Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

1. Tinjauan Umum

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Monthly Market Update

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Memen

ANALISIS TRIWULANAN:

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

ANALISIS TRIWULANAN:

SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

Kondisi Perekonomian Indonesia

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar Mar Apr'15 % (yoy)

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2011

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

Februari 2017 RESEARCH TEAM

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

DAFTAR ISI. ($'nrxrurruhbrunsr,e. I Dnrrnn lsr I. KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK. vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM...

meningkat % (yoy) Feb'15

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 ANALISIS TRIWULANAN

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

Kinerja CENTURY PRO FIXED

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

PRUlink Quarterly Newsletter

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

Ekonomi, Moneter dan Keuangan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

Triwulan III. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1%

Tinjauan Kebijakan Moneter

Transkripsi:

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Laporan triwulan ini merupakan laporan triwulan kedua di tahun 2012 yang mengevaluasi pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama periode April sampai dengan Juni 2012. ii

KATA PENGANTAR Memenuhi amanat pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009, Bank Indonesia telah menyusun laporan tentang pelaksanaan tugas dan wewenang periode triwulan II-2012. Laporan ini disusun sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik dan menguraikan berbagai kondisi dan risiko yang dihadapi, respons kebijakan yang ditempuh, dan proses serta sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama triwulan II-2012. Selanjutnya, laporan ini menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia guna melakukan penilaian terhadap kinerja Dewan Gubernur dan Bank Indonesia secara keseluruhan. Patut disyukuri, ditengah melemahnya perekonomian global perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh tinggi sebesar 6,4% (yoy). Berbagai indikator makroekonomi, moneter, perbankan dan sistem pembayaran menunjukkan kondisi yang positif dan terjaga selama triwulan II-2012. Secara umum inflasi masih terkendali pada level rendah, dan stabilitas perbankan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi yang kian membaik dalam mendukung pembiayaan ekonomi. Meskipun demikian, Bank Indonesia akan terus mewaspadai melemahnya perekonomian global yang berdampak pada melambatnya ekspor, dan siap menyesuaikan kebijakan moneternya apabila diperlukan guna tetap menjamin tercapainya inflasi dalam kisaran sebesar 4,5%+1%. Untuk mencapai kinerja yang positif, berbagai kebijakan telah ditempuh oleh Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, Bank Indonesia senantiasa berkoordinasi secara intensif dengan pemerintah dan seluruh stakeholders terkait. Dengan memperhatikan berbagai risiko yang ada, Bank Indonesia menyadari bahwa respons kebijakan kedepan menjadi semakin kompleks. Untuk itu, Bank Indonesia akan senantiasa mencermati berbagai tantangan dan menyikapinya secara terukur dengan mengutamakan efisiensi dan tata kelola yang baik. Jakarta, 1 Agustus 2012 GUBERNUR BANK INDONESIA Darmin Nasution iii

Halaman ini sengaja dikosongkan iv

DAFTAR ISI Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel...vii Daftar Grafik...viii Bab 1 Ringkasan Eksekutif... 1 Kinerja Perekonomian...2 Kebijakan yang Ditempuh...3 Bab 2 Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran...7 1. Inflasi...8 2. Pertumbuhan Ekonomi...10 3. Neraca Pembayaran...12 4. Nilai Tukar Rupiah...13 5. Perkembangan Pasar Uang Antar Bank (PUAB)...16 6. Perkembangan Suku Bunga Perbankan...18 7. Perkembangan Bank Umum...19 8. Perkembangan Perbankan Syariah...22 9. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)...24 10. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)...25 11. Perkembangan Sistem Pembayaran...25 12. Perkembangan Pengedaran Uang...27 Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia...31 1. Stabilitas Moneter...32 1.1. Kebijakan Moneter...32 1.2. Pengelolaan Operasi Moneter dan Nilai Tukar...35 1.3. Koordinasi dengan Pemerintah dalam Pengendalian Inflasi...39 1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN)...40 1.5. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan...41 2. Stabilitas Sistem Perbankan...42 2.1. Kebijakan dan Pengawasan Bank Umum...42 v

2.1.1. Pengaturan Bank Umum...42 2.1.2. Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API)...44 2.1.3. Kesiapan Bank Indonesia Terkait Implementasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)...47 2.1.4. Pengawasan Bank Umum...47 2.2. Kebijakan dan Pengawasan Perbankan Syariah...48 2.3. Kebijakan dan Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)...50 2.4. Penguatan Sektor Riil dan Penyaluran Kredit UMKM...51 2.5. Financial Inclusion dan Perlindungan Nasabah...52 2.6. Perizinan dan Informasi Perbankan...53 2.7. Investigasi dan Mediasi Perbankan...55 3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang...57 3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran...57 3.2. Kebijakan Pengedaran Uang...59 4. Kerjasama Internasional...61 a. Kerjasama ASEAN dengan Mitra Dialog (ASEAN+3)...61 b. Kerjasama Bank Sentral...62 c. Kerjasama Bank Sentral di Bank for International Settlement (BIS)...63 d. Kerjasama International Monetary Fund (IMF)...64 e. Kerjasama Negara-Negara G-20...66 5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan...68 Bab 4 Manajemen Intern Bank Indonesia...71 1. Akuntabilitas dan Transparansi...72 2. Audit Intern...73 3. Keuangan Intern...74 4. Sistem Informasi...75 5. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)...76 6. Aspek Hukum...78 7. Program Sosial Bank Indonesia...79 Lampiran Produk Hukum Bank Indonesia Selama Triwulan II-2012...81 1. Peraturan Bank Indonesia...82 2. Peraturan Dewan Gubernur...82 3. Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia...83 4. Surat Edaran Intern Bank Indonesia...84 Daftar Istilah...85 Daftar Singkatan...89 vi

DAFTAR TABEL Bab 2 Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan...10 2.2. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran...11 2.3. Perkembangan Nilai Rata-Rata SBDK Industri Perbankan...19 2.4. Statistik Triwulanan Perkembangan Perbankan...21 2.5. Statistik Triwulanan Perkembangan Perbankan Syariah...22 2.6. Indikator Utama Kinerja BPR...24 2.7. Nilai Transaksi Pembayaran...26 2.8. Volume Transaksi Pembayaran...26 2.9. Perkembangan UYD di Bank dan Masyarakat Periode 2011-2012...28 2.10. UYD Per Pecahan...28 2.11. Pemusnahan Uang Rupiah Tidak Layak Edar...29 Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1. Realisasi Penarikan ULN Pemerintah...40 3.2. Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah...40 3.3. Kegiatan Perizinan Bank Umum Tahun 2011-2012...53 3.4. Perkembangan Jumlah Debitur dan Fasilitas SID Triwulan II-2012...54 3.5. Statistik Investigasi Dugaan Tindak Pidana Perbankan...55 3.6. Statistik Jenis Informasi yang Diterima dan Tindak Lanjut...56 3.7. Sengketa yang Memenuhi Persyaratan Untuk Ditindaklanjuti Berdasarkan Kelompok Produk...57 Bab 4 Manajemen Intern Bank Indonesia 4.1. Penilaian Stakeholders Terhadap Kinerja Bank Indonesia berdasarkan FGD dan Survei...72 vii

DAFTAR GRAFIK Bab 2 Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 2.1. Perkembangan Inflasi...8 2.2. Kapasitas Utilisasi...8 2.3. Ekspektasi Pedagang Eceran...9 2.4. Pola Bulanan Inflasi Volatile Food...10 2.5 Neraca Perdagangan...12 2.6. Aliran Modal ke Pasar Keuangan...13 2.7. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah...14 2.8. Premi Swap Rupiah...14 2.9. Perkembangan CDS Obligasi Pemerintah Tenor 5 Tahun di Negara Kawasan...15 2.10. Kinerja Mata Uang Regional Triwulan II-2012...15 2.11. Volatilitas Mata Uang Regional Asia Triwulan II-2012...15 2.12. Suku Bunga PUAB O/N dan BI Rate...17 2.13. Suku Bunga PUAB O/N dan JIBOR...17 2.14. Volume PUAB...17 2.15. Jumlah Bank Pelaku PUAB...17 2.16. Komposisi Tenor PUAB...18 2.17. Perkembangan BI Rate, Suku Bunga Kredit dan Deposito Rupiah...19 2.18. Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Kredit Per Jenis Penggunaan...19 2.19. Perkembangan Uang Yang Diedarkan...27 viii

Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1. Suku Bunga Operasi Moneter...35 3.2. Posisi Instrumen Operasi Moneter...36 3.3. Pangsa Instrumen Operasi Moneter...36 3.4. Hasil Lelang Term Deposit Valas Triwulan II-2012...37 3.5. Rata-Rata Tertimbang Hasil Lelang Term Deposit Valas Triwulan II-2012...37 3.6. Permintaan Informasi Debitur Individual (IDI)...54 3.7. Progress Penanganan Kasus Tipibank di Penegak Hukum...56 3.8. Sebaran Jenis Tipibank...56 ix

Halaman ini sengaja dikosongkan x

BAB 1 Ringkasan Eksekutif Kondisi perekonomian Indonesia selama triwulan II-2012 kondusif dengan inflasi yang terkendali dan pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi. Meskipun mengalami tekanan, nilai tukar rupiah pada triwulan laporan terjaga stabil dengan volatilitas yang rendah. Pengaruh ketidakpastian ekonomi global masih menjadi sumber tekanan tersebut. Ketahanan sistem perbankan terjaga dengan baik ditopang fungsi intermediasi yang tetap berjalan optimal. Demikian pula penyelenggaraan jasa sistem pembayaran dan pengedaran uang. Berbagai capaian tersebut tidak terlepas dari upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia, yang diraih dengan koordinasi yang intensif bersama dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.

Bab 1 Ringkasan Eksekutif Kinerja Perekonomian Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) selama triwulan II-2012 tetap terkendali. Inflasi IHK pada triwulan tersebut tercatat sebesar 0,90% (qtq) atau 4,53% (yoy). Terkendalinya inflasi IHK tidak terlepas dari penurunan inflasi inti dan administered price. Inflasi inti yang rendah seiring dengan penurunan harga komoditas global dan ekspektasi yang membaik. Sementara pelemahan nilai tukar yang terjadi pada triwulan II-2012, tidak berdampak signifikan terhadap inflasi inti. Inflasi administered price juga tercatat rendah seiring dengan tidak adanya kebijakan pemerintah di bidang harga barang dan jasa yang bersifat strategis. Komponen inflasi IHK yang mengalami tekanan pada triwulan laporan adalah inflasi kelompok volatile food. Tekanan inflasi dari kelompok volatile food disebabkan kenaikan harga bahan pangan akibat terganggunya pasokan sejalan dengan mulai berakhirnya masa panen dan faktor cuaca. Dengan perkembangan inflasi IHK yang terkendali tersebut, Bank Indonesia memperkirakan inflasi tahun 2012 masih dalam kisaran sasaran sebesar 4,5%+1%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2012 tercatat tumbuh tinggi. Ditopang oleh inflasi yang terkendali, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 6,4% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Sumber utama pertumbuhan berasal dari permintaan domestik yaitu konsumsi rumah tangga dan investasi yang meningkat. Sementara itu, pertumbuhan ekspor melambat cukup tajam akibat tekanan perlambatan perekonomian global yang berdampak pada menurunnya daya serap negara mitra dagang utama dan rendahnya harga komoditas. Di sisi lain, laju impor semakin kuat seiring dengan meningkatnya aktivitas investasi, terutama investasi mesin dan perlengkapan serta alat angkut. Ke depan, prospek ekonomi Indonesia untuk keseluruhan tahun 2012 diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,1% s.d 6,5%. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II-2012 diprakirakan mengalami tekanan. Sumber tekanan berasal dari defisit neraca transaksi berjalan akibat kinerja ekspor yang melemah sebagai dampak dari menurunnya permintaan global dan turunnya harga komiditi global. Sementara itu, impor masih kuat didorong masih tingginya permintaan domestik. Di sisi lain, transaksi modal dan finansial diperkirakan masih mencatat surplus, sehingga dapat mengurangi tekanan NPI pada triwulan laporan. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa sampai dengan Juni 2012 mencapai USD 106,5 miliar atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Prospek NPI secara keseluruhan tahun 2012 diperkirakan masih mencatat surplus. Nilai tukar rupiah pada triwulan II-2012 juga mengalami tekanan sejalan dengan tekanan pada NPI. Tekanan pada nilai tukar tersebut selain akibat menurunnya kinerja neraca perdagangan, juga dominan dipengaruhi oleh faktor global. Beberapa faktor global tersebut terkait dengan kekhawatiran terhadap penyelesaian krisis utang di zona Eropa dan sentimen negatif terhadap rilis kondisi perekonomian di negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan China. Nilai tukar rupiah secara point-to-point melemah sebesar 2,69% ke level Rp 9.385/USD atau secara rata-rata melemah 2,31% (qtq) dibandingkan triwulan I-2012. Kendati melemah, volatilitas nilai tukar rupiah relatif terjaga pada level dan cukup rendah dibandingkan dengan negara-negara di kawasan. Kondisi ini tidak terlepas dari langkah stabilisasi nilai tukar rupiah yang ditempuh Bank Indonesia. 2

Bab 1 Ringkasan Eksekutif Sejalan dengan kinerja makroekonomi yang tetap terjaga, stabilitas sistem keuangan juga tetap terkendali. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (Financial Stability Index/FSI) pada akhir triwulan II-2012 tercatat sedikit meningkat dan berada pada level 1,70. Stabilitas sistem keuangan tersebut didukung oleh kinerja sektor perbankan yang tetap terjaga. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/ CAR), tercatat tinggi mencapai 17,87%, jauh di atas CAR minimum 8%. Permodalan bank yang tinggi tersebut berhasil dicapai melalui peningkatan profitabilitas bank. Sementara itu, intermediasi perbankan terus membaik tercermin dari pertumbuhan kredit triwulan II-2012 mencapai 26,29% (yoy). Penyaluran kredit perbankan pada sektor-sektor produktif tercatat tumbuh tinggi. Realisasi kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) juga mengalami peningkatan. Pada triwulan II-2012, kredit UMKM tumbuh 19,6% (yoy) dan telah mencapai 17,9% dari total Rencana Bisnis Bank tahun 2012. Kinerja perekonomian Indonesia yang kondusif didukung oleh keandalan sistem pembayaran dan terpenuhinya kebutuhan uang kartal masyarakat. Sistem pembayaran yang merupakan bagian dari sistem keuangan berjalan aman dan lancar selama triwulan II-2012. Ketersediaan layanan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) serta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia pada triwulan laporan mencapai 99,82%. Di sisi pengedaran uang, kebutuhan uang kartal masyarakat yang masih cukup tinggi diikuti dengan adanya peningkatan Uang Yang Diedarkan (UYD) selama triwulan II-2012. Kebijakan Yang Ditempuh Kondisi perekonomian selama triwulan II-2012 tidak terlepas dari dukungan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia serta koordinasi intensif dengan pemerintah. Berbagai langkah kebijakan yang disertai dengan koordinasi yang erat dengan instansi terkait, diharapkan dapat membawa perekonomian Indonesia ke level yang lebih tinggi dengan tetap menjaga pencapaian inflasi pada kisaran sasaran yang ditetapkan. Di bidang moneter, kebijakan Bank Indonesia selama triwulan laporan secara umum diarahkan untuk memitigasi berbagai risiko jangka pendek yang dapat muncul dari ketidakpastian ekonomi global. Kebijakan moneter tersebut ditempuh dengan tetap mempertahankan BI Rate pada level 5,75% selama triwulan II-2012. Level suku bunga acuan tersebut dinilai masih konsisten dengan tekanan inflasi yang rendah dan terkendali serta sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2012 dan 2013 yaitu 4,5% + 1%. Namun demikian, Bank Indonesia tetap mewaspadai melemahnya perekonomian global yang berdampak pada melambatnya ekspor di tengah masih tingginya impor sejalan dengan kuatnya permintaan domestik. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga terus memperkuat pengelolaan nilai tukar sesuai fundamentalnya dan didukung oleh langkah-langkah lanjutan dalam operasi moneter agar penyesuaian keseimbangan eksternal berjalan secara teratur. Guna memperkuat kebijakan dimaksud, pada triwulan II-2012 Bank Indonesia menerbitkan instrumen operasi moneter dalam bentuk Term Deposit (TD) berdominasi valuta asing. 3

Bab 1 Ringkasan Eksekutif Dari sisi operasional, strategi pengelolaan operasi moneter Bank Indonesia selama triwulan II-2012 tetap diarahkan untuk menyerap kelebihan likuiditas dengan mengoptimalkan penggunaan instrumen operasi moneter jangka panjang. Strategi tersebut melanjutkan perpanjangan tenor yang telah dimulai sejak tahun 2010. Dengan strategi dimaksud, pengelolaan operasi moneter dilakukan dengan mengoptimalkan penyerapan melalui TD rupiah jangka panjang (tenor 6 dan 9 bulan), Reverse Repo Surat Berharga Negara (RR-SBN) tenor 3 bulan dan 6 bulan dan hanya menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan tenor 9 bulan. Pada periode laporan, Bank Indonesia tetap melakukan beberapa kerjasama baik dengan pemerintah maupun kerjasama internasional. Kerjasama dengan pemerintah untuk pengendalian inflasi dilakukan melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Kerjasama tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa pencapaian inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh sisi permintaan, melainkan juga dari sisi pasokan. Kerjasama dengan pemerintah juga dilakukan untuk menjaga stabilitas pasar keuangan domestik. Di samping itu, Bank Indonesia juga aktif melakukan kerjasama dengan bank sentral dan lembaga keuangan lainnya, baik di tataran regional maupun internasional. Di bidang perbankan, guna menjaga ketahanan sistem perbankan dan berfungsinya intermediasi yang didukung dengan pengelolaan bank berdasarkan prinsip kehati-hatian, Bank Indonesia melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan bank. Terkait pengaturan, pada triwulan II-2012 Bank Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan perbankan baik yang ditujukan untuk perbankan konvensional maupun syariah. Bank Indonesia juga melakukan pengawasan berbasis risiko disamping pengawasan berbasis kepatuhan. Bank Indonesia melakukan uji kelayakan dan kepatutan pengurus bank guna memastikan terkelolanya perbankan dengan baik. Selain itu sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Keuangan juga terus mempersiapkan pengalihan fungsi pengawasan bank. Sejalan dengan upaya tersebut, di internal Bank Indonesia juga dilakukan penyesuaian terhadap kerangka kebijakan dan organisasi Bank Indonesia pasca-ojk. Di bidang sistem pembayaran, kebijakan Bank Indonesia tetap diarahkan untuk menjaga keamanan, kelancaran, serta meningkatkan efisiensi sistem pembayaran, dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap pengguna jasa sistem pembayaran. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan penerapan chip pada kartu ATM/Debet yang terstandardisir, setelah sebelumnya dilakukan penerapan chip pada kartu kredit. Selain itu, seiring dengan meningkatnya transaksi sistem pembayaran yang diproses melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, Bank Indonesia terus melakukan pengembangan kedua sistem tersebut guna meningkatkan kapasitas layanan keduanya. Di bidang pengedaran uang, arah kebijakan Bank Indonesia secara umum terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan uang di masyarakat, melakukan tindak lanjut pelaksanaan Undang-Undang Mata Uang serta persiapan pemenuhan kebutuhan uang menjelang Ramadhan dan Idul Fitri 1433 H. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, Bank Indonesia telah meningkatkan jangkauan layanan kas KPw Dalam Negeri dengan wilayah yang luas dan sulit dijangkau dengan meningkatkan kas keliling dan kas titipan. 4

Bab 1 Ringkasan Eksekutif Untuk mendukung kelancaran tugas pokok di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran, Bank Indonesia juga menempuh berbagai kebijakan di bidang manajemen internal. Pada triwulan II-2012, Bank Indonesia telah memulai siklus perencanaan strategisnya dengan melakukan perumusan Peta Strategi Bank Indonesia 2013. Peta Strategi tersebut selanjutnya akan menjadi acuan bagi pelaksanaan tugas seluruh satuan kerja di Bank Indonesia di tahun mendatang. Di bidang keuangan, Bank Indonesia juga terus berupaya memelihara sustainabilitas keuangan dengan berlandaskan pada prinsip akuntabilitas dan transparansi yang diamanatkan Undang-Undang Bank Indonesia. Pengakuan terhadap pengelolaan keuangan Bank Indonesia yang berlandaskan prinsip good governance dicerminkan dari penilaian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) terhadap Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) 2011. Untuk kesembilan kalinya, Bank Indonesia mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian terhadap LKTBI. Untuk mewujudkan sustainabilitas pengelolaan keuangan Bank Indonesia, hingga triwulan II-2012 Bank Indonesia juga masih melanjutkan pembahasan mengenai program Asset Liability Management (ALM) dengan pemerintah. Upaya tersebut diimbangi dengan implementasi Performance Based Budgeting (PBB) secara bertahap. Di bidang teknologi informasi, kebijakan diarahkan untuk menyediakan sistem informasi yang terintegrasi dalam mendukung pelaksanaan tugas pokok Bank Indonesia. Sementara di bidang sumber daya manusia, kebijakan diarahkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Bank Indonesia melalui peningkatan kompetensi dan kepemimpinan, serta penyelarasan organisasi Bank Indonesia yang sejalan dengan arah strategi ke depan. 5

Bab 1 Ringkasan Eksekutif Halaman ini sengaja dikosongkan 6

BAB 2 Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Kinerja perekonomian Indonesia selama triwulan II-2012 masih tetap solid ditengah pelemahan perekonomian global yang mulai berdampak pada kinerja eksternal perekonomian. Stabilitas sistem perbankan tetap terjaga, disertai dengan fungsi intermediasi yang terus meningkat dan didukung kelancaran pada sistem pembayaran. Meskipun sedikit melambat, perekonomian Indonesia diperkirakan masih tetap tumbuh ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Laju Inflasi juga terkendali dan melalui berbagai upaya akan tercapai dalam kisaran yang ditetapkan yakni 4,5% + 1%.

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1. Inflasi Inflasi IHK pada triwulan II-2012 masih terkendali. Inflasi inti dan inflasi administered tercatat rendah, sedangkan inflasi volatile food mengalami peningkatan. Inflasi IHK pada triwulan II-2012 secara umum masih terkendali pada level rendah, meskipun sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya. Inflasi IHK pada Juni 2012 tercatat sebesar 0,90% (qtq) atau 4,53% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Maret 2012 sebesar 0,88% (qtq) atau 3,97% (yoy) (Grafik 2.1). Inflasi IHK yang terkendali ditopang oleh inflasi inti dan inflasi administered yang menurun. Sementara itu, inflasi pada kelompok volatile food tercatat meningkat, sehingga sedikit meningkatkan tekanan terhadap inflasi IHK secara keseluruhan. Dengan perkembangan inflasi IHK hingga triwulan II-2012 yang masih terkendali tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi tahun 2012 dan 2013 akan berada di dalam kisaran sasaran yang telah ditetapkan yaitu 4,5%+1%. Inflasi inti pada triwulan II-2012 tercatat menurun dari 0,97% (qtq) atau 4,25% (yoy) pada Maret 2012 menjadi 0,75% (qtq) atau 4,15% (yoy) pada Juni 2012. Penurunan inflasi inti tidak terlepas dari pengaruh positif penurunan harga komoditas global seperti gandum, minyak sawit (Crude Palm Oil/ CPO), kedelai, jagung, gula, emas, dan bahan bakar minyak (BBM). Penurunan harga komoditi global tersebut pada sisi lain dapat mengurangi tekanan inflasi dari pengaruh nilai tukar rupiah yang sedikit terdepresiasi pada triwulan laporan. Inflasi inti yang rendah juga didukung oleh sisi penawaran yang masih memadai dalam memenuhi permintaan domestik yang tetap kuat. Hal tersebut tercermin dari utilisasi kapasitas yang masih terkendali di bawah level 80%, meskipun pada sisi lain indeks produksi masih meningkat sejalan dengan peningkatan kegiatan domestik (Grafik 2.2). Kapasitas utilisasi yang memadai tidak terlepas dari peningkatan investasi dalam beberapa tahun terakhir. Ekspektasi inflasi yang membaik juga mendukung terkendalinya inflasi inti. Beberapa survei menggambarkan terkendalinya ekspektasi inflasi tersebut. Survei ekspektasi inflasi pedagang eceran Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Grafik 2.2 Kapasitas Utilisasi 8

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran baik untuk tiga bulan maupun enam bulan yang akan datang tercatat dalam tren menurun (Grafik 2.3). Sejalan dengan itu, hasil survei Consensus Forecast juga merevisi turunnya proyeksi inflasi tahun 2012 dan 2013 masing-masing menjadi 4,8% (yoy) dan 5,5% (yoy), dari 5,2% (yoy) dan 5,6% (yoy) pada survei triwulan I-2012. Grafik 2.3 Ekspektasi Pedagang Eceran Inflasi kelompok administered prices yang rendah dipengaruhi oleh penurunan harga BBM nonsubsidi mengikuti pergerakan harga minyak global. Selain itu, kebijakan lain di bidang harga barang dan jasa yang bersifat strategis juga tidak banyak ditempuh pada triwulan laporan. Tekanan kenaikan inflasi pada kelompok barang administered prices lebih disebabkan oleh kenaikan harga elpiji 3 kilogram akibat terjadi kelangkaan barang tersebut di pasar domestik. Dari perkembangan ini, inflasi administered prices pada triwulan II-2012 tercatat sebesar 0,67% (qtq) atau 2,90% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencatat inflasi sebesar 0,92% (qtq) atau 2,92% yoy. Tekanan inflasi IHK pada triwulan II-2012 terutama masih berasal dari kelompok volatile food. Kelompok volatile food pada triwulan II-2012 mencatat inflasi cukup tinggi 1,55% (qtq), meningkat dari 0,67% (qtq) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi volatile food terutama terjadi pada bulan Juni 2012 yaitu 1,73% (mtm), lebih tinggi dari pola historisnya dalam dua tahun terakhir (Grafik 2.4). Kenaikan inflasi kelompok volatile food dipengaruhi oleh mulai berakhirnya masa panen pada sejumlah komoditas pangan strategis dan dibarengi gangguan cuaca di beberapa sentra produksi komoditas bumbu. Kondisi tersebut pada gilirannya menurunkan pasokan yang cukup tajam pada sejumlah komoditas pangan dan kemudian menaikkan harga. Selain itu, pengaturan impor produk hortikultura dengan pembatasan pintu masuk impor serta kenaikan harga beberapa komoditas pangan terindikasi mulai memberikan tekanan inflasi. Tekanan inflasi khususnya pada komoditas dengan ketergantungan impor yang cukup tinggi seperti bawang putih. Akibatnya, secara tahunan kelompok volatile food pada triwulan II-2012 mencatat inflasi 7,52% (yoy), meningkat signifikan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 4,45% (yoy). 9

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Grafik 2.4 Pola Bulanan Inflasi Volatile Food Secara spasial, kenaikan tertinggi inflasi volatile food terutama terjadi di Sumatera dan sebagian Kawasan Timur Indonesia (KTI). Inflasi volatile food di Pulau Jawa juga meningkat meskipun tidak setinggi kenaikan di kedua kawasan Sumatera dan KTI. Kenaikan inflasi volatile food tersebut dipicu kuatnya tekanan harga aneka bumbu seperti cabe merah dan bawang putih. Harga komoditas cabai merah naik signifikan hampir di seluruh kota dengan kenaikan harga tertinggi terjadi di Padang, yakni mencapai kisaran 100% (mtm). 2. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Indonesia tercatat masih tumbuh tinggi, di tengah meningkatnya ketidakpastian global. Realisasi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia triwulan II-2012 mencapai 6,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. (Tabel 2.1) Kontributor utama pertumbuhan ekonomi tersebut berasal dari permintaan domestik yaitu konsumsi rumah tangga dan investasi yang meningkat. Sementara itu, pertumbuhan ekspor melambat cukup tajam akibat tekanan perlambatan perekonomian global yang berdampak pada menurunnya daya serap negara mitra dagang utama dan rendahnya harga komoditas. Di sisi lain, laju impor semakin kuat seiring dengan meningkatnya aktivitas investasi, terutama investasi mesin dan perlengkapan serta alat angkut. Komponen Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Triwulan I 2011 2012 Triwulan Triwulan Triwulan 2011 Triwulan Triwulan 2012* II III IV I II Konsumsi Rumah Tangga 4,5 4,6 4,8 4,9 4,7 4,9 5,0 4,7-5,1 Konsumsi Pemerintah 2,8 4,5 2,8 2,8 3,2 5,9 7,0 6,9-7,3 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 7,3 9,3 7,1 11,5 8,8 10,0 12,3 9,2-9,6 Ekspor Barang dan Jasa 12,2 17,2 17,8 7,9 13,6 7,9 1,9 6,9-7,3 Impor Barang dan Jasa 14,4 15,3 14,0 10,1 13,3 8,0 10,9 8,0-8,4 PDB 6,4 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 6,4 6,1-6,5 *Proyeksi Bank Indonesia 10

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Permintaan domestik yang masih kuat sebagai penopang pertumbuhan ekonomi terutama dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga yang masih besar dan investasi yang tetap tinggi. Konsumsi rumah tangga yang masih kuat tersebut sejalan dengan optimisme keyakinan konsumen dan terjaganya daya beli konsumen yang terindikasi dari masih tingginya penjualan eceran. Tetap tingginya konsumsi rumah tangga dan iklim usaha yang kondusif mendorong meningkatnya pertumbuhan investasi. Kondisi ini diperkuat oleh optimisme pelaku usaha. Pertumbuhan investasi terutama ditopang oleh investasi nonbangunan antara lain investasi mesin, alat angkut dan suku cadang. Selain itu, membaiknya serapan belanja modal pemerintah turut mendukung tumbuhnya investasi. Pada sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2012 masih ditopang oleh tiga sektor utama yaitu industri pengolahan, perdagangan hotel dan restoran (PHR), serta pengangkutan dan komunikasi (Tabel 2.2). Meski melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sektor industri pengolahan masih mencatat pertumbuhan yang tinggi. Hal tersebut didukung oleh masih kuatnya permintaan domestik. Kinerja subsektor industri makanan dan minuman yang masih baik serta perbaikan industri semen seiring dengan maraknya sektor bangunan mendukung masih baiknya sektor industri pengolahan. Pertumbuhan sektor PHR yang masih tinggi tidak terlepas dari aktivitas domestik dan impor yang masih kuat. Sektor lain yang juga berperan penting dalam perekonomian yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi. Namun, pada triwulan II-2012 pertumbuhan sektor ini melambat yang disebabkan oleh pertumbuhan subsektor angkutan udara yang lebih rendah, sementara kinerja subsektor komunikasi tumbuh stabil. Tabel 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 2011 2012 Sektor 2011 2012* Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan II Pertanian 3,7 3,6 2,6 1,9 3,0 4,3 3,7 3,1-3,5 Pertambangan & Penggalian 4,4 1,0 0,6 (-0,3) 1,4 2,8 3,1 2,5-2,9 Industri Pengolahan 5,0 6,2 6,9 6,7 6,2 5,7 5,4 5,6-6,0 Listrik, Gas & Air Bersih 4,3 3,9 5,2 5,8 4,8 5,2 5,9 5,8-6,2 Bangunan 5,2 7,5 6,3 7,8 6,7 7,2 7,3 7,3-7,7 Perdagangan, Hotel & Restoran 7,9 9,3 9,2 10,2 9,2 8,3 8,9 8,4-8,8 Pengangkutan & Komunikasi 13,4 10,9 9,5 9,2 10,7 10,3 10,1 10,2-10,6 Keuangan, Persewaan & Jasa 7,0 6,7 6,9 6,7 6,8 6,3 7,0 6,0-6,4 Jasa-jasa 7,0 5,7 7,8 6,5 6,7 5,5 5,7 5,5-5,9 PDB 6,4 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 6,4 6,1-6,5 *Proyeksi Bank Indonesia Untuk keseluruhan tahun 2012 Bank Indonesia memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh pada kisaran 6,1%-6,5%, lebih rendah dari prakiraan sebelumnya pada kisaran 6,3%-6,7%. Revisi perlambatan perkiraan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi prospek ekspor yang melambat sebagai dampak akibat perekonomian global yang melemah. Namun, masih kuatnya permintaan domestik baik dari sisi konsumsi maupun investasi mampu menjaga pertumbuhan ekonomi tetap pada level yang tinggi. 11

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 3. Neraca Pembayaran Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia diperkirakan mengalami tekanan akibat kinerja ekspor yang menurun. Di sisi lain, transaksi modal dan finansial masih tinggi ditopang oleh tingginya investasi langsung. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II-2012 diperkirakan masih tertekan akibat membesarnya defisit neraca transaksi berjalan. Namun, neraca transaksi modal dan finansial (TMF) yang diperkirakan masih positif, dapat membiayai sebagian defisit pada neraca transaksi berjalan, sehingga diperkirakan dapat mengurangi tekanan pada NPI di triwulan laporan. Dengan perkembangan NPI tersebut, cadangan devisa sampai dengan Juni 2012 menurun menjadi USD 106,5 miliar atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Perkiraan defisit pada neraca transaksi berjalan terutama terkait dengan dampak melemahnya kinerja ekspor Indonesia akibat dari menurunnya permintaan global. Pada sisi lain, impor yang masih tinggi sejalan dengan masih kuatnya kegiatan ekonomi domestik juga berkontribusi pada kemungkinan defisit neraca transaksi berjalan. Prospek defisit pada neraca transaksi berjalan pada triwulan II-2012 terindikasi pada neraca perdagangan yang mencatat defisit pada bulan April-Mei 2012 (Grafik 2.5). Selain itu, defisit pada neraca transaksi berjalan juga dipengaruhi oleh defisit neraca pendapatan akibat naiknya nilai pendapatan (dividen, bunga, dan imbal hasil) yang harus dibayarkan kepada investor asing. Koreksi NPI yang lebih dalam tertahan oleh neraca transaksi modal dan finansial (TMF) yang diperkirakan masih mencatat surplus. Surplus Neraca TMF diperkirakan ditopang oleh aliran investasi langsung asing (Foreign Direct Investment FDI) yang masih cukup dominan selama triwulan II-2012. Sementara itu, aliran investasi asing dalam bentuk portofolio diharapkan juga masih positif, meskipun sempat tertahan terutama pada bulan Mei 2012, akibat ketidakpastian kondisi pasar keuangan global. Grafik 2.5 Neraca Perdagangan 12

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Dalam periode ketidakpastian tersebut, aliran modal asing pada instrumen keuangan domestik secara neto sempat tercatat negatif (Grafik 2.6). Ke depan, prospek NPI secara keseluruhan pada tahun 2012 diperkirakan masih mencatat surplus, meskipun lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Prospek surplus NPI masih ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial. Kinerja neraca TMF yang diperkirakan tetap solid didukung oleh masih positifnya aliran modal masuk. Kondisi tersebut sejalan dengan masih kuatnya daya tarik prospek ekonomi domestik dan masih menariknya imbal hasil investasi domestik. Sementara itu, kinerja neraca transaksi berjalan diperkirakan menurun akibat turunnya kinerja ekspor barang di tengah impor barang yang tetap tinggi dan meningkatnya defisit neraca jasa. Grafik 2.6 Aliran Modal ke Pasar Keuangan 4. Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar rupiah selama triwulan II-2012 mengalami tekanan dipengaruhi faktor global dan domestik. Pelemahan tersebut sejalan dengan pergerakan nilai tukar negara-negara lain di kawasan. Kinerja NPI yang kurang menguntungkan memberikan tekanan kepada nilai tukar rupiah. Pada triwulan II-2012, rupiah mengalami depresiasi dimana pada akhir triwulan laporan secara point to point melemah 2,69% dibandingkan dengan akhir Maret 2012 ke level Rp 9.385/USD. Secara ratarata, rupiah pada triwulan II-2012 juga melemah sebesar 2,31% bila dibandingkan perkembangan triwulan I-2012 (Grafik 2.7). Sebagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi NPI, tekanan terhadap nilai tukar rupiah pada triwulan laporan juga dipengaruhi faktor global dan domestik, meskipun pengaruh faktor global terlihat cukup dominan. Dari faktor global, pelemahan rupiah dipicu oleh sentimen negatif kekhawatiran akan penyelesaian krisis utang Yunani, memburuknya kondisi utang Spanyol dan penurunan peringkat beberapa lembaga keuangan internasional. Selain itu, sentimen juga dipengaruhi rilis data perekonomian global baik di negara-negara Eropa, Amerika Serikat, maupun China yang cenderung melemah. Berbagai sentimen ini pada gilirannya mendorong terjadinya penyesuaian penempatan 13

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Grafik 2.7 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dana asing di instrumen keuangan domestik yang akhirnya mendorong pelemahan rupiah. Dari sisi domestik, pelemahan rupiah disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan valuta asing korporasi terkait dengan kegiatan impor yang masih tinggi. Pelemahan nilai tukar rupiah yang cukup signifikan terjadi selama bulan Mei 2012. Nilai tukar rupiah ditutup melemah 202 poin (2,20% mtm) ke level Rp 9.390/USD. Tekanan pelemahan tersebut terutama bersumber dari faktor eksternal seiring dengan semakin tingginya ketidakpastian politik di Yunani dan rumor keluarnya Yunani dari Eurozone. Selain itu, sentimen negatif memburuknya kondisi fiskal Spanyol yang akhirnya meminta bantuan talangan (bailout) kepada European Union (EU) sebesar EUR 100 miliar juga berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah. Secara keseluruhan, berbagai sentimen negatif tersebut tidak dapat dihindari turut memberikan tekanan terhadap pasar valas domestik. Dalam bulan Mei 2012, ketidakpastian tersebut meningkatkan premi swap rupiah cukup signifikan bila dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya (Grafik 2.8). Grafik 2.8 Premi Swap Rupiah 14

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Faktor global yang cukup dominan dalam mempengaruhi nilai tukar rupiah, secara umum juga mempengaruhi mata uang lain di kawasan regional. Dalam kondisi perekonomian global yang semakin terintegrasi, sentimen negatif dari faktor eksternal telah mendorong peningkatan Credit Default Swap (CDS) di berbagai negara di kawasan regional dan diikuti oleh pelemahan berbagai mata uang lainnya, termasuk rupiah. Dalam periode ini, CDS Indonesia bergerak meningkat sejalan dengan peningkatan CDS negara lain (Grafik 2.9). Sejalan dengan itu, pelemahan rupiah juga bergerak searah dengan pelemahan mata uang lainnya (Grafik 2.10). Grafik 2.9 Perkembangan CDS Obligasi Pemerintah Tenor 5 Tahun di Negara Kawasan Grafik 2.10 Kinerja Mata Uang Regional Triwulan II-2012 Grafik 2.11 Volatilitas Mata Uang Regional Asia Triwulan II-2012 Dibandingkan dengan mata uang lain, pelemahan rupiah relatif cukup terukur dan masih searah. Pelemahan tertinggi pada triwulan II-2012 tercatat pada mata uang India Rupee. Selain itu, volatilitas nilai tukar rupiah yang tercatat 5,63% (ytd) selama triwulan II-2012 juga relatif terjaga dan cukup rendah dibandingkan dengan volatilitas mata uang negara-negara lain di kawasan (Grafik 2.11). 15

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Relatif rendahnya volatilitas nilai tukar rupiah tersebut tidak terlepas dari langkah stabilisasi yang ditempuh oleh Bank Indonesia. Pada semester II-2012, rupiah diperkirakan akan bergerak stabil sejalan dengan perkiraan NPI yang akan kembali membaik. Namun, beberapa faktor risiko terkait masih tingginya ketidakpastian penyelesaian krisis Eropa masih perlu diwaspadai. Selain itu, dari sisi domestik, potensi tekanan nilai tukar rupiah dapat berasal dari masih kuatnya impor, di tengah kondisi ekspor yang melambat sehingga dapat mengurangi potensi pasokan valas domestik. 5. Perkembangan Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Perkembangan suku bunga PUAB di semua tenor pada triwulan II-2012 menunjukkan tren penurunan merespon kebijakan operasi moneter Bank Indonesia. Penurunan suku bunga PUAB tersebut diiringi dengan transaksi yang meningkat. Perkembangan pasar uang antar bank (PUAB) pada triwulan II-2012 secara umum masih dipengaruhi oleh kondisi ekses likuiditas perbankan. Namun demikian, kondisi perekonomian yang masih dalam tren meningkat serta faktor musiman terkait setoran pajak juga turut memengaruhi permintaan di PUAB pada triwulan laporan. Selain itu, kebijakan penguatan operasi moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia berupa peningkatan suku bunga operasi moneter melalui pengaktifan kembali Term Deposit (TD) tenor sangat pendek ( 2 minggu) pada bulan Mei 2012 juga memengaruhi dinamika PUAB secara keseluruhan. Dengan kondisi masih besarnya ekses likuiditas perbankan, rata-rata harian suku bunga PUAB tenor Overnight (PUAB O/N) pada triwulan II-2012 tercatat menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu dari 3,97% menjadi 3,83%. Namun secara bulanan, suku bunga PUAB O/N pada Juni 2012 dalam tren meningkat yang secara rata-rata tercatat 3,94%, lebih tinggi dibandingkan dengan dua bulan sebelumnya (April rata-rata sebesar 3,76% dan Mei rata-rata sebesar 3,78%) (Grafik 2.12). Peningkatan suku bunga PUAB pada Juni 2012 tersebut dipengaruhi oleh respon perbankan terhadap kebijakan penguatan operasi moneter. Peningkatan suku bunga juga disebabkan oleh kenaikan kebutuhan likuiditas jangka pendek perbankan terkait dengan kebutuhan nasabah untuk memenuhi kewajiban setoran pajak. Pergerakan suku bunga PUAB O/N juga diikuti oleh pergerakan suku bunga PUAB tenor lainnya dan juga sejalan dengan kuotasi pelaku di pasar uang yang dicerminkan dalam suku bunga Jakarta Inter Bank Offered Rate (JIBOR) (Grafik 2.13). Suku bunga PUAB tenor 2-4 hari pada triwulan II-2012 secara rata-rata turun dari 3,98% menjadi 3,82%, sementara tenor satu minggu turun dari 3,99% menjadi 3,88%. Namun demikian, sebagaimana PUAB O/N pada Juni 2012, suku bunga PUAB tenor 2-4 hari dan tenor satu minggu juga meningkat, yaitu dari masing-masing 3,76% dan 3,77% pada akhir triwulan I-2012 menjadi 3,94% dan 4,07%. Dari sisi volume, kegiatan ekonomi yang masih tinggi serta peningkatan permintaan uang musiman terkait setoran pajak dan kebutuhan likuiditas liburan sekolah telah mendorong peningkatan volume PUAB pada periode laporan. Selain itu, kenaikan volume PUAB juga dipengaruhi meningkatnya kebutuhan likuiditas jangka pendek pasca-kebijakan penguatan operasi moneter serta meningkatnya aktivitas di pasar valas domestik terkait dengan pengurangan aset domestik oleh non-residen. 16

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Grafik 2.12 Suku Bunga PUAB O/N dan BI Rate Grafik 2.13 Suku Bunga PUAB O/N dan JIBOR Secara keseluruhan, berbagai faktor tersebut mendorong volume PUAB pada triwulan II-2012 dalam tren meningkat bila dibandingkan dengan triwulan I-2011 (Grafik 2.14). Sejalan dengan peningkatan volume PUAB, total nominal transaksi PUAB seluruh tenor secara rata-rata juga meningkat dari Rp 5,49 triliun per hari (77 transaksi/hari) pada triwulan I-2012 menjadi Rp 11,58 triliun per hari (153 transaksi/hari) pada triwulan II-2012. Kenaikan volume transaksi PUAB juga diikuti kenaikan jumlah bank yang melakukan transaksi yaitu dari rata-rata 45 bank per hari pada triwulan I-2012 menjadi 60 bank per hari pada triwulan II-2012 (Grafik 2.15). Grafik 2.14 Volume PUAB Grafik 2.15 Jumlah Bank Pelaku PUAB 17

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Berdasarkan tenornya, volume transaksi PUAB tenor O/N masih mendominasi transaksi PUAB pada triwulan II-2012 yaitu sekitar 62% dari total volume. Sementara itu, volume transaksi dengan tenor yang lebih panjang sedikit menurun. Volume transaksi PUAB dengan tenor 2-4 hari turun dari 14% menjadi 9%, sedangkan volume transaksi tenor 1 minggu turun dari 24% menjadi 17% (Grafik 2.16). Perubahan komposisi penempatan bank pada PUAB tersebut tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia memperkuat Operasi Moneter khususnya melalui aktivasi kembali instrumen TD bertenor sangat pendek ( 2 minggu). Grafik 2.16 Komposisi Tenor PUAB 6. Perkembangan Suku Bunga Perbankan Tren penurunan suku bunga perbankan, baik suku bunga simpanan maupun suku bunga kredit, terus berlanjut. Kondisi likuiditas perbankan yang cukup besar dan kebijakan Bank Indonesia mengenai transparansi suku bunga dasar kredit berpengaruh positif terhadap penurunan suku bunga simpanan perbankan. Tren penurunan suku bunga simpanan perbankan terus berlanjut. Pada triwulan II-2012, rata-rata suku bunga simpanan turun sebesar 29 bps dari 5,76% pada Maret 2012 menjadi 5,47% pada Mei 2012 (Grafik 2.17). Penurunan suku bunga simpanan diikuti dengan turunnya suku bunga kredit perbankan. Pada periode yang sama, rata-rata suku bunga kredit turun sebesar 18 bps dari 12,57% pada Maret 2012 menjadi 12,39% pada Mei 2012. Sementara suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK), masing-masing tercatat rata-rata sebesar 11,79%, 11,51%, dan 14,03%, mengalami penurunan dibanding posisi Maret 2012 masing-masing tercatat ratarata sebesar 0,23%, 0,12%, dan 0,10% (Grafik 2.18). Hal tersebut menunjukkan bahwa transmisi kebijakan moneter Bank Indonesia direspon positif oleh perbankan dengan penurunan suku bunga kredit meskipun tidak secepat penurunan suku bunga simpanan. 18

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Grafik 2.17 Perkembangan BI Rate, Suku Bunga Kredit dan Deposito Rupiah (%) Grafik 2.18 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Kredit Per Jenis Penggunaan (%) Faktor lain yang turut mendorong penurunan suku bunga kredit adalah ketentuan yang mewajibkan bank untuk mempublikasikan data Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK). Selama triwulan II-2012, penurunan SBDK tertinggi terjadi pada segmen ritel sebesar 9 bps, diikuti segmen Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar 5 bps, segmen korporasi sebesar 3 bps dan segmen Non KPR sebesar 2 bps. Dibandingkan posisi Maret 2011 (saat SBDK pertama kali dipublikasikan oleh perbankan), terdapat penurunan SBDK cukup signifikan, yaitu 68 bps untuk segmen Korporasi, 66 bps untuk segmen Retail, 60 bps untuk segmen KPR dan 53 bps untuk segmen Non KPR (Tabel 2.3). Tabel 2.3 Perkembangan Nilai Rata-Rata SBDK Industri Perbankan (%) Segmen Kredit Seluruh Sampel 2011 2012 qtq Mar- Mei Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Koporasi 10,51 10,58 10,64 10,72 10,54 10,55 10,51 10,50 10,36 10,18 10,12 10,06 9,86 9,86 9,83 (0,03) (0,68) Retail 11,80 12,21 11,84 11,91 12,00 12,08 12,04 11,98 11,78 11,61 11,52 11,40 11,23 11,16 11,14 (0,09) (0,66) KPR 11,16 11,25 11,35 11,38 11,03 11,03 11,04 10,98 10,82 10,71 10,62 10,51 10,61 10,58 10,56 (0,05) (0,60) Non KPR 11,56 11,70 11,76 11,86 11,86 11,96 11,88 11,83 11,68 11,51 11,22 11,05 11,05 11,05 11,03 (0,02) (0,53) Ket : data tanpa outlier dan perhitungan secara weighted average 7. Perkembangan Bank Umum Di tengah tekanan eksternal akibat krisis ekonomi global, kinerja perbankan tetap terjaga. Permodalan jauh di atas threshold yang dicapai dari profitabilitas yang tinggi dan peningkatan efisiensi dalam menjalankan operasionalnya. Fungsi intermediasi juga berjalan dengan baik. Perbankan Indonesia tetap menunjukkan kinerja yang positif selama triwulan II-2012 (sampai dengan Mei 2012) di tengah krisis ekonomi global. Kinerja positif tampak dari kondisi permodalan perbankan yang masih berada jauh di atas threshold 8%, yang dicapai melalui perolehan profitabilitas perbankan yang cukup tinggi. 19

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) pada akhir triwulan II-2012 tercatat sebesar 17,87%, mengalami penurunan sebesar 0,41% dari 18,28% pada triwulan I-2012. Namun dibandingkan posisi akhir triwulan IV-2011, terdapat kenaikan 1,82% dari 16,05% pada Desember 2011. Penurunan CAR tersebut disebabkan kenaikan jumlah kredit yang berdampak pada peningkatan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Tingkat pertumbuhan kredit sampai dengan triwulan II-2012 (ytd) sebesar 8,46%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang menurun sebesar 11,34%. Pertumbuhan kredit yang tinggi sejak pertengahan tahun 2011 mengakibatkan level kredit berada diatas tren rata-rata jangka panjangnya. Tingginya profitabilitas disumbang dari laba yang meningkat. Sampai dengan Mei 2012, perbankan membukukan laba sebesar Rp 36,36 triliun, atau meningkat 68,20% dibandingkan laba pada akhir triwulan II-2012 sebesar Rp 21,61 triliun. Profitabilitas perbankan tersebut berasal dari pendapatan operasional dan pendapatan non operasional. Pendapatan operasional sebagian besar masih berasal dari bunga kredit (70,96%). Perolehan profitabilitas tersebut juga dicapai melalui efisiensi perbankan yang ditunjukkan dengan rasio Biaya Overhead terhadap Pendapatan Overhead (BOPO) sebesar 76,75%. Sementara itu, total aset perbankan Indonesia pada akhir triwulan II-2012 mencapai Rp 3.827,43 triliun, meningkat Rp 118,71 triliun dari Rp 3.708,73 triliun pada Maret 2012. Peningkatan aset tersebut sejalan dengan kenaikan jumlah kredit yang cukup tinggi, yaitu sebesar Rp 119,97 triliun. Perkembangan intermediasi perbankan menunjukkan perkembangan positif. Penyaluran kredit perbankan pada triwulan II-2012 mencapai Rp 2.386,15 triliun, tumbuh 5,29% (qtq) atau 26,29% (yoy). Dengan peningkatan tersebut, sumbangan kredit terhadap pembiayaan perekonomian yang direpresentasikan dari proporsi kredit terhadap Gross Domestic Product (GDP) diperkirakan berada pada kisaran 30%. Kredit untuk tujuan produktif mencatat tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan tujuan konsumsi. Secara triwulanan (qtq), kredit untuk tujuan produktif yaitu Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK) pada triwulan II-2012 tumbuh masing-masing sebesar 3,89% dan 7,14% dibandingkan triwulan I-2012. Sementara itu, untuk Kredit Konsumsi (KK) tumbuh sebesar 3,37%. Secara tahunan (yoy), KI dan KMK tumbuh masing-masing sebesar 29,28% dan 28,88%, sedangkan KK tumbuh sebesar 20,28%. Angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibanding pertumbuhan KI, KMK dan KK tahun sebelumnya yang masing-masing tercatat tumbuh sebesar 29,06%, 24,80% dan 17,83%. Secara sektoral, pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh sektor. Secara nominal, komposisi kredit terbesar berada di sektor lain-lain, diikuti oleh perdagangan dan industri pengolahan. Sementara itu, apabila dilihat berdasarkan pertumbuhan, sektor listrik mendominasi pertumbuhan kredit baik secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy). Pertumbuhan pada triwulan II-2012 dibandingkan akhir triwulan sebelumnya terbesar berasal dari sektor listrik (10,41%), diikuti sektor perdagangan (9,69%), sektor pertambangan (8,40%) dan sektor pertanian (7,18%). Sementara secara tahunan (yoy), pertumbuhan terbesar masih berasal dari sektor listrik (94,19%) diikuti oleh sektor pertanian (34,59%), pertambangan (33,75%) dan perdagangan (32,26%). 20

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Dari sisi kualitas kredit, rasio Non Performing Loan (NPL) gross perbankan pada triwulan II-2012 juga membaik, yaitu menurun sebesar 0,03% dari 2,29% pada triwulan I-2011 menjadi 2,26%. Namun, dibandingkan Desember 2011 rasio NPL mengalami peningkatan sebesar 0,09% dari 2,17%. Kenaikan rasio NPL tersebut terkait dengan meningkatnya jumlah kredit yang disalurkan bank sejak akhir triwulan IV-2011. Perkembangan intermediasi perbankan yang positif didukung oleh sumber dana yang memadai. Pada akhir triwulan II-2012, Dana Pihak Ketiga (DPK) masih tetap menjadi sumber utama pembiayaan kredit oleh perbankan. DPK tercatat sebesar Rp 2.908,96 triliun, meningkat 2,38% dari Rp 2.841,4 triliun pada triwulan I-2012. Selama tahun berjalan (ytd), DPK meningkat sebesar Rp 124,0 triliun (4,45%) dan secara tahunan meningkat sebesar Rp 470,96 triliun (19,32%, yoy). Dibandingkan dengan triwulan I-2012, semua komponen DPK mengalami peningkatan dengan pertumbuhan terbesar pada giro sebesar 6,79%, diikuti oleh tabungan sebesar 1,08% dan deposito sebesar 1,04%. Secara tahunan, pertumbuhan tertinggi DPK juga dicapai oleh giro, yaitu sebesar 21,37%, diikuti dengan tabungan sebesar 21,17%, dan deposito sebesar 16,99%. Berdasarkan pangsa terhadap DPK, deposito masih mendominasi dana masyarakat di perbankan, yaitu mencapai 44,53% dari total DPK. Kinerja perbankan yang tetap terjaga berkontribusi positif pada kestabilan sistem keuangan secara keseluruhan. Hal tersebut tidak terlepas dari peranan sistem perbankan yang masih mendominasi sistem keuangan Indonesia dengan pangsa aset perbankan lebih dari 70%. Dengan kondisi perbankan Indonesia yang tetap stabil ditengah tekanan krisis keuangan global, stabilitas sistem keuangan pada triwulan II-2012 tetap terjaga. Namun adanya peningkatan tekanan, khususnya di pasar saham menyebabkan indeks Stabilitas Sistem Keuangan (Financial Stability Index/FSI) 1 sedikit meningkat. FSI pada triwulan II-2012 (Juni 2012) tercatat pada level 1,70, meningkat dibandingkan triwulan I-2012 pada level 1,64. Indikator Utama Tabel 2.4 Statistik Triwulanan Perkembangan Perbankan (Dalam Triliun Rp) 2011 2012 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan II Total Aset (Triliun Rp) 3.065,80 3.195,10 3.371,45 3.652,83 3.708,73 3.827,43 DPK (Triliun Rp) 2.351,40 2.438,00 2.544,86 2.784,91 2.841,40 2.908,96 - Giro 540,80 577,00 580,56 652,65 655,79 700,30 - Tabungan 722,70 753,70 797,01 898,30 903,46 913,23 - Deposito 1.087,80 1.107,30 1.167,30 1.233,97 1.282,11 1.295,42 Kredit 1.814,80 1.950,70 2.079,26 2.200,09 2.266,18 2.386,15 Jumlah NPLs (Triliun Rp) 51,00 53,50 55,51 47,69 51,81 53,89 CAR (%) 17,60% 17,00% 16,63% 16,05% 18,28% 17,87% NPLs Gross (%) 2,80% 2,70% 2,67% 2,17% 2,29% 2,26% ROA (%) 3,10% 3,10% 3,12% 3,03% 3,05% 3,05% BOPO (%) 85,00% 85,90% 87,14% 85,42% 76,68% 76,75% LDR (%) 77,20% 80,00% 81,36% 78,77% 79,89% 81,61% Jumlah Bank 121 121 120 120 120 120 Jumlah Kantor 14.069 14.321 14.473 14.797 14.840 15.142 * Posisi Mei 2012 1 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (Financial Stability Index) merupakan rata-rata fungsi perkembangan NPL perbankan, indeks saham gabungan, dan yield obligasi pemerintah. 21

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 8. Perkembangan Perbankan Syariah Kondisi perbankan syariah menunjukkan kinerja positif, dicerminkan dari perkembangan aset, pencapaian profitabilitas, peningkatan efisiensi, dan fungsi intermediasi yang berjalan optimal. Sejalan dengan kinerja bank umum yang positif, perbankan syariah yang terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), menunjukkan kinerja baik selama triwulan II-2012. Total aset perbankan syariah meningkat dengan mulai berekspansinya beberapa BUS baru. Pada triwulan II-2012 (sampai dengan Mei 2012), total aset BUS dan UUS mencapai Rp 147,5 triliun, turun 0,74% (qtq) namun meningkat secara yoy sebesar 42,96%. Adapun total aset BPRS mencapai Rp 3,97 triliun, meningkat sekitar 4,75% (qtq) atau 34,49% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, total aset perbankan syariah mencapai ± 3,89% dari total aset industri perbankan nasional, sedikit menurun dari posisi triwulan I-2012 sebesar 4,1%. Tabel 2.5 Statistik Triwulanan Perkembangan Perbankan Syariah Indikator Utama 2011 2012 Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan II BUS + UUS Total aset (Rp. T) 109,75 123,36 145,47 148,64 147,54 DPK (Rp. T) 87,03 97,74 115,41 117,87 115,21 - Giro 9,46 10,30 12,01 12,77 11,94 - Tabungan 25,44 28,10 32,6 34,46 35,56 - Deposito 52,12 59,35 70,81 70,64 67,71 Pembiayaan (Rp. T) 82,62 92,84 102,66 107,72 112,84 Jumlah NPF (Rp T) 2,94 3,25 2,59 2,88 3,30 CAR (%) 16,59% 16,18% 16,63% 15,33% 14,97% NPF Gross (%) 3,55% 3,5% 2,52% 2,67% 2,93% NPF Net (%) 1,62% 2,02% 1,34% 1,62% 1,78% ROA (%) 1,84% 1,80% 1,79% 1,90% 1,99% BOPO (%) 78,13% 77,54% 78,41% 77,83% 76,24% FDR (%) 94,93% 94,97% 88,94% 91,39% 97,95% Jumlah Bank - BUS 11 11 11 11 11 - UUS 23 23 24 24 24 Jumlah Kantor 1.640 1.686 1.737 1.887 1.946 BPRS Total aset (Rp. T) 3,08 3,28 3,52 3,79 3,97 DPK (Rp. T) 1,78 1,90 2,10 2,32 2,46 Pembiayaan (Rp. T) 2,43 2,56 2,68 2,91 3,1 Jumlah NPF (Rp T) 0,17 0,17 0,16 0,19 0,2 CAR (%) 26,71% 24,8% 23,5% 24,9% 23,2% NPF Gross (%) 7,09% 6,9% 6,1% 6,42% 6,48% NPF Net (%) 5,60% 5,8% 5,1% 5,4% 5,4% ROA (%) 2,72% 2,8% 2,7% 2,7% 2,6% BOPO (%) 77,35% 75,7% 76,3% 77,9% 79,1% FDR (%) 136,19% 134,7% 127,7% 125,5% 126% Jumlah Bank 154 154 155 155 156 Jumlah Kantor 357 362 364 373 377 * Posisi Mei 2012 22

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Pada periode yang sama, rasio CAR BUS dan UUS turun dari 15,33% menjadi 14,97%. Penurunan tersebut lebih disebabkan ekspansi pembiayaan yang mengalami peningkatan sehingga terbentuk ATMR yang relatif lebih tinggi, sementara modal relatif tidak banyak berubah. Hal yang sama juga terjadi pada BPRS, dimana rasio CAR menurun dari 24,9% menjadi 23,2%. Profitabilitas perbankan syariah meningkat, yang tercermin dari peningkatan rasio Return on Asset (ROA) BUS dan UUS yang meningkat dari sebelumnya 1,90% menjadi 1,99%. Sementara itu, ROA BPRS tercatat sebesar 2,6% sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya sebesar 2,7%. Efisiensi perbankan syariah pada BUS dan UUS membaik dibanding triwulan sebelumnya, yang tercermin dari rasio BOPO untuk BUS dan UUS pada triwulan II-2012 menurun dari 77,83% menjadi 76,24%. Sedangkan rasio BOPO BPRS meningkat dari 77,9% menjadi 79,1%. Fungsi intermediasi perbankan syariah mengalami peningkatan pada triwulan laporan. Pembiayaan yang disalurkan oleh BUS dan UUS tercatat sebesar Rp 112,8 triliun, meningkat 4,75% (qtq) atau 43,53% (yoy) dari sebelumnya. Sementara pembiayaan BPRS meningkat menjadi sebesar Rp 3,1 triliun atau meningkat 6,5% (qtq) dan 33,15% (yoy). Peningkatan pembiayaan tersebut sejalan dengan demand yang masih cukup tinggi dan diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi lagi sesuai siklus pembiayaan yang secara historis dipacu pada triwulan II-2012. Kualitas pembiayaan (Non Performing Financing/NPF) gross BUS dan UUS pada triwulan II-2012 mencapai 2,93% meningkat dibandingkan triwulan lalu (2,67%). Demikian juga halnya dengan NPF BPRS yang mengalami peningkatan dari 6,42% pada triwulan I-2012 menjadi 6,48% pada triwulan II-2012. Penghimpunan DPK BUS dan UUS menurun pada triwulan II-2012 dari Rp 117,87 triliun menjadi Rp 115,2 triliun atau turun sebesar 2,26% (qtq). Penurunan DPK terutama disebabkan adanya penarikan dana giro dan deposito BUS oleh Kementerian Agama sejak bulan Februari 2012. Diperkirakan penurunan DPK tersebut masih akan berlanjut terkait dengan rencana Kementerian Agama untuk melakukan pembelian sukuk dana haji dengan menggunakan dana haji yang tersimpan di perbankan syariah. Adapun penarikan dana tersebut akan dilakukan secara bertahap sampai dengan Juli 2012. Meskipun terjadi penurunan DPK, berdasarkan pemantauan Bank Indonesia, kondisi likuiditas bank syariah masih cukup aman. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan secondary reserve yang dimiliki oleh perbankan syariah secara rata-rata lebih besar dibandingkan dana haji yang akan ditarik. Kondisi penghimpunan dana sebaliknya terjadi pada BPRS. DPK BPRS mengalami pertumbuhan sebesar 6,03% (qtq), dari Rp 2,32 triliun menjadi Rp 2,46 triliun. Dengan perkembangan pembiayaan dan DPK selama triwulan II-2012, rasio financing to deposit (FDR) BUS dan UUS mencapai 97,95%, meningkat dari rasio triwulan sebelumnya sebesar 91,39%. Adapun rasio FDR BPRS tercatat 126% meningkat dari rasio triwulan I-2012 yang tercatat sebesar 125,5%. Sejalan dengan perkembangan usaha, terjadi peningkatan jaringan kantor perbankan syariah. Pada triwulan II-2012, jumlah kantor BUS dan UUS meningkat sebanyak 59 kantor (qtq) sehingga total perbankan syariah menjadi 1.946 kantor. Sementara pada BPRS meningkat sebanyak 4 kantor (qtq) sehingga menjadi 377 kantor. 23

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 9. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sebagaimana halnya kinerja positif bank umum dan bank syariah, kinerja BPR selama triwulan II-2012 juga tetap terjaga. Perkembangan kinerja positif ditunjukkan oleh BPR secara agregat selama triwulan II-2012. Hal tersebut ditunjukkan dengan pertumbuhan total aset mencapai 4,90% (qtq) atau 20,97% (yoy). Fungsi intermediasi BPR selama triwulan laporan juga berjalan baik. Pada triwulan II-2012, kredit BPR tumbuh 6,88%, sehingga total kredit BPR triwulan II-2012 menjadi sebesar Rp 46,60 triliun naik dari Rp 43,6 triliun pada triwulan sebelumnya. Seiring dengan pertumbuhan kredit yang cukup baik, kualitas kredit BPR juga mengalami perbaikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh penurunan rasio NPL gross pada triwulan laporan dibanding triwulan sebelumnya. Rasio NPL gross menurun dari 5,56% menjadi 5,27%. Sementara itu, penghimpunan DPK BPR juga mengalami pertumbuhan sebesar 2,79% (qtq) atau 18,12% (yoy) dari Rp 39,4 triliun pada triwulan I-2012 menjadi Rp 40,5 triliun pada triwulan II-2012. Pertumbuhan DPK terbesar terjadi pada deposito yang tumbuh sebesar 4,88%. Sejalan dengan perkembangan penyaluran kredit dan penghimpunan DPK tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR meningkat dari 81,33% menjadi 83,62%. Dari sisi kecukupan permodalan, rasio CAR BPR mengalami sedikit penurunan dari 29,74% pada triwulan I-2012 menjadi 27,91% pada triwulan II-2012. Meskipun rasio permodalan BPR menurun, profitabilitas BPR tercatat mengalami peningkatan. Hal tersebut dicerminkan oleh peningkatan Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE). ROA meningkat 18 bps (qtq) yaitu dari 3,71% menjadi 3,89%. Sementara ROE meningkat 152 bps (qtq) dari 32,80% menjadi 34,32%. Profitabilitas BPR yang membaik didukung dengan peningkatan efisiensi operasional BPR yang dicerminkan oleh rasio BOPO. Pada triwulan II-2012, rasio BOPO menurun sebesar 147 bps (qtq) dari 79,04% menjadi 77,57%. Penurunan rasio BOPO disebabkan membaiknya kualitas kredit yang tercermin dari membaiknya NPL net dari 3,93% pada triwulan I-2012 menjadi 3,71% pada triwulan II-2012. Indikator Tabel 2.6 Indikator Utama Kinerja BPR 2010 2011 2012* Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan II Total Aset (Triliun Rp) 40,7 42,8 45,7 47,6 49,6 52,3 56,1 57,2 60,0 DPK (Triliun Rp) 28,0 29,3 31,3 32,9 34,0 38,8 38,2 39,4 40,5 - Tabungan 8,7 9,0 9,9 10,3 10,5 10,9 12,0 12,3 12,9 - Deposito 19,3 20,3 21,5 22,6 23,5 24,9 26,1 27,1 27,6 Kredit 31,5 32,8 33,8 35,7 38,0 39,6 41,0 43,6 46,6 Jml NPLs (Triliun Rp) 2,1 2,2 2,1 2,3 2,3 2,4 2,1 2,4 2,5 CAR (%) 23,63 23,32 30,01 31,7 29,54 28,69 28,68 29,74 27,91 NPLs Gross(%) 6,53 6,78 6,12 6,41 6,21 6,09 5,22 5,56 5,27 NPLs net (%) 3,83 4,05 4,25 4,53 4,45 4,34 3,67 3,93 3,71 ROA (%) 3,95 3,46 3,16 3,92 3,83 3,57 3,32 3,71 3,89 BOPO (%) 78,76 80,4 80,97 78,86 78,75 79,28 79,47 79,04 77,57 LDR (%) 82,04 81,79 79,02 80 82,69 81,81 78,54 81,33 83,62 Jumlah Bank 1.715 1.715 1.706 1.679 1.682 1.683 1.669 1.665 1.667 Jumlah Kantor 3.820 3.816 3.910 3.970 4.021 4.114 4.172 4.239 4.268 * Posisi Mei 2012 24

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Pada triwulan II-2012, jumlah BPR bertambah 2 BPR dengan adanya pendirian BPR baru. Dengan penambahan tersebut maka jumlah BPR tercatat sebanyak 1.667 BPR, yang terdiri dari 1.390 BPR Perseroan Terbatas, 243 BPR Perusahaan Daerah dan 34 BPR Koperasi. Dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, jumlah BPR tersebut berkurang 15 BPR. Berkurangnya jumlah BPR tersebut disebabkan pencabutan izin usaha sebanyak 9 BPR dan selebihnya melakukan merger. Sejalan dengan peningkatan jumlah BPR, jangkauan pelayanan BPR juga semakin luas. Jaringan kantor BPR (cabang dan kantor kas) bertambah sebanyak 47 jaringan kantor atau tumbuh 1,11% (qtq) dari 4.239 kantor menjadi 4.286 kantor. Jumlah Kantor Cabang (KC) dan Kantor Kas (KK) masing-masing mengalami peningkatan sebanyak 15 KC atau tumbuh 1,19%, yaitu dari 1.256 KC dan sebanyak 14 KK atau tumbuh 1,06% (qtq) dari 1.318 KK menjadi 1.332 KK. 10. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Selama triwulan II-2012, penyaluran kredit ke sektor UMKM mengalami pertumbuhan positif. Realisasi kredit UMKM pada triwulan II-2012 (posisi akhir Mei 2012) meningkat Rp 50,5 triliun, tumbuh 10,5% (ytd) atau 21,1% (yoy) sehingga menjadi Rp 530,4 triliun. Angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I-2012 yang sebesar 0,3% (ytd) atau 17,4% (yoy). Dengan peningkatan tersebut, penyaluran kredit UMKM triwulan II-2012 telah mencapai 33,5% dari Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2012 (Rp 150,1 triliun). Kontribusi kredit UMKM terhadap total kredit perbankan sebesar 21,1%, dengan pangsa kredit yang didominasi usaha menengah (46,4%), usaha kecil (31,7%) dan usaha mikro (21,9%). Pemberian kredit UMKM seluruhnya bersifat produktif dan sebagian besar (64,9%) disalurkan ke sektor perdagangan, industri pengolahan, serta pertanian, perburuan, dan kehutanan. Dari sisi kualitas, NPL kredit UMKM mencapai 3,78%, lebih rendah dari triwulan I-2012 sebesar 3,92%. NPL kredit UMKM tertinggi pada kredit modal kerja, yaitu sebesar 3,96%. Sementara itu, Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah disalurkan hingga Juni 2012 tercatat sebesar Rp 15,73 triliun (berdasarkan data Kemenko Bidang Perekonomian). Dengan penyaluran tersebut, realisasi KUR mencapai 52,43% dari target yang ditetapkan untuk tahun 2012, yaitu sebesar Rp 30 triliun. Sejak peluncuran program KUR, realisasi KUR oleh bank pelaksana mencapai Rp 79,15 triliun. Berdasarkan lokasi, penyaluran KUR masih terpusat di wilayah Jawa (50,41%), Sumatera (23,04%), Sulawesi (9,60%), Kalimantan (9,84%), Bali (4,32%) dan Papua (2,79%). Sementara berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran KUR tertinggi didominasi oleh sektor perdagangan (47,58%). Ditinjau dari sisi kualitas kredit, NPL KUR sampai dengan triwulan II-2012 tercatat sebesar 3,17% atau mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,92%. 11. Perkembangan Sistem Pembayaran Selama triwulan II-2012, transaksi sistem pembayaran berjalan aman dan lancar. Dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, transaksi sistem pembayaran pada triwulan II-2012 mengalami peningkatan baik dari sisi nilai maupun volume. Nilai transaksi meningkat sebesar Rp 13.655 triliun (89,73%, yoy), didominasi transaksi pengelolaan moneter Bank Indonesia, 25

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai Tabel 2.7 Nilai Transaksi Pembayaran Nilai (Triliun Rp) 2011 2012 % Naik / (Turun) 2011 Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan II qtq yoy RTGS 14.107,1 17.400,4 21.154,4 52.661,9 31.406,7 27.536,9-12,32% 95,20% - Pengelolaan Moneter 5.232,2 8.145,4 11.470,5 24.848,1 22.738,8 17.496,9-23,05% 234,41% - Pemerintah 668,4 856,0 1.148,2 2.672,6 759,3 962,8 26,80% 44,06% - Masyarakat 3.124,6 3.448,1 3.646,2 10.218,9 3.503,1 3.838,4 9,57% 22,84% - Pasar Modal 539,3 546,4 481,3 1.567,1 573,7 500,0-12,85% -7,30% - Valas 975,0 931,8 624,2 2.531,0 671,2 661,1-1,50% -32,19% - PUAB 1.527,6 1.252,8 1.324,8 4.105,2 715,7 1.464,3 104,58% -4,14% - Lain-lain 2.040,0 2.219,9 2.459,1 6.719,0 2.445,0 2.613,4 6,89% 28,11% Kliring 476,1 506,7 527,7 1.510,4 507,4 541,5 6,72% 13,76% Debet 344,3 361,5 367,9 1.073,7 368,5 384,3 4,30% 11,61% - Cek 42,2 46,7 50,5 139,4 49,0 49,7 1,37% 17,71% - Bilyet Giro 302,0 314,6 317,3 933,9 319,3 334,5 4,75% 10,77% - Warkat Debet Lainnya 0,1 0,1 0,1 0,4 0,1 0,1 5,34% -0,79% Kredit 131,7 145,2 159,8 436,8 139,0 157,3 13,15% 19,36% APMK 634,9 695,0 723,1 2.053,0 743,9 795,0 6,87% 25,22% - Kartu Kredit 45,1 46,8 47,8 139,7 47,4 50,2 5,97% 11,48% - Kartu ATM dan ATM/Debet 589,9 648,2 675,3 1.913,3 696,5 744,8 6,93% 26,27% Uang Elektronik 0,2 0,3 0,3 0,8 0,3 0,4 34,87% 97,87% Total 15.218,3 18.602,4 22.405,5 56.226,1 32.658,4 28.873,9-11,59% 89,73% * Posisi Juni 2012 Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai Tabel 2.8 Volume Transaksi Pembayaran Volume (Ribu Transaksi) 2011 2012 % Naik / (Turun) 2011 Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan II qtq yoy RTGS 3.901,0 4.131,3 4.455,9 12.488,2 4.162,4 4.301,2 3,33% 10,26% - Pengelolaan Moneter 20,7 17,2 17,7 55,6 17,9 17,1-4,62% -17,25% - Pemerintah 174,6 192,1 247,5 614,2 172,2 200,4 16,36% 14,79% - Masyarakat 3.364,1 3.577,7 3.835,9 10.777,7 3.642,3 3.744,6 2,81% 11,31% - Pasar Modal 16,2 17,9 16,0 50,1 20,4 15,1-25,88% -6,61% - Valas 31,9 30,6 19,0 81,5 17,5 17,5 0,22% -45,14% - PUAB 28,1 21,3 20,3 69,8 10,4 20,4 96,02% -27,50% - Lain-lain 265,4 274,5 299,6 839,4 281,7 286,1 1,57% 7,81% Kliring 24.079,0 25.432,0 26.950,0 76.460,9 24.361,0 26.870,1 10,30% 11,59% Debet 10.559,1 10.496,3 10.435,1 31.490,5 10.681,4 10.884,5 1,90% 3,08% - Cek 918,2 915,6 932,0 2.765,8 934,6 954,6 2,14% 3,97% - Bilyet Giro 9.422,7 9.361,3 9.286,4 28.070,5 9.524,2 9.703,5 1,88% 2,98% - Warkat Debet Lainnya 218,2 219,3 216,8 654,3 222,6 226,4 1,69% 3,76% Kredit 13.519,8 14.935,7 16.514,9 44.970,4 13.679,5 15.985,6 16,86% 18,24% APMK 592.902,2 645.259,5 676.090,5 1.914.252,1 689.906,9 743.708,7 7,80% 25,44% - Kartu Kredit 51.742,7 52.825,2 53.965,8 158.533,7 53.699,1 55.108,1 2,62% 6,50% - Kartu ATM dan ATM/Debet 541.159,5 592.434,3 622.124,6 1.755.718,4 636.207,8 688.600,6 8,24% 27,25% Uang Elektronik 9.357,6 10.575,6 12.727,3 32.660,5 17.260,8 24.703,1 43,12% 163,99% Total 630.239,7 685.398,4 720.223,7 2.035.861,8 735.691,0 799.583,1 8,68% 26,87% * Posisi Juni 2012 26

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran terutama penempatan likuiditas bank di instrumen deposit facility. Sedangkan volume transaksi meningkat sebanyak 169 juta transaksi (26,87%, yoy), terjadi pada seluruh sistem pembayaran (Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), Kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan Kartu ATM/Debet, Kartu Kredit maupun uang elektronik (Tabel 2.7 dan Tabel 2.8). Dibandingkan triwulan sebelumnya, transaksi sistem pembayaran mengalami penurunan di sisi nilai namun meningkat dari sisi volume. Penurunan nilai transaksi terutama disebabkan menurunnya transaksi pengelolaan moneter pada triwulan II-2012, sejalan dengan adanya perubahan pola penyimpanan likuiditas bank peserta RTGS dari FASBI (overnight) menjadi Term Deposit. Selama triwulan II-2012, setelmen transaksi dana bernilai besar maupun ritel serta setelmen surat berharga yang dilakukan melalui Bank Indonesia dapat dilaksanakan secara aman dan lancar. Ketersediaan layanan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) serta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia pada triwulan laporan mencapai 99,82%. Penyelenggaraan transaksi yang aman dan lancar selama triwulan laporan juga terjadi pada sistem pembayaran dengan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan uang elektronik yang diselenggarakan di luar Bank Indonesia. 12. Perkembangan Pengedaran Uang Uang Yang Diedarkan (UYD) meningkat pada triwulan II-2012 karena peningkatan kebutuhan uang kartal oleh masyarakat. UYD atau uang kartal selama triwulan II-2012 mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya (Grafik 2.19). Pada triwulan laporan rata-rata jumlah UYD tercatat sebesar Rp 374,43 triliun meningkat sebesar Rp 33,83 trilliun atau 9,9% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kenaikan tersebut salah satunya disebabkan faktor musiman masa liburan sekolah dan pembayaran gaji ke-13 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Secara tahunan, UYD juga mengalami peningkatan yakni sebesar Rp 58,89 trilliun atau 18,7%. Peningkatan UYD tersebut sejalan dengan aktivitas perekonomian Indonesia yang masih tumbuh positif. Grafik 2.19 Perkembangan Uang Yang Diedarkan 27

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran UYD yang ada di perbankan pada triwulan II-2012 mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya dari 15,38% menjadi 14,73%. Secara tahunan, rata-rata pangsa UYD di perbankan pada triwulan II-2012 juga mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya namun tidak signifikan. Porsi terbesar UYD masih berada di masyarakat yang pada triwulan II-2012 mencapai 85,27%, meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 84,62% (Tabel 2.9). Dari sisi pecahan, komposisi UYD pada triwulan II-2012 didominasi uang pecahan besar (Rp 20.000 ke atas) yang mencapai 92,9%, dengan komposisi pecahan Rp 100.000, Rp 50.000 dan Rp 20.000 masing-masing sebesar 59%, 31,3% dan 2,6% dari total UYD. Sedangkan pangsa uang pecahan kecil (Rp10.000 ke bawah) hanya sebesar 7,1% (Tabel 2.10). Tabel 2.9 Perkembangan UYD di Bank dan Masyarakat Periode 2011-2012 Periode 2011 2012 Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan II Nominal (%) Nominal (%) Nominal (%) Nominal (%) Nominal (%) Masyarakat 257.560,62 85,23 282.218,91 83,42 288.880,75 85,09 291.036,21 84,62 300.385,79 85,27 Bank 44.648,95 14,77 56.107,79 16,58 50.628,72 14,91 52.898,53 15,38 51.877,40 14,73 Total 302.209,57 100,00 338.326,71 100,00 339.509,48 100,00 343.934,74 100,00 352.263,19 100,00 Tabel 2.10 UYD Per Pecahan Nominal (triliun Rp) Pangsa Pecahan 2011 2012 2011 2012 Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan II Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan II 100.000,00 170,4 176,2 206,9 191,3 220,9 54,0% 52,4% 55,5% 56,2% 59,0% 50.000,00 112,4 119,1 129,8 114,7 117,3 35,6% 35,4% 34,8% 33,7% 31,3% 20.000,00 8,8 10,5 9,5 9,1 9,8 2,8% 3,1% 2,5% 2,7% 2,6% 10.000,00 8,5 11,0 9,6 9,1 9,5 2,7% 3,3% 2,6% 2,7% 2,5% 5.000,00 6,0 8,3 7,0 6,6 6,8 1,9% 2,5% 1,9% 1,9% 1,8% 2.000,00 2,9 4,4 3,8 3,5 3,7 0,9% 1,3% 1,0% 1,0% 1,0% <=1000 2,8 3,1 2,5 2,4 2,3 0,9% 0,9% 0,7% 0,7% 0,6% UK 311,8 332,5 369,2 336,7 370,3 98,8% 98,8% 99,0% 98,8% 98,9% 1.000,00 0,5 0,7 0,7 0,9 1,0 0,2% 0,2% 0,2% 0,2% 0,3% 500,00 2,1 2,2 2,2 2,2 2,3 0,7% 0,6% 0,6% 0,7% 0,6% 200,00 0,3 0,3 0,4 0,4 0,4 0,1% 0,1% 0,1% 0,1% 0,1% <=100 0,8 0,8 0,5 0,5 0,5 0,3% 0,3% 0,1% 0,2% 0,1% UL 3,7 4,0 3,8 4,0 4,2 1,2% 1,2% 1,0% 1,2% 1,1% 315,5 336,5 373,0 340,6 374,4 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Uang Pecahan Besar (UPB) 291,6 305,9 346,2 315,1 348,0 92,4% 90,9% 92,8% 92,5% 92,9% Uang Pecahan Kecil (UPK) 24,0 30,6 26,8 25,5 26,4 7,6% 9,1% 7,2% 7,5% 7,1% Jumlah 315,5 336,5 373,0 340,6 374,4 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 28

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Peningkatan kebutuhan uang oleh masyarakat dapat terpenuhi dengan upaya Bank Indonesia untuk mengedarkan uang layak edar dalam jumlah yang cukup. Selama triwulan II-2012, jumlah uang layak edar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat mencapai Rp 108,6 triliun, naik sebesar 74,3% dibandingkan dengan triwulan I-2012. Untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap ketersediaan uang layak edar, pada akhir triwulan II-2012 Bank Indonesia telah melakukan survei kepada stakeholders eksternal di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Berdasarkan hasil survei, masyarakat memberikan penilaian 4,49 (dari skala 6). Pencapaian tersebut relatif menurun dibanding pencapaian kinerja hasil Focus Group Discussion (FGD) pada triwulan I-2012 yang sebesar 4,60. Aspek yang dinilai rendah oleh masyarakat adalah aspek terpenuhinya uang tunai dalam kualitas yang baik/layak edar dan terpenuhinya uang tunai dalam jenis pecahan yang sesuai kebutuhan. Dari hasil survei, diperoleh masukan dari masyarakat agar Bank Indonesia dapat menyediakan uang layak edar dengan denominasi yang dibutuhkan masyarakat, termasuk penyediaan uang kertas seribu rupiah. Selain itu, masyarakat mengharapkan Bank Indonesia untuk meningkatkan publikasi tentang sosialisasi uang layak edar baik melalui media massa maupun media elektronik. Untuk menjaga kesegaran uang rupiah dalam kondisi layak edar, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang rupiah tidak layak edar yang masuk ke Bank Indonesia. Selama triwulan II-2012, uang masuk ke Bank Indonesia tercatat sebesar Rp 76,7 triliun, terdiri dari uang kertas dan uang logam masing-masing sebesar Rp 76,7 triliun dan Rp 19 miliar. Dari uang kertas yang masuk tersebut, sebesar 5,98% atau setara dengan 0,7 miliar bilyet uang rupiah kertas dengan nilai Rp 4,6 trilliun merupakan uang tidak layak edar yang selanjutnya dimusnahkan oleh Bank Indonesia. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan mengalami penurunan yang signifikan. Pada triwulan II-2011, jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan sebesar 1,29 milliar bilyet dengan nilai Rp 37,8 triliun (Tabel 2.11). Tabel 2.11 Pemusnahan Uang Rupiah Tidak Layak Edar Indikator Utama 2011 2012 qtq yoy Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan II (%) (%) Triliun Rp 37,8 39,9 41,7 33,0 4,6-86,1% -87,9% Juta Bilyet 1,3 1,2 1,8 1,5 0,7-52,6% -44,2% 29

Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Halaman ini sengaja dikosongkan 30

BAB 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Memperhatikan perkembangan kondisi ekonomi global dan domestik, Bank Indonesia menempuh berbagai kebijakan. Kebijakan moneter ditempuh untuk mengarahkan inflasi pada sasaran yang telah ditetapkan dengan tetap menjaga laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bank Indonesia juga memperkuat ketahanan perbankan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian bank. Untuk mendukung kebijakan tersebut, kelancaran sistem pembayaran dan pemenuhan uang beredar juga menjadi fokus kebijakan Bank Indonesia selama triwulan II-2012. Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan pihak terkait lainnya, serta melakukan upaya edukasi dan komunikasi dengan stakeholders.

Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 1. Stabilitas Moneter Bank Indonesia masih melanjutkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi pada kisaran yang telah ditetapkan, dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia terus memperkuat pengelolaan nilai tukar sesuai fundamentalnya dan didukung oleh langkah-langkah lanjutan dalam operasi moneter dan pendalaman pasar valas dalam rangka menjaga agar penyesuaian keseimbangan eksternal berjalan secara teratur. 1.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia pada triwulan II-2012 secara umum diarahkan untuk memitigasi berbagai risiko jangka pendek yang dapat muncul dari ketidakpastian ekonomi global. Krisis Eropa yang masih berlanjut pada triwulan II-2012 memberikan tekanan pada pasar keuangan dan juga diikuti oleh pelemahan nilai tukar rupiah. Sementara di sektor riil masih cukup kondusif dengan laju inflasi yang terkendali. Mempertimbangkan kondisi global dan domestik tersebut, kebijakan moneter yang ditempuh diarahkan untuk tetap mengendalikan inflasi agar mencapai target yang telah ditetapkan, sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Dengan arah kebijakan tersebut, maka Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga acuan BI Rate sepanjang triwulan-ii 2012 pada level 5,75%. Bank Indonesia memandang bahwa tingkat suku bunga tersebut masih konsisten dengan tekanan inflasi yang rendah dan terkendali sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2012 dan 2013, yaitu 4,5% ± 1%. Namun demikian, Bank Indonesia terus mewaspadai melemahnya perekonomian global yang berdampak pada melambatnya ekspor di tengah masih tingginya impor sejalan dengan kuatnya permintaan domestik. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga terus memperkuat pengelolaan nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dan didukung oleh langkah-langkah lanjutan dalam operasi moneter agar penyesuaian keseimbangan eksternal berjalan secara teratur. Pengelolaan nilai tukar rupiah dilakukan dengan mendorong peningkatan pasokan valuta asing ke pasar agar pergerakan rupiah tetap sejalan dengan pergerakan nilai tukar kawasan Asia dan kondisi fundamental perekonomian Indonesia. Langkah kebijakan tersebut juga didukung melalui operasi moneter Bank Indonesia yang tetap diarahkan untuk menyerap kelebihan likuiditas dengan instrumen operasi moneter jangka panjang. Guna memperkuat kebijakan-kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga menempuh kebijakan terkait dengan upaya pendalaman pasar valas. Pada triwulan II-2012, Bank Indonesia menerbitkan instrumen Term Deposit berdenominasi valuta asing (TD Valas), yang merupakan instrumen penempatan devisa oleh perbankan domestik di Bank Indonesia. Selain memperkaya instrumen operasi moneter Bank Indonesia yang telah ada, instrumen TD Valas memberikan alternatif penempatan valas bagi perbankan dalam negeri. Instrumen tersebut sekaligus dapat digunakan sebagai outlet penempatan devisa oleh perbankan domestik seiring dengan masuknya Devisa Hasil Ekspor pasca-penerapan ketentuan Bank Indonesia mengenai Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang 32

Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Luar Negeri. Selanjutnya, Bank Indonesia akan mengelola devisa tersebut melalui berbagai transaksi devisa untuk mendorong pendalaman pasar, sekaligus sebagai instrumen operasi moneter. Untuk mendukung berbagai kebijakan yang ditempuh, Bank Indonesia melakukan koordinasi lebih intensif dengan pemerintah. Koordinasi dilakukan melalui berbagai forum antara lain Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan Forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) baik di pusat maupun di daerah untuk menjaga stabilitas harga di dalam negeri. Kebijakan lain yang ditempuh oleh Bank Indonesia guna menjaga kestabilan moneter dan sistem keuangan adalah memantapkan Crisis Management Protocol (CMP)/Protokol Manajemen Krisis). Berlarutnya penanganan krisis Eropa tidak saja berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi dunia, namun juga memicu volatilitas di pasar keuangan global. Ditengah semakin eratnya interkoneksi antar negara, maka seluruh otoritas terkait perlu mewaspadai dan memonitor berbagai dinamika yang sedang terjadi dan dampak rambatan baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian nasional. Berangkat dari pemikiran tersebut, Bank Indonesia mengembangkan CMP sebagai suatu pedoman dan tata cara yang jelas, terintegrasi dan berkelanjutan dalam melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan/atau penanganan krisis. CMP Bank Indonesia mencakup dua sub-protokol yaitu sub-protokol nilai tukar dan perbankan. Sepanjang triwulan I dan II-2012, Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan terkait penyiapan CMP. Pada triwulan I-2012 Bank Indonesia menerbitkan aturan hukum internal 1 yang mengatur mengenai Protokol Manajemen Krisis yang mencakup pengaturan mengenai kegiatan surveillance, mekanisme pengambilan keputusan, koordinasi dengan pemerintah dan institusi terkait dan komunikasi kepada pemangku kepentingan. Selanjutnya, pada triwulan II-2012 telah diterbitkan pula aturan pelaksanaan yang mengatur mengenai pedoman pelaksanaan manajemen krisis 2. Aturan pelaksanaan ini penting sebagai acuan mekanisme kerja yang lebih detil bagi departemen terkait di internal Bank Indonesia. Sebagai perwujudan koordinasi dengan pemerintah dan institusi terkait, CMP Bank Indonesia telah pula diintegrasikan ke dalam CMP Nasional. Pada tanggal 7 Juni 2012, Rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang merupakan pengejewantahan Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyepakati dua hal penting. Pertama, Nota Kesepahaman bersama antara Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan tentang Koordinasi Dalam Rangka Stabilitas Keuangan. Kedua, Surat Keputusan Bersama yang memuat antara lain adanya rapat koordinasi di tingkat deputi, serta penunjukan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan selaku Koordinator Sekretariat FKSSK. Ruang lingkup Nota Kesepahaman bersama antara Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan tentang Koordinasi Dalam Rangka Stabilitas Keuangan meliputi pengaturan mengenai : 1 PDG No.14/1/PDG/2012 tentang Protokol Manajemen Krisis 2 SE No.14/11/INTERN tentang Pedoman Pelaksanaan Protokol Manajemen Krisis 33

Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia a. Pertukaran data dan informasi mengenai kondisi SSK dan analisis CMP yang menjadi tugas dan wewenang masing-masing lembaga; b. Pembahasan hasil pemantauan mengenai kondisi nilai tukar, perbankan, lembaga keuangan bukan bank, pasar modal, pasar Surat Berharga Negara, dan risiko fiskal yang oleh masingmasing lembaga ditengarai dapat mengganggu SSK baik yang berdampak atau tidak berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; c. Pemberian masukan dan pencapaian kesepahaman mengenai langkah-langkah dan tindakan yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga; d. Harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan yang menjadi tugas dan wewenang masing-masing lembaga yang diperlukan dalam rangka menjaga SSK; e. Koordinasi pelaksanaan atas kebijakan yang diambil mengenai langkah-langkah dan tindakan pencegahan dan penanganan krisis sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga; f. Komunikasi publik dalam rangka upaya pencegahan dan penanganan krisis; dan g. Pelaksanaan simulasi dan evaluasi CMP Nasional. Guna menunjang koordinasi antar lembaga, dilaksanakan pula upaya pengembangan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Pada 17-19 April 2012 di Jakarta, Bank Indonesia menyelenggarakan workshop mengenai International Financial Crisis yang juga merupakan bagian dari technical assistance dari Bundesbank. Selanjutnya, pada 4-6 Juni 2012 di Bogor, telah dilaksanakan workshop Crisis Binder Workshop: Crisis Preparedness in Interconnected Markets, yang didukung oleh World Bank, Toronto Center, Australian AID, Sida, serta Canadian International Development Agency. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan tantangan yang semakin kompleks dalam menjaga stabilitas makroekonomi, Bank Indonesia melakukan penguatan terhadap framework bauran kebijakan moneter dan makroprudensial. Kebijakan moneter tidak cukup hanya mengandalkan instrumen suku bunga. Diperlukan suatu bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dengan menggunakan berbagai instrumen yang tersedia, baik untuk stabilitas internal maupun untuk stabilitas eksternal. Bauran instrumen untuk stabilitas internal ditujukan sebagai stabilisasi harga dan pengelolaan permintaan domestik. Sedangkan bauran instrumen untuk stabilitas eksternal digunakan untuk mengelola aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar. Penyempurnaan kerangka kerja kebijakan moneter dengan sasaran akhir stabilitas harga yang dilakukan oleh Bank Indonesia mencakup: (i) desain framework flexible Inflation Targeting Framework (ITF) dan implementasinya, (ii) penyusunan model makroekonomi dan dukungan riset, (iii) koordinasi dengan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam bidang pengendalian inflasi, (iv) penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan peningkatan kapasitas ekonomi. Sampai dengan triwulan II-2012, sebagian besar tahapan kegiatan penguatan terhadap framework bauran kebijakan moneter dan makroprudensial telah diselesaikan. Dari 15 kegiatan utama, empat kegiatan telah selesai dilaksanakan yaitu (i) review external expert terhadap implementasi kebijakan moneter Bank Indonesia, (ii) penguatan kelembagaan TPID berupa draft Peraturan Menteri Dalam Negeri, (iii) pengembangan pusat informasi harga pangan strategis, dan (iv) fasilitasi penguatan pemerintah daerah dalam rangka pembentukan cadangan pangan. 34

Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 1.2. Pengelolaan Operasi Moneter dan Nilai Tukar Strategi pengelolaan operasi moneter Bank Indonesia yang ditempuh selama triwulan II-2012 tetap diarahkan untuk menyerap kelebihan likuiditas dengan mengoptimalkan penggunaan instrumen operasi moneter jangka panjang. Strategi ini diterapkan oleh Bank Indonesia dengan melanjutkan perpanjangan tenor instrumen operasi moneter yang telah dimulai sejak tahun 2010. Dengan strategi tersebut, pengelolaan operasi moneter dilakukan dengan mengoptimalkan penyerapan melalui instrumen Term Deposit rupiah jangka panjang (tenor 6 dan 9 bulan), Reverse Repo Surat Berharga Negara (RR-SBN) yang ditawarkan dengan tenor 3 bulan dan 6 bulan serta hanya menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan tenor 9 bulan. Strategi perpanjangan profil instrumen operasi moneter juga dilakukan agar perbankan terbiasa mengelola kelebihan likuiditasnya dalam horizon waktu yang lebih panjang dan tidak menempatkan aset likuid jangka pendek dalam jumlah yang sangat besar. Guna mendukung arah kebijakan ini Bank Indonesia mengarahkan agar suku bunga instrumen operasi moneter di tenor yang lebih panjang meningkat lebih tinggi (Grafik 3.1). Dengan strategi ini, imbal hasil (yield) instrumen operasi moneter jangka menengah menjadi meningkat, sehingga preferensi penempatan dana bank mulai beralih dari instrumen operasi moneter jangka sangat pendek (Deposit Facility / DF) ke jangka lebih panjang (instrumen SBI, TD dan RR-SBN). Grafik 3.1 Suku Bunga Operasi Moneter Posisi instrumen operasi moneter Bank Indonesia pada akhir triwulan II-2012 turun sebesar Rp 104 triliun menjadi Rp 362 triliun dari posisi akhir triwulan I-2012 sebesar Rp 466 triliun (Grafik 3.2). Penurunan tersebut merupakan dampak dari faktor siklikal dan nonsiklikal. Dari faktor siklikal, penurunan posisi instrumen operasi moneter terutama disebabkan oleh besarnya kebutuhan likuiditas perbankan terkait penyetoran pajak, setelmen lelang SBN, dan meningkatnya kebutuhan uang dalam rangka tahun ajaran baru dan libur sekolah. Dari faktor nonsiklikal, penurunan instrumen tersebut terkait dengan pelaksanaan strategi operasi moneter valas yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, sehingga berdampak pada berkurangnya likuiditas rupiah. 35

Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Grafik 3.2 Posisi Instrumen Operasi Moneter Strategi penguatan operasi moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan meningkatkan suku bunga instrumen moneter jangka lebih panjang berdampak pada menurunnya porsi instrumen Deposit Facility (DF) dalam struktur instrumen Operasi Moneter (Grafik 3.3). Posisi DF yang merupakan instrumen moneter paling pendek (overnight) pada triwulan II-2012 turun menjadi 33% dari porsi triwulan sebelumnya yang mencapai 45% dari total penempatan di Bank Indonesia. Sebagian likuiditas yang sebelumnya tertanam di instrumen DF ditempatkan oleh perbankan ke instrumen operasi moneter yang memiliki tenor lebih panjang, khususnya pada instrumen TD rupiah. Adanya perpindahan penempatan tersebut menyebabkan porsi instrumen TD rupiah meningkat dari porsi triwulan sebelumnya 18% menjadi 24% pada triwulan laporan. Posisi TD tercatat meningkat dari Rp 83 triliun pada triwulan I-2012 menjadi Rp 89 triliun pada akhir triwulan laporan atau bertambah sebesar Rp 5,39 triliun. Sejalan dengan pergeseran penempatan likuiditas pada instrumen dengan tenor lebih panjang, porsi RR-SBN triwulan laporan meningkat dari 16% menjadi 17%. Namun, sejalan dengan turunnya posisi OM, posisi RR berkurang dari Rp 73 triliun menjadi Rp 60 triliun. Strategi Grafik 3.3 Pangsa Instrumen Operasi Moneter 36

Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia penyerapan likuiditas melalui lelang RR-SBN pada bulan Juni lebih diarahkan untuk mengoptimalkan penggunaan instrumen RR-SBN dengan tenor pendek untuk mengimbangi lelang TD yang secara temporer juga ditawarkan dengan tenor kurang dari satu bulan. Pada triwulan II-2012, pengelolaan operasi moneter Bank Indonesia diperkaya dengan penggunaan instrumen yang baru yakni TD valas. Penerbitan instrumen tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi pasar valas domestik yang cenderung tipis dan tersegmentasi, serta permintaan valas domestik yang bergantung pada pasokan valas dari luar negeri. Keterbatasan outlet penempatan dana valas di dalam negeri selama ini membuat bank domestik menempatkan dana valasnya di pasar uang luar negeri. Dengan demikian, selain memperkaya instrumen operasi moneter yang telah ada, TD valas memberikan alternatif penempatan valas di Bank Indonesia bagi perbankan dalam negeri. Instrumen TD valas ditawarkan dalam beberapa tenor penempatan yakni 7 hari, 14 hari dan 30 hari. Instrumen TD valas memiliki beberapa kelebihan, diantaranya imbal hasil yang kompetitif, tetap dapat menjadi alat likuid bagi bank dengan memberikan kesempatan bank melakukan early redemption maupun mengalihkan ke fx-swap, serta dapat menjadi faktor pengurang Posisi Devisa Neto bank. Dalam operasionalisasinya, sesuai dengan ketentuan, lelang TD valas diselenggarakan secara reguler setiap hari Rabu atau hari kerja lain yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Lelang TD valas yang pertama dilaksanakan pada tanggal 13 Juni 2012 dan selama periode triwulan II-2012, telah diselenggarakan empat kali lelang dan mengalami oversubscribed pada setiap lelang (Grafik 3.4). Seluruh tenor yang disediakan yakni 7 hari, 14 hari dan 30 hari telah dibuka dengan suku bunga yang mulai konvergen dan stabil (Grafik 3.5). Grafik 3.4 Hasil Lelang Term Deposit Valas Triwulan II-2012 Grafik 3.5 Rata-Rata Tertimbang Hasil Lelang Term Deposit Valas Triwulan II-2012 (%) Dalam pengelolaan nilai tukar, Bank Indonesia senantiasa berada di pasar guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Selain memperkuat pasokan valas domestik melalui instrumen moneter TD valas, selama triwulan laporan Bank Indonesia melakukan intervensi spot, forward dan swap jual untuk menjaga volatilitas nilai tukar rupiah. Penggunaan berbagai instrumen operasi moneter valas 37

Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia tersebut dimaksudkan agar likuiditas valas di pasar dapat terkelola dengan baik sesuai jangka waktu kebutuhan valas yang diperlukan. Selanjutnya, guna meningkatkan efektivitas pengelolaan operasi moneternya, Bank Indonesia juga melakukan program kerja inisiatif berupa penguatan operasi moneter. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi dan memperkuat pelaksanaan operasi moneter serta mencari alternatif pengelolaan likuiditas yang lebih efektif dan efisien di tengah kondisi ekses likuiditas. Selain itu, program kerja ini juga bertujuan memperkuat pelaksanaan operasi moneter yang terintegrasi antara operasi moneter rupiah dan valas, serta penguatan pelaksanaan kebijakan nilai tukar. Penguatan operasi moneter dalam jangka menengah dan jangka pendek memfokuskan pada penguatan aspek strategis dan aspek teknis yang menjadi dasar penguatan operasi moneter dalam jangka panjang. Pada aspek strategis, Bank Indonesia akan meninjau kembali kerangka operasional, threshold likuiditas harian perbankan, strategi komposisi instrumen operasi moneter, dan pemanfaatan instrumen valas. Sementara pada aspek teknis akan mengevaluasi alternatif penguatan operasional dari sisi pelaksanaan serta regulasi. Program kerja inisiatif lain yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah akselerasi pendalaman pasar keuangan. Program ini mencakup lima pilar kegiatan yakni (1) Pilar regulasi dan standardisasi, (2) Pilar pengembangan pasar dan instrumen, (3) Pilar infrastruktur dan sistem, (4) Pilar kelembagaan dan (5) Pilar pemahaman dan edukasi. Selama triwulan II-2012, terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia di masingmasing pilar program kerja. Pada Pilar Regulasi dan Standardisasi, Bank Indonesia mengevaluasi beberapa ketentuan terkait transaksi valuta asing pada pasar domestik. Evaluasi terutama diarahkan untuk mengembangkan dan menggiatkan transaksi lindung nilai untuk mendukung pendalaman pasar valas domestik. Dalam memperkuat hasil evaluasi ketentuan, Bank Indonesia menyampaikan kuesioner kepada sejumlah pelaku pasar baik perbankan maupun korporasi. Sementara itu, bekerja sama dengan Bapepam-LK, Bank Indonesia melakukan finalisasi penyusunan draft Global Master Repo Agreement (GMRA) dalam rangka standardisasi transaksi repo antarpelaku pasar. Pada Pilar Pengembangan Pasar dan Instrumen, Bank Indonesia melakukan asesmen terkait transaksi swap antara Bank Indonesia dan bank untuk mendukung pengembangan transaksi lindung nilai. Di samping itu, Bank Indonesia juga telah melakukan asesmen terhadap pengembangan transaksi Interest Rate Swap (IRS). Pada Pilar Infrastruktur dan Sistem, pengembangan BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II yang sedang berjalan masih menjadi program utama Bank Indonesia. Termasuk dalam program tersebut yaitu pengembangan Bank Indonesia Electronic Trading Platform (BI-ETP). Selain itu, Bank Indonesia sedang melakukan asesmen terhadap pembentukan Central Counterparty (CCP) yang diharapkan dapat mendorong transaksi jual-beli maupun repo surat berharga. Pada Pilar Kelembagaan, telah dilakukan high level meeting Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dalam rangka inisiasi pembentukan tim koordinasi lintas otoritas pendalaman pasar keuangan. Pembentukan tim koordinasi lintas otoritas tersebut diharapkan dapat menyelaraskan upaya pendalaman pasar yang dilakukan oleh masing-masing otoritas. 38

Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pada Pilar Pemahaman dan Edukasi, Bank Indonesia melakukan edukasi kepada beberapa BPD untuk mendorong peningkatan aktivitas BPD dalam Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dan Operasi Moneter Syariah. Bank Indonesia juga melakukan diskusi dengan bank umum syariah untuk menyamakan pemahaman mengenai kondisi PUAS dan juga menyampaikan harapan terkait PUAS terhadap pelaku pasar. Di samping itu telah dilakukan sosialisasi kepada perbankan terkait ketentuan Term Deposit Valas sebagai instrumen moneter. 1.3. Koordinasi dengan Pemerintah dalam Pengendalian Inflasi Dalam rangka menciptakan stabilisasi harga, Bank Indonesia terus berupaya untuk memperkuat koordinasi dan sinergi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Di tingkat pusat, koordinasi dilakukan melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI) dalam forum Focus Group Discussion (FGD) yang secara rutin diselenggarakan sebulan sekali. Sementara di tingkat daerah koordinasi dilakukan bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan melalui wadah Kelompok Kerja Nasional TPID (Pokjanas TPID). Selama triwulan II-2012, agenda TPI dititikberatkan pada upaya merumuskan kebijakan dalam rangka mengantisipasi peningkatan tekanan inflasi, terutama dari kelompok volatile food. Hal tersebut didasarkan pada dinamika pergerakan inflasi IHK yang didominasi oleh kelompok volatile food, khususnya harga beras. Dalam kaitan ini, TPI fokus untuk mengevaluasi sekaligus merumuskan opsi kebijakan di sisi hilir (stabilisasi harga beras) mengingat langkah-langkah untuk perbaikan di sisi hulu (peningkatan produksi) membutuhkan waktu yang bersifat lebih jangka menengah-panjang dan menjadi kewenangan kementerian teknis terkait. Upaya untuk mengendalikan tingginya risiko fluktuasi harga pangan juga menjadi tema sentral yang diangkat pada Rapat Koordinasi Nasional TPID (Rakornas TPID) yang diselenggarakan pada 16 Mei 2012. Rakornas TPID untuk ketiga kalinya tersebut dibuka oleh Presiden Republik Indonesia dan diikuti oleh seluruh Gubernur Provinsi dan Bupati/Walikota yang telah memiliki TPID di daerahnya. Di dalam Rakornas III TPID tersebut, mengemuka perlunya meningkatkan peran aktif daerah untuk mendorong kelancaran perdagangan antardaerah serta membuka akses informasi harga sebagai salah satu langkah strategis untuk meredam potensi gejolak harga pangan. Rakornas TPID III 2012 menghasilkan tiga kesimpulan penting. Pertama, komitmen dari seluruh daerah untuk mendukung percepatan implementasi Sistem Resi Gudang (SRG) yang dalam pelaksanaannya akan dibentuk suatu gugus tugas (task force) lintas Kementerian/Lembaga. Kedua, komitmen bersama untuk memperluas akses informasi harga pangan melalui pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Ketiga, kesepahaman dan komitmen bersama untuk menjaga kelancaran perdagangan antardaerah untuk mewujudkan stabilitas harga di daerah. Di samping itu, Pokjanas TPID memandang bahwa penguatan kelembagaan TPID masih perlu menjadi prioritas penting. Untuk itu, selama triwulan II-2012, Pokjanas TPID melanjutkan penyelesaian konsep Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang Pedoman Pelaksanaan Koordinasi dalam rangka Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah. Permendagri ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pemerintah daerah mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam 39

Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia pembentukan TPID; tugas, fungsi, dan mekanisme kerja TPID serta koordinasi antara TPI dan TPID atau antar TPID. Konsep Permendagri tersebut saat ini dalam tahap kajian hukum di Kementerian Dalam Negeri dan selanjutnya diharapkan dapat diimplementasikan dalam waktu dekat. 1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) Sejalan dengan fungsi Bank Indonesia sebagai pemegang kas pemerintah, Bank Indonesia menatausahakan penarikan Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah untuk pembiayaan proyek, pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang serta melakukan pembayaran ULN pemerintah yang jatuh waktu. Dalam triwulan II-2012 (April dan Mei 2012) jumlah penarikan PLN pemerintah yang diadministrasikan Bank Indonesia sebesar USD 2.110,3 juta termasuk penerbitan Global Medium Term Notes RI0422 sebesar USD 1.540,0 juta dan reopening RI0142 sebesar USD 455,0 juta. Adapun realisasi pembayaran Pinjaman Luar Negeri (PLN) pemerintah sebesar USD 829,4 juta (Tabel 3.1 dan Tabel 3.2). Mempertimbangkan konsekuensi terhadap kredibilitas negara, aspek penting dalam pembayaran ULN pemerintah yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah mengutamakan pembayaran kewajiban pemerintah yang aman, akurat dan tepat waktu. Untuk itu, Bank Indonesia menjamin ketersediaan valuta asing yang diperlukan sesuai dengan valuta pinjaman yang harus dibayarkan. Untuk mendukung kinerja tersebut, Bank Indonesia secara bulanan melakukan rekonsiliasi data realisasi pembayaran ULN dengan pemerintah. Tabel 3.1 Realisasi Penarikan ULN Pemerintah Tabel 3.2 Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah (Juta USD) Triwulan I April 2012 2012 Mei Juni Triwulan (Juta USD) Triwulan II I April Mei Juni Triwulan II Pemerintah 1.706,3 2.038,5 71,9-2.110,3 Multilateral 28,1 22,9 6,1 29,0 Bilateral 147,6 12,0 38,7 50,6 FKE 34,0 7,8 7,2 15,0 Komersial 21,3 0,8 19,9 20,7 Bond 1.475,3 1.995,0-1.995,0 Total 1.706,3 2.038,5 71,9-3.816,7 Sumber : Statistik ULN Indonesia Pemerintah 1.157,6 441,5 387,9-829,4 Multilateral 407,9 249,5 249,8 499,3 Bilateral 64,4 29,0 22,3 51,3 FKE 203,1 44,7 9,9 54,6 Komersial 15,2 1,9 0,0 1,9 Bond 467,0 116,4 105,9 222,3 Bank Indonesia 26,3 3,4 1,1-4,4 Multilateral 1,2-1,1 1,1 Bilateral - 3,4-3,4 Komersial 25,1 - Total 1.183,9 444,9 389,0-833,9 Sumber : Statistik ULN Indonesia Sebagai perwujudan dari pelaksanaan transparansi informasi mengenai perkembangan ULN Indonesia, Bank Indonesia bersama dengan Kementerian Keuangan menerbitkan publikasi Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI). Publikasi tersebut menyajikan data ULN pemerintah, Bank Indonesia dan sektor swasta. Publikasi tersebut diharapkan dapat menjadi referensi utama bagi stakeholder 40