IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DINAMIKA PINDAH MASSA DAN WARNA SINGKONG (Manihot Esculenta) SELAMA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini adalah merancang suatu instrumen pendeteksi kadar

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENGERINGAN DENGAN CARA MENENTUKAN KADAR AIR KESEIMBANGAN DAN KONSTANTA PENGERINGAN BUAH MAHKOTA DEWA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 STUDI KARAKTERISTIK PENGERINGAN SIMPLISIA. Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES PERPINDAHAN MASSA DAN PERUBAHAN WARNA AMPAS TAHU SELAMA PENGERINGAN MENGGUNAKAN PEMANAS HALOGEN

PENGARUH BAHAN KEMAS SELAMA PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN KADAR AIR GULA KELAPA (Cocos Nucifera Linn) PADA BERBAGAI SUHU DAN RH LINGKUNGAN SKRIPSI

MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) ABSTRAK

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Form isian organoleptik terhadap pengolahan beras pratanak UJI HEDONIK. Nama :... Tanggal :...

DAFTAR NOTASI. : konstanta laju pengeringan menurun (1/detik)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon mahkota dewa.

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

Determination of Thin Layer Drying Characteristic of Globefish (Rastrelliger sp.)

PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL. Oleh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI

SKRIPSI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Temu Putih. Penyortiran Basah. Pencucian. Pengupasan. Timbang, ± 200 g. Pengeringan sesuai perlakuan

BAB III ANALISIS WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS

KAJIAN PENGERINGAN LAPISAN TIPIS PADA UMBI TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schoot) CARTAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN PENYUSUTAN DENGAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) AMALIA SAGITA

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) (Ochse & Van Den Brink, 1977)

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

MODEL SIMULASI PENGERI NGAN GENGKEH Y lpe " GROSS - FLOW "

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 PERHITUNGAN JUMLAH UAP AIR YANG DI KELUARKAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA *

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK

BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA

MODEL MATEMATIK PENGERINGAN LAPIS TIPIS WORTEL

EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MODEL MATEMATIK PENGERINGAN LAPIS TIPIS WORTEL

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Singkong

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

Campuran udara uap air

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Beras aruk substitusi kacang merah sebelum dan setelah pemasakan

Bab 10 Kinetika Kimia

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Januari 2014 di

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kalibrasi Termokopel

Konstanta Laju Pengeringan Pada Proses Pemasakan Singkong Menggunakan Tekanan Kejut

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2)

MAKALAH SEMINAR UMUM. ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.)

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 1, Maret 2015

BAB 3. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING PRODUK PERTANIAN SISTEM TENAGA SURYA TIPE KOLEKTOR BERSIRIP

III. METODE PENELITIAN

Studi Karakteristik Pengeringan Pupuk NPK (15:15:15) Menggunakan Tray Dryer

APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS. Abstrak

4.2.1 Penentuan Laju Pengeringan Konstan dan Menurun pada Wortel

DIFUSIVITAS AIR PADA WORTEL SELAMA PENGGORENGAN HAMPA UDARA

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DARl KELAPA KMINA-1, KHINA-2 DAN KHINA-3

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENCERINGAN BUAH NENAS (Anartns conzoslrs L. Merr) VARIETAS QUEEN

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati kadar air keseimbangan. Pada Lampiran 17 disajikan gambar mahkota dewa setelah dikeringkan. Data kadar air awal dan kadar air akhir bahan hasil dari penelitian ini pada berbagai tingkat suhu dan kecepatan udara disajikan pada Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5 berikut ini. Tabel 2. Kadar air awal (M ) dan kadar air akhir buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1.4 m/dt No Suhu ( C) RH (%) Kadar Air (%bb) Kadar Air (%bk) Lama Pengeringan Awal Akhir Awal Akhir (menit) 1. 5 34 86.6 12.69 626.77 14.73 28 2. 45 48 85.92 12.69 61.66 14.54 34 3. 4 52 85.42 12.89 585.7 14.79 32 4. 35 65 85.85 13.6 66.69 15.3 42 Tabel 3. Kadar air awal (M ) dan kadar air akhir buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1 m/dt No Suhu ( C) RH (%) Kadar Air (%bb) Kadar Air (%bk) Lama Pengeringan Awal Akhir Awal Akhir (menit) 1. 5 34 88.94 11.64 84.17 13.14 2 2. 45 48 89.5 11.45 852.35 12.94 2 3. 4 54 88.78 1.98 791.23 12.3 23 4. 35 65 88.72 11.71 786.3 13.23 29 23

Tabel 4. Kadar air awal (M ) dan kadar air akhir buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.5 m/dt No Suhu ( C) RH (%) Kadar Air (%bb) Kadar Air (%bk) Lama Pengeringan Awal Akhir Awal Akhir (menit) 1. 5 38 85.59 12.7 594.1 14.53 3 2. 45 46 84.87 12.12 56.67 13.76 33 3. 4 53 84.83 12.35 559.59 14.9 35 4. 35 65 84.63 12.59 557.86 15.63 54 Tabel 5. Kadar air awal (M ) dan kadar air akhir buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.1 m/dt No Suhu ( C) RH (%) Kadar Air (%bb) Kadar Air (%bk) Lama Pengeringan Awal Akhir Awal Akhir (menit) 1. 5 32 86.9 12.47 627.4 14.41 32 2. 45 42 86.29 12.43 629.4 14.19 33 3. 4 55 86.18 12.3 623.44 13.99 42 4. 35 65 86.21 12.62 624.88 14.44 52 Berdasarkan Tabel 2 sampai dengan Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa pada kondisi pengeringan dengan suhu dan tingkat RH yang berbeda menghasilkan penurunan kadar air yang berbeda pula. Parameter yang mempengaruhi proses pengeringan ini adalah suhu pengering, RH pengering, kadar air awal bahan, kadar air akhir bahan, dan kecepatan udara pengering (Brooker, 1974). Kemampuan bahan untuk melepaskan air dari bagian permukaan semakin besar dengan meningkatnya suhu udara pengering yang digunakan. Dari Tabel 2 sampai dengan 5 di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu udara pengering, maka semakin cepat pula pengeringan yang dilakukan. Begitu pula dengan nilai RH, jika RH yang terukur rendah maka pengeringan yang dilakukan lebih cepat dan juga jika nilai RH yang terukur tinggi maka pengeringan yang dilakukan berlangsung lebih lambat. 24

Pada percobaan kali ini terjadi sedikit penyimpangan, yaitu pada beberapa kondisi buah mahkota dewa terjadi proses pengeringan yang lebih cepat. Pada Tabel 2, perlakuan suhu 45 C proses pengeringan terjadi sedikit lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan suhu 4 C. Kemudian pada Tabel 3, perlakuan suhu 5 C waktu pengeringan yang terjadi cenderung sama dibandingkan dengan perlakuan suhu 45 C. Hal ini disebabkan oleh kadar air awal, kualitas bahan, dan tingkat kematangan buah mahkota dewa yang dipetik tidak dapat diprediksi secara tepat memiliki kondisi yang sama. Data lengkap hasil pengukuran dan perhitungan penelitian ini disajikan pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 16. Pada Gambar 7 sampai dengan Gambar 1 berikut ini disajikan kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dan kecepatan udara pengering. Kadar Air (%bb) 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 Waktu (menit) Gambar 7. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1.4 m/dt. 25

Kadar Air (%bb) 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 Waktu (menit) Gambar 8. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1 m/dt. Kadar Air (% bb) 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 Waktu (menit) Gambar 9. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.5 m/dt. 26

Kadar Air (% bb) 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 Waktu (menit) Gambar 1. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.1 m/dt. Berdasarkan Gambar 7 sampai dengan Gambar 1 dapat dilihat bahwa penurunan kadar air (%bb) berlangsung setahap demi setahap hingga mencapai keadaan setimbang. Dari grafik di atas dapat kita lihat pula bahwa pada awal proses pengeringan cenderung mengalami penurunan kadar air (%bb) lebih cepat dan pada menjelang akhir proses pengeringan kadar air (%bb) cenderung semakin lambat. Dari grafik tersebut juga bisa kita analisis bahwa jika suhu pengeringan semakin tinggi diberikan maka semakin cepat pula buah mahkota dewa yang dikeringkan untuk mencapai keadaan seimbang. Seperti terlihat pada Gambar 7, durasi waktu pengeringan cenderung lebih lambat dibandingkan dengan durasi waktu pengeringan yang terlihat pada Gambar 8. Hal ini dikarenakan kualitas bahan dan tingkat kematangan buah mahkota dewa yang dipetik tidak dapat diprediksi secara tepat memiliki kondisi yang sama. 2. Laju Pengeringan terhadap Waktu Laju pengeringan dalam proses pengeringan suatu bahan memiliki arti penting, dimana laju pengeringan akan menggambarkan cepat atau lambatnya suatu proses pengeringan. Penguapan massa air dari permukaan bahan akan bertambah cepat dengan adanya kenaikan suhu dalam proses 27

pengeringan. Data laju pengeringan rata-rata selama proses pengeringan buah mahkota dewa dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Laju pengeringan rata-rata buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara No Kecepatan Udara (m/dt) Suhu ( C) RH (%) Laju Pengeringan Rata rata (%bk/menit) 5 34 3.1971 1. 1.4 45 48 2.5332 4 52 2.2394 35 65 1.6872 5 34 4.1389 2. 1 45 48 4.1426 4 54 3.8946 35 65 3.444 5 38 3.2367 3..5 45 46 2.8717 4 53 1.9282 35 65 1.331 5 32 2.5314 4..1 45 42 2.89 4 55 2.6231 35 65 1.5859 Dari data laju pengeringan di atas dapat dilihat bahwa jika semakin tinggi suhu udara pengeringan, maka semakin naik laju rata-rata pengeringan yang terjadi. Hal ini disebabkan karena penguapan air akan berlangsung semakin cepat seiring dengan bertambahnya suhu. Berdasarkan data Tabel 6 di atas dapat dianalisis bahwa suhu pengeringan berbanding lurus dengan laju pengeringan rata-rata. Pada Gambar 11 sampai dengan Gambar 14 disajikan kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara pengering. 28

Laju Pengeringan (%bk/menit) 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 Waktu (menit) Gambar 11. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1.4 m/dt. Laju Pengeringan (%bk/menit) 12 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 Waktu (menit) Gambar 12. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1 m/dt. 29

Laju Pengeringan (%bk/menit) 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 Waktu (menit) Gambar 13. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.5 m/dt. Laju Pengeringan (%bk/menit) 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 Waktu (menit) Gambar 14. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.1 m/dt. Berdasarkan Gambar 11 sampai dengan Gambar 14 dapat dilihat bahwa laju pengeringan menjadi tinggi jika suhu pengeringan juga tinggi. Pada awal-awal proses pengeringan laju pengeringan yang terjadi cenderung cepat kemudian mendekati keseimbangan laju pengeringan menjadi lambat. Laju pengeringan menjadi semakin rendah bila kadar air bahan mendekati kadar air keseimbangan. Menurut Hall (1957), bahwa suatu bahan dapat dikatakan kering jika laju air yang keluar dari bahan sama 3

dengan udara sekelilingnya. Pada proses pengeringan ini pada laju pengeringan terjadi sedikit penyimpangan. Pada Gambar 11 laju pengeringan dengan menggunakan perlakuan suhu 4 C terjadi sedikit lebih cepat pada awal proses dibandingkan dengan perlakuan suhu 45 C. Kemudian pada Gambar 12 laju pengeringan pada awal proses dengan menggunakan perlakuan suhu 45 C sedikit lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan suhu 5 C. Begitu pula yang terjadi pada Gambar 12, laju pengeringan pada awal proses dengan menggunakan perlakuan suhu 35 C terjadi sedikit lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan suhu 4 C. Hal ini dikarenakan kualitas bahan dan tingkat kematangan buah mahkota dewa yang dipetik tidak dapat diprediksi secara tepat memiliki kondisi yang sama. Pada Gambar 15 sampai dengan Gambar 18 berikut ini disajikan kurva laju pengeringan mahkota dewa terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dan berbagai kecepatan udara. Laju Pengeringan (%bk/menit) 12 1 8 6 4 2 2 4 6 8 1 Kadar Air (% bb) Gambar 15. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1.4 m/dt. 31

Laju Pengeringan (%bk/menit) 16 14 12 1 8 6 4 2 2 4 6 8 1 Kadar Air (% bb) Gambar 16. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1 m/dt. Laju Pengeringan (%bk/menit) 1 8 6 4 2 2 4 6 8 1 Kadar Air (% bb) Gambar 17. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.5 m/dt. 32

Laju Pengeringan (%bk/menit) 1 8 6 4 2 2 4 6 8 1 Kadar Air (% bb) Gambar 18. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering.1 m/dt. B. Kadar Air Keseimbangan dan Konstanta Pengeringan Buah Mahkota Dewa 1. Kadar Air Keseimbangan (Me) Buah Mahkota Dewa Kadar air keseimbangan adalah kadar air yang pada prosesnya tidak terjadi perpindahan uap dari dan ke dalam. Pada proses pengeringan, kadar air keseimbangan memiliki arti penting karena dapat menentukan kadar air terendah yang dapat dicapai pada proses tersebut. Pada penyimpanan, kadar air keseimbangan berguna untuk menjaga agar produk tidak mengalami adsorpsi uap air selama penyimpanan berlangsung. Kadar air keseimbangan berhubungan erat dengan tekanan uap dalam buah mahkota dewa. Pada kadar air tertentu tiap bahan mempunyai karakteristik tekanan uap pula. Bila tekanan uap di dalam bahan lebih besar daripada tekanan uap udara lingkungannya, akan terjadi desorpsi uap ke udara. Bila tekanan uap di bahan lebih kecil, akan terjadi desorpsi uap air di udara ke dalam bahan. Kadar air keseimbangan akan tercapai bila tekanan uap di dalam dan di luar bahan sama besarnya. Nilai kadar air keseimbangan (Me) buah mahkota dewa dari tiaptiap perlakuan disajikan dalam Tabel 7 berikut ini. 33

Tabel 7. Kadar air keseimbangan (Me) buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara No Kecepatan Udara (m/dt) Suhu ( C) RH (%) Me (%bk) 1. 1.4 2. 1 3..5 4..1 5 34 7 45 48 7.5 4 52 8 35 65 9 5 34 7 45 48 7.5 4 54 8 35 65 8.5 5 38 8.5 45 46 9 4 53 9.5 35 65 1 5 32 8 45 42 8.5 4 55 9 35 65 9.5 Nilai Me yang ditetapkan pada Tabel 7 di atas merupakan hasil koefisien determinasi (R 2 ) terbaik. Dari data yang disajikan dalam bentuk Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa jika semakin tinggi suhu udara pengeringan, maka semakin rendah nilai kadar air keseimbangan (Me) yang diperoleh. Nilai Me yang diperoleh hanya dipengaruhi oleh RH pengering, sedangkan perbedaan kadar air tidak berpengaruh. Berdasarkan Tabel 7 di atas, jika RH yang diperoleh semakin tinggi maka semakin tinggi pula nilai Me yang diperoleh. Pada Tabel 8 berikut ini adalah pemodelan Me setelah dilakukan analisis menggunakan persamaan Henderson dan Perry. Lampiran 18 sampai dengan Lampiran 21 disajikan nilai uji Me berdasarkan pemodelan pada Tabel 8 dengan berbagai kondisi suhu, RH, dan kecepatan udara pengering. 34

Tabel 8. Pendugaan pemodelan Me menggunakan persamaan Henderson dan Perry No Kecepatan Udara (m/dt) Pemodelan Me 1 1.4 Me = 17.77 [-ln (1-RH)/T].1972 2 1 Me = 14.594 [-ln (1-RH)/T].1544 3.5 Me = 16.626 [-ln (1-RH)/T].1433 4.1 Me = 14.72 [-ln (1-RH)/T].1251 2. Konstanta Pengeringan (k) Buah Mahkota Dewa Konstanta pengeringan merupakan koefisien yang berkaitan dengan nilai difusivitas (D) dan faktor geometris bahan (A), sehingga nilai konstanta pengeringan berbeda untuk setiap model pengeringan lapisan tipis. Nilai konstanta pengeringan diperoleh bersamaan dengan nilai kadar air keseimbangan menggunakan metode grafik. Pada Tabel 9 berikut ini disajikan nilai konstanta pengeringan (k) buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara. Hasil regresi linear untuk mencari nilai k dan A pada berbagai kecepatan udara pengering disajikan pada Lampiran 22 sampai dengan Lampiran 25. 35

Tabel 9. Konstanta pengeringan (k) buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara No Kecepatan Udara (m/dt) Suhu ( C) RH (%) k 5 34.2255 1. 1.4 45 48.2159 4 52.226 35 65.25 5 34.3166 2. 1 45 48.333 4 54.344 35 65.2751 5 38.245 3..5 45 46.2325 4 53.2551 35 65.18 5 32.2147 4..1 45 42.2392 4 55.1981 35 65.1854 Berdasarkan data Tabel 9 di atas dapat dianalisis bahwa jika nilai k hanya dipengaruhi oleh suhu udara pengering. Jika suhu udara pengering semakin tinggi, maka nilai k yang diperoleh juga semakin tinggi. Pada Tabel 1 berikut ini adalah pemodelan k setelah dilakukan analisis menggunakan persamaan Arrhenius. 36

Tabel 1. Pendugaan pemodelan k menggunakan persamaan Arrhenius No Kecepatan Udara (m/dt) Pemodelan k 1 1.4 k = exp [(.24/T)-1.464] 2 1 k = exp [(.51/T)-1.55] 3.5 k = exp [(.13/T)-1.262] 4.1 k = exp [(.63/T)-1.411] C. Uji Ketepatan Model Pengujian model nilai Me dan nilai k dilakukan dengan menggunakan metode uji error pada pemodelan tersebut. Jika error yang diperoleh kecil, maka pemodelan tersebut bisa digunakan untuk menduga nilai Me dan k buah mahkota dewa. Pada Tabel 11 dan Tabel 12 berikut ini disajikan perbandingan nilai Me antara hasil percobaan dengan hasil pendugaan berikut nilai error - nya. Tabel 11. Perbandingan nilai Me antara hasil percobaan dengan hasil pendugaan berikut nilai error nya No Kecepatan Suhu RH Me Me Error Udara (m/dt) ( C) (%) Percobaan Pendugaan 5 34 7 6.88.2 1. 1.4 45 48 7.5 7.68.2 4 52 8 8.5.1 35 65 9 8.87.1 5 34 7 6.96.1 2. 1 45 48 7.5 7.59.1 4 54 8 7.94.1 35 65 8.5 8.49.1 5 38 8.5 8.54.5 3..5 45 46 9 8.99.1 4 53 9.5 9.41.1 35 65 1 1.5.1 5 32 8 8.1.1 4..1 45 42 8.5 8.47.4 4 55 9 9.2.2 35 65 9.5 9.49.1 37

Tabel 12. Perbandingan nilai k antara hasil percobaan dengan hasil pendugaan berikut nilai error nya No Kecepatan Suhu RH k k Error Udara (m/dt) ( C) (%) Percobaan Pendugaan 5 34.2255.23142.256 1. 1.4 45 48.2159.23142.671 4 52.226.23144.235 35 65.25.23147.1144 5 34.3166.34854.916 2. 1 45 48.333.34857.447 4 54.344.34864.1269 35 65.2751.34871.2111 5 38.245.28368.1522 3..5 45 46.2325.28374.186 4 53.2551.28382.141 35 65.18.2839.366 5 32.2147.24422.129 4..1 45 42.2392.24424.26 4 55.1981.24428.189 35 65.1854.24433.2412 Berdasarkan Tabel 11 dan Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa nilai error pada pengujian nilai Me dan k cenderung bernilai kecil. Dalam hal ini berarti model persamaan semi teoritis Henderson dan Perry dan juga persamaan Arrhenius dapat diterima serta dapat digunakan untuk menduga nilai penurunan kadar air buah mahkota dewa. 38