EVALUASI PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PERSILANGAN DUA DAN TIGA BANGSA PADA PETERNAKAN RAKYAT

dokumen-dokumen yang mirip
KINERJA PRODUKSI DAN UMUR PUBERTAS PEDET HASIL KAWIN SILANG SAPI PO, SIMMENTAL DAN LIMOUSIN DALAM USAHA PETERNAKAN RAKYAT

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT

PERFORMANS SAPI SILANGAN PERANAKAN ONGOLE PADA KONDISI PEMELIHARAAN DI KELOMPOK PETERNAK RAKYAT

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG

PEMBIBITAN SAPI LOKAL (PO) DI PETERNAKAN RAKYAT (DESA BODANG KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG)

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO dan LIMPO YANG DIPELIHARA DI KONDISI LAHAN KERING

POLA PEMBIBITAN SAPI POTONG LOKAL PERANAKAN ONGOLE PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

PERFORMANS SAPI BALI INDUK SEBAGAI PENYEDIA BIBIT/BAKALAN DI WILAYAH BREEDING STOCK BPTU SAPI BALI

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG

PERBAIKAN TEKNOLOGI PEMELIHARAAN SAPI PO INDUK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUK DAN TURUNANNYA PADA USAHA PETERNAKAN RAKYAT

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

Adrial dan B. Haryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jalan G. Obos Km.5 Palangka Raya

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO DENGAN SKOR KONDISI TUBUH YANG BERBEDA PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN MALANG

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

STRATEGI PEMENUHAN GIZI MELALUI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH UNTUK PEMBESARAN SAPI POTONG CALON INDUK

RESPONS SAPI PO DAN SILANGANNYA TERHADAP PENGGUNAAN TUMPI JAGUNG DALAM RANSUM

PENGARUH BERAT BADAN AWAL TERHADAP PENCAPAIAN HASIL PADA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI PETERNAKAN RAKYAT

KINERJA REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS DI TIGA PROVINSI DI INDONESIA: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA TIMUR, JAWA TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERAH EKS-IMPOR DAN LOKAL PADA TIGA PERIODE KELAHIRAN DI SP 2 T, KUTT SUKA MAKMUR GRATI, PASURUAN

PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI PO MELALUI PENYEBARAN PEJANTAN UNGGUL HASIL UNIT PENGELOLA BIBIT UNGGUL (UPBU)

IDENTIFIKASI POLA PERKAWINAN SAPI POTONG DI WILAYAH SENTRA PERBIBITAN DAN PENGEMBANGAN

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

KERAGAAN REPRODUKSI SAPI BALI PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN TABANAN BALI

RESPONS PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SILANGAN PADA KONDISI PAKAN BERBASIS LOW EXTERNAL INPUT

PENCAPAIAN BOBOT BADAN IDEAL CALON INDUK SAPI FH MELALUI PERBAIKAN PAKAN

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO INDUK PADA POLA PERKAWINAN BERBEDA DALAM USAHA PETERNAKAN RAKYAT: STUDI KASUS DI KABUPATEN BLORA DAN PASURUAN

PERFORMANS PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

STATUS NUTRISI SAPI PERANAKAN ONGOLR DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

PENGGUNAAN BAHAN PAKAN LOKAL SEBAGAI UPAYA EFISIENSI PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG KOMERSIAL: Studi Kasus di CV Bukit Indah Lumajang

Perbaikan Performans Produksi dan Reproduksi Sapi Jabres

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

PENGARUH STRATIFIKASI FENOTIPE TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SAPI POTONG PADA KONDISI FOUNDATION STOCK

PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG

PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

Hubungan antara bobot badan induk dan bobot lahir pedet sapi Brahman cross pada jenis kelamin yang berbeda

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

TATA LAKSANA PAKAN, KAITANNYA DENGAN PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN PANGAN: STUDI KASUS PADA USAHA SAPI POTONG RAKYAT DI KABUPATEN BANTUL DI YOGYAKARTA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

KORELASI BOBOT HIDUP INDUK MENYUSUI DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

Pengaruh Pembedaan Kualitas Konsentrat pada Tampilan Ukuran-Ukuran Tubuh dan Kosumsi Pakan Pedet FH Betina Lepas Sapih

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

REPRODUCTION PERFORMANCE OF LIMOUSIN CROSSBREED IN TANGGUNGGUNUNG DISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY

NILAI EKONOMIS PEMBIBITAN SAPI PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

PERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

Kata kunci : Sapi Peranakan Ongole, Bobot Badan, Ukuran-ukuran Tubuh Keterangan : 1). Pembimbing Utama 2). Pembimbing Pendamping

SURAT PERNYATAAN. Y a n h e n d r i NIM. B

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

POLA ESTRUS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE DIBANDINGKAN DENGAN SILANGAN SIMMENTAL-PERANAKAN ONGOLE. Dosen Fakultas Peternakan UGM

Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura. Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

STRATIFIKASI INDUK DAN PEBINAAN KELOMPOK SEBAGAI BAGIAN DALAM PERBAIKAN MUTU GENETIK SAPI BALI

Profil Sapi Rambon Berdasarkan Performans Produksi dan Reproduksi

HASIL-HASIL PENELITIAN SAPI POTONG UNTUK MENDUKUNG AGRIBISNIS PETERNAKAN

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni

PERFORMANS SAPI PERANAKAN ONGOLE MUDA PASCASCREENING

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

Endang Sulistyowati, Emran Kuswadi, Lobis Sutarno dan Gilbert Tampubolon

BAB I PENDAHULUAN. Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT)

ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA

PENGARUH LEVEL PENGGUNAAN AMPAS PATI AREN (Arenga pinnata MERR.) DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SAPI PERANAKAN LIMOUSINE DI KECAMATAN BERBEK KABUPATEN NGANJUK

EVALUASI PENGGUNAAN KULIT SINGKONG PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG RAKYAT: STUDI BANDING DI KECAMATAN MERGOYOSO, KABUPATEN PATI

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

POTENSI DAN KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO)

PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN DAN SKOR KONDISI TUBUH PEDET SILANGAN PRA SAPIH DENGAN TEKNOLOGI CREEP FEEDING DI PETERNAKAN RAKYAT

D.B.A. San, I.K.G.Yase Mas dan E. T. Setiatin* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

Kinerja Reproduksi Induk Sapi Silangan Simmental Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole Periode Postpartum

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN SIMMENTAL DI KABUPATEN TULUNGAGUNG JAWA TIMUR

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

POTENSI SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) KEBUMEN SEBAGAI SUMBER BIBIT SAPI LOKAL DI INDONESIA BERDASARKAN UKURAN TUBUHNYA (STUDI PENDAHULUAN)

Key words : DAS Progo, Beef cattle, The potency of area

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

Transkripsi:

EVALUASI PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PERSILANGAN DUA DAN TIGA BANGSA PADA PETERNAKAN RAKYAT (Productivity Evaluation of Cross Bred of Two and Three Breeds of Beef Cattle at Small Holder Farmer) AINUR RASYID, E. ROMJALI, ARYOGI dan D. PAMUNGKAS Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2, Grati, Pasurun 67184 ABSTRACT The survey was aimed to evaluate the productivity of the two crossed bred (PO X Simmental or PO X Limousine) and the three crossed bred (PO x Limousine x Simmental or PO x Simmental x Limousine) at the farmers. The survey was done through observation, monitoring and group services at Bodang village, district of Padang, Lumajang regency. The survey used 32 heads of crossed cow and heifers which consisted of 21 heads treatment groups of two crossed and their offspring three crossed bred, owned by the beef cattle research institution which were raised by the farmers and 11 heads of the control group owned by the surrounding breeders. The treatment groups get the service of management improvement including the feed, health and mating management. The feed improvement was concentrate of 0.5 1% of the body weight for the heifer before mating and for the cows at the time of gestation and lactation. The mating system of the Simmental cross (PO x Sim) was done by insemination with limousine, the limousine cross (PO x Lim) were inseminated with Simmental. The data was analysed using t-test. The parameters measured were: body weight, body size, body condition score and reproduction activity. The result showed that the weaning weight at 6 month and the body weight at 12 month of ages of the three crossed bred on the treatment (169 ± 7 kg and 216 ± 18 kg) was higher than (P < 0,05) that of the two crossed bred (144 ± 15 kg and 186 ± 13 kg). While the two crossed bred on the treatment group was not different versus control. The reproduction performances among treatment were not significantly different; the first mating was at the range of 20 25 months with the body weight of 220 273 kg, meanwhile an estrus post partus (APP) was 104 139 days and the calving interval was12.5 15.5 months. It is concluded that the higher the Bos taurus blood proportion the higher the body weight echieved as long as they get better feed. Keys Word: Cross Bred Beef Cattle, Production, Reproduction, small holder ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi produktivitas sapi potong persilangan dua bangsa (PO x Simmental atau PO x Limousine) dan tiga bangsa (PO x Limousine x Simmental atau PO x Simmental x Limousine) di peternakan rakyat. Penelitian dilakukan secara survei dengan teknik obervasi, monitoring dan pembinaan kelompok di desa Bodang Kec. Padang Kab. Lumajang. Penelitian menggunakan 32 ekor induk dan calon induk sapi potong persilangan yang terdiri dari kelompok perlakuan sebanyak 21 ekor persilangan dua bangsa dan tiga bangsa beserta pedetnya (3 bangsa) milik Loka Penelitian Sapi Potong yang digaduhkan kepada peternak, dan kelompok kontrol sebanyak 11 ekor sapi potong persilangan model peternak sekitarnya. Kelompok perlakuan mendapat pembinaan dan perbaikan tatalaksana meliputi perbaikan pakan, kesehatan dan pengaturan perkawinan. Perbaikan pakan penguat sebanyak 0,5 1% dari bobot badan yaitu pada sapi dara menjelang kawin dan pada sapi induk saat bunting tua dan menyusui. Pengaturan perkawinan menggunakan perkawinan tiga bangsa yaitu sapi turunan Limousine (PO x Limousine) dikawinkan secara inseminasi buatan IB dengan Simmental dan sapi turunan Simmental (PO x Simmental) di IB dengan Limousine. Analisis data menggunakan uji t (t-test). Parameter yang diukur meliputi bobot badan, ukuran badan, skor kondisi badan dan aktivitas reproduksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performans bobot sapih umur 6 bulan dan umur 12 bulan pada kelompok perlakuan persilangan 3 bangsa (169 ± 7 kg dan 216 ± 18 kg) lebih tinggi (P < 0,05) dari persilangan 2 bangsa (144 ± 15 kg dan 186 ± 13 kg), Sedangkan persilangan 2 bangsa pada kelompok perlakuan tidak berbeda dibandingkan dengan kelompok kontrol. Performans reproduksi sapi persilangan tidak berbeda nyata, yaitu umur pertama kawin berkisar antara 20 167

25 bulan dengan bobot badan sebesar 220 273 kg, an estrus post partus (APP) sebesar 104 139 hari dan jarak beranak 12,5 15,5 bulan. Disimpulkan bahwa proporsi darah Bos taurus yang makin tinggi, produksi bobot badannya akan meningkat bila didukung dengan pakan yang lebih baik. Kata Kunci: Sapi Potong Persilangan, Produksi, Reproduksi, Peternakan Rakyat PENDAHULUAN Persilangan antara sapi potong lokal (PO) dengan Bos taurus telah berlangsung lama di peternakan rakyat, perlu dievaluasi produktivitasnya guna menentukan arah, tujuan dan sasaran program persilangan. Sapi potong persilangan mempunyai performans yang baik sebagai tipe potong, sehingga sering kali dikembangbiakan (di kawin IB) sesuai dengan kesenangan dan kemampuan peternak. Kondisi ini dapat menyebabkan hasil persilangan sering kali jauh dari harapan, karena tujuan cross breeding tidak jelas, sehingga program perkawinan dan seleksi tidak dilakukan (ASTUTI et al., 2002). Namun sebagian peternak sapi potong seperti di Jawa Timur (AFFANDHY et al., 2002) telah menyilangkan induk sapi PO dengan kawin IB Limousine, dan hasil turunannya dikawinkan dengan Simmental atau sebaliknya untuk menghasilkan sapi turunan siap jual (commercial breed)). Hal ini sesuai dengan program persilangan tiga bangsa (A x B x C) yang menurut FRAHMM (1998) serta CHAPMAN dan ZOBELL (2004) akan dapat meningkatkan kemungkinan pemanfaatan heterosis hingga 100% untuk menghasilkan bangsa yang super. Program cross breeding pada sapi potong dapat dilakukan dengan menggunakan dua, tiga atau lebih bangsa yang berbeda sebagai populasi dasarnya (FRAHMM, 1998). Salah satu cross breeding yang mempunyai hasil turunan baik adalah perkawinan tiga bangsa, yaitu dapat menaikan bobot sapih sebesar 23% dari pada 8,3% pada perkawinan dua bangsa (HAMMACK, 1998). Untuk mendapatkan efek heterosis (hybrid vigor) yang cocok untuk dataran rendah di Indonesia yang beriklim lembab dan panas, sebaiknya persilangan mengarah pada pembentukan bangsa sapi yang mengandung darah subtropis (> 50%), diantaranya persilangan dengan Simmental (UTOYO, 2003). Namun untuk wilayah tertentu yang memungkinkan penyediaan sumber pakan yang cukup, dapat dilakukan program persilangan yang mempunyai komposisi darah subtropis yang lebih besar seperti persilangan tiga bangsa (75% Bos taurus dan 25% Bos indicus). Program persilangan sapi potong pada peternakan rakyat belum terarah, sementara usaha pembibitan tetap berjalan dan bertahan pada skala usaha dan produktivitas yang masih rendah. Upaya peningkatan produktivitas sapi potong persilangan di peternakan rakyat adalah pembinaan wilayah sentra pembibitan yang sesuai dengan program pemuliaan yang terarah. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi kinerja sapi potong persilangan dua bangsa (PO x Simmental atau PO x Limousine) dan tiga bangsa (PO x Simmental x Limousine atau PO x Limousine x Simmental) di peternakan rakyat. MATERI DAN METODE Penelitian merupakan on farm research sejak tahun 2003 dengan melakukan uji terap model pembentukan bibit sapi potong komersial tiga bangsa (PO x Simmental x Limousine) melalui pengaturan perkawinan yaitu sapi turunan Simmental (½ PO : ½ Sim) di IB dengan Limousine : (¼ PO: ¼ Sim : ½ Lim), dan sapi turunan Limousine (½PO:½ Lim) di IB dengan Simmental.: (¼ PO : ¼ Lim :½ Sim). Penelitian dilakukan di desa Bodang Kecamatan Padang Kabupaten Lumajang, dengan melakukan kerjasama penelitian antara Loka Penelitian Sapi Potong dengan kelompok peternak SUMBER MAKMUR ; yang mendapat dukungan dari Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang. Metode penelitian dilakukan secara survei, pengumpulan data dengan teknik observasi, monitoring dan pembinaan kelompok. Observasi dilakukan terhadap bobot badan, aktivitas reproduksi dan pemberian pakan, dan dilanjutkan dengan monitoring setiap 2 3 bulan. Pengamatan tahun 2006, menggunakan materi sebanyak 32 ekor sapi persilangan yang terdiri dari dua kelompok perlakuan yaitu 168

(1) Kelompok binaan sebanyak 21 ekor sapi induk dan calon induk persilangan dua bangsa (PO x Simmental atau PO x Limousine) dan calon induk tiga bangsa serta turunannya hasil silang tiga bangsa (PO x Limmousine x Simmental) milik Loka Penelitian Sapi Potong yang dipelihara kelompok peternak penggaduh dan mendapat perbaikan, (2) Kelompok kontrol sebanyak 11 ekor sapi persilangan model peternak di sekitar lokasi penelitian. Kelompok perlakuan mendapat perbaikan pakan dan kesehatan. Penambahan pakan berupa dedak fermentasi sebanyak 0,5 1% dari bobot badan pada induk bunting dan menyusui selama 4 bulan, dan pada sapi dara selama 2 bulan. Perbaikan kesehatan meliputi perberian obat cacing, vitamin dan penambahan mineral. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola searah dan dianalisis menggunakan uji beda mean (t-test), dan disajikan secara deskriptif. Parameter yang diukur meliputi bobot badan dan ukuran linier tubuh induk (panjang badan, tinggi gumba, lingkar dada); bobot lahir dan bobot badan pedet saat sapih (6 bulan), umur 12 dan 24 bulan; dan skor kondisi tubuh (SKT) menurut NICHOLSON dan BUTTERWORT (1986). Performans reproduksi meliputi service per conception (S/C), an-estrus post partus dan calving interval. Performans produksi HASIL DAN DISKUSI Performans bobot lahir pedet hasil persilangan menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan pedet persilangan 3 bangsa (PO x Lim x Sim) tidak berbeda nyata dibanding persilangan 2 bangsa (PO x Sim atau PO x Lim). Begitu pula bobot lahir pedet hasil persilangan 2 bangsa pada kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dibanding dengan kelompok kontrol (Tabel 1). Bobot badan Tabel 1. Rataan bobot lahir, bobot badan, ukuran linier tubuh dan skor kondisi tubuh sapi persilangan pada berbagai umur di Kabupaten Lumajang Status fisiologis Parameter Perlakuan Kontrol N 2 bangsa N 3 bangsa N 2 bangsa Bobot lahir BB (kg) 5 31,8 ± 1,2 a,c 6 35,3 ± 3,9 a 3 33,3 ± 4,2 c Bobot sapih 6 bulan Bobot badan umur 12 bulan Bobot badan umur 24 bulan BB (kg) 3 144,0 ± 15,0 b,c 6 169,0 ± 7,0 a 5 136,0 ± 3,0 b,c SKT 5,5 ± 0,0 5,9 ± 0,4 5,5 ± 0,4 TG (cm) 99,0 ± 1,0 105,0 ± 4,0 104,0 ± 3,0 PB (cm) 101,0 ± 5,0 108,0 ± 4,0 107,0 ± 7,0 LD (cm) 122,0 ± 2,0 125,0 ± 3,0 126,0 ± 6,0 BB (kg) 3 186,0 ± 13,0 b,c 3 216,0 ± 18,0 a 5 217,0 ± 34,0 d SKT 5,3 ± 0,3 5,2 ± 0,3 5,5 ± 0,4 TG (cm) 113,0 ± 6,0 115,0 ± 1,0 115,0 ± 4,0 PB (cm) 112,0 ± 6,0 121,0 ± 4,0 118,0 ± 6,0 LD (cm) 129,0 ± 3,0 138,0 ± 3,0 133,0 ± 7,0 BB (kg) 8 265,0 ± 27,0 a,c 2 242,0 ± 20,0 a 4 254,0 ± 40,0 a,c SKT 5,7 ± 0,3 5,3 ± 0,3 5,5 ± 0,7 TG (cm) 124,0 ± 2,0 123,0 ± 4,0 119,0 ± 7,0 PB (cm) 132,0 ± 5,0 131,0 ± 1,0 126,0 ± 7,0 LD (cm) 151,0 ± 4,0 147,0 ± 4,0 146,0 ± 11,0 BB = Bobot badan; SKT = Skor kondisi tubuh; TG = Tinggi gumba; PB = Panjang badan; LD = Lingkar dada a,b Superskrip yang berbeda pada baris yang sama dalam satu perlakuan berbeda nyata (P < 0,05) c,d Superskrip yang berbeda pada baris yang sama antar perlakuan berbeda nyata (P < 0,05) 169

pedet saat sapih (6 bulan) dan umur 12 bulan menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan persilangan 3 bangsa secara nyata (P < 0,05) lebih tinggi dibanding dengan persilangan 2bangsa. Bobot sapih persilangan 2 bangsa pada kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dibanding dengan persilangan 2 bangsa pada kelompok kontrol, sedangkan pada umur 12 bulan kelompok perlakuan lebih rendah dari kontrol (P < 0,05). Kondisi ini disebabkan variasi bobot badan yang tinggi dengan jumlah sample yang kecil. Bobot badan umur 6 dan 12 bulan pada kelompok perlakuan, persilangan 3 bangsa adalah sebesar 169 ± 7 kg dan 216 ± 18 kg, dan persilangan 2 bangsa sebesar 144 ± 15 kg dan 186 ± 13 kg. Sedangkan untuk persilangan 2 bangsa pada kelompok kontrol 136 ± 3 kg dan 217 ± 34 kg. Kondisi ini tidak berbeda jauh dibanding dengan hasil penelitian AFFANDHY et al. (2005a) bahwa bobot badan sapi persilangan di kabupeten Probolinggo umur sapih (5 bulan) pada persilangan 3 bangsa sebesar 135 145 kg dan 2 bangsa sebesar 126,5 kg. Sedangkan bobot badan pedet lepas sapih umur 12 bulan pada 3 bangsa sebesar 254 259 kg, dan 2 bangsa sebesar 205 kg. Perbedaan ini disebabkan karena faktor lingkungan (lokasi) sehingga pakan dan tatalaksana tidak sama. Bobot badan umur 24 bulan pada kelompok perlakuan persilangan 3 bangsa (242 ± 20 kg) lebih rendah dari 2 bangsa (265 ± 27 kg), begitu pula persilangan 2 bangsa pada kelompok kontrol (254 ± 40 kg) dengan 2 bangsa pada kelompok perlakuan. Namun secara statistik tidak berbeda nyata. Kinerja produksi sapi potong persilangan yang mendapat perbaikan (kelompok perlakuan) akan semakin baik dibandingkan dengan tanpa perbaikan. Begitu pula proporsi darah sapi Bos taurus yang semakin besar, yaitu pada persilangan 3 bangsa (75% Bos taurus, 25% PO) lebih baik dibandingkan dengan dua bangsa (50% Bos taurus, 50% PO), bila didukung oleh tatalaksana yang sesuai. Menurut HAMMACK (1998) bahwa kenaikan bobot sapih silang tiga bangsa sebesar 23% dibanding dengan silang dua bangsa sebesar 8,3%. Secara genetik, sapi Simmental atau Limousine adalah sapi potong yang berasal dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut pemeliharaan yang lebih teratur (ANONIMUS, 2002). Namun sebagai akibat pengaruh udara panas, pakan yang kurang dan budidaya yang tidak teratur, diduga menyebabkan tampilan produksi dan reproduksi sapi-sapi hasil persilangan kurang maksimal (DWIYANTO, 2003). Skor kondisi tubuh (SKT) dan ukuran linier tubuh pada persilangan 2 bangsa tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol, begitu pula pada kelompok perlakuan persilangan 2 bangsa tidak nyata dibanding dengan persilangan 3 bangsa (Tabel 1). Performans bobot badan seekor ternak berkorelasi positif dengan ukuran lineir tubuh (tinggi badan, lingkar dada dan panjang badan) dan kondisi tubuh (tingkat kegemukan). Semakin besar ukuran linier tubuh dan skor kondisi tubuh seekor ternak, akan diikuti oleh peningkatan bobot badannya. Kondisi ini tampak pada umur sapih (6 bulan) dan 12 bulan bahwa persilangan 3 bangsa mempunyai ukuran tubuh dan skor kondisi tubuh yang lebih tinggi (tidak nyata), tetapi performans bobot badannya secara nyata (P < 0,05) lebih tinggi dari 2 bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan mutu genetik dari persilangan 3 bangsa bila didukung dengan lingkungan (pakan) yang sesuai akan mempunyai kinerja yang lebih baik dari 2 bangsa. Performans bobot badan, skor kondisi tubuh dan ukuran linier tubuh induk sapi persilangan 2 bangsa saat bunting (7 8 bulan) dan awal laktasi pada kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol (Tabel 2). Rata-rata bobot badan induk saat bunting 7 8 bulan pada kelompok perlakuan (421 ± 35 kg) dan sapi kontrol sebesar (465 ± 97 kg). Sedangkan bobot badan induk pada laktasi bulan pertama masing-masing sebesar 373 ± 32 kg dan 425 ± 96 kg, atau terjadi penurunan bobot badan antara 41 48 kg (9 11%). Data bobot badan induk saat bunting 7 8 bulan dan awal laktasi pada persilangan 3 bangsa belum diperoleh sehubungan dengan kondisi fisiologisnya masih dara dengan umur di bawah 30 bulan. 170

Tabel. 2. Rataan bobot badan, ukuran linier tubuh dan skor kondisi tubuh sapi induk persilangan pada berbagai status fisiologis di Kabupaten Lumajang Status fisiologis Parameter Perlakuan Kontrol N 2 Bangsa N 2 Bangsa Induk non laktasi BB (kg) 6 369 ± 38 Induk bunting awal BB (kg) 6 402 ± 39 Induk bunting 7 8 bulan BB (kg) 6 421 ± 35 3 465 ± 97 SKT 5,6 ± 0,6 6,0 ± 0,0 TG (cm) 136 ± 5 134 ± 5 PB (cm) 144 ± 7 146 ± 18 LD (cm) 172 ± 3 178 ± 16 Induk awal laktasi BB (kg) 6 373 ± 32 3 425 ± 96 SKT 5,3 ± 0,6 5,5 ± 0,7 TG (cm) 136 ± 4 134 ± 5 PB (cm) 143 ± 7 146 ± 17 LD (cm) 170 ± 4 174 ± 14 Performans reproduksi Kinerja reproduksi sapi persilangan berdasarkan umur dan bobot badan pertama kali kawin serta jumlah perkawinan atau service per conception (S/C) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara persilangan 2 bangsa dengan 3 bangsa pada kelompok perlakuan. Begitu pula sapi persilangan 2 bangsa pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol tidak berbeda nyata (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa performans reproduksi persilangan 3 bangsa tidak berbeda dengan 2 bangsa pada kondisi lingkungan pemeliharaan yang relatif sama. Sapi-sapi induk milik peternak kontrol memberikan pakan tambahan berupa dedak padi sebanyak 1,5 2 kg, tetapi pemberiannya tidak rutin dan tergantung ekonomi peternak. Perbaikan pakan untuk sapi dara dan induk perlakuan menggunakan dedak fermentasi sebanyak 1,5 2/ekor/hari ternyata dapat meningkatkan terjadinya estrus pada sapi dara tingkat conception yang lebih baik. Dari sebanyak 10 ekor sapi dara sebanyak 40% telah estrus dan di IB, 40% ekor belum estrus dan 20% ekor abnormal, sedangkan pada induk dapat meningkatkan bobot sapih pedet 6 bulan (Tabel 1). Kawin kembali setelah beranak yang ditunjukan dengan an estrous post partus (APP), dan jarak beranak pada persilangan 2 bangsa tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (Tabel 3). Rata-rata kawin pertama sapi dara di lokasi pengamatan berkisar antara umur 20 25 bulan dengan bobot badan 220 273 kg (Tabel 3). Tabel 3. Kinerja reproduksi sapi persilangan di Kabupaten Lumajang Uraian Jumlah N Perlakuan Kontrol 2 bangsa 3 bangsa 2 bangsa Umur pertama kawin sapi dara (bulan) 9 24,0 ± 2,3 20,1 ± 4,2 24,5 ± 2,1 Bobot badan kawin pertama sapi dara (kg) 8 249,5 ± 15,9 220 ± 28,3 273,0 ± 26,2 Service per Conception (kali) 14 2,1 ± 0,6 1,5 ± 0,7 2,5 ± 0,4 An estrous post partus (hari) 11 139,0 ± 38,0-104,0 ± 13,0 Jarak beranak (bulan) 6 15,5 ± 2,3-12,5 ± 1,3 Non significant 2 bangsa dan 3 bangsa dalam satu perlakuan, 2 bangsa dan 2 bangsa antar perlakuan 171

Tatalaksana pemeliharaan pada sapi dara belum mendapatkan perhatian peternak, sehingga pertumbuhannya rendah, kejadian estrus dan kawin pertama lebih panjang Kekurangan pakan (energi dan protein) akan memperlambat umur sapi betina dara untuk mencapai pemasakan dewasa kelamin dan menekan gejala birahi normal (DJANUAR, 985). YUSRAN et al. (2001) melaporkan bahwa permasalahan utama dari faktor internal peternak di Jawa Timur adalah rendahnya kualitas pakan sapi persilangan hasil IB setelah lepas sapih. Sedangkan AFFANDHY et al. (2003) melaporkan bahwa kinerja reproduksi sapi persilangan yang dipelihara peternak di beberapa wilayah di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I. Jogyakarta menunjukkan bahwa pubertas terjadi antara umur 14 19 bulan dengan jarak beranak 13,2 15,6 bulan. Kondisi ini menunjukkan bahwa tatalaksana pemeliharaan yang baik pada sapi dara, akan meningkatkan pertambahan bobot badan yang optimal yang pada gilirannya akan mempercepat estrus maupun dewasa tubuh. Hasil penelitian terdahulu di lokasi yang sama menunjukkan bahwa rata-rata pencapaian pertambahan bobot badan harian pada sapi dara saat menjelang birahi sebesar 0,76 kg/ekor/hari dan kawin pertama terjadi pada bobot badan sebesar 240 311 kg (RASYID et al., 2006). Umur pertama kawin yang lebih panjang secara ekonomi akan mengurangi pendapatan peternak sapi potong karena biaya pemeliharaan untuk pakan dan tenaga peternak menjadi lebih banyak. Disamping itu secara ekonomi kinerja reproduksi sangat menentukan keberhasilan dalam usaha pembibitan sapi potong. Jumlah pelayanan perkawinan per kebuntingan atau service per conception (S/C) dengan perkawinan IB pada pengamatan ini cukup tinggi sebesar 1,5 2,5 kali, sehingga peternak menggunakan kawin sapi setelah 2 3 kali kawin IB gagal bunting. Kondisi ini akan penghambat program pembentukan wilayah persilangan dipeternakan rakyat. YUSRAN et al. (2005) mengatakan bahwa daya dukung wilayah untuk pelayanan program IB yang rendah dapat menghambat laju pelaksanaan kawin silang 3 bangsa sapi potong. Pemberian pakan Ransum yang diberikan peternak pada induk persilangan di lokasi pengamatan sebagian besar (98%) berupa hijauan segar dan sebagian kecil peternak menambahkan pakan penguat berupa dedak padi (2%), dan pemberiannya tidak rutin. Pemberian hijauan segar rata-rata berkisar antara 37 40 kg/ekor/hari (7,7 8,1 kg BK/ekor/hari) dan pada musim kemarau (bulan bulan oktober s/d Desember) rata-rata sebesar 20,5 kg (5,4 kg BK/ekor/hari). Macam dan ragam hijauan pakan yang diberikan peternak sebagian besar berupa pucuk tebu 39 58%, rumput unggul 8 16%, rumput lapang 22 41%, jerami padi 1 6% dan lain lain sebesar 5 27%. Jumlah bahan kering pakan asal hijauan tersebut diprediksikan sebesar 2,5 2,9% dari bobot badan (bobot badan rata-rata 300 400 kg). Hasil pengamatan terhadap konsumsi bahan kering (BK) pakan sapi potong persilangan di Kabupaten Probolinggo sekitar 2,7 3,1 kg/ekor/hari (AFFANDHY et al. 2005b). Kebutuhan pakan berdasarkan BK pakan masih mencukupi, menurut KEARL (1982) bahwa kebutuhan BK pakan untuk bobot badan 300 400 kg adalah sebesar 7,1 8,8 kg. Namun berdasarkan kebutuhan gizi ransum (protein kasar dan energi) yang mengandalkan hijauan diduga belum belum mencukupi, bila didasarkan kecernaan bahan pakan hijauan berkisar 65 85% (PARAKKASI, 1999). Pemberian ransum yang kurang sesuai dengan kebutuhan ternak akan menyebabkan rendahnya kinerja produksi dan reproduksinya. KESIMPULAN 1. Performans produksi bobot badan pedet persilangan 3 bangsa umur 6 dan 12 bulan lebih tinggi dari persilangan 2 bangsa, sedangkan performans reproduksinya tidak berbeda. 2. Komposisi darah Bos taurus yang makin tinggi seperti pada persilangan 3 bangsa, produksi bobot badannya akan meningkat bila didukung dengan tatalaksana pemeliharaan terutama nutrisi pakan yang lebih baik. 172

UCAPAN TERIMA KASIH Disampaikan ucapan terima kasih kepada Staf teknisi Loka Penelitian Sapi Potong Grati yang banyak membantu dalam pengumpulan data dilapangan yaitu sdr. Woro Sabana dan Tri Wasito. Begitu pula kepada petugas Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang yang banyak membantu pelaksanaan kegiatan ini yaitu sdr Ir. Wiwien Koeswintarsih dan Sdr. Djuwariyah petugas Dinas Pertanian Kecamatan padang Kabupaten Lumajang. DAFTAR PUSTAKA AFFANDHY, L., P. SITUMORANG, D.B. WIJONO, ARYOGI dan P.W. PRIHANDINI. 2002. Evaluasi dan Alternatif Pengelolaan Reproduksi Usaha Ternak Sapi Potong pada Kondisi Lapang. Laporan Loka Penelitian Sapi Potong. AFFANDHY, L., P. SITOMORANG, P.W. PRIHANDINI, D.B. WIJONO dan A. RASYID. 2003. Performans reproduksi dan pengelolaan sapi potong induk pada kondisi peternakan rakyat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Teknik Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 37 42. AFFANDHY, L., D. PAMUNGKAS, M.A YUSRAN, D.B. WIJONO, Y.N. ANGGRAENI, SUKIRNO, A. SUTARDJO, SUHARIYONO dan RUSTAMADJI. 2005a. Kerjasama Penelitian Pengembangan Sapi Potong Persilangan dan Lokal: Pembentukan Bibit Komersial Sapi Potong Melalui Sistem Persilangan. Laporan Akhir Loka Penenlitian Sapi Potong, Grati. AFFANDHY, L., D. PAMUNGKAS, M.A YUSRAN dan D.B. WIJONO. 2005b. Keragaan produktivitas sapi induk dan apresiasi IB, guna mendukung usaha pembibitan sapi potong persilangan pada kondisi peternakan rakyat (Studi kasus di Kec. Kademangan, Wonoasih dan Mayangan Probolinggo Jawa Timur). Pros. Seminar Nasional Optimalisasi Teknologi Kreatif dan Peran Stakeholder dalam Pencapaian Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian BPTP Bali. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian bekerjasama dengan BPTP Bali. hlm. 498 504. ANONIMUS. 2002. Bred of Livestock. http///www. cattle-today-com/simdese.httm. ASTUTI, M., W. HARDJOSUBROTO, SUNARDI dan S. BINTARA. 2002. Livestock breeding and reproduction in Indonesia: Past and future, Proc. The 3 th International Seminar on Tropical Animal Production. Faculty of Animal Science, Gadjah Mada University. Jogyakarta Indonesia. CHAPMAN, C.K. and ZOBELL. 2004. Applying Principles of cross breeding. Extension Utahstate University, May, 2004. 1 4. DJANUAR, R. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gajah Mada University Press. (Terjemahan). DIWYANTO, K. 2003. Pengelolaan plasma nutfah untuk mendukung industri sapi potong berdaya saing. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Sapi Potong Lokal. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang, 29 Maret 2003. FRAHMM, R.R. 1998. System of Crossbreeding. Cooperative Extension Service, Division of Agriculture, Oklahoma State University. HAMMACK, S.P. 1998. Breeding Systems for Beef Production. Agricultural Communications, 2The Texas A&M University System. KEARL, L.C. 1982. Nutrient requirement of ruminants in developing countries. Utah Agricultural. Experimental Station, Utah State University, International Feedstuffs Institute, Logan, USA. NICHOLSON, M.J. and H.M. BUTTERWORTH. 1986. A Guide to Condition Scoring of Jeba Cattle. International Livestock Centre For Africa Addis Ababa. PARAKKASI, A. 1991. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. RASYID, A., D.B. WIJONO dan N.H. KRISNA. Produktivitas Sapi Potong Hasil Persilangan F 1 (PO x Limousine dan PO x Simmental) di Peternakan Rakyat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 6 September 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 135 142. UTOYO, D.P. 2003. Strategi pembibitan sapi Potong Secara Nasional. Pros. Seminar Nasional Pengembangan Sapi Potong Lokal. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang. hlm. 2 10. 173

YUSRAN, M.A., L. AFFANDHY dan SUYAMTO. 2001. Pengkajian Keragaan, Permasalahan dan Alternatif Sulusi IB Sapi Potong di Jawa Timur. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17 18 September 2001. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 155 167. YUSRAN, M.A., L. AFFANDHY, B. SUDARMADI dan D.B. WIJONO. 2005. Pengkajian introduksi program kawin silang tiga bangsa sapi potong di kawasan agroekosistem lahan kering dataran rendah: Studi kasus di wilayah Probolinggo Jawa Timur. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 79 86. DISKUSI Pertanyaan: 1. Judul kurang tepat, karena yang diamati hanya 1 tahun, tidak mengamati lagi induknya setelah beranak kembali sehingga kata evaluasi lebih baik dihilangkan. 2. Mengapa melakukan persilangan sampai 3 bangsa? Jawaban: 1. Saran bisa dipertimbangkan. 2. Untuk mendapatkan tampilan ternak yang lebih bagus, sehingga dilakukan pengamatan sampai 3 bangsa. 174