BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Sifat sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO.

MAGNET - Materi Ipa Fisika SMP Magnet magnítis líthos Magnet Elementer teori magnet elementer.

Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan m terpisah sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya (MM ) adalah. M = mlrˆ(2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Bab III Metodologi Penelitian

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6. Pengantar

Gambar 10. Skema peralatan pada SEM III. METODE PENELITIAN. Untuk melaksanakan penelitian digunakan 2 jenis bahan yaitu

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO

4.2 Hasil Karakterisasi SEM

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu?

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Bahan Listrik. Bahan Magnet

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rumah tangga dan bahan bangunan, yang selanjutnya keramik tersebut dikenal

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN AJAR 1 MEDAN MAGNET MATERI FISIKA SMA KELAS XII

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA.

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN MAGNET PERMANENT Ba-Hexa Ferrite (BaO.6Fe 2 O 3 ) DENGAN METODE KOOPRESIPITASI DAN KARAKTERISASINYA SKRIPSI

PENGARUH TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR DARI BaFe 12 O 19 DENGAN ADITIF Al 2 O 3 SKRIPSI

Bab III Metodologi Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

Efek Aditiv Al 2 O 3 Terhadap Struktur dan Sifat Fisis Magnet Permanen BaO.6(Fe 2 O 3 )

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III MAGNETISME. Tujuan Penmbelajaran : - Memahami dan mengerti tentang sifat-sifat magnet, bahan dan kegunaannya.

19/11/2016. MAGNET Benda yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja Penggolongan bahan secara makroskopik. Sifat-sifat magnet.

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

KEMAGNETAN. Magnet. Dapat dibedakan menjadi. Cara membuat bentuk Cara membuat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

MAGNET. Benda yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja Penggolongan bahan secara makroskopik

Magnet dapat menarik benda-benda dari bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM

Gambar 2.1 Pola garis-garis gaya magnet

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

PENGARUH ADITIF SiO2 TERHADAP SIFAT FISIS DAN SIFAT MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET BaO.6Fe2O3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas magnetmagnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnet- magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya (Siregar, Seri D. 2013). Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber (1 weber/m2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter persegi (Theresya, 2014). 2.2 Pengertian Medan Magnet Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang masih merasakan adanya gaya magnet. Jika sebatang magnet diletakkan dalam suatu ruang, maka terjadi perubahan dalam ruang ini yaitu dalam setiap titik dalam ruang akan terdapat medan magnetik.

Arah medan magnetik di suatu titik didefenisikan sebagai arah yang ditunjukkan oleh kutub utara jarum kompas ketika ditempatkan pada titik tersebut. 2.2.1 Momen Magnetik Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan m terpisah sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya ( ) adalah: = mlrˆ (2.1) dengan adalah sebuah vektor dalam arah vektor unit rˆ berarah dari kutub negativ ke kutub positif. Arah momen magnetik dari atom bahan non magnetik adalah acak sehingga momen magnetik resultannya menjadi nol. Sebaliknya di dalam bahan-bahan magnetik, arah momen magnetik atom-atom bahan itu teratur sehingga momen magnetik resultan tidak nol. Momen magnet mempunyai satuan dalam cgs adalah gauss.cm3 atau emu dan dalam SI mempunyai satuan A. m 2. 2.2.2 Induksi Magnetik Definisi induksi magnet, Induksi magnet adalah kuat medan magnet akibat adanya arus listrik yang mengalir dalam konduktor. Adanya kuat medan magnetic disekitar konduktor berarus listrik diselidiki pertama kali oleh Hans Christian (Denmark, 1774 1851). Jika jarum kompas diletakkan sejajar dengan konduktor itu dialiri arus listrik. Bila arah arus dibalik, maka penyimpangannya juga berbalik. Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar akan menghasilkan medan tersendiri yang menigkatkan nilai total medan magnetic bahan tersebut. Induksi magnetik yang didefinisikan sebagai medan total bahan ditulis sebagai : = + (2.2) Hubungan medan sekunder = 4, satuan dalam cgs adalah gauss, sedangkan dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan gamma (g) dan dalam SI adalah tesla (T) atau nanotesla (nt).

2.2.3 Kuat Medan Magnetik Kuat medan magnetik disuatu titik adalah gaya magnetik yang dialami tiap satu - satuan kuat kutub magnet utara disuatu titik yang berada didalam medan magnetik magnet lain. Kuat medan magnetik yang disebabkan oleh arus listrik disebut dengan induksi magnetik. Kuat medan magnet pada suatu titik yang berjarak r dari m1 didefinisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan sebagai : = = (oersted) (2.3) Dengan : F = Gaya (Newton) = Kuat medan magnet luar (Gauss) m 1, m 2 = Kuat kutub magnet 1 dan 2 (Ampere meter) r 1,r 2 = Jarak titik ke kutub magnet = Permeabilitas ruang hampa (4 x 10-7 H/m) / udara (1 H/m) (Afza, Erini. 2001). 2.3 Macam Macam Magnet Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 2.3.1 Magnet Permanen Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan fluks magnet yang tinggi dari suatu volume magnet tertentu, stabilitas magnetik yang baik terhadap efek temperatur dan waktu, serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh demagnetisasi. Pada prinsipnya, suatu magnet permanen haruslah memiliki karakteristik minimal dengan sifat kemagnetan remanen, Br dan koersivitas intrinsik, Hc serta temperatur Curie, Tc yang tinggi. (Azwar Manaf, 2013)

2.3.2 Magnet Remanen Magnet remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu bahan pengantar dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet. Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya (Afza, Erini. 2001). 2.4 Magnet Keramik Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya adalah golongan ferit,yang merupakan oksida yang disusun oleh hematit sebagai komponen utamanya. Ferit juga dikenal dengan magnet keramik yang biasanya diaplikasikan sebagai magnet permanen. Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet tanpa harus di berikan arus listrik terlebih dahulu (Simbolon, Silviana, 2013). Ferrites adalah senyawa kimia yang terdiri dari keramik bahan dengan besi (III) oksida (Fe2O3) sebagai komponen utama. Bahan ini digunakan untuk membuat magnet permanen, seperti core ferit untuk transformator, dan berbagai aplikasi lain. Ferit keras banyak digunakan dalam komponen elektronik, diantaranya motor-motor DC kecil, pengeras suara (loud speaker), meteran air, KWH-meter, telephone receiver,circulator, dan rice cooker (Theresya, 2014). Magnet permanen ini juga menghasilkan medan yang konstan tanpa mengeluarkan daya yang kontinyu (Darminto, 2011).Magnet dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu, soft magnetic (magnet lunak) adalah merupakan suatu sifat

bahan yang akan berubah dan sifat magnetnya akan hilang bila arus dilepaskan. Sedangkan bahan hard magnetic (magnet keras) merupakan suatu sifat bahan yang sengaja dibuat bersifat magnet permanen (priyono,2011). 2.5 Klasifikasi Material Magnetik Material magnetik adalah material yang mempunyai sifat magnetik. Sifat magnetik adalah fenomena suatu bahan menarik atau menolak material lain yang berada di dekatnya. Berdasarkan nilai suseptibilitas material magnetik dibedakan menjadi 3 yaitu diamagnetik, paramagnetik, dan ferromagnetik (Theresya, 2014). 2.5.1 Diamagnetik Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh Faraday pada tahun 1846 ketika sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini memperlihatkan bahwa medan induksi dari magnet tersebut menginduksi momen magnetik pada bismuth pada arah berlawan dengan medan induksi pada magnet (Tipler, 2001). Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik dibalik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan berubah gerakannya sedemikian hingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron sehingga semua bahan bersifat diamagnetik karena atomnya mempunyai elektron orbital. Bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan diamagnetik adalah μ < μ0 dan susepbtibilitas magnetiknya < 0. Contoh bahan diamagnetik yaitu bismut, perak, emas, tembaga dan seng. ( J.D. Kraus, 1988).

2.5.2 Paramagnetik Material paramagnetik mempunyai nilai suseptibilitas positif di mana magnetisasi M paralel dengan medan luar. Material yang termasuk dalam paramagnetik adalah logam transisi dan ion logam tanah jarang (rare-earth ions). Ion-ion ini mempunyai kulit atom yang tidak terisi penuh yang berisi momen magnet permanen. Momen magnet permanen terjadi karena adanya gerak orbital dan elektron (Theresya, 2014). Setiap elektron berperilaku seperti magnet kecil yang pada medan magnet memiliki salah satu orientasi yaitu searah atau berlawanan arah dengan medan magnet tergantung dengan arah spin elektron. Ketika tidak ada medan luar orientasi momen magnet acak, tetapi ketika medan luar diterapkan maka orientasi momen magnetik sebagian mengarah ke medan luar. Gambar 2.1 Orientasi momen magnetik bahan paramagnetic (a) Tanpa adanya medan luar, (b) Dengan adanya medan luar (Theresya, 2014) Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam rentang 10-5 sampai 10-3 m3/kg, sedangkan permeabilitasnya adalah μ > μ 0. Contoh bahan paramagnetik : alumunium, magnesium dan wolfram (Theresya, 2014). 2.5.3 Ferromagnetik Ferromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik positif yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat menyebabkanderajat penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya.

Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan kemagnetannya telah hilang. Hal ini terjadi karena momen dipol magnetik atom dari bahan bahan ferromagnetik ini mengarahkan gaya gaya yang kuat pada atom disebelahnya. Sehingga dalam daerah ruang yang sempit, momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen dipol magnetik yang disearahkan ini disebut daerah magnetik. Dalam daerah ini, semua momen magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahnya beragam dari daerah sehingga momen magnetik total dari kepingan mikroskopi bahan ferromagnetik ini adalah nol dalam keadaan normal (Tipler, 1991). 2.6 Material Magnet Lunak dan Magnet Keras Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah atau soft magnetic materials maupun material magnetik kuat atau hard magnetic materials. Penggolongan ini berdasarkan kekuatan medan koersifnya dimana soft magnetic atau material magnetik lemah memiliki medan koersif yang lemah sedangkan material magnetik kuat atau hard magnetic materials memiliki medan koersif yang kuat. Hal ini lebih jelas digambarkan dengan diagram histerisis atau hysteresis loop sebagai loop. Gambar 2.2 histeris material magnet (a) Material lunak, (b) Material keras

Diagram histeresis diatas menunjukkan kurva histeresis untuk material magnetic lunak pada gambar (a) dan material magnetik keras pada gambar (b). H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen tersisa magnetisme residual Br, yang disebut residual remanen, dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Magnet lunak mudah dimagnetisasi serta mudah pula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 2.2 Nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam, dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya. Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit di demagnetisasi. Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m2) merupakan energi per satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk satu siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga H sampai 0. energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat dapat diabaikan; medan magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga pada kondisi-ruang, demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan, magnetisasi permanen (Afza, Erini. 2001). 2.7 Jenis Magnet Permanen Produk magnet permanen ada dua macam berdasarkan teknik pembuatannya yaitu magnet permanen isotropi dan magnet permanen anisotropi. Gambar 2.3 Arah partikel pada magnet isotropi dan anisotropi (a) Arah partikel acak (Isotrop) (b) Arah partikel searah (Anisotrop) [Masno G, dkk, 2006]. Magnet permanen isotropi magnet dimana pada proses pembentukkan arah domain magnet partikel-partikelnya masih acak, sedangkan yang anisotropi pada

pembentukkan dilakukan di dalam medan magnet sehingga arah domain magnet partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu seperti ditunjukkan pada gambar 2.3 untuk membedakan isotropi dan anisotropi. Magnet permanen isotropi memiliki sifat magnet atau remanensi magnet yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan magnet permanen anisotropi. 2.8 Magnet Permanen Ferrit Magnet permanen ferrit juga dikenal sebagai magnet keramik dikembangkan pada tahun 1950-an sebagai suatu hasil dari teori Stoner Wohlfarth yang mengindikasikan bahwa koersivitas dari sistem pada partikel bidang tunggal sebanding terhadap anisotropi. Magnet ferrit yang banyak dipakai yaitu Barium Ferrit BaO.6 (Fe 2 O 3 ) disamping SrO.6 (Fe 2 O 3 ) dan PbO.6 (Fe 2 O 3 ). Magnet Ferrit mempunyai sifat mekanik yang kuat dan tidak mudah terkorosi. Disamping itu magnet ferrit mempunyai koersivitas yang tinggi dengan tingkat kestabilan yang tinggi terhadap pengaruh medan luar serta temperatur (Culity, 1972). 2.8.1 Barium Heksaferit Material magnet oksida BaO(6Fe2O3) merupakan jenis keramik yang banyak dijumpai disamping material magnet lain, seperti SrO.6(Fe2O3) dan PbO.6(Fe2O3). Pengembangan material BaFe12O19 (M-type feritte hexagonal) sebagai bahan magnetik sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang aplikasi, karena memiliki karakteristik : temperatur Curie yang relative tinggi, nilai koersifitas, saturasi magnetik dan anisotropi magnetik tinggi pula serta stabilitas kimia yang sangat baik (Simbolon, Silviana, 2013). Salah satu aplikasi material magnet permanen barium heksaferit yang menjadi perhatian saat ini adalah sebagai alat penyerap gelombang mikro (RAM). Hal ini karena sifat istrik dan magnetik dari material ferrimagnetik ini sangat mendukung dalam aplikasi tersebut, yaitu memiliki permeabilitas dan resistivitas yang tinggi.

Material oksida magnet tersebut memiliki sifat mekanik yang sangat kuat dan tidak mudah terkorosi. Namun material tersebut sangat rentan terhadap proses perlakuan panas sehingga mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dan memiliki dampak negatif terhadap sifat kemagnetan, tetapi proses ini tidak dapat dihindarkan dalam proses metallurgi serbuk untuk membuat magnet menjadi kuat dan dapat dimanfaatkan dalam teknologi (Simbolon, Silviana, 2013). Barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 yang memiliki parameter kisi a = 5,8920 Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Gambar struktur kristal barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 diperlihatkan pada gambar 2.3 Gambar 2.4. Struktur kristal BaO.6Fe2O3 [Moulson A.J, et all., 1985]. Barium heksaferit dapat disintesa dengan beberapa metoda seperti kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, copresipitasi dan pemaduan mekanik. Diantara metoda ini pemaduan/gerus mekanik adalah ekonomis karena ketersediaan bahan baku secara komersial dan relatif murah. Selain itu, penanganan material

relative sederhana untuk proses pemaduan mekanik dan produksi skala besar dapat diimplementasikan dengan mudah. 2.9 Alumina Alumina merupakan persenyawaan kimia antara logam aluminium dengan oksigen (Al 2 O 3 ). Alumina di alam ditemukan dalam bentuk bauksit. Alumina merupakan bahan baku utama dalam proses elektrolisa aluminium. Aluminia mempunyai morfologi sebagai bubuk berwarna putih denagn berat molekul 102, titik leleh pada 2050 o C, dan spesifikasi gravity 3,5-4,0. Dalam industri peleburan alumina memegang 3 fungsi penting yaitu: 1. Sebagai bahan baku utama dalam memproduksi aluminium. 2. Sebagai insulasi ternal untuk mengurangi kehilangan panas dari atas tungku reduksi, dan untuk mempertahankan temperatu operasi. 3. Melindungi anoda dari oksidasi udara. (Cyntia Ayu, 2011) Satu-satunya oksida aluminium adalah alumina (Al 2 O 3 ). Meskipun demikian, kesederhanaan ini diimbangi dengan adanya bahan-bahan polimorf dan terhidrat yang sifatnya bergantung kepada kondisi pembuatannya. Terdapat dua bentuk anhidrat Al 2 O 3 yaitu α-al 2 O 3 dan -Al 2 O 3. Logam-logam trivalensi lainnya (misalnya Ga, Fe) membentuk oksida-oksida yang mengkristal dalam kedua struktur yang sama. Keduanya mempunyai tatanan terkemas rapat ion-ion oksida tetapi berbeda dalam tatanan kation-kationnya. α-al 2 O 3 stabil pada suhu tinggi dan juga metastabil tidak terhingga pada suhu rendah. Ia terdapat di alam sebagai mineral korundum dan dapat dibuat dengan pemanasan -Al 2 O 3 atau oksida anhidrat apa pun di atas 1000 o. -Al 2 O 3 diperoleh dengan dehidrasi oksida terhidrat pada suhu rendah (~450 o ). α-al 2 O 3 keras dan tahan terhadap hidrasi dan penyerapan asam. -Al 2 O 3 mudah menyerap air dan larut dalam asam; alumina yang digunakan untuk kromatografi dan diatur kondisinya untuk berbagai kereaktifan adalah -Al 2 O 3. (Max Well, 1968).

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisis Alumina Al 2 O 3 Jenis-jenis Alumina No Sifat Fisis Satuan Sandy Floury Catatan -Al 2 O 3 α-al 2 O 3 1 Al 2 O 3 % 5 90 Sinar-X 2 Berat Jenis gr/cm 3 3,5 3,9 3 Sudut Letak Derajat 30 40 1100 o 4 Permukaan Letak M 2 42 2 5 Densitas Bebas gr/cm 3 1,1 0,8 6 Densitas Terikat gr/cm 3 1,3 1,0 7 Kehilangan dalam Pemijaran % 1,8 0,2 (Burkin A.R, 1987) 2.9.1 Keramik Alumina Alumina adalah senyawa yang terdiri dari senyawa aluminium dan oksigen sehingga alumina disebut juga senyawa oksida logam. Keramik alumina yang sering digunakan umumnya mempunyai fasa corundum ( Al 2 O 3 ) dengan struktur tumpukan padat heksagonal ( Hexagonal Closed Packed, HCP ). Keunggulan alumina antara lain : mempunyai titik lebur tinggi (2050 0 C), stabil digunakan hingga suhu 1700 0 C, kekuatan mekaniknya tinggi, keras, penghantar panas yang baik, sebagai isolator listrik dan tahan terhadap korosi. Karena titik leburnya

tinggi maka proses densifikasi dari material ini juga membutuhkan suhu sintering yang relatif tinggi (0.85 x titik lebur = 1750 0 C) (Kaston, S 2007). Tabel 2.2 Sifat-Sifat Keramik Alumina Al 2 O 3 Parameter Al 2 O 3 Densitas, gr/cm 3 3,96 Koefisien termal ekspansi, o C -1 (8-9) x 10-6 Kekuatan Patah, Mpa 350 Sifat daya hantar panas Konduktor Kekerasan (Hv), kgf/mm 2 1500-1800 Titik lebur, o C 2050 Ketangguhan, Mpa m 1/2 4,9 (Awan Maghfirah, 2007) 2.9.2 Kegunaan Keramik Alumina Keramik alumina kegunaannya cukup luas sekali yaitu digunakan dibidang mekanik (bearing, cutting tools, pelapis bagian dalam pompa (inner linning), di bidang elektronik (bahan isolator listrik, substrat elektronik), di bidang refraktori sebagai bahan tahan panas pada tungku pembakaran, di bidang medis sebagai biomaterial yang inert (Nerrus,T 2006). 2.9.3 Sifat Sifat Alumina Senyawa Al 2 O 3 bersifat polimorfi yang diantaranya adalah struktur Al 2 O 3 dan - Al 2 O 3. Bentuk struktur lainnya adalah - Al 2 O 3 yang merupakan alumina tidak murni. Al 2 O 3 merupakan bentuk struktur yang paling stabil pada suhu tinggi dan disebut

sebagai korundum. Struktur dasar Kristal korundum adalah struktur tumpukan padat heksagonal ( Hexagonal Closed Packed, HCP ). Kation (Al +3 ) menempati bagian dari sisipan octahedral sedangkan anion (O 2- ) menempati HCP (Worrall.W.E,1986). Struktur - Al 2 O 3 merupakan senyawa alumina yang stabil pada suhu kurang dari 1000 0 C dan pada umumnya lebih reaktif dibandingkan dengan struktur Al 2 O 3. (Nerrus,T 2006). Pada umumnya kemurnian Al 2 O 3 cukup tinggi (>90%) sehingga dapat digunakan sebagai bahan keramik tembus cahaya. Sifat fisis dari keramik Al 2 O 3 adalah Densitasnya 3,96 gr/cm 3 (Nerrus,T 2006). 2.10 Sintering Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan keramik. Melalui proses sintering terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi bahan dan ukuran partikel (Ika Mayasari, 2012). Selama fasa penaikan suhu dalam ishotermal sintering proses densifikasi dan perubahan mikrostruktur terjadi secara signifikan. Temperatur yang tinggi dapat mempercepat proses densifikasi, tetapi pertumbuhan butir juga meningkat. Jika temperatur sintering terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal sehingga dapat membatasi densitas akhir (Ika Mayasari, 2012). Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain : jenis bahan, komposisi, bahan pengotornya dan ukuran partikel. Jika telah diketahui jenis bahannya maka dapat ditentukan suhu sintering yang akan divariasikan yaitu 2/3 dari titik lebur masing masing bahan sehingga dapat menghindari terjadinya deformasi sampel saat di sintering. Proses sintering berlangsung apabila :

A. Adanya transfer materi diantara butiran yang disebut proses difusi. B. Adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi, energy tersebut digunakan untuk menggerakkan butiran hingga terjadi kontak da ikatan yang sempurna. Difusi adalah aktivitas termal yang berarti bahwa terdapat energy minimum yang dibutuhkan untuk pergerakan atom atau ion dalam mencapai energi yang sama atau diatas energi aktivitas untuk membebaskan dari letaknya semula dan bergerak ke tempat yang lain yang memungkinkannya. Energi untuk menggerakkan proses sintering disebut gaya dorong (drying force) yang ada hubungannya dengan energi permukaan butiran (γ) 2.10.1 Tahapan Sintering Tahapan sintering menurut Hirschorn, pada sampel yang telah mengalami kompaksi sebelumya, akan mengalami beberapa tahapan sintering sebagai berikut: 1. Ikatan mula antar partikel serbuk. Saat sampel mengalami proses sinter, maka akan terjadi pengikatan diri. Proses ini meliputi difusi atom-atom yang mengarah kepada pergerakan dari batas butir. Ikatan ini terjadi pada tempat dimana terdapat kontak fisik antar partikel-partikel yang berdekatan. Tahapan ikatan mula ini tidak menyebabkan terjadinya suatu perubahan dimensi sampel. Semakin tinggi berat jenis sampel, maka akan banyak bidang kontak antar partikel, sehingga proses pengikatan yang terjadi dalam proses sinter juga semakin besar. Elemen-elemen pengotor yang masih terdapat, berupa serbuk akan menghalangi terjadinya proses pengikatan ini. Hal ini sisebabkan elemen pengotor akan berkumpul dipermukaan batas butir, sehingga akan mengurangi jumlah bidang kontak antar partikel. 2. Tahap pertumbuhan leher. Tahapan kedua yang tejadi pada proses sintering adalah pertumbuhan leher. Hal ini berhubungan dengan tahap pertama, yaitu pengikatan mula antar partikel yang menyebabkan terbentuknya daerah yang disebut dengan leher (neck) dan leher ini akan terus berkembang menjadi besar selama proses sintering berlangsung.

Pertumbuhan leher tersebut terjadi karena adanya perpindahan massa, tetapi tidak mempengaruhi jumlah porositas yang ada dan juga tidak menyebabkan terjadinya penyusutan. Proses pertumbuhan leher ini akan menuju kepada tahap penghalusan dari saluran-saluran pori antar partikel serbuk yang berhubungan, dan proses ini secara bertahap. 3. Tahap penutupan saluran pori. Merupakan suatu perubahan yang utama dari salam proses sinter. Penutupan saluran pori yang saling berhubungan akan menyebabkan perkembangan dan pori yang tertutup. Hal ini merupakan suatu perubahan yang penting secara khusus untuk pori yang saling berhubungan untuk pengangkutan cairan, seperti pada saringan-saringan dan bantalan yang dapat melumas sendiri. Salah satu penyebab terjadinya proses ini adalah pertumbuhan butiran. Proses penutupan saluran ini dapat juga terjadi oleh penyusutan pori (tahap kelima dari proses sinter), yang menyebabkan kontak baru yang akan terbentuk di antara permukaan-permukaan pori. 4. Tahapan pembulatan pori. Setelah tahap pertumbuhan leher, material dipindahkan di permukaan pori dan pori tersebut akan menuju kedaerah leher yang mengakibatkan permukaan dinding tersebut menjadi halus. Bila perpindahan massa terjadi terus-menerus melalui daerah leher, maka pori disekitar permukaan leher akan mengalami proses pembulatan. Dengan temperatur dan waktu yang cukup pada saat proses sinter maka pembulatan pori akan lebih sempurna. 5. Tahap penyusutan Merupakan tahap yang terjadi dalam proses sinter. Hal ini berhubungan dengan proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi. Tahap penyusutan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan volume, disisi lain sampel yang telah disinter akan mejadi lebih padat. Dengan adanya penyusutan ini kepadatan pori akan meningkat dan dengan sendirinya sifat mekanis dari bahan tersebut juga akan meningkat, khususnya kekuatan dari sampel setelah sinter.

Tahap penyusutan pori ini terjadi akibat pergerakan gas-gas yang terdapat di daerah pori keluar menuju permukaan. Dengan demikian tahap ini akan meningkatkan berat jenis yang telah disinter. 6. Tahap pengkasaran pori Proses ini akan terjadi apabila kelima tahap sebelumnya terjadi dengan sempurna. Pengkasaran pori akan terjadi akibat adanya proses bersatunya lubang-lubang kecil dari pori sisa akan menjadi besar dan kasar. Jumlah total dari pori adalah tetap, tetapi volume pori berkurang dengan diimbangi oleh pembesaran pori tersebut. (Randall M. German, 1991). 2.11 Karakterisasi Material Magnet Permanen Barium Heksaferit 2.11.1 Sifat Fisis 2.11.1.1 Densitas Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau Densitas didefenisikan sebagai massa per satuan volum. Jika suatu bahan yang materialnya homogen bermassa m memiliki volume v, densitasnya ρ adalah : (gram/cm 3 ) (2.4) Secara umum, densitas suatu bahan tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu dan tekanan (Siregar, Seri D. 2013). Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat massa (bulk density) dari suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C 373). Oleh karena itu untuk menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur (bulk density) digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai berikut : (2.5)

Dimana : ρ = Densitas sampel (g/cm3) ρ air = Densitas air (g/cm3) = Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g) = Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g) 2.11.1.2 Porositas Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubanglubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : P = (2.6) Dimana : P = Porositas (%) = Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g) = Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g)

2.11.1.3. Susut Bakar Merupakan penyusutan dari sampel sebelum dilakukan sintering dan setelah dilakukan sintering. Penyusutan terjadi karena adanya reaksi pembakaran yaitu pelepasan CO 2 dan difusi partikel. % sb = x 100% (2.7) Dimana : % sb = persen penyusutan (%) V 0 = Volume sebelum disintering (m 3 ) Vs = Volume sesudah disinterring (m 3 ) 2.11.2 Sifat Magnet Untuk karaterisasi sifat-sifat magnet menggunakan alat permagraph yaitu alat yang dapat menghasilkan kurva histerisis loop yang dilengkapi dengan nilai induksi remanen (Br) dan Gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran berlangsung terjadi proses magnetisasi pada bahan sampel, dimana selesai pengukuran bahan sudah memiliki sifat magnetic yang permanen. Sifat-sifat magnet permanen berdasarkan kurva histerisis adalah sebagai berikut : Sulit dimagnetisasi dan didemagnetisasi, Koersivitas tinggi (Hc), dengan Hc yang tinggi maka dapat mempertahankan orientasi momen magnetiknya untuk waktu yang lama, sebagai sumber gaya gerak magnet dalam kumparan magnetic, remanensi tinggi (Br), histeris loss besar, permeabilitas (µ) kecil. Dan setelah itu dihitung medan magnetnya dengan menggunakan Gaussmeter. 2.11.2.1 Permagraph Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok seperti Alnico, Ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH)max dan remanensi Br. Untuk permagraph C memiliki perlengkapan dalam pengukuran

kurva histerisis bahan permanen magnet seperti : electronik EF 4-1F, elektromagnet EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 ka/m = 2.2 Tesla), komputer dan printer. Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C : otomatis mengukur kurva histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran dengan surrounding coils untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan magnet permanen dengan pole coils. 2.11.3 Analisa Sruktur Kristal 2.11.3.1 XRD (X-Ray Diffraction) Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standar pengujian di laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal. (Erini, Afza.2011). Uji difraksi sinar X (XRD) dilakukan untuk menentukan komposisi fase yang terbentuk pada serbuk hasil kalsinasi di atas. Dari data yang akan dihasilkan dapat diprediksi ukuran kristal serbuk dengan bantuan software X-powder dan Match. Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar-x yang muncul. Makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan maka makin kecil ukuran kristal serbuk. (Kharismayanti, 2013). 2.11.3.2 Analisis Mikrostuktur dengan Optical Microscope Optical Microscope mempunyai fungsi yang hampir sama dengan SEM (Scanning Electron Microscope) yaitu untuk mengetahui bentuk dan ukuran dari butir-butir serta mengetahui interaksi satu butir dengan butir lainnya. Melalui observasi dengan OM dapat diamati seberapa jauh ikatan butiran yang satu dengan yang lainnya dan apakah

terbentuk lapisan diantara butiran atau disebut grain boundary. Analisis mikrostruktur dengan menggunakan OM bertujuan untuk mengetahui susunan partikel-partikel setelah proses sintering,dan juga dapat diketahui perubahannya akibat variasi suhu sintering. Dari foto OM yang dihasilkan dapat diketahui apakah terjadi perbesaran butiran atau grain growth, sejauh mana pori-pori sisa yang terbentuk didalam badan keramik. Adapun perbedaan antara SEM dan OM adalah terletak pada perbesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Sebenarnya, dalam fungsi perbesaran obyek, SEM juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini bias mengontrol dan mempengaruhi electron yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik. (http://www.scribd.com/doc/81178806/makalah-sem-kel9-nia#scribd)