentasiklik, 11 senyawa C 15 dan 23 Senyawa golongan lain. Komponen terbanyak dalam damar mata kucing dan merupakan golongan karbon tetrasiklik adalah brasikasterol, yaitu sebanyak 20,23. Yamaguchi (1971) dalam Setianingsih (1992), melaporkan bahwa di dalam resin damar terdapat berbagai molekul yang termasuk ke dalam golongan alkohol, asam, keton, dan ester. Menurut Manitto (1981) dalam Setianingsih (1992), molekul di dalam resin damar termasuk dalam golongan triterpen dan triterpen-o yang merupakan hasil reaksi siklisasi dari poliisoprene. Lenny (2006), melaporkan bahwa triterpen merupakan senyawa yang memiliki atom C30 dan bersifat tidak menguap. Perbandingan sifat kimia damar mata kucing berbagai mutu yang belum dimurnikan dan damar mata kucing berbagai mutu yang telah dimurnikan dapat dilihat pada Tabel 4.

12 Tabel 4 Sifat kimia damar mata kucing yang belum dimurnikan dan damar yang telah dimurnikan. Sifat Mutu Damar mata kucing yang belum dimurnikan Damar mata kucing yang telah dimurnikan dengan pelarut Benzene Toluena Bilangan asam A 22,58 1) 19,66 1) 20,99 1) B 23,20 1) 19,61 1) 22,09 1) C 25,08 1) 22,79 1) 24,34 1) D 26,60 1) 23,11 1) 24,62 1) E 28,15 1) 23,89 1) 25,67 1) Abu 29,10 2) - - Bilangan penyabunan A 31,30 1) 21,62 1) 21,96 1) B 30,55 1) 22,10 1) 22,37 1) C 34,68 1) 27,75 1) 28,62 1) D 37,18 1) 29,11 1) 30,16 1) E 39,65 1) 32,61 1) 34,48 1) Abu 58,02 2) - - Kadar Abu A 0,69 1) 0,44 1) 0,47 1) B 0,71 1) 0,48 1) 0,49 1) C 0,74 1) 0,49 1) 0,54 1) D 8,03 1) 0,52 1) 1,07 1) E 11,22 1) 0,57 1) 1,22 1) Abu 0,79 2) - Ketidaklarutan A 0,42 1) 0,28 1) 0,28 1) dalam toluena B 0,42 1) 0,29 1) 0,30 1) C 0,44 1) 0,30 1) 0,31 1) D 1,84 1) 0,31 1) 0,32 1) E 3,90 1) 0,32 1) 0,34 1) Abu 6,248 2) - Sumber: 1) Wiyono & Silitonga (2001), 2) Mentell (1941) dalam Namiroh (1998)