METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

dokumen-dokumen yang mirip
METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi Pangan dan Faktor yang Mempengaruhinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

PENDAHULUAN Latar Belakang

DINAMIKA POLA DAN KERAGAMAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA. pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

PERENCANAAN KEBUTUHAN PANGAN PADA REPELITA VI DI TIGA PROPINSI DI INDONESIA (Penerapan Pedoman Pola Pangan Harapan)

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara)

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Jumlah sampel dalam kecamatan (KK) Nama Desa. KK tidak

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder)

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan


STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

KAJIAN PENGARUH HARGA DAN PENDAPATAN TERHADAP PROPORSI PENGELUARAN MAKANAN RUMAH TANGGA (PENDEKATAN MODEL LINIER PERMINTAAN LENGKAP)

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR KOMODITAS PROTEIN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM (AIDS)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

ANALISIS KONSUMSI DAN KEBUTUHAN UNTUK KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT, JAWA TENGAH, DAN SULAWESI TENGGARA TAHUN

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN

DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN. Nuhfil hanani AR

PERKEMBANGAN POLA KONSUMSI PANGAN MENURUT WILAYAH DAN TINGKAT PENDAPATAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANGGI ANDARINI RITONGA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BADAN PUSAT STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016

POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI HUTAN KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

DINAMIKA KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PALAWIJA

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016

ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT RATNA CAHYANINGSIH

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh :

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA

Transkripsi:

20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri atas konsumsi makanan dan bukan makanan. Konsumsi makanan dirinci menjadi 215 jenis yang dikumpulkan baik dalam bentuk kuantitas maupun nilainya. Data lain yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah data proyeksi penduduk tahun 2000-2025 yang merupakan hasil sensus tahun 2000, dan data pertumbuhan ekonomi. Susenas merupakan survei rumah tangga dengan lingkup nasional dan dilakukan secara sampel. Kekuatan estimasinya tidak saja pada tingkat nasional tetapi juga representatif sampai pada tingkat provinsi dan dapat dibedakan atas wilayah perkotaan dan perdesaan. Pada hakekatnya ada 2 (dua) kelompok variabel yang dikumpulkan dalam Susenas, yaitu Kor dan Modul. Data variabel kor dikumpulkan setiap tahun dengan publikasi Statistik Kesejahteraan Rakyat, sedangkan variabel modul terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok dan secara bergiliran dikumpulkan 3 tahun sekali. Ketiga kelompok modul tersebut adalah : (1) konsumsi/pengeluaran, (2) perumahan dan kesehatan, (3) sosial budaya dan pendidikan. Ukuran sampel modul Susenas 2005 sebesar 68 288 rumah tangga tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kerangka sampel yang digunakan terdiri dari 3 jenis yaitu: kerangka sampel untuk pemilihan blok sensus, kerangka sampel untuk pemilihan sub-blok sensus, dan kerangka sampel untuk pemilihan rumah tangga. Kerangka sampel blok sensus dibedakan menurut daerah perkotaan dan perdesaan. Kerangka sampel untuk pemilihan sub blok sensus adalah daftar sub blok sensus yang terdapat dalam blok sensus terpilih dengan jumlah lebih dari 150 rumah tangga. Prosedur pemilihan sampel Susenas 2005 untuk suatu kabupaten/kota melalui beberapa tahap, yaitu tahap pertama: dari master frame blok sensus dipilih blok sensus sejumlah target blok sensus untuk Susenas secara probability proportional to size (PPS)-sistematik. Tahap selanjutnya, blok sensus terpilih dipilih sejumlah blok sensus secara sistematik. Pada tahap terakhir dari setiap blok

21 sensus terpilih dipilih secara sistematik sejumlah 16 rumahtangga. Pada blok sensus yang muatannya lebih dari 150 rumahtangga, dilakukan pemilihan subblok sensus secara PPS-sistematik (BPS 2006b ). Pengumpulan data Susenas 2005 dilakukan pada bulan Juni-Juli. Referensi waktu survei yang digunakan adalah seminggu yang lalu untuk konsumsi makanan dan sebulan atau setahun yang lalu untuk konsumsi bukan makanan. Pengeluaran untuk konsumsi makanan dan bukan makanan tidak memperhatikan asal barang dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumahtangga saja. Pengeluaran tidak termasuk konsumsi/pengeluaran untuk keperluan usaha atau yang diberikan pada pihak lain. Berdasarkan asalnya konsumsi makanan dirinci menurut: (1) pembelian, dan (2) produksi sendiri, pemberian atau lainnya. Konsumsi makanan yang dikumpulkan selain dalam bentuk kuantitas juga dinilai dalam bentuk Rupiah. Pada penelitian ini, pemilihan provinsi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan provinsi terpilih memiliki keragaman pola konsumsi pangan yang berbeda (unik), dimana: Provinsi Sumatera Barat merupakan wilayah memiliki pola konsumsi pangan pokok beras, dengan pangan hewani relatif menonjol; Provinsi Jawa Tengah memiliki pola konsumsi pangan relatif beragam dan sumber protein nabati relatif menonjol; sedangkan Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki pola konsumsi beras dengan sumber protein hewani didominasi oleh produk perikanan. Selanjutnya analisis yang lebih mendalam pada masing-masing provinsi, akan dibedakan antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Pengolahan dan Analisis Data Tingkat Kecukupan Konsumsi Untuk menilai kecukupan konsumsi pangan maka didekati dengan menghitung tingkat kecukupan gizinya atau besarnya persentase angka kecukupan gizi. Pada tulisan ini tingkat kecukupan konsumsi dinyatakan sebagai tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan protein. Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui. Angka kecukupan

22 gizi berguna sebagai nilai rujukan yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan asupan gizi bagi orang sehat, agar tercegah dari defisiensi ataupun kelebihan asupan zat gizi (IOM 2002 dalam Muhilal dan Hardinsyah 2004). Tingkat kecukupan energi dinyatakan sebagai hasil perbandingan antara konsumsi energi aktual (Susenas) dengan kecukupan energi yang direkomendasikan oleh WNPG tahun 2004, dan dinyatakan dalam persen. Demikian pula untuk menghitung tingkat kecukupan protein, dinyatakan sebagai perbandingan antara konsumsi protein aktual dengan kecukupan protein yang direkomendasikan WNPG. Perhitungan tingkat kecukupan gizi dirumuskan sebagai berikut : a. Tingkat kecukupan energi TKE = [(Konsumsi energi aktual)/(angka kecukupan energi)] x 100% b. Tingkat kecukupan protein TKP : [(Konsumsi protein aktual)/(angka kecukupan protein)] x 100% Sesuai dengan rekomendasi WNPG 2004, kecukupan energi untuk tingkat konsumsi ditetapkan sebesar 2.000 kkal dan protein sebesar 52 gram. Selanjutnya dari perhitungan tersebut tingkat kecukupan energi diklasifikasikan menurut Departemen Kesehatan sebagaimana dikutip oleh Badan Ketahanan Pangan (2006) yaitu: (1) TKE: < 70% adalah defisit berat, (2) TKE: 70-79% adalah defisit sedang, (3) TKE: 80 89% adalah defisit ringan, (4) TKE: 90-119% adalah normal, dan (5) TKE > 120% adalah kelebihan. Keragaman Konsumsi Pangan Keragaman konsumsi pangan yang mencerminkan mutu dari konsumsi dapat dilihat dengan cara menghitung skor PPH, dari data Susenas 2005 tersebut akan dihitung skor PPH dengan cara mengelompokkan konsumsi pangan dalam 9 kelompok pangan. Sembilan kelompok pangan tersebut adalah : (1) padi-padian, (2) umbi-umbian, (3) pangan hewani, (4) minyak dan lemak, (5) buah/biji berminyak, (6) kacang-kacangan, (7) gula, (8) sayur dan buah, (9) lainnya. Pengelompokan jenis pangan secara terinci ditunjukkan pada Lampiran 1.

23 Langkah-langkah menghitung PPH adalah : (1) Dari kesembilan kelompok pangan tersebut dihitung nilai total konsumsi energinya. (2) Menghitung kontribusi energi dari setiap kelompok pangan, dengan berdasarkan Angka Kecukupan Energi (AKE) WNPG 2004, yaitu : % AKE = [(Energi kelompok pangan)/2000] x 100% (3) Selanjutnya dengan mengalikan hasil persentase langkah kedua dengan rating/bobot akan diperoleh skor dari masing-masing kelompok pangan. Setiap kelompok pangan memiliki skor maksimum. Apabila skor melebihi range optimal, akan digunakan skor maksimal dalam range tersebut. (4) Menjumlahkan skor semua kelompok pangan sehingga akan diketahui skor PPH mutu pola konsumsi pangan. Pengelompokan pangan, skor, dan bobot yang digunakan sebagai standar PPH nasional diuraikan pada tabel berikut : Tabel 1. Pengelompokan jenis pangan, persentase, bobot, dan skor % Bobot Skor No Kelompok pangan Minimummaksimum *) maksimum 1 Padi-padian 40.0-60.0 50.0 0.5 25.0 2 Umbi-umbian 0.0-8.0 6.0 0.5 2.5 3 Pangan hewani 5.0-20.0 12.0 2.0 24.0 4 Minyak dan lemak 5.0-15.0 10.0 0.5 5.0 5 Buah/biji berminyak 0.0-3.0 3.0 0.5 1.0 6 Kacang-kacangan 2.0-10.0 5.0 2.0 10.0 7 Gula 2.0-15.0 5.0 0.5 2.5 8 Sayur dan buah 3.0-8.0 6.0 5.0 30.0 9 Lain-lain 0.0-5.0 3.0 0.0 0.0 *) : FAO-RAPA 1989 Sumber : Hardinsyah, Martianto, Baliwati, 2001 Elastisitas Permintaan Konsumsi Pangan 100 100.0 100 Untuk menganalisis respon permintaan konsumsi pangan, digunakan analisis model AIDS. Analisis pengeluaran untuk konsumsi pangan dibagi ke dalam 14 kelompok yaitu: (1) padi-padian, (2) terigu, (3) umbi-umbian, (4) daging unggas,

24 (5) daging ruminansia, (6) ikan segar, (7) ikan olahan, (8) telur dan susu, (9) minyak dan lemak, (10) buah/biji berminyak, (11) kacang-kacangan, (12) gula, (13) sayur dan buah, (14) lainnya. Pengelompokan jenis pangan untuk analisis model AIDS ditunjukkan pada Lampiran 2. Pengelompokan/penggabungan dilakukan untuk menghindari adanya pengamatan yang kosong, karena tidak semua rumah tangga mengkonsumsi jenis pangan yang akan dianalisis. Adanya pengamatan yang kosong akan menimbulkan kesulitan dalam proses pengolahan data. Model persamaan simultan (AIDS) menghendaki semua rumah tangga mengkonsumsi semua pangan yang dianalisis, sebagai konsekuensi dari adanya asumsi keterkaitan antar jenis pangan (Daud 1986, Ariani 1993, Martianto 1995, Nurfarma 2005). Guna menganalisis permintaan pangan digunakan sistem permintaan simultan dengan menggunakan aproksimasi linier dari model Almost Ideal Demand System (AIDS). Model ini telah dikembangkan oleh Deaton dan Muellbauer (Daud 1986, Ariani 1993 dan Martianto 1995). Model aproksimasi linier tersebut adalah : W i = i + ij ln P j + i ln (X/P * ) Dimana : W i = proposi pengeluaran untuk pangan ke-i terhadap total pengeluaran pangan ; i = 1, 2, 3,..., n,, dan = parameter estimasi, berturut-turut untuk intersep, harga agregat dari tiap-tiap kelompok pangan, dan pengeluaran P j = harga agregat dari kelompok pangan ke j ; j = 1, 2, 3,... n X = pengeluaran total (nominal) dari rumah tangga untuk pangan P * = Indeks Stone Penghitungan harga agregat dilakukan dengan menggunakan rumus: n P j = W i P i i

P j 25 : harga agregat kelompok pangan W i : proporsi pengeluaran pangan ke i P i : harga komoditas i Rumus tersebut merupakan formula Indeks Stone. Harga agregat adalah tahap awal yang harus dilakukan sebelum memperoleh Indeks Stone. Variabel W i merupakan proporsi masing-masing rincian pangan di dalam kelompok pangan, dihitung dengan cara membagi nilai pengeluaran setiap pangan terhadap nilai pengeluaran kelompoknya. Daud (1986) menyarankan supaya proksi ini tetap konsisten, maka dipilih nilai pengeluaran dari masing-masing pangan yang diketahui kuantitasnya di dalam setiap kelompok (jumlah proporsi untuk setiap pangan terhadap kelompoknya harus sama dengan satu). Variabel P i adalah harga dari masing-masing pangan di dalam setiap kelompok, dihitung dengan cara membagi nilai pengeluaran dengan kuantitasnya. Kemudian dari perhitungan rumus tadi akan diperoleh harga agregat dari setiap kelompok pangan. Penghitungan Indeks Stone diperoleh dengan cara yang sama seperti membuat perhitungan untuk harga agregat, hanya proporsi di sini adalah hasil bagi antara nilai pengeluaran setiap kelompok pangan terhadap nilai pengeluaran total pangan. Komponen harga yang dipakai adalah harga agregat untuk masingmasing kelompok pangan. Untuk memenuhi teori permintaan, dalam model AIDS ini dilakukan/diterapkan restriksi yaitu : 1. Simetris ij = ji ; 2. Homogenitas ij = 0; dan 3. Adding up ij = 0 ; i = 0 ; i = 1. Sebagaimana yang dilakukan pada penelitian terdahulu oleh Daud (1986), Ariani (1993) dan Martianto (1995), untuk menghitung besaran elastistas permintaan konsumsi pangan terhadap harga dan pendapatan digunakan rumus yang diturunkan dari fungsi permintaan. Rumus perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Elastisitas pendapatan: i = 1 + ( i / Wi )

26 2. Elastisitas harga sendiri: ii = ( ii / Wi ) 1 3. Elastisitas harga silang: ij = ( ij / Wi ), (i j) Estimasi Kebutuhan untuk Konsumsi Pangan Walaupun konsumsi pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun menurut hasil beberapa kajian pendapatan merupakan determinan konsumsi pangan. Berdasarkan hal itu, pada penelitian ini untuk mengestimasi kebutuhan untuk konsumsi pangan digunakan model regresi hubungan antara pendapatan per kapita per bulan dan konsumsi pangan strategis. Pangan tersebut adalah: beras, terigu, jagung, ketela pohon/ubi kayu, daging unggas, daging ruminansia, ikan segar, ikan olahan, telur, susu, minyak goreng, kacang kedele, kacang lainnya, sayur, dan buah. Beberapa persamaaan regresi yang dikutip dari Ariani (1993) dan Martianto (1995), sebagai alternatif model yang dicobakan adalah: 1. Linier K i = a + b I i 2. Semi Ln K i = a + b ln I i 3. Double Ln ln K i = a + b ln I i 4. Ln inverse ln K i = a - b/i i 5. Hyperbolik K i = a b/i i 6. Semi ln-inverse K i = a + b ln I i - c/i i 7. Double Ln-inverse ln K i = a + b ln I i - c/i i dimana: K i = konsumsi pangan per kapita pada rumah tangga i I i = pendapatan per kapita pada rumah tangga i, i = 1, 2, 3,..., n a, b, c, = parameter estimasi Dari beberapa persamaan tersebut pada akhirnya dipilih persamaan yang memberikan hasil diantaranya adalah: memiliki elastisitas pendapatan yang konsisten dengan hasil analisis AIDS, dan hasil estimasi konsumsi per kapita cukup rasional. Setelah persamaan regresi terpilih, tahap berikutnya adalah melakukan proyeksi pendapatan per kapita pada tahun 2008-2015. Dengan mengetahui laju pertumbuhan pendapatan maka dapat diduga pendapatan pada

27 tahun mendatang. Beberapa penelitian melakukan perhitungan laju pertumbuhan pendapatan dengan cara menghitung selisih antara laju pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan penduduk (Ariani 1994 dan Martianto 1995). Pada penelitian ini perhitungan laju pertumbuhan pendapatan dilakukan dengan cara seperti yang dilakukan oleh Ariani (1994) dan Martianto (1995). Pertumbuhan penduduk dari hasil proyeksi tahun 2000-2025 ditunjukkan oleh Lampiran 3, selanjutnya pertumbuhan ekonomi ketiga wilayah penelitian ditunjukkan oleh Lampiran 4. Laju pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam menghitung estimasi permintaan pangan tahun 2008-2015 adalah laju pertumbuhan ekonomi tahun 2001-2005 di masing-masing provinsi. Penggunaan data tersebut dengan asumsi laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008-2015 sama dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2001-2005 yaitu untuk Sumatera Barat 4.6% per tahun, Jawa Tengah 4.52% per tahun, dan Sulawesi Tenggara 6.81% per tahun (BPS 2007). Selanjutnya, laju pertumbuhan penduduk tahun 2008-2015 di Sumatera Barat 0.67% per tahun, Jawa Tengah 0.35%/tahun, Sulawesi Tenggara 2.54% tahun (Bappenas, BPS, NFPA 2005). Proyeksi pendapatan per kapita dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : I t = I o e rt Dimana: I t = pendapatan rumah tangga per kapita per bulan pada tahun ke t I o = pendapatan rumahtangga per kapita per bulan pada tahun ke 0 t = selisih tahun ke-t dengan tahun ke 0 r = laju pertumbuhan pendapatan e = natural logaritmik Setelah memperoleh hasil pendapatan rata-rata per kapita, data ini dimasukkan pada persamaan regresi yang terpilih. Dari persamaan ini akan diperoleh perkiraan permintaan pangan per kapita per hari, maupun per kapita per tahun pada tahun yang dikehendaki. Untuk kebutuhan konsumsi aktual wilayah di masing-masing provinsi pada tahun yang dikehendaki dihitung dengan cara mengalikan permintaan konsumsi pangan per kapita per tahun dengan jumlah penduduk pada tahun yang dikehendaki.

28 Untuk mengestimasi konsumsi pangan ideal dihitung berdasarkan pola pangan setempat dengan skor PPH tahun 2015 sebesar 100. Langkah-langkah menghitung konsumsi pangan ideal adalah : (1) Data dasar yang digunakan adalah data konsumsi aktual tahun 2005. Konsumsi pangan dikelompokkan dalam 9 kelompok sebagaimana menghitung skor PPH. (2) Dari masing-masing kelompok pangan dihitung nilai total konsumsi energinya. (3) Setiap kelompok pangan terdiri dari beberapa jenis pangan, selanjutnya dari masing-masing jenis pangan tersebut dihitung kontribusinya terhadap energi kelompok pangan dan dinyatakan dalam persen (%). Jenis pangan yang akan diestimasi adalah: a) kelompok padi-padian (beras, terigu, jagung), b) kelompok umbi-umbian (ubi kayu), c) pangan hewani (daging unggas, daging ruminansia, ikan segar, ikan olahan, telur, susu), d) minyak dan lemak (semua yang termasuk dalam minyak dan lemak); minyak dan lemak dalam penelitian ini diasumsikan sebagai minyak goreng, e) kacangkacangan (kedele, kacang lainnya selain kedele), f) sayur dan buah (sayur, buah), g) gula (semua yang termasuk dalam gula) (4) Setiap kelompok pangan memiliki Angka Kecukupan Energi, yaitu: padipadian 1.000 kkal, umbi-umbian 120 kkal, pangan hewani 240 kkal, minyak dan lemak 200 kkal, kacang-kacangan 100 kkal, sayur dan buah 120 kkal, gula 100 kkal. (5) Untuk mendapatkan konsumsi pangan yang ideal dari masing-masing jenis pangan, selanjutnya hasil perhitungan dari butir 3 di atas dikalikan dengan Angka Kecukupan Energi dari kelompoknya (butir 4), sehingga diperoleh energi dari setiap jenis pangan. (6) Energi dari setiap jenis pangan tersebut selanjutnya disetarakan ke bentuk gram jenis pangan. Bentuk setara pangan yang dimaksud adalah: beras setara beras giling, terigu setara terigu, jagung setara jagung kering pipil baru, ubi kayu setara ubi kayu, daging unggas setara daging ayam, daging ruminansia setara daging sapi, ikan segar setara ikan segar, ikan olahan setara ikan asin kering, telur setara telur ayam, susu setara susu sapi, minyak

29 dan lemak setara minyak kelapa sawit, kedele setara kedele kering, kacang lainnya setara kacang hijau, sayur setara bayam, buah setara jeruk manis, dan gula setara gula pasir Kebutuhan pangan ideal bagi wilayah di ketiga provinsi pada tahun 2015 dihitung dengan cara mengalikan permintaan konsumsi pangan per kapita per tahun pada tahun 2015 dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama. Keterkaitan Antar Metode Analisa Data Metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 model yaitu : (1) pendekatan PPH untuk melihat keragaman dari konsumsi pangan, (2) model AIDS, (3) pendekatan pendapatan, berupa persamaan regresi hubungan pendapatan dan konsumsi pangan. Tingkat kecukupan konsumsi pangan yang dianalisis adalah tingkat kecukupan energi dan protein (TKE dan TKP). Penilaian kualitas dari konsumsi pangan dilakukan dengan menghitung skor PPH. Hasil penghitungan TKE dan TKP serta skor PPH adalah untuk menggambarkan keragaan konsumsi pangan saat itu dan mendukung hasil analisis lainnya. Metode AIDS merupakan model sistem yang sesuai dengan teori tingkah laku konsumen terutama dalam perilaku konsumsi pangan. Model AIDS menggambarkan respon permintaan pangan akibat perubahan harga sendiri, pendapatan, dan perubahan harga pangan lain yang ditunjukkan oleh angka elastisitas (elastisitas harga sendiri, elastistas pendapatan, dan elastisits harga silang). Dengan angka elastisitas dapat diperkirakan terjadinya perubahan konsumsi pangan dan gizi sebagai akibat perubahan harga maupun perubahan pendapatan. Elasitisitas pendapatan hasil perhitungan dengan model AIDS akan dijadikan dasar dalam mengestimasi permintaan konsumsi pangan dengan menggunakan persamaan regresi. Nilai elastisitas pendapatan yang diperoleh dari persamaan regresi terpilih harus konsisten dengan nilai elastisitas yang diperoleh dari model AIDS. Oleh karena hasil estimasi permintaan konsumsi pangan tersebut semata-mata karena faktor preferensi, selanjutnya untuk pembanding estimasi permintaan konsumsi pangan pada tahun 2015 juga dihitung dengan

pendekatan PPH. Pendekatan PPH digunakan untuk mengestimasi permintaan konsumsi pangan ideal/harapan sesuai dengan pola konsumsi setempat. 30 Batasan Operasional Rumahtangga Sampel rumahtangga pada Susenas adalah rumahtangga biasa, yaitu seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya makan bersama dari satu dapur. Pendapatan Adalah nilai rupiah yang diperoleh suatu rumah tangga dari mata pencahariannya atau dari sumber-sumber lain, dinyatakan dalam rupiah per bulan. Pada penelitian ini besarnya pendapatan diproksi dari pengeluaran total rumah tangga per kapita per bulan (Rp/kapita/bulan) Pola Pangan Harapan (PPH) Adalah susunan beragam pangan menurut sembilan kelompok pangan yang didasarkan pada sumbangan energi terhadap total energi penyediaan maupun konsumsi pangan yang mampu mencukupi kebutuhan gizi secara kuantitas, kualitas maupun keragaman. Elastisitas permintaan Adalah besarnya respon permintaan pangan akibat: perubahan satu satuan harga pangan itu sendiri (elastisitas harga sendiri); perubahan satu satuan harga pangan lain (elastisitas harga silang). perubahan satu satuan pendapatan (elastisitas pendapatan); Pangan strategis Adalah jenis pangan yang umum dikonsumsi dan cukup berarti dalam menyumbang zat gizi terutama energi dan protein. Termasuk pangan strategis dalam penelitian ini adalah beras, terigu, jagung, ubi kayu, daging unggas, daging ruminansia, ikan segar, ikan olahan, telur, susu, minyak goreng, kacang kedele, kacang lainnya, sayur, dan buah. Permintaan konsumsi pangan aktual Adalah jumlah pangan yang diperkirakan akan dikonsumsi (gram/kapita/hari atau kg/kapita/tahun) pada tahun 2008-2015 yang dihitung dengan

31 mempertimbangkan hubungan antara pendapatan dan konsumsi pangan dengan asumsi faktor lain seperti selera tetap Kebutuhan pangan aktual Adalah jenis dan jumlah pangan yang diperkirakan akan di konsumsi di wilayah/daerah pada tahun 2008-2015 sesuai dengan tingkat pendapatan di provinsi/wilayah Permintaan konsumsi pangan ideal Adalah pangan yang diperkirakan akan dikonsumsi (gram/kapita/hari atau kg/kapita/tahun) pada tahun 2015 dalam jumlah dan komposisi ideal sesuai dengan kaidah Pola Pangan Harapan yang telah disesuaikan dengan pola pangan setempat Kebutuhan pangan ideal Adalah jenis dan jumlah pangan yang diperkirakan untuk konsumsi di suatu provinsi/wilayah pada tahun 2015 dalam jumlah dan komposisi yang sesuai dengan kaidah Pola Pangan Harapan yang telah disesuaikan dengan pola pangan setempat