Triwulan III. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Triwulan III. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia"

Transkripsi

1 Triwulan III 2014 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

2 Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama triwulan III-2014.

3 Inflasi terkendali dan dalam tren menurun. Pada triwulan III-2014 inflasi IHK tercatat 4,53% (yoy), turun dari triwulan sebelumnya sebesar 6,70% (yoy). Neraca Pembayaran Indonesia mencatat surplus 6,5 miliar dolar AS, naik dari triwulan sebelumnya yang mengalami surplus 4,3 miliar dolar AS Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia terjaga dan Indeks SSK membaik sebesar 0,79 dibanding triwulan sebelumnya sebesar 0,84. Penyelenggaraan sistem pembayaran berjalan aman dan lancar, tercermin dari ketersediaan sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI mencapai 100% serta kemampuan setelmen sistem pembayaran mencapai 99,98%. Transaksi uang elektronik Cadangan devisa akhir triwulan III-2014 sebesar 111,2 miliar dolar AS naik dari akhir triwulan sebelumnya sebesar 107,7 miliar dolar AS. terus meningkat dari sisi nilai, volume, dan jumlah instrumen, didorong program Gerakan Nasional Non-Tunai. Ketersediaan uang kartal mencukupi kebutuhan masyarakat dan perbankan, termasuk dalam rangka menghadapi masa Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. iii

4 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas rahmat dan karunia-nya Bank Indonesia dapat menyelesaikan tugas dengan baik pada triwulan III Sebagai bagian dari pemenuhan aspek transparansi dan akuntabilitas yang diamanatkan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009, pelaksanaan tugas tersebut dipertanggungjawabkan melalui penyusunan laporan pelaksanaan tugas dan wewenang periode triwulan III Selanjutnya, melalui laporan ini Bank Indonesia juga menyampaikan rencana kebijakan dan langkah-langkah pelaksanaan tugas dan wewenang untuk periode yang akan datang, dengan memperhatikan kondisi perekonomian dan pasar keuangan global maupun domestik. Laporan triwulan III-2014 ini selanjutnya diharapkan dapat menjadi bahan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia guna melakukan penilaian terhadap kinerja Dewan Gubernur Bank Indonesia dan Bank Indonesia secara keseluruhan. Pada triwulan III-2014, secara umum kondisi perekonomian Indonesia masih berhadapan dengan sejumlah tantangan global dan domestik. Dari sisi global, pemulihan ekonomi di negara-negara maju masih terus berlangsung namun belum seimbang. Membaiknya perekonomian Amerika Serikat secara konsisten belum diikuti dengan irama yang sama di kawasan Eropa. Bahkan, perekonomian Jepang cenderung mengalami stagnasi dan perekonomian Tiongkok mengarah pada perlambatan yang bersifat struktural. Tantangan inimenjadi semakin kompleks ketika dinamika geopolitik, sentimen kebijakan normalisasi the Fed, dan terus menurunnya harga komoditas utama dunia, turut mewarnai dinamika perekonomian global. Dari sisi domestik, perekonomian Indonesia masih terus mengalami perlambatan. Jika pada triwulan II-2014 perekonomian nasional tumbuh 5,12% (yoy) maka pada triwulan III-2014 pertumbuhannya melambat menjadi 5,01% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia ini dipandang masih selaras dengan upaya stabilisasi perekonomian, mengingat dalam periode yang sama defisit Neraca Transaksi Berjalan dapat terkendali dan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia dapat terjaga. Dampaknya, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dapat menghasilkan surplus yang bersumber dari transaksi modal dan finansial, sehingga posisi cadangan devisa pada akhir triwulan III-2014 dapat meningkat menjadi 111,2 miliar dolar AS disbanding triwulan II-2014 sebesar 107,7 miliar dolar AS. Sejalan dengan hal tersebut, volatilitas nilai tukar rupiah terjaga dengan baik walaupun cenderung mengalami pelemahan, sejalan dengan pelemahan mata uang negaranegara di kawasan terhadap dolar AS. Sementara itu, koordinasi dan kerjasama yang baik dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah dapat menjaga perekonomian Indonesia, dengan laju inflasi yang relatif rendah iv

5 sebesar 4,53% (yoy) pada periode laporan. Berkenaan dengan rencana pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak kepada sektor produktif, pada prinsipnya Bank Indonesia mendukung hal tersebut karena akan dapat memberi ruang pada fiskal dan membantu upaya penyehatan perekonomian. Selain itu, Bank Indonesia juga mendukung percepatan kebijakan struktural yang dijalankan pemerintah untuk lebih meningkatkan ketahanan perekonomian dari sisi penawaran. Namun demikian, Bank Indonesia juga akan terus mewaspadai berbagai risiko yang dapat mempengaruhi ekspektasi inflasi kedepan, khususnya yang bersumber dari kemungkinan kenaikan harga komoditas administered prices. Meskipun secara umum perekonomian Indonesia mengalami perlambatan, stabilitas sistem keuangan pada triwulan III-2014 masih tetap terjaga dengan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan berada pada level yang aman. Kondisi ini didukung oleh kinerja perbankan dan lembaga keuangan lainnya yang cukup kuat dengan risiko yang terjaga, walaupun pertumbuhan kredit menunjukkan kecenderungan menurun sejalan dengan melambatnya perekonomian. Upaya untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang stabilitas sistem keuangan juga terus dilaksanakan, antara lain dengan penerbitan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Dalam penyelenggaraan sistem pembayaran, kehandalan sistem pembayaran pada triwulan III-2014 dapat terpelihara dengan ketersediaan sistem mencapai 100% dan kemampuan setelmen mencapai 99,98%. Kenaikan kebutuhan uang tunai selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri juga dapat direspons dengan baik melalui penyediaan uang kartal dalam jumlah dan denominasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kedepan, tantangan yang dihadapi tidak semakin ringan. Proses normalisasi kebijakan the Fed seiring pulihnya perekonomian AS, dinamika geopolitik di beberapa kawasan, serta transisi pemerintahan baru, akan mewarnai dinamika perekonomian nasional dan sangat menentukan langkah kebijakan yang akan diambil. Guna merespons hal tersebut, jalinan koordinasi, kerjasama dan kolaborasi Bank Indonesia dengan Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan, dan pemangku kepentingan lainnya akan terus ditingkatkan. Hal tersebut merupakan landasan utama bagi terpeliharanya ketahanan makroekonomi dan sistem keuangan, untuk mengembangkan suasana yang kondusif bagi pertumbuhan perekonomian nasional yang sehat dan berkesinambungan. Dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengarahkan kinerja transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat, Bank Indonesia akan melanjutkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta terus berupaya meningkatkan efektivitasnya. Pelaksanaan tugas Bank Indonesia ini akan senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai strategis lembaga dan tata kelola organisasi yang baik, sehingga tujuan Bank Indonesia untuk mencapai stabilitas nilai rupiah yang tercermin dari inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil dapat diwujudkan secara efektif dan berkualitas. Jakarta, Desember 2014 GUBERNUR BANK INDONESIA Agus D.W. Martowardojo v

6 Daftar Isi BAB I Ringkasan Eksekutif 1.1. Kinerja Perekonomian 1.2. Kebijakan yang Ditempuh pada BAB II 2.1. Inflasi Pertumbuhan Ekonomi Neraca Pembayaran Utang Luar Negeri Nilai Tukar Rupiah Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar Valas Pasar Uang Rupiah Pasar Valuta Asing Perkembangan Sistem Keuangan Perkembangan Pasar Keuangan Perkembangan Industri Perbankan Ketahanan Permodalan Industri 23 Perbankan Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit 23 Industri Perbankan Perkembangan Likuiditas dan Risiko 25 Likuiditas Industri Perbankan Perkembangan Suku Bunga 26 Industri Perbankan dan Risiko Pasar Perkembangan Institusi Keuangan Non Bank Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan 29 Rumah Tangga) Kinerja Sektor Korporasi Kinerja Sektor Rumah Tangga Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Pengedaran Uang 34 Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran vi

7 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1. Stabilitas Moneter Kebijakan Moneter Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar Pengelolaan Moneter Pengelolaan Nilai Tukar Boks: Mendorong Transaksi Lindung Nilai (Hedging) Perusahaan BUMN Secara Transparan dan Akuntabel Koordinasi dengan Pemerintah Pengelolaan Utang Luar Negeri Penerimaan Devisa Hasil Ekspor Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan 3.2. Stabilitas Sistem Keuangan Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial Pengaturan Makroprudensial Pengawasan Makroprudensial Boks: Peran Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial Dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan Pengembangan Ekonomi Syariah Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valas) Program Keuangan yang Inklusif (Financial Inclusion) Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Penelitian dan Pengembangan dalam Rangka Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM Program Klaster Komoditas Pangan Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia Kerjasama Internasional Terkait Pengembangan UMKM Pengelolaan Informasi Perkreditan Koordinasi dan Kerjasama dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia-OJK Paska-Pengalihan Fungsi Pengawasan Bank Ke OJK 3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Kebijakan Sistem Pembayaran Boks: Program Gerakan Nasional Non Tunai Melalui Pengembangan Kawasan Non Tunai Di Kampus Kebijakan Pengelolaan Uang 3.4. Kerjasama Internasional Kerjasama Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) vii

8 Kerjasama Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Kerjasama Executives Meeting East Asia Pacific Central Banks (EMEAP) Kerjasama Bank for International Settlement (BIS) Kerjasama International Monetary Fund (IMF) Kerjasama Negara G Komunikasi dan Edukasi Kebijakan Komunikasi Kebijakan Edukasi Kebanksentralan Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional BAB IV 4.1. Governance 4.2. Manajemen Strategi dan Kinerja Penyiapan Pelaksanaan Forum Strategis Bank Indonesia Pencapaian IKU Bank Indonesia Progress Inisiatif Bank Indonesia 4.3. Manajemen Risiko 4.4. Audit Intern 4.5. Keuangan Intern 4.6. Sistem Informasi 4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia Pemenuhan dan Pengembangan SDM Transformasi Budaya Kerja BI Pengelolaan Pegawai Bank Indonesia di OJK 4.8. Aspek Hukum 4.9. Program Sosial Bank Indonesia Kapabilitas Intern Bank Indonesia LAMPIRAN Produk Hukum Bank Indonesia 1. Peraturan Bank Indonesia 2. Surat Edaran Ekstern Daftar Istilah Daftar Singkatan Manajemen Intern Bank Indonesia viii

9 Daftar Tabel BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Tabel 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan Tabel 2.2. Perkembangan Indeks Saham Regional Tabel 2.3. Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%) Tabel 2.4. Perkembangan Penyaluran Pembiayaan Tabel 2.5. Perkembangan Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Tabel 2.6. Sumber Pendanaan Industri Perusahaan Pembiayaan Tabel 2.7. Kinerja Korporasi Publik Triwulan II-2013 dan Triwulan II-2014 Tabel 2.8. Nilai Transaksi Pembayaran Tabel 2.9. Volume Transaksi Pembayaran Tabel Perkembangan Total Transaksi Transfer Dana Tabel Perkembangan Total Transaksi Jual/Beli Uang Kertas Asing-Travellers Cheque Pedagang Valuta Asing Bukan Bank Triwulan II - III 2014 Tabel Perkembangan Rata-rata Uang yang Diedarkan di Masyarakat dan Bank Tabel Indikator Pengedaran Uang BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.1. Ketentuan Bank Indonesia yang dicabut Tabel 3.2. Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak Triwulan III-2013 s.d Triwulan IV-2014 Tabel 3.3. Permintaan Informasi Debitur Individual per Triwulan sejak Triwulan III-2013 s.d BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Tabel 4.1. Pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Bank Indonesia 91 ix

10 Daftar Grafik BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Grafik 2.3. Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Grafik 2.4. Ekspektasi Inflasi di Pasar Keuangan Grafik 2.5. Indeks Keyakinan Konsumen (Badan Pusat Statistik) Grafik 2.6. Penjualan Kendaraan Bermotor Grafik 2.7. Kapasitas Utilisasi Grafik 2.8. Indikator Investasi Bangunan Grafik 2.9. Volume Perdagangan (Impor) Dunia Grafik Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Grafik Impor Nonmigas Riil Grafik Neraca Pembayaran Indonesia Grafik Perkembangan Cadangan Devisa Grafik Neraca Transaksi Berjalan Grafik Neraca Perdagangan Grafik Neraca Transaksi Modal dan Finansial Grafik Nilai Tukar Rupiah Grafik Nilai Tukar Kawasan Grafik Volatility Index (VIX) dan Credit Default Swap (CDS) Grafik Volatilitas Nilai Tukar Grafik Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight dan BI Rate Grafik Rata-Rata Harian Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank Grafik Jumlah Bank Pelaku dan Frekuensi Pasar Uang Antar Bank Grafik Volume Transaksi Repo Grafik Suku Bunga Repo dan Pasar Uang Antar Bank 1 bulan Grafik Perkembangan Volume Transaksi Valas Domestik Grafik Perkembangan Komposisi Transaksi Valas Domestik Grafik Yield Obligasi Negara Grafik Volatilitas Yield 20 hari Grafik Perkembangan dan Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG Grafik Perkembangan dan Volatilitas IHSG Grafik Perkembangan Industri Reksadana Grafik Rasio NPL Industri Perbankan Grafik Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan x

11 Grafik Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi Grafik Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (yoy) Grafik Komposisi Alat Likuid Perbankan Grafik Alat Likuid dan Non-Core Deposit Grafik Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit, Deposito Rupiah 1 bulan, dan BI Rate Grafik Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit per Jenis Penggunaan Grafik Aset dan Investasi Industri Asuransi Grafik Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi Grafik Perkembangan Aktiva Perusahaan Pembiayaan Grafik Komposisi Pendanaan Industri Perusahaan Pembiayaan Grafik Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Grafik Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga Grafik NPL Kredit UMKM Grafik Perkembangan Rata-rata Uang yang Diedarkan (qtq) Grafik Pertumbuhan Produk Domestik Bruto dan Uang yang Diedarkan Grafik Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Grafik 3.1. Perkembangan Outstanding Instrumen Operasi Moneter Grafik 3.2. Perkembangan Suku Bunga Instrumen Operasi Moneter Grafik 3.3. Komposisi Instrumen Operasi Moneter (OM) Grafik 3.4. Pertumbuhan Debitur-Fasilitas Sistem Informasi Debitur Grafik 3.5. Permintaan Informasi Debitur Individual sejak Triwulan IV-2013 s.d Grafik 3.6. Kegiatan Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR) berdasarkan Kelompok Masyarakat xi

12 Daftar Gambar BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran Gambar 2.1. Gambar 2.2. Peta Sebaran Inflasi Daerah (%, yoy) Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Gambar 3.1. Sebaran Program Pengembangan Klaster Bank Indonesia Untuk Komoditi Ketahanan Pangan Tingkat Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Tahun 2014 Gambar 3.2. Uang Kertas Bank Indonesia Pecahan Rp Tahun Emisi 2014 Gambar 3.3. Peta Lokasi Kas Titipan Bank Indonesia xii

13 BAB I Ringkasan Eksekutif

14 BAB I Ringkasan Eksekutif 1.1. Kinerja Perekonomian Perekonomian Indonesia masih menunjukkan perlambatan pada triwulan III-2014, seiring dengan berlanjutnya pelemahan permintaan global. Kinerja ekspor dan investasi masih terkontraksi, sementara konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah menjadi penggerak bagi pertumbuhan ekonomi, yang pada triwulan laporan tercatat sebesar 5,01% (yoy). Melambatnya kinerja ekspor dan investasi berdampak terhadap penurunan impor khususnya impor barang modal. Kondisi ini di sisi lain berpengaruh positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), karena berkontribusi terhadap penurunan defisit transaksi berjalan. Kinerja NPI yang membaik pada triwulan laporan didorong oleh surplus pada transaksi modal dan finansial. Kepercayaan investor yang masih positif terhadap prospek ekonomi Indonesia mendorong aliran masuk modal asing yang tetap kuat. Secara keseluruhan, NPI triwulan mencatatkan surplus sehingga cadangan devisa meningkat dari 107,7 miliar dolar AS pada akhir triwulan II-2014 menjadi 111,2 miliar dolar AS pada akhir triwulan III Penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih seimbang diikuti dengan terkendalinya harga. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada triwulan laporan tercatat 4,53%, yoy dan berada pada tren yang menurun. Namun demikian, Bank Indonesia mewaspadai berbagai risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi, khususnya yang bersumber dari beberapa rencana kenaikan harga komoditas administered prices. Meski kinerja NPI membaik dan inflasi IHK triwulan III-2014 terjaga rendah, perkembangan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan dengan volatilitas yang masih terjaga. Secara point-to-point Rupiah melemah sebesar 1,2% (qtq) ke level Rp per dolar AS, dengan tingkat volatilitas menurun menjadi 9,89% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (10,68%). Tekanan terhadap Rupiah terutama disebabkan sentimen global atas normalisasi kebijakan The Fed, dinamika geopolitik, dan perlambatan ekonomi global. Selain itu, pergerakan Rupiah dipengaruhi pula oleh perilaku investor yang menunggu pembentukan kabinet baru dan rencana kerja pemerintah ke depan. Bank Indonesia memperkirakan penyesuaian perekonomian masih akan berlangsung. Pertumbuhan ekonomi dunia yang masih lambat akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Selain itu, pemangkasan belanja pemerintah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 juga akan mempengaruhi kinerja perekonomian. Secara keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada batas bawah kisaran target 5,1%-5,5%, dan meningkat di 2015 pada kisaran 5,4-5,8% seiring perbaikan kinerja ekspor. Sementara itu, inflasi diperkirakan berada pada batas atas kisaran target 4,5±1%, sedangkan inflasi 2015 berada pada kisaran target 4,0±1%. Ekspektasi inflasi diperkirakan masih tetap terjaga sejalan dengan dukungan kebijakan dan koordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah. Di tengah tren perlambatan perekonomian Indonesia, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga. Indeks Stablitas Sistem Keuangan triwulan III-2014 berada pada level normal. Kestabilan tersebut didukung oleh kinerja industri perbankan dan Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) yang solid, meskipun kinerja pasar keuangan cenderung melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Fungsi intermediasi perbankan dan IKNB tetap berjalan lancar dengan penyaluran kredit yang melambat seiring menurunnya transaksi perekonomian. Pertumbuhan kredit industri 2

15 BAB I Ringkasan Eksekutif perbankan pada triwulan III-2014 tercatat sebesar 13,06% (yoy), menurun dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,20% (yoy). Sementara itu, pembiayaan yang disalurkan oleh Perusahaan Pembiayaan tumbuh 1,37% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 2,41%. Meskipun terjadi perlambatan, risiko kredit/ pembiayaan, risiko likuiditas, dan risiko pasar tetap terjaga. Kinerja pasar keuangan yang melambat tercermin dari kenaikan yield Surat Berharga Negara (SBN), penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana, dan meningkatnya risiko pasar keuangan sebagaimana diindikasikan oleh peningkatan volatilitas SBN, serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pertengahan triwulan III Peningkatan risiko yang terjadi dikarenakan sikap investor terhadap kondisi politik domestik dan respon atas rencana kebijakan normalisasi suku bunga The Fed. Di sektor riil, perlambatan ekonomi juga berdampak pada kinerja sektor korporasi. Tingkat profitabilitas, solvabilitas, likuiditas, dan perputaran persediaan pada triwulan III-2014 lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi yang lain, kinerja sektor rumah tangga menunjukkan pertumbuhan yang cukup kuat. Terjaganya kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan juga ditopang oleh penyelenggaraan sistem pembayaran yang berjalan baik dan lancar selama triwulan laporan. Penggunaan transaksi non-tunai di masyarakat juga menunjukkan perkembangan yang semakin positif seiring dengan meningkatnya jumlah instrumen Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan uang elektronik. Kondisi ini mampu diimbangi dengan terjaganya kehandalan sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia meliputi Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Kehandalan sistem tercermin dari ketersediaan sistem yang mencapai 100% dan kemampuan setelmen sistem sebesar 99,98%. Selain ditopang oleh kelancaran sistem pembayaran, kinerja perekonomian yang tetap terjaga juga didukung oleh ketersediaan uang kartal dalam jumlah yang mencukupi. Kenaikan kebutuhan uang masyarakat selama periode bulan Ramadhan dan Idul Fitri, direspons oleh Bank Indonesia dengan menyediakan uang kartal dalam jumlah yang cukup di masyarakat Kebijakan yang Ditempuh Berlangsungnya proses penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih seimbang serta terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, merupakan hasil dari penerapan kebijakan yang konsisten oleh Pemerintah dan Bank Indonesia. Respon kebijakan Bank Indonesia secara konsisten ditetapkan untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5+1% pada 2014 dan 4+1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Untuk itu, dengan mempertimbangkan kondisi terkini, serta prospek dan risiko perekonomian ke depan, selama triwulan III-2014 Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan BI Rate pada level 7,50%. Sementara suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility dipertahankan tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Dalam operasionalisasinya, Bank Indonesia menjaga keseimbangan likuiditas di pasar uang rupiah dan pasar valuta asing. Hal ini dilakukan agar perbankan dapat memenuhi likuiditas pada tingkat suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) overnight yang wajar dan stabil. 3

16 BAB I Ringkasan Eksekutif Selain melalui kebijakan suku bunga, upaya untuk menjaga kestabilan harga dilakukan dengan memperkuat koordinasi melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Pada triwulan III-2014, berbagai program dan upaya pengendalian inflasi dalam mengantisipasi lonjakan harga selama Ramadhan dan Idul Fitri telah dilakukan oleh TPID di berbagai daerah. Secara spasial, tekanan inflasi pada triwulan III-2014 di berbagai daerah relatif terkendali, didukung oleh rendahnya inflasi volatile food seiring tercukupinya pasokan pangan. Terhadap pengelolaan nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia menetapkan kebijakan yang secara konsisten diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya. Untuk mendukung hal tersebut, pada triwulan III-2014 Bank Indonesia meningkatkan keragaman instrumen penempatan valas berbasis syariah dengan menerbitkan instrumen Term Deposit (TD) Valas Syariah. Selain itu, belajar dari pengalaman krisis keuangan , Bank Indonesia mendorong agar pelaku ekonomi melakukan lindung nilai terhadap transaksi valasnya, termasuk oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Untuk itu, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia dan ketentuan swap lindung nilai kepada bank. Untuk lebih memperkuat payung hukum transaksi lindung nilai, Bank Indonesia bersama dengan penegak hukum, auditor, dan lembaga terkait lainnya telah menyepakati Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Kegiatan Lindung Nilai sebagai pedoman teknis transaksi lindung nilai BUMN. Selain memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam rangka mencapai target inflasi, Bank Indonesia juga terus menjalin koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk memperkuat Protokol Manajemen Krisis (PMK) melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Disamping itu, Bank Indonesia juga menjalin koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi regional. Koordinasi dilakukan antara lain terkait peningkatan daya saing ekspor manufaktur, percepatan pembangunan infrastruktur dan pengembangan permbangunan berwawasan maritim, termasuk penguatan lingkungan pendukung (enabling environment) di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Peran Bank Indonesia sebagai otoritas yang bertanggungjawab terhadap makroprudensial sistem keuangan diperkuat pada triwulan III Di triwulan tersebut, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan makroprudensial Bank Indonesia. Dalam ketentuan tersebut, Bank Indonesia memperjelas instrumen yang digunakan dalam penerapan kebijakan makroprudensial, mekanisme kegiatan surveilans dalam rangka pengawasan, dan mekanisme pemeriksaan terhadap lembaga keuangan dalam rangka penilaian risiko sistemik. Sejalan dengan pengaturan di bidang makroprudensial guna memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia juga meningkatkan akses keuangan serta memperkuat sektor riil dan UMKM. Pada triwulan III-2014, Bank Indonesia melakukan berbagai program keuangan inklusif, antara lain pedoman pelaksanaan Agen Layanan Keuangan Digital (LKD) Individu dan ujicoba penyaluran bantuan pemerintah melalui LKD di 4 provinsi. Selain itu, Bank Indonesia bersinergi dengan pemerintah dan pelaku usaha antara lain melalui pengembangan klaster komoditas yang mendukung ketahanan pangan dan merupakan sumber inflasi di berbagai daerah. Mempertimbangkan pentingnya keuangan dan ekonomi syariah dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan nilai tukar, Bank Indonesia tetap fokus dalam mengawal pengembangan sektor syariah. Pengembangan keuangan syariah dilakukan melalui 4

17 BAB I Ringkasan Eksekutif kontribusi aktif di beberapa forum internasional. Pada triwulan III-2014, pengembangan ekonomi syariah dilakukan melalui penyusunan standarisasi zakat internasional dengan otoritas zakat yang tergabung dalam Organization for Islamic Cooperation (OIC). Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia tetap mengarahkan kebijakan untuk menjaga agar transaksi pembayaran berjalan dengan lancar, aman, dan efisien. Penguatan infrastruktur sistem pembayaran yang dilakukan pada triwulan III-2014 antara lain mencakup (i) penyiapan ujicoba sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II oleh industri, (ii) pelaksanaan System Integration Test (SIT) atas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Generasi II, (iii) sentralisasi helpdesk penyelenggaraan Sistem Pembayaran, (iv) penyiapan mekanisme penggunaan Central Bank Money untuk setelmen dana transaksi di pasar modal, dan (v) penyiapan rencana pengembangan National Payment Gateway (NPG). Untuk meningkatkan penggunaan instrumen non-tunai di masyarakat, Bank Indonesia mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Guna meningkatkan kenyamanan pengguna sistem pembayaran, Bank Indonesia mengatur tata cara perlaksanaan perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Di bidang pengelolaan uang rupiah, Bank Indonesia tetap melaksanakan tiga pilar strategi, yaitu (i) meningkatkan ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Dalam mencapai pilar pertama, Bank Indonesia menyusun Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) dan Rencana Cetak Uang (RCU) tahun Memenuhi amanat Undang-undang tentang Mata Uang, Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah kertas pecahan Rp ,- pada 17 Agustus Untuk meningkatkan rasa aman pengguna uang Rupiah, Bank Indonesia terus melakukan upaya penanggulangan peredaran uang rupiah palsu baik melalui penyempurnaan desain uang maupun edukasi mengenai ciri keaslian uang. Untuk mencapai pilar kedua, Bank Indonesia meningkatkan realisasi distribusi uang ke berbagai wilayah. Guna memperlancar akses distribusi uang, Bank Indonesia bekerjasama dengan BUMN yang bergerak di bidang jasa angkutan. Sementara untuk mencapai pilar ketiga, Bank Indonesia mengimplementasikan Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas (BISILK) di seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia untuk mengelola database pertukaran uang antar bank yang terintegrasi secara nasional. Selain itu, Bank Indonesia meningkatkan frekuensi layanan Kas Keliling terutama dalam memenuhi kebutuhan uang masyarakat selama periode Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Untuk meningkatkan jangkauan distribusi uang layak edar, hingga triwulan III-2014 Bank Indonesia telah mengunjungi 28 wilayah terpencil, perbatasan dan pulau terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk memberikan layanan penukaran uang. Selain tiga pilar kegiatan pengelolaan uang, Bank Indonesia juga berperan aktif dalam mendorong penggunaan uang Rupiah di seluruh wilayah NKRI, sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Secara keseluruhan, berbagai respons kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia efektif dalam menjaga proses penyesuaian ekonomi domestik dan menjaga kestabilan makroekonomi serta sistem keuangan. Efektivitas kebijakan tersebut tidak terlepas dari dukungan kapabilitas internal Bank Indonesia, yang dalam pelaksanaannya senantiasa menerapkan prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik. 5

18 BAB I Ringkasan Eksekutif 6

19 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Penyesuaian ekonomi masih berlangsung hingga triwulan III-2014, dengan tetap ditunjang kestabilan makroekonomi. Beberapa indikator perekonomian meski membaik, tetap memerlukan perhatian yang cermat khususnya terhadap risiko yang mungkin muncul baik karena faktor domestik maupun global. Hal ini dimaksudkan agar kondisi fundamental ekonomi tetap terjaga dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan. Di tengah tren perlambatan perekonomian Indonesia, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga sebagaimana tercermin pada penurunan indikator stabilitas sistem keuangan dan kinerja sektor keuangan yang solid. Terpeliharanya kestabilan kinerja perekonomian ditopang oleh terselenggaranya sistem pembayaran yang baik dan lancar, serta ketersediaan uang kartal di masyarakat.

20 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran 2.1. Inflasi Inflasi pada triwulan III tetap terjaga dan berada dalam tren yang menurun sehingga mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Penurunan inflasi masih terus berlanjut pada triwulan III-2014 sehingga mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Inflasi yang tetap terjaga tersebut didukung oleh inflasi inti dan volatile food yang terkendali. Namun demikian, Bank Indonesia tetap mewaspadai berbagai risiko yang dapat mengganggu pencapaian sasaran inflasi, khususnya yang bersumber dari kemungkinan kenaikan administered prices. Untuk itu, Bank Indonesia akan memperkuat langkah-langkah koordinasi pengendalian inflasi bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada triwulan laporan, inflasi tercatat sebesar 4,53% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,70% (yoy). Penurunan inflasi tersebut didukung oleh inflasi inti dan volatile food yang terkendali. Terkendalinya inflasi inti ditopang oleh harga komoditas global yang menurun, permintaan yang moderat, dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Sementara itu, inflasi volatile food juga tercatat relatif rendah seiring dengan tercukupinya pasokan pangan. Sebaliknya, inflasi administered prices meningkat terutama didorong oleh kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) kelompok rumah tangga dan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) 12 kg (Grafik 2.1 dan Grafik 2.2). %, yoy IHK Inti Administered Price Volatile Food I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III %, yoy CPI Core Administered Prices Volatile Food ,53 4,53 4,21 4,04 Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Triwulanan Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan Inflasi kelompok volatile food pada triwulan III-2014 tercatat sebesar 4,21% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan II-2014 sebesar 6,74% (yoy). Penurunan tersebut terutama didorong oleh pasokan bahan pangan yang cukup tinggi dan distribusi barang yang relatif lancar yang mendukung terjaganya harga komoditas bahan pangan. Harga komoditas aneka bawang yang terkoreksi turut mendorong turunnya inflasi seiring melimpahnya pasokan, menyusul musim panen raya yang berlangsung di sentra-sentra produksi. Sementara itu, harga beras pada triwulan laporan relatif terkendali, sejalan dengan prakiraan tercukupinya pasokan beras di akhir musim panen kedua (gadu) 1. Selain itu, mundurnya fenomena El Nino ke triwulan IV-2014, turut mendukung terjaganya inflasi volatile food pada triwulan III Periode musim panen gadu terjadi berturut-turut pada bulan Juli, Agustus, September dan Oktober. Panen padi gadu pada umumnya menghasilkan beras bermutu bagus, walaupun jumlahnya tidak sebanyak beras pada panen raya. 8

21 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Penurunan inflasi pada triwulan III-2014 juga ditopang oleh terkendalinya inflasi inti, sejalan dengan menurunnya tekanan eksternal dan domestik. Inflasi inti pada triwulan III-2014 tercatat sebesar 4,04% (yoy), menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,81% (yoy). Penurunan tekanan eksternal terutama didorong oleh penurunan harga global, di tengah tekanan pelemahan Rupiah di akhir triwulan III Dari domestik, meski sempat meningkat akibat permintaan musiman lebaran dan tahun ajaran baru, secara fundamental tekanan permintaan melambat sejalan menurunnya aktivitas perekonomian. Menurunnya inflasi inti juga dipengaruhi oleh ekpektasi inflasi yang terjaga. Hal tersebut terindikasi dari hasil survei Consensus Forecast (CF) bulan September 2014 yang menunjukkan ekspektasi inflasi di akhir tahun 2014 sebesar 5,2% (yoy), menurun dibandingkan hasil survei sebelumnya (Juni) yang sebesar 5,6% (yoy). Meskipun demikian, dari sisi pedagang eceran, ekspektasi inflasi meningkat cukup signifikan. Peningkatan tersebut didorong oleh perkiraan kenaikan harga distributor seiring tingginya permintaan musiman pada akhir tahun dan mulai menguatnya kekhawatiran akan terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi (Grafik 2.3). Selain itu, indikasi kenaikan ekspektasi inflasi juga tercermin di pasar keuangan (Grafik 2.4). Indeks Inflasi IHK aktual (skala kanan) Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 6 bln yad %, yoy Indeks %, yoy Inflasi IHK aktual (skala kanan) Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad (CMA 5) Grafik 2.3 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Grafik 2.4 Ekspektasi Inflasi di Pasar Keuangan Sementara itu, tekanan dari inflasi administered prices meningkat pada triwulan III-2014 terutama didorong oleh kenaikan TTL Rumah Tangga (RT) dan harga LPG 12 kg. Kenaikan TTL RT golongan R-1 dan R-2 tahap I (1 Juli 2014) dan tahap II (1 September 2014) serta penyesuaian tarif untuk golongan R-3 (>6600VA) menyebabkan tingginya sumbangan inflasi tarif listrik yakni mencapai 0,25%. Selain itu, peningkatan permintaan musiman menjelang hari raya mendorong kenaikan tarif kelompok transportasi seperti angkutan antar kota dan angkutan udara. Secara spasial, tekanan inflasi pada triwulan III-2014 di berbagai daerah relatif terkendali. Kondisi ini didukung oleh rendahnya inflasi volatile food seiring tercukupinya pasokan pangan di tengah meningkatnya permintaan pada perayaan hari besar keagamaan. Meski demikian, beberapa daerah seperti Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung, Banten, dan Kalimantan Barat mencatat tingkat inflasi yang cukup tinggi sebagai dampak kebijakan kenaikan TTL dan LPG 12 kg (Gambar 2.1). Tingkat inflasi pada daerah-daerah tersebut berada di kisaran 6% (yoy). 9

22 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Inflasi Nasional: 4,53% (yoy) Inf > 6,0% 4,7% < Inf < 6,0% 3,4% < Inf < 4,7% Inf < 3,4% Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi Daerah (%, yoy) Prospek inflasi pada tahun 2014 dan 2015 diperkirakan akan berada dalam kisaran targetnya 4,5±1% dan 4,0±1%. Terkendalinya tekanan inflasi tersebut didukung oleh kebijakan stabilisasi makroekonomi yang ditempuh selama ini, termasuk koordinasi dengan pemerintah. Selain itu, penurunan inflasi juga didukung melambatnya permintaan domestik dan harga komoditas global yang cenderung masih lemah. Seiring dengan permintaan global yang masih melemah, pertumbuhan ekonomi domestik juga cenderung melambat. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi masih ditopang oleh kuatnya konsumsi rumah tangga dan meningkatnya belanja barang pemerintah. Inflasi triwulan IV-2014 diperkirakan kembali meningkat seiring dengan asumsi nilai tukar yang lebih depresiatif, realisasi inflasi Oktober yang tinggi, dan kenaikan batas atas tarif angkutan udara. Di sisi lain, harga-harga di pasar global masih tergolong rendah karena stok yang cukup tinggi dari hasil panen yang membaik. Tren penurunan harga ke depan terutama bersumber dari komoditas emas, gandum, minyak dunia serta kedelai. Dengan perkembangan tersebut, inflasi untuk keseluruhan tahun 2014 diperkirakan tetap berada dalam kisaran targetnya, meskipun bias ke atas. Inflasi tahun 2015 diprakirakan berada dalam rentang atas sasaran inflasi sebesar 4,0±1%. Ekspektasi inflasi diperkirakan masih tetap terjaga sejalan dengan dukungan kebijakan dan koordinasi antara Bank Indonesia dan pemerintah. Tekanan inflasi dari sisi eksternal diprakirakan tidak terlalu besar karena peningkatan harga-harga komoditas internasional relatif terbatas di tengah perbaikan perekonomian dunia yang masih berlangsung secara gradual Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2014 tercatat sebesar 5,01% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 yang sebesar 5,12% (yoy) (Tabel 2.1). Perlambatan tersebut utamanya disebabkan oleh penurunan kinerja investasi khususnya investasi non-bangunan seiring dengan kontraksi impor barang modal. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor juga masih mengalami kontraksi, terutama bersumber dari melemahnya ekspor komoditas primer. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan masih mendapatkan dukungan dari kuatnya konsumsi rumah tangga dan meningkatnya 10

23 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran belanja barang pemerintah. Untuk keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,1-5,5%, dan pada 2015 akan meningkat pada kisaran 5,4-5,8%. Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan %Y-o-Y, Tahun Dasar 2000 Komponen 2013 I II III IV 2014 I II III Konsumsi Rumah Tangga 5,24 5,15 5,48 5,25 5,28 5,61 5,59 5,44 Konsumsi Pemerintah 0,44 2,17 8,91 6,45 4,87 3,58 (-0,71) 4,37 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 5,54 4,47 4,54 4,37 4,71 5,99 5,21 4,02 Ekspor Barang dan Jasa 3,58 4,82 5,25 7,40 5,30 (-0,44) (-0,76) (-0,70) Impor Barang dan Jasa (-0,03) 0,69 5,09 (-0,60) 1,21 (-0,73) (-5,05) (-3,63) PDB 6,03 5,76 5,63 5,72 5,78 5,20 5,12 5,01 Sumber : BPS 2013 Meskipun masih tumbuh cukup kuat, konsumsi rumah tangga triwulan III-2014 melambat dibanding triwulan II Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2014 tercatat 5,44% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,59% (yoy). Perlambatan ini terjadi seiring dengan berakhirnya aktivitas Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif dan presiden yang selama triwulan sebelumnya telah menopang pertumbuhan konsumsi. Optimisme masyarakat yang menurun juga menjadi penyebab perlambatan konsumsi rumah tangga. Hal ini tercermin pada indeks keyakinan konsumen Badan Pusat Statistik (BPS) yang bergerak turun selama triwulan III-2014 (Grafik 2.5). Perlambatan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari menurunnya pertumbuhan penjualan mobil dan motor pada triwulan III-2014 (Grafik 2.6). Selain itu, impor barang konsumsi tumbuh lebih rendah pada triwulan III Indeks Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Sumber: BPS (10) (20) (30) %, yoy Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Sumber: CEIC, Gaikindo, AISI Penjualan Mobil Penjualan Motor Grafik 2.5 Indeks Keyakinan Konsumen (Badan Pusat Statistik) Grafik 2.6 Penjualan Kendaraan Bermotor Konsumsi pemerintah tumbuh kuat seiring tingginya realisasi belanja barang. Pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat meningkat signifikan dari -0,71% (yoy) pada triwulan II-2014 menjadi 4,37% (yoy) pada triwulan III-2014, sesuai dengan pola tahunannya. Berdasarkan komponennya, pertumbuhan konsumsi pemerintah didorong oleh akselerasi belanja barang. 11

24 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Kinerja investasi pada triwulan III-2014 melemah, terutama dipicu oleh pelemahan kinerja investasi non-bangunan. Secara keseluruhan, investasi melambat dari 5,21% (yoy) pada triwulan II-2014 menjadi 4,02% (yoy) pada triwulan III Perlambatan investasi tersebut terutama terjadi pada investasi non-bangunan, seiring dengan kontraksi impor barang modal yang turun lebih dalam pada triwulan III Kondisi ini terindikasi, antara lain dari penjualan alat berat domestik yang masih berada di teritori negatif akibat pelemahan sektor pertambangan. Indikasi lainnya adalah penurunan tingkat penggunaan kapasitas produksi pada industri yang menunjukkan minimnya insentif pelaku usaha untuk berinvestasi (Grafik 2.7). Seiring perlambatan investasi non-bangunan, investasi bangunan juga tumbuh melambat. Sesuai dengan pola historisnya, kondisi ini disebabkan oleh perilaku wait-and-see investor pasca Pemilu. Indikasi perlambatan investasi bangunan tercermin pada melambatnya penjualan semen dan impor bahan bangunan pada triwulan III-2014 (Grafik 2.8). % %, yoy %, yoy %, yoy ,1 71,1 71,1 PMTDB Nonbangunan (sk.kanan) Utilisasi Kapasitas Industri 70,9 69,4 70,2 71,5 71,2 74,2 77,4 74, PMTDB: Bangunan (sk.kanan) Penjualan semen (sk.kanan) Impor bahan bangunan I II III IV I II III IV I II III Sumber: CEIC Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Sumber: BPS dan CEIC, (diolah) -30 Grafik 2.7 Kapasitas Utilisasi Grafik 2.8 Indikator Investasi Bangunan Dari sisi eksternal, kinerja ekspor masih mengalami kontraksi. Ekspor pada triwulan III-2014 tercatat tumbuh negatif sebesar -0,70% (yoy), sedikit lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar -0,76% (yoy). Kinerja ekspor yang masih terkontraksi, terutama pada ekspor komoditas primer, disebabkan oleh masih lemahnya permintaan global (Grafik 2.9). Meskipun masih mengalami kontraksi, ekspor mencatat perbaikan. Hal ini didorong oleh masih positifnya ekspor manufaktur dan mulai terealisasinya ekspor Sumber Daya Alam (SDA) pertambangan khususnya ekspor konsentrat mineral (Grafik 2.10). 12

25 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran %, yoy Negara Berkembang Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Sumber: CPB World Trade Monitor (diolah) Negara Maju WTV Impor %, yoy Pertanian Manufaktur PDB Ekspor Total -20 Pertambangan Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Grafik 2.9 Volume Perdagangan (Impor) Dunia Grafik 2.10 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Merespons terbatasnya kinerja ekspor dan investasi non-bangunan, impor triwulan III-2014 mengalami kontraksi. Impor kembali mengalami kontraksi yang lebih kecil pada triwulan III-2014 yakni sebesar -3,63% (yoy) dari -5,05% (yoy) pada triwulan II Berdasarkan kelompoknya, kontraksi terjadi pada kelompok impor barang modal sejalan dengan melemahnya investasi non-bangunan (Grafik 2.11). Sementara itu, impor barang konsumsi masih terkontraksi akibat berkurangnya impor mobil penumpang, durable goods, maupun nondurable goods. Sebaliknya, impor bahan baku tumbuh positif, antara lain dalam bentuk bahan makanan (mentah dan olahan) untuk industri, bahan baku untuk industri, serta bahan bakar untuk mesin industri. Secara regional, perlambatan ekonomi nasional terutama bersumber dari melemahnya pertumbuhan ekonomi di Sumatera, DKI Jakarta, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Perlambatan ekonomi di Sumatera didorong oleh penurunan ekspor komoditas, sedangkan di DKI Jakarta tumbuh melambat disebabkan oleh melambatnya sektor konstruksi. Sementara itu, NTB mengalami kontraksi pertumbuhan yang cukup signifikan akibat penurunan kinerja sektor pertambangan. Pada sisi lain, terjadi pertumbuhan ekonomi yang meningkat di wilayah kawasan Indonesia Timur sejalan dengan kembali diekspornya komoditas mineral. Sementara itu, perekonomian kawasan Jawa (selain DKI Jakarta) tumbuh relatif tinggi dan stabil sejalan dengan terus membaiknya ekspor manufaktur disebabkan adanya pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) (Gambar 2.2) %, yoy PDB Impor Bahan baku Brg. konsumsi Brg. modal Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Grafik 2.11 Impor Nonmigas Riil Total 13

26 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah NPI menunjukkan kinerja yang semakin baik sejalan dengan proses penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih seimbang dan berkesinambungan. Perbaikan kinerja NPI pada triwulan III-2014 terutama ditopang surplus transaksi modal dan finansial dan penurunan defisit transaksi berjalan. Bank Indonesia memperkirakan perekonomian masih akan mengalami penyesuaian didukung dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi 2014 diperkirakan berada di batas bawah proyeksi 5,1-5,5%. Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dunia yang tidak sekuat prakiraan sebelumnya dan penghematan anggaran APBN-P Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih lemah mengakibatkan kinerja ekspor yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya, sementara penghematan anggaran pemerintah mendorong melambatnya konsumsi pemerintah. Pada 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan kembali membaik dan berada pada kisaran 5,4-5,8%. Perbaikan ini seiring dengan perkiraan kondisi ekonomi global yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut, kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan juga diprakirakan akan meningkat Neraca Pembayaran Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III-2014 mengalami surplus 6,5 miliar dolar AS, meningkat dari 4,3 miliar dolar AS pada triwulan sebelumnya (Grafik 2.12). Peningkatan surplus NPI terutama didorong oleh defisit transaksi berjalan yang menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya seiring dengan membaiknya neraca perdagangan barang nonmigas. Peningkatan surplus NPI tersebut pada gilirannya mendorong kenaikan posisi cadangan devisa dari 107,7 miliar dolar AS pada akhir triwulan II-2014 menjadi 111,2 miliar dolar AS pada akhir triwulan III Jumlah cadangan devisa ini cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama 6,3 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional. (Grafik 2.13). 14

27 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Miliar Dolar AS Miliar Dolar AS 15,00 10,00 140,00 120,00 Cadangan Devisa Bulan Impor dan Pembayaran ULN Pemerintah 9,00 8,00 5,00 0,00-5,00-10,00-15,00-20,00 Transaksi Modal dan Finansial Transaksi Berjalan Neraca Keseluruhan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1** Q2** Q3** * ,00 80,00 60,00 40,00 20,00 - Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep ,00 6,00 5,00 4,00 3,00 Grafik 2.12 Neraca Pembayaran Indonesia Grafik 2.13 Perkembangan Cadangan Devisa Defisit transaksi berjalan yang menurun ditopang oleh kebijakan stabilisasi yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan pemerintah. Defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2014 tercatat sebesar 6,8 miliar dolar AS (3,07% PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit) pada triwulan II-2014 sebesar 8,7 miliar dolar AS (4,06% PDB), dan defisit pada periode yang sama tahun 2013 sebesar 8,6 miliar dolar AS (3,89% PDB) (Grafik 2.14). Perbaikan kinerja transaksi berjalan tersebut terutama didukung oleh neraca perdagangan barang yang kembali surplus, seiring dengan meningkatnya surplus neraca perdagangan nonmigas, di tengah defisit neraca perdagangan migas yang tetap besar (Grafik 2.15). Meningkatnya surplus neraca nonmigas dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama didorong oleh menurunnya impor nonmigas, khususnya impor bahan baku, sejalan dengan melambatnya permintaan domestik. Secara tahunan, impor nonmigas pada triwulan III masih terkontraksi sebesar 2,7%. Di sisi migas, besarnya defisit neraca perdagangan migas pada triwulan III-2014 dipengaruhi oleh masih tingginya impor migas, di tengah ekspor minyak yang menurun seiring dengan turunnya harga minyak dunia. Selain itu, berkurangnya tekanan defisit transaksi berjalan dipengaruhi oleh pola musiman defisit neraca jasa dan pendapatan primer yang lebih rendah. Sementara itu, kinerja ekspor produk primer mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya, antara lain karena mulai pulihnya ekspor mineral pasca keluarnya izin ekspor mineral mentah. Perbaikan tersebut memberikan kontribusi terhadap perbaikan surplus nonmigas, meskipun ekspor nonmigas secara keseluruhan masih mencatat penurunan. Meskipun ekspor nonmigas secara triwulanan menurun, namun secara tahunan ekspor nonmigas pada triwulan laporan tumbuh positif 3,1% setelah dalam dua tahun terakhir mengalami penurunan. Pertumbuhan ekspor nonmigas tersebut ditopang oleh kenaikan harga ekspor dan perbaikan permintaan ekspor, terutama minyak nabati dan produk manufaktur. Seiring dengan berlanjutnya pemulihan AS, beberapa produk ekspor manufaktur mengalami peningkatan seperti Tekstil dan Produksi Tekstil (TPT), barang dari logam, makanan olahan, serta kendaraan dan bagiannya. 15

28 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran miliar dolar AS persen 14,00 10,00 3,00 1,00 6,00-1,00 2,00-2,00-3,00-6,00-5,00-10,00-7,00-14,00-9,00-18,00-22,00 Neraca Pendapatan Sekunder Neraca Perdagangan Neraca Perjalanan Neraca Pendapatan Primer Neraca Jasa CA/GDP (%) (rhs) -11,00-26,00 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1** Q2** Q3** -13, * 2014 * angka sementara **angka sangat sementara 12,00 7,00 2,00-3,00 miliar dolar AS Neraca Nonmigas -8,00 Neraca Migas Neraca Perdagangan -13,00 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1** Q2** Q3** * 2014 * angka sementara **angka sangat sementara Grafik 2.14 Neraca Transaksi Berjalan Grafik 2.15 Neraca Perdagangan Sementara itu, kepercayaan investor yang masih positif terhadap prospek ekonomi Indonesia mendorong aliran masuk modal asing yang tetap kuat. Pada triwulan III-2014, surplus transaksi modal dan finansial mencapai 13,7 miliar dolar AS, terutama didukung aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung dan penarikan pinjaman luar negeri korporasi (Grafik 2.16). Namun demikian, aliran masuk investasi portofolio pada triwulan laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 14,3 miliar dolar AS. Penurunan aliran masuk investasi portofolio dipengaruhi oleh faktor sentimen, baik yang bersumber dari eksternal maupun domestik. Surplus transaksi modal dan finansial sebesar 13,7 miliar dolar AS dapat membiayai defisit transaksi berjalan, meskipun surplus ini lebih rendah dibandingkan dengan surplus triwulan II Untuk keseluruhan tahun 2014, kinerja NPI diperkirakan akan mencatat surplus yang lebih besar dibandingkan surplus tahun sebelumnya. Surplus tersebut terutama didorong oleh defisit transaksi berjalan yang cenderung mengalami penurunan, yang didukung oleh kenaikan yang besar pada neraca perdagangan nonmigas sejalan dengan kebijakan stabilisasi ekonomi yang ditempuh selama 15,00 10,00 5,00 0,00-5,00-10,00-15,00-20,00 miliar dolar AS Investasi Portofolio Investasi Langsung Investasi Lainnya Transaksi Modal dan Finansial Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1** Q2** * 2014 Grafik 2.16 Neraca Transaksi Modal dan Finansial ini. Perbaikan tersebut juga didukung oleh masih positifnya ekspor manufaktur, akibat berlanjutnya pemulihan AS dan mulai pulihnya ekspor tambang pasca keluarnya izin ekspor mineral mentah. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang cukup besar. Hal ini terutama ditopang oleh meningkatnya arus masuk modal asing PMA sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik. Ke depan, defisit transaksi berjalan diperkirakan akan terus membaik seiring dengan meningkatnya ekspor manufaktur dan mineral, serta terkendalinya impor migas. 16

29 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran 2.4. Utang Luar Negeri Posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan III-2014 tercatat sebesar USD292,3 miliar, meningkat USD6,1 miliar atau 2,1% dibandingkan dengan posisi ULN akhir triwulan II-2014 sebesar USD286,2 miliar. Peningkatan posisi ULN ini terutama dipengaruhi oleh meningkatnya kepemilikan non-residen atas surat utang yang diterbitkan baik oleh sektor publik maupun sektor swasta, dan simpanan non-residen di bank domestik yang melampaui turunnya pinjaman luar negeri sektor publik. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat dari 34,00% pada triwulan II-2014 menjadi 34,68% pada akhir triwulan III Sementara itu, debt service ratio (DSR), yaitu rasio total pembayaran pokok dan bunga ULN relatif terhadap total penerimaan transaksi berjalan meningkat dari 44,29% pada triwulan sebelumnya menjadi 46,16% pada akhir triwulan III Posisi ULN Indonesia pada akhir triwulan III-2014 terdiri dari ULN sektor publik sebesar USD132,9 miliar (45,5% dari total ULN) dan ULN sektor swasta USD159,3 miliar (54,5% dari total ULN). Posisi ULN kedua sektor tersebut masing-masing meningkat 1,0% dan 3,1% dibandingkan dengan posisi akhir triwulan II-2014 sebesar USD131,7 miliar dan USD154,5 miliar. Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN berjangka panjang (83,3% dari total ULN). ULN berjangka panjang pada akhir triwulan laporan mencapai USD243,4 miliar, meningkat USD6,0 miliar atau 2,5% dibandingkan dengan posisi akhir triwulan II-2014 sebesar USD237,4 miliar. Pada akhir triwulan III-2014, ULN berjangka panjang sektor publik mencapai USD128,0 miliar atau 96,3% dari total ULN sektor publik dan ULN berjangka panjang sektor swasta tercatat sebesar USD115,5 miliar atau 72,5% dari total ULN swasta. Sementara itu, ULN berjangka pendek sebesar USD48,9 miliar (16,7% dari total ULN), meningkat 0,3% dibandingkan dengan posisi akhir triwulan II-2014 sebesar USD48,7 miliar. Pada sektor swasta, posisi ULN pada akhir triwulan III-2014 terutama terpusat pada sektor keuangan, industri pengolahan, dan pertambangan. Posisi ULN ketiga sektor tersebut masing-masing sebesar USD46,6 miliar (29,3% dari total ULN swasta), USD32,5 miliar (20,4% dari total ULN swasta), dan USD25,8 miliar (16,2% dari total ULN swasta). Bila dibandingkan dengan triwulan II-2014, posisi ULN sektor keuangan dan sektor industri pengolahan masing-masing tumbuh 9,2%, dan 3,9%, sementara sektor pertambangan mengalami penurunan sebesar 6,6%. Terkait perkembangan ULN, Bank Indonesia memandang perkembangan tersebut masih cukup sehat. Namun demikian, perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian Nilai Tukar Rupiah Pada triwulan III-2014, rupiah secara rata-rata melemah 1,2% (qtq) ke level Rp per dolar AS. Secara point-to point, rupiah juga mencatat pelemahan sebesar 2,71% ke level Rp per dolar AS (Grafik 2.17). Tekanan terhadap rupiah dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal. Tekanan eksternal dipicu oleh kekhawatiran terhadap normalisasi kebijakan The Fed, dinamika geopolitik, dan perlambatan ekonomi global. Tekanan eksternal tersebut dialami oleh mata uang di negara kawasan, termasuk Indonesia (Grafik 2.18). Sementara dari faktor internal, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh perilaku investor yang menunggu pembentukan kabinet baru dan program kerja pemerintah ke depan. Peningkatan ULN Indonesia terutama dipengaruhi oleh meningkatnya kepemilikan nonresiden atas surat utang yang diterbitkan baik oleh sektor publik dan sektor swasta, serta simpanan nonresiden di bank domestik. Nilai tukar rupiah selama triwulan III-2014 mengalami pelemahan terutama dipengaruhi oleh sentimen global. Namun demikian, volatilitas nilai tukar rupiah masih terjaga dan menunjukkan penurunan. 17

30 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran IDR/USD IDR/USD Daily Monthly Average Quarterly Average Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Q vs Q point-to-point average MYR -2,12 1,31 0,08 THB 1,03 PHP -2,91 0,60 KRW -4,11 0,20 IDR -2,71-1,20 INR -2,54-1,33 ZAR -5,89-2,10 BRL -9,51-2,13 TRY -6,88-2,48 EUR -8,40-3,58-12,00-10,00-8,00-6,00-4,00-2,00 0,00 2,00 Grafik 2.17 Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.18 Nilai Tukar Kawasan Tekanan depresiasi rupiah pada triwulan III-2014 tercermin pada beberapa indikator eksternal seperti Volatility Index (VIX) dan Credit Default Swap (CDS) yang meningkat (Grafik 2.19). Namun demikian, volatilitas nilai tukar rupiah masih terjaga. Volatilitas nilai tukar pada triwulan laporan tercatat menurun menjadi 9,89% dibandingkan dengan volatilitas pada triwulan sebelumnya sebesar 10,68% (Grafik 2.20) Indeks 1-Apr 9-Apr 17-Apr 28-Apr 6-Mei VIX (sk. kiri) 14-Mei 22-Mei 2-Jun 10-Jun 18-Jun 7-Jul 26-Jun CDS (sk. kanan) 15-Jul 23-Jul 31-Jul 8-Ags 18-Ags 26-Ags 4-Sep 12-Sep 22-Sep Indeks Sep IDR/USD % ,89 3,05 17,67 15,33 11,50 10,68 9,89 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Jul-13 Ags-13 Sep-13 Okt-13 Nov-13 Des-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 Mei-14 Jun-14 Jul-14 Ags-14 Sep Kondisi pasar uang rupiah dan pasar valuta asing stabil seiring dengan terjaganya kondisi likuiditas selama triwulan laporan. Grafik 2.19 Volatility Index (VIX) dan Credit Default Swap (CDS) Daily Volatility (RHS) IDR/USD Quarterly Volatility (RHS) Grafik 2.20 Volatilitas Nilai Tukar 2.6. Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar Valas Volume transaksi di pasar uang rupiah cenderung menurun diikuti oleh penurunan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya surplus likuiditas (bank reserves) harian di sistem perbankan. Penurunan volume transaksi juga terjadi di pasar valuta asing (valas), meskipun secara umum kondisi pasar valas relatif stabil seiring dengan terjaganya likuiditas valas selama triwulan laporan. 18

31 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Pasar Uang Rupiah Perkembangan suku bunga PUAB pada triwulan III-2014 cenderung mengalami penurunan, terutama untuk tenor 1 minggu dan 1 bulan. Rata-rata harian suku bunga PUAB tenor 1 minggu dan 1 bulan turun masing-masing sebesar 22 bps dan 31 bps menjadi 6,32% dan 7,60% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, rata-rata harian suku bunga PUAB tenor overnight (O/N) relatif stabil di kisaran 5,86%. Stabilnya suku bunga PUAB O/N, yang merupakan sasaran operasional kebijakan moneter ini sejalan dengan tidak berubahnya stance kebijakan moneter Bank Indonesia, yang dicerminkan melalui BI Rate (Grafik 2.21). Selanjutnya, rata-rata harian kuotasi suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) oleh perbankan yang merupakan indikasi penawaran tingkat bunga antar bank untuk tenor O/N, 1 minggu dan 1 bulan masingmasing sebesar 5,86%, 6,36% dan 7,61% pada periode yang sama. % 8,0 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 PUAB O/N BI Rate 3,5 DF LF 3,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul AgsSep OktNov Des Jan Feb Apr Mei Jun Jul AgsSep Kecenderungan penurunan suku bunga PUAB tenor 1 minggu dan 1 bulan disebabkan oleh meningkatnya pasokan likuiditas perbankan Grafik 2.21 Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight dan BI Rate dalam bentuk giro bank di Bank Indonesia/bank reserves. Kenaikan likuiditas perbankan tersebut seiring dengan aliran masuk uang kartal pasca Lebaran dan aliran masuk rekening pemerintah ke sistem perbankan selama periode laporan seiring dengan ekspansi keuangan pemerintah menjelang akhir tahun. Ekspansi keuangan pemerintah antara lain berupa dropping subsidi listrik dan BBM serta pembayaran termin proyek. Dengan terjadinya peningkatan pasokan likuiditas tersebut, rata-rata volume transaksi PUAB pada triwulan III-2014 menurun sebesar 3% menjadi Rp11,80 triliun/hari dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan volume transaksi PUAB terbesar terjadi pada tenor 1 minggu ke atas (Grafik 2.22). Sejalan dengan penurunan volume tersebut, rata-rata frekuensi transaksi PUAB selama triwulan III-2014 juga mengalami penurunan Rp Triliun O/N 2-4 hr 1 mgg >1 mgg Tw II Tw III Tw IV TW I Tw II Tw III Rp Triliun Frekuensi Tw II Tw III Tw IV TW I TW II TW III Bank Peminjam Bank Pemberi Jlh Bank Pelaku Frekuensi (rhs) Grafik 2.22 Rata-Rata Harian Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank Grafik 2.23 Jumlah Bank Pelaku dan Frekuensi Pasar Uang Antar Bank 19

32 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran yakni sebesar 8% menjadi 146 transaksi/hari, dengan rata-rata jumlah bank pelaku sebesar 63 bank/hari (pada periode sebelumnya rata-rata sebanyak 70 bank/hari) (Grafik 2,23). Berdasarkan komposisinya, transaksi PUAB O/N masih mendominasi dengan porsi sebesar 67% dari total volume PUAB. Penurunan volume transaksi juga terjadi di pasar uang dengan agunan yaitu transaksi repurchase agreement (repo) antar pelaku pasar. Rata-rata volume transaksi repo pada triwulan III-2014 mengalami penurunan sebesar 37% menjadi Rp366,16 miliar/hari dari ratarata volume transaksi repo pada triwulan sebelumnya. Volume transaksi repo didominasi oleh tenor 2 minggu dan 1 bulan masing-masing sebesar 44% dan 17% dari total volume repo (Grafik 2.24). Rata-rata suku bunga repo dan PUAB tenor 1 bulan pada akhir periode triwulan III-2014 masing-masing sebesar 6,70% dan 7,26% (Grafik 2.25). Suku bunga transaksi repo yang lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga PUAB tersebut sejalan dengan karakteristik transaksi repo yang lebih rendah risikonya dikarenakan adanya agunan. Kondisi ini sekaligus merupakan cerminan keberhasilan program mini Master Repo Agreement (MRA) yang diinisiasi Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya pendalaman pasar keuangan. Keberadaan mini MRA tersebut diharapkan dapat semakin mendorong perbankan untuk mengoptimalkan pengelolaan likuiditasnya Rp Miliar >3 bulan 2 bulan <1 bulan 3 bulan 1 bulan % Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Sep Sep Okt Nov-13 Repo 1 bulan 30-Des Jan Feb-14 PUAB 1 bulan 27-Mar Apr Jun Jun Ags Sep Sep-14 Grafik 2.24 Volume Transaksi Repo Grafik 2.25 Suku Bunga Repo dan Pasar Uang Antar Bank 1 bulan Pasar Valuta Asing Kondisi pasar valuta asing (valas) relatif stabil selama triwulan III-2014, seiring dengan terjaganya likuiditas valas. Pada triwulan III-2014, volume transaksi valas domestik menunjukkan sedikit penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Total volume transaksi valas tercatat sebesar USD193,62 miliar atau turun tipis 2,5% dibandingkan total volume pada triwulan II-2014 yang tercatat sebesar USD198,63 miliar (Grafik 2.26). Berdasarkan komposisi transaksi, spot masih mendominasi transaksi di pasar valas dengan pangsa sebesar 72%, diikuti oleh transaksi swap (23%) dan forward (5%) (Grafik 2.27). Pada triwulan laporan, total volume spot naik 2% menjadi USD139,85 miliar, volume swap turun 18% menjadi USD44,06 miliar, sedangkan volume forward naik sebesar 24% menjadi USD9,71 miliar. 20

33 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Sumber: LHBU USD Juta Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III forward swap spot 100% 5% 4% 6% 5% 5% 4% 5% 90% 80% 24% 24% 23% 23% 27% 23% 36% 70% 60% 50% 40% 30% 59% 72% 70% 71% 72% 69% 72% 20% 10% 0% Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Sumber: LHBU Grafik 2.26 Perkembangan Volume Transaksi Valas Domestik Grafik 2.27 Perkembangan Komposisi Transaksi Valas Domestik 2.7. Perkembangan Sistem Keuangan Di tengah tren melambatnya perekonomian domestik, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia masih terjaga pada level aman. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan pada triwulan III-2014 (0,79) berada pada kondisi normal dan membaik dibanding triwulan sebelumnya (0,84). Perbaikan tersebut ditopang oleh kinerja perbankan dan lnstitusi Keuangan Non Bank (IKNB) yang positif, meskipun kinerja pasar keuangan cenderung melambat Perkembangan Pasar Keuangan Kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan III-2014 cenderung melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari naiknya yield dan volatilitas Surat Berharga Negara (SBN), walaupun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meningkat dan volatilitas IHSG lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Secara keseluruhan triwulan laporan, volatilitas IHSG menurun, namun terjadi peningkatan risiko sejak pertengahan triwulan III-2014 dikarenakan sikap investor terhadap kondisi politik domestik dan respons atas rencana kebijakan The Fed untuk menaikkan suku bunga. Peningkatan risiko pada pasar SBN tercermin dari naiknya yield di seluruh tenor dan kenaikan volatilitas SBN dibandingkan dengan triwulan II-2014 (Grafik 2.28 dan Grafik 2.29). Peningkatan risiko tersebut tidak mempengaruhi minat investor asing untuk melakukan investasi SBN. Hal ini tercermin dari inflow SBN pada triwulan III-2014 sebesar Rp33,47 triliun, meskipun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp42,69 triliun. Sejalan dengan hal ini, proporsi kepemilikan asing meningkat dari 34,51% (triwulan II-2014) menjadi 35,33% pada triwulan III Kinerja pasar keuangan melambat dipengaruhi oleh sikap investor terhadap kondisi politik domestik dan rencana kebijakan The Fed untuk menaikkan suku bunga. 21

34 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran % % 10 0,4 9 0,3 8 0,2 7 0,1 6 % Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang 5 1Y 2Y 3Y 4Y 5Y 6Y 7Y 8Y 9Y 10Y 11Y 12Y 13Y 15Y 16Y 18Y 20Y 30Y 0 30-Sep Jun-14 0 Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Grafik 2.28 Yield Obligasi Negara Grafik 2.29 Volatilitas Yield 20 hari Di pasar saham, kinerja pada triwulan III-2014 secara umum membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari meningkatnya IHSG sebesar 5,31% pada level 5137,58 dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya meningkat sebesar 2,31% pada level Rata-rata harian transaksi saham juga mengalami peningkatan sebesar Rp0,33 miliar atau mencapai Rp6,33 triliun dibandingkan triwulan II-2014 (Grafik 2.30). Membaiknya kinerja pasar saham juga didukung oleh penurunan rata-rata volatilitas IHSG menjadi 11,60%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 16,95% (Grafik 2.31). Rp Miliar Nilai rata-rata perdagangan saham harian IHSG (RHS) Indeks Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Poin IHSG (Rebased 1/1/11=100) Volatilitas IHSG (RHS) Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep % Grafik 2.30 Perkembangan dan Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG Grafik 2.31 Perkembangan dan Volatilitas IHSG Dibandingkan dengan kinerja bursa regional, kinerja pasar saham Indonesia pada triwulan III-2014 masih relatif baik. Hal ini tercermin dari peningkatan IHSG dan nilai kapitalisasi yang mengalami peningkatan. Nilai kapitalisasi pasar saham Indonesia untuk triwulan III-2014 sebesar USD417,70 miliar, meningkat USD8,9 miliar (2,18%) dibanding triwulan sebelumnya. Namun demikian, nilai kapitalisasi tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan bursa saham pada negara-negara lain di kawasan (Tabel 2.2). 22

35 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Tabel 2.2 Perkembangan Indeks Saham Regional Regional Market Indices Sep-2013 Des-2013 Mar-2014 Juni-2014 Sep-2014 Perubahan QtQ (%) Perubahan Ytd (%) Perubahan YoY (%) 1 Indonesia (IHSG) 4.316, , , , ,58 5,31 20,20 19,03 2 Jepang (Nikkei) , , , , ,52 6,67 (0,72) 11,88 3 Hong Kong (HSI) , , , , ,98 (1,11) (1,60) 0,32 4 China (Shanghai) 2.174, , , , ,87 15,40 11,72 8,70 5 Korea Selatan (Kospi) 1.996, , , , ,09 0,89 0,44 1,16 6 Singapore (STI) 3.167, , , , ,74 0,65 3,45 3,44 7 Malaysia (KLCI) 1.768, , , , ,31 (1,93) (1,11) 4,39 8 Thailand (SET) 1.383, , , , ,67 6,73 22,10 14,64 9 Australia (AS30) 5.217, , , , ,76 (1,58) (1,05) 1,51 10 Philippine (PSEi) 6.191, , , , ,07 6,41 23,66 17,62 11 India (Sensex) , , , , ,83 4,78 25,78 37,41 12 China (Shenzhen) 1.056, , , , ,50 21,58 26,08 26,21 Reksadana mengalami pertumbuhan yang melambat pada triwulan III-2014 dibandingkan triwulan sebelumnya. Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana pada triwulan III-2014 hanya tumbuh sebesar 3,69% lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 11,50%. Penurunan pertumbuhan NAB juga diiringi dengan berkurangnya pertumbuhan produk reksadana yang hanya sebesar 0,85% dibandingkan triwulan sebelumnya mencapai 4,15% (Grafik 2.32) Jumlah Jumlah RD (sk. kanan) NAB (Rp T) UP beredar (jt) Rp Triliun Perkembangan Industri Perbankan Ketahanan Permodalan Industri Perbankan Grafik 2.32 Perkembangan Industri Reksadana Ketahanan permodalan perbankan pada triwulan III-2014 secara industri masih cukup kuat, ditopang oleh meningkatnya modal. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) industri perbankan tercatat sebesar 19,44%, meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 19,40%. Peningkatan CAR disebabkan oleh pertumbuhan modal sebesar 2,36% (qtq). Tingginya modal perbankan tersebut memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap risiko di tengah kondisi melambatnya perekonomian Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan Perlambatan perekonomian domestik berimplikasi pada menurunnya pertumbuhan kredit industri perbankan. Pertumbuhan kredit pada triwulan III-2014 tercatat sebesar 13,16% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2014 yang mencapai 17,20% (yoy). Perlambatan pertumbuhan terutama dipengaruhi oleh perlambatan penyaluran pada Kredit Investasi (KI). Pertumbuhan KI pada triwulan laporan turun signifikan dari 22,5% (yoy) di triwulan II-2014 menjadi 16,40% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan melambatnya pertumbuhan investasi terutama pada investasi non-bangunan akibat kontraksi impor barang modal. Kinerja industri perbankan tetap solid ditengah perlambatan perekonomian. Fungsi intermediasi berjalan lancar dengan risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar yang terjaga. 23

36 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Selain pada KI, penurunan pertumbuhan juga terjadi pada Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Konsumsi (KK). KMK turun dari 17,3% (yoy) menjadi 13,33% (yoy), sedangkan KK turun dari 12,7% (yoy) menjadi 10,14% (yoy). Sejalan dengan perlambatan perekonomian domestik, risiko kredit industri perbankan yang tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) gross mulai menunjukkan peningkatan, meskipun dalam tingkat yang masih rendah (Grafik 2.33). Rasio NPL gross industri perbankan pada triwulan III-2014 tercatat sebesar 2,29%, naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,16% dan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 1,86%. Peningkatan NPL juga terkait dengan meningkatnya suku bunga kredit perbankan. Upaya yang dilakukan perbankan dalam meningkatkan kualitas manajemen risiko dan menyesuaikan pertumbuhan kredit telah mampu memitigasi potensi risiko kredit yang lebih besar. Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan risiko terjadi di KMK dan KI, sementara risiko KK tercatat stabil. Rasio NPL gross masing-masing tercatat naik dari 2,44% dan 2,27% pada triwulan II-2014 menjadi 2,55% dan 2,6% pada triwulan III-2014, sementara NPL gross KK tercatat stabil pada angka 1,57% (Grafik 2.34). % % 4,5 4,0 3,5 NPL Gross NPL Nett 3,00 2,50 2,55 2,60 3,0 2,5 2,0 1,5 2,29 1,27 2,00 1,50 1,00 1,57 1,0 0,5 0,50 0,0 Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep ,00 KMK KI KK Tw Tw Tw Tw Grafik 2.33 Rasio NPL Industri Perbankan Grafik 2.34 Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 % Perdagangan 2,97 1,58 Lain-lain Industri 2,15 Pengangkutan 3,79 Konstruksi 4,55 Pertanian 2,09 Jasa Dunia Usaha Tw Tw Tw Tw ,88 3,22 1,23 1,28 Jasa Sosial Pertambangan Listrik Ditinjau dari sektor ekonominya, peningkatan risiko kredit terjadi pada hampir seluruh sektor ekonomi terutama sektor pertambangan, konstruksi, dan pengangkutan (Grafik 2.35). Hal ini sejalan dengan tren penurunan di ketiga sektor tersebut. Khusus untuk sektor pertambangan, meningkatnya risiko dipengaruhi penurunan permintaan batubara karena perlambatan ekonomi dunia serta leverage ratio (rasio hutang terhadap modal) korporasi pada sektor tersebut yang cenderung meningkat. Grafik 2.35 Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi Peningkatan risiko di sektor konstruksi terkait dengan perlambatan ekonomi domestik 24

37 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran dan pelemahan nilai tukar rupiah yang berdampak pada peningkatan biaya bahan baku konstruksi. Sementara itu, peningkatan risiko di sektor pengangkutan terjadi akibat perlambatan kinerja ekspor sebagai dampak perlambatan ekonomi global Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan Di tengah melambatnya ekonomi nasional, Dana Pihak Ketiga (DPK) industri perbankan pada triwulan III-2014 tetap mengalami pertumbuhan, meskipun sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 2.36). DPK industri perbankan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 13,32% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,63% (yoy). Komponen DPK perbankan yang meningkat adalah tabungan dan deposito, sementara giro sedikit mengalami perlambatan. Penyesuaian suku bunga deposito 1 bulan yang cukup tinggi pada akhir triwulan III-2014 diperkirakan telah menarik minat deposan bank untuk % % , , , Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan DPK Adj Va (yoy) BI Rate (sk. kanan) 4 5 Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mar Jun Jul Ags Sep Grafik 2.36 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (yoy) melakukan pemindahan sebagian simpanan jenis giro dan tabungan ke dalam bentuk deposito. Seiring dengan perpindahan tersebut, pangsa Deposito terhadap keseluruhan DPK perbankan meningkat dari 45,78% pada triwulan II-2014 menjadi 46,88% pada akhir triwulan III Kondisi likuiditas industri perbankan pada triwulan III-2014 membaik dengan risiko likuiditas yang terjaga. Ditengah ekspansi kredit perbankan yang melambat dibandingkan dengan pertumbuhan DPK, menyebabkan alat likuid perbankan meningkat. Pada triwulan laporan, alat likuid perbankan meningkat sebesar Rp94,5 triliun (13,6%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya Rp694,619 triliun (Grafik 2.37). Hal ini ditunjukkan dari kenaikan rasio Alat Likuid (AL) 2 terhadap Non-Core Deposit (NCD) 3 menjadi sebesar 95,76% dibandingkan Rp Triliun Primary Reserves Tertiery Reserves Rp Triliun Secondary Reserves Alat Likuid (sk. kanan) % AL/NCD Tw IV 2012 Tw I 2013 Tw IV 2013 Tw I 2014 Tw II 2014 Tw III 2014 AL=Kas+Penempatan pada BI+Excess Reserve-GWM NCD=30% Giro+30% Tabungan+10%Deposito AL/NCD Grafik 2.37 Komposisi Alat Likuid Perbankan Grafik 2.38 Alat Likuid dan Non-Core Deposit 2 Alat Likuid terdiiri dari Kas, Penempatan pada BI, Giro Wajib Minimum, dan excess reserve. 3 Non Core Deposit mencakup 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito. 25

38 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran dengan rasio triwulan sebelumnya yang sebesar 86,91% (Grafik 2.38). Tingkat rasio AL/NCD yang jauh di atas threshold (50%) tersebut menunjukkan tingkat risiko likuiditas perbankan yang terjaga Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar Suku bunga perbankan pada triwulan III-2014 masih dalam tren menaik, baik suku bunga simpanan maupun pinjaman. Kondisi ini merupakan respons terhadap perkembangan kondisi perekonomian terkini dan pengetatan pada kebijakan moneter. Rata-rata suku bunga deposito 1 bulan pada triwulan laporan meningkat 18 bps dari triwulan sebelumnya menjadi 8,48%. Kenaikan suku bunga DPK tersebut diikuti oleh kenaikan pada suku bunga kredit. Rata-rata suku bunga kredit selama triwulan III-2014 naik sebesar 12 bps menjadi 12,88% dari rata-rata triwulan sebelumnya (Grafik 2.39). Berdasarkan jenis penggunaannya, suku bunga KMK, KI, dan KK pada triwulan III-2014 masing-masing naik 15 bps, 10 bps, dan 9 bps menjadi sebesar 12,78%, 12,34% dan 13,39% (Grafik 2.40). (%) (%) % 9 15 SB Dep 1 bln Rp 8,48 BI Rate 8 SB Kredit Rp (sk. kanan) 14 7, , SB KMK SB KI SB KK 13,39 12, , JanMarMeiJulSepNovJanMarMeiJulSepNovJanMarMeiJulSepNovJanMarMeiJulSepNovJanMarMeiJulSep Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Grafik 2.39 Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit, Deposito Rupiah 1 bulan, dan BI Rate Grafik 2.40 Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit per Jenis Penggunaan Kenaikan suku bunga perbankan juga tercermin dari Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang merupakan dasar bagi bank dalam penetapan suku bunga kredit. Peningkatan SBDK pada triwulan laporan terjadi pada semua segmen. SBDK segmen kredit korporasi mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan segmen kredit lainnya, yaitu sebesar 26 bps (qtq). Sementara itu, SBDK segmen kredit ritel meningkat sebesar 7 bps (qtq), sedangkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan non KPR masing-masing meningkat sebesar 5 bps (qtq), dan 1 bps (qtq) (Tabel 2.3). 26

39 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Segmen Kredit Tabel 2.3 Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%) Seluruh Sample Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Korporasi 10,51 10,72 10,51 10,18 9,86 9,81 9,75 9,69 9,53 9,65 10,08 10,64 10,59 10,68 10,94 0,26 0,86 Ritel 11,80 11,91 12,04 11,61 11,23 11,08 11,03 11,14 10,91 11,03 11,28 11,72 11,89 12,05 12,12 0,07 0,84 KPR 11,16 11,38 11,04 10,71 10,61 10,50 10,45 10,41 10,33 10,37 10,63 10,83 11,13 11,14 11,19 0,05 0,56 Non-KPR 11,56 11,86 11,88 11,51 11,05 10,99 10,67 10,65 10,62 10,59 11,06 11,55 11,92 11,98 11,99 0,01 0,93 Jun 14 - Sep 14 (qtq) Sep 13 - Sep 14 (yoy) Perkembangan Institusi Keuangan Non Bank Tabel 2.4 Perkembangan Penyaluran Pembiayaan Keterangan (Dalam Rp Triliun) A. Kredit Perbankan 130,24 327,92 434,25 507,77 585,01 14,02 161,26 3,13 B. Pembiayaan Non Bank 45,56 156,76 158,96 154,32 161,02 19,03 50,28 11,73 B1. Pasar Modal 40,26 112,95 100,01 97,57 115,04 14,61 41,80 6,77 - IPO & Right Issue Pasar Saham 13,04 76,35 54,28 30,10 57,54 8,63 21, Obligasi Korporasi & Sukuk 27,22 36,60 45,74 67,46 57,50 5,98 20,00 6,77 B2. Perusahaan Pembiayaan 5,30 43,81 58,95 56,75 45,98 4,42 8,48 4, Tw 1 Tw 2 Tw 3 Kinerja asuransi pada triwulan III menunjukkan peningkatan. Peningkatan kinerja tersebut tercermin dari kenaikan total aset dan membaiknya efisiensi industri asuransi. Total aset industri asuransi tumbuh sebesar 7,28% (ytd) menjadi Rp733,91 triliun (Grafik 2.41). Salah satu faktor yang mendorong kenaikan aset adalah keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sementara itu, membaiknya efisiensi ditunjukkan dengan menurunnya rasio Klaim Bruto terhadap Premi Bruto pada triwulan IV , yaitu dari 61,56% menjadi 61,29% (Grafik 2.42). Penyaluran pembiayaan melalui institusi keuangan non bank selama triwulan III-2014 mengalami penurunan, dipengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kondisi politik domestik. Rp Triliun ,30% ,12% 733, ,32 80,57% 80,64% ,75 684,14 497, ,7 551,2 591, Sep-14 Aset Investasi Rasio 90% 88% 86% 84% 82% 80% 78% 76% 74% 72% 70% Rp Triliun % % 61,56% 61,29% % 57,33% ,07 198, % ,13 50% ,62 121,67 45% 80 87,79 40% 60 35% % 0 25% Klaim Bruto Premi Bruto Rasio Grafik 2.41 Aset dan Investasi Industri Asuransi Grafik 2.42 Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi 4 Posisi data terakhir untuk aset dan investasi yang diperoleh dari otoritas jasa keuangan adalah triwulan III-2014 berdasarkan surat No. S-33/PB.222/2014 dalam rangka penyusunan Financial Soundness Indicator (FSI) Indonesia triwulan III Posisi data terakhir yang diperoleh dari laporan Otoritas Jasa Keuangan pada triwulan IV-2013 non audited. 27

40 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Rp Triliun 450,00 400,00 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 Jumlah Aktiva Ekuitas Piutang Pembayaran Kewajiban 100,00 50,00 - Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Grafik 2.43 Perkembangan Aktiva Perusahaan Pembiayaan Terkait dengan Perusahaan Pembiayaan (PP), pada triwulan III-2014, volume usaha mengalami peningkatan seiring meningkatnya aktiva produktif berupa piutang pembiayaan. Porsi pembiayaan terbesar berupa pembiayaan konsumen dengan fokus pembiayaan otomotif. Pada sisi aktiva, total aset PP pada periode laporan sebesar Rp417,19 triliun meningkat 1,08% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp412,75 triliun. Peningkatan tersebut terutama bersumber dari peningkatan pembiayaan, dimana porsi pembiayaan PP terhadap total aset sebesar 87,70% (Grafik 2.43). Jumlah piutang pembiayaan mencapai Rp365,89 triliun atau tumbuh 1,37% (qtq), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 2,41% qtq. Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan pembiayaan Sewa Guna Usaha (SGU) yang pada triwulan III-2014 tumbuh -0,67% (qtq) atau -1,62% (yoy), seiring dengan penurunan harga komoditas global (Tabel 2.5). Tabel 2.5 Perkembangan Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Rp Triliun Industri PP Sep 12 Sep 13 Dec 13 Mar 14 Jun 14 Sep 14 Growth Growth 2013 (yoy) 2014 (yoy) Growth (Ytd) Growth Tw II-14 (qtq) Growth Tw III-14 (qtq) Pembiayaan 297,29 339,65 348,04 352,45 360,93 365,89 14,25% 7,73% 3,82% 2,41% 1,37% Sewa Guna Usaha 107,51 116,66 117,36 114,77 115,54 114,77 8,51% -1,62% -2,21% 0,67% -0,67% Anjak Piutang 4,11 6,39 7,70 7,93 8,34 8,61 55,57% 34,65% 11,86% 5,21% 3,25% Kartu Kredit 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,02 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% Pembiayaan Konsumen 185,66 216,59 222,97 229,74 237,05 242,50 16,66% 11,96% 8,76% 3,18% 2,30% Obligasi 13% Ekuitas 22% Pinjaman Bank DN 34% Secara garis besar, sumber pendanaan PP berasal dari pinjaman bank dalam negeri, pinjaman bank luar negeri, dan obligasi yang diterbitkan serta ekuitas. Peningkatan suku bunga domestik mendorong PP meningkatkan eksposur pinjamannya ke luar negeri. Pada posisi 30 September 2014, sumber Pinjaman Bank LN dana PP berupa pinjaman bank luar negeri Pinjaman 27% Pinjaman Lainnya LN Lainnya DN meningkat sebesar 6,68% (qtq) menjadi 3% 1% Rp104,57 triliun. Sedangkan pinjaman yang berasal dari bank dalam negeri turun -3,26% (qtq) menjadi sebesar 132,52 triliun (Tabel Grafik 2.44 Komposisi Pendanaan Industri Perusahaan Pembiayaan 2.6). Meskipun mengalami penurunan, sumber pinjaman bank dalam negeri secara umum masih mendominasi sumber pendanaan PP yaitu sebesar 34% (Grafik 2.44). 28

41 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Industri PP Tabel 2.6 Sumber Pendanaan Industri Perusahaan Pembiayaan Sep 12 Sep 13 Dec 13 Mar 14 Jun 14 Sep 14 Growth Growth 2013 (yoy) 2014 (yoy) Growth (Ytd) Growth Tw II-14 (qtq) Pinjaman Bank DN 113,36 138,08 137,74 133,66 136,98 132,52 21,81% -4,02% -0,85% 2,49% -3,26% Pinjaman Lainnya DN 8,34 4,11 4,37 4,88 5,13 5,19-50,77% 26,43% 6,36% 5,07% 1,22% Pinjaman Bank LN 77,46 85,99 87,99 88,06 98,02 104,57 11,02% 21,61% 18,75% 11,32% 6,68% Pinjaman Lainnya LN 10,59 13,11 13,26 10,79 11,19 10,92 23,84% -16,70% 1,21% 3,71% -2,42% Obligasi 42,53 50,50 53,21 53,15 51,30 50,06 18,74% -0,87% -5,80% -3,47% -2,42% Ekuitas 63,96 78,80 82,75 84,64 83,16 85,78 23,20% 8,86% 1,35% -1,75% 3,15% Rp Triliun Growth Tw III-14 (qtq) Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) Kinerja Sektor Korporasi Kegiatan usaha pada triwulan III-2014 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama pada tahun lalu. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia menginformasikan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 11,25%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 21,05% dan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 13,35% (Grafik 2.45). Melambatnya kinerja sektor korporasi tersebut sejalan dengan pertumbuhan kredit kepada sektor korporasi yang melambat. Kredit sektor korporasi pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 14,5% (yoy) mencapai Rp1.912,6 triliun, lebih lambat dari triwulan sebelumnya sebesar 20,5% (yoy). Meski pertumbuhan kreditnya melambat, tingkat risiko kredit sektor tersebut relatif terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,2%, dibawah batas NPL sebesar 5%. Dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama tahun sebelumnya, secara umum kinerja korporasi publik pada triwulan II mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari indikator utama kinerja korporasi seperti Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Grafik 2.45 Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Inventory Turn Over yang memburuk, tingkat utang (Debt to Equity Ratio) yang sedikit meningkat pada semua sektor, serta solvabilitas dan likuiditas yang sedikit menurun (Tabel 2.7). 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0-1,0 % qtq % SBT 11,25 26,28-2,0 0,0 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Pertumbuhan PDB (sb. kiri) Realisasi Nilai SBT SKDU (sb. kanan) Perkiraan *) Angka perkiraan 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 Melambatnya perekonomian berdampak terhadap kinerja sektor korporasi, namun sektor rumah tangga masih menunjukkan kinerja yang positif. 6 Data terakhir kinerja koorporasi sampai dengan triwulan II

42 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Sektor Sumber: Bloomberg, periode triwulan II-2014 Return On Asset Tabel 2.7 Kinerja Korporasi Publik Triwulan II-2013 dan Triwulan II-2014 Return On Equity Debt to Equity Ratio Current Ratio Pertanian 4,4% 4,0% 8,1% 7,9% 0,87 1,08 1,23 0,89 2,14 1,92 8,00 8,72 Industri Dasar dan Kimia 6,6% 4,9% 14,2% 10,5% 1,14 1,15 1,62 1,49 1,88 1,87 5,58 5,74 Industri Barang Konsumsi 13,2% 12,2% 25,2% 24,9% 0,94 1,11 1,58 1,55 2,06 1,90 4,68 4,61 Infrastruktur, utilitas dan transportasi 5,5% 4,0% 12,5% 9,6% 1,49 1,54 0,97 0,96 1,67 1,65 83,59 69,98 Aneka Industri 8,0% 6,7% 18,4% 15,0% 1,24 1,25 1,22 1,19 1,80 1,80 9,19 8,59 Pertambangan 0,3% 1,7% 0,8% 4,4% 1,75 1,69 1,18 1,05 1,57 1,59 13,07 13,20 Properti dan Real Estate 7,4% 7,1% 14,8% 14,8% 1,08 1,07 1,80 1,72 1,92 1,94 1,91 1,91 Perdagangan, jasa dan investasi 6,8% 1,9% 12,5% 3,6% 0,84 0,90 1,69 1,53 2,20 2,11 7,88 7,54 Agregat 6,2% 4,9% 13,2% 10,6% 1,18 1,22 1,42 1,32 1,85 1,82 6,86 6,65 TA/TL Inventory Turn Over Kinerja Sektor Rumah Tangga Kinerja sektor rumah tangga pada triwulan III-2014 menunjukkan pertumbuhan yang cukup kuat. Hal ini sejalan dengan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian. Hasil survei konsumen oleh Bank Indonesia menunjukkan terdapat optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi 6 bulan ke depan. Secara rata-rata, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan III-2014 sebesar 119,9, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 115,7 maupun triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 107,9 (Grafik 2.46). Sejalan dengan perlambatan ekonomi domestik, kredit perbankan kepada sektor Rumah Tangga tumbuh melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Kredit perbankan ke sektor Rumah Tangga pada triwulan III-2014 sebesar Rp 774,22 triliun atau tumbuh sebesar 14,43% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 15,44%. Dari sisi penggunaannya, pangsa kredit sektor Rumah Tangga masih didominasi oleh kredit Perumahan (43,1%) dan kredit Multiguna (36,5%). Selanjutnya, kredit sektor Rumah Tangga dalam bentuk kredit Kendaraan (15,6%), kredit sektor Rumah Tangga Lainnya (4,4%), dan kredit Peralatan Rumah Tangga (0,3%) (Grafik 2.47). (Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota) 140,0 130,0 120,0 110,0 100,0 PESIMIS 114,4 107,9 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) IKK Triwulanan 119,9 115,7 Peralatan RT 0,3% Kendaraan 15,6% Multiguna 36,5% RT Lainnya 4,4% 90,0 80,0 OPTIMIS Rencana Kenaikan Kenaikan Harga BBM Harga BBM Perumahan 43,1% Grafik 2.46 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 2.47 Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga 30

43 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Risiko kredit Rumah Tangga pada triwulan III-2014 sedikit meningkat. Hal ini tercermin dari meningkatnya rasio NPL gross dari 1,56% pada triwulan III-2013 menjadi 1,72% pada triwulan III Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pada triwulan III-2014, penyaluran kredit UMKM yang sudah dicairkan mencapai Rp709,6 triliun atau tumbuh 15,2% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan II-2014 yang tumbuh sebesar 17,4%. Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di samping itu, beberapa bank masih fokus pada perbaikan NPL sehubungan meningkatnya risiko pemberian kredit, yang menyebabkan bank menjadi semakin selektif dalam pemberian kredit. Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM ini terutama terjadi di sektor Perantara Keuangan, Perdagangan Besar & Eceran, Transportasi & Telekomunikasi, dan sektor Pertanian & kehutanan. Sementara itu, pangsa kredit UMKM terhadap total kredit perbankan pada triwulan III-2014 tercatat sebesar 19,8% atau masih stabil pada kisaran 19%-20%. Dari jumlah tersebut, pangsa kredit kepada Usaha Menengah dan Kecil mengalami peningkatan menjadi 49,5% dan 30,6%, sedangkan pangsa kredit Usaha Mikro mengalami penurunan menjadi 19,9%. 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 - (%) Jan BI Rate Inflasi Suku Bunga Kredit UMKM (rhs) NPL UMKM Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tetap tumbuh positif pada triwulan III-2014, namun sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya. Risiko kredit UMKM pada triwulan III-2014 kembali mengalami peningkatan dengan NPL Grafik 2.48 NPL Kredit UMKM sebesar 4,33% atau lebih besar dibandingkan triwulan II-2014 sebesar 4,10%. NPL UMKM masing-masing tercatat sebesar 3,05%, 5,58%, dan 4,08% (Grafik 2.48). Peningkatan NPL kredit UMKM terutama dipengaruhi oleh penurunan kemampuan bayar debitur akibat penurunan volume usaha dan pengaruh faktor internal perbankan antara lain terkait kualitas dan kuantitas SDM dalam bidang analisa dan monitoring kredit UMKM, serta field collection Perkembangan Sistem Pembayaran Penyelenggaraan sistem pembayaran selama triwulan III-2014 secara umum berlangsung dengan baik dan lancar. Kehandalan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia tetap terjaga. Hal ini tercermin dari ketersediaan sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai setelmen dana, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) sebagai setelmen transaksi surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia, serta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang mencapai 100%. Sedangkan kemampuan setelmen dari sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia mencapai 99,98%. Transaksi sistem pembayaran non tunai pada triwulan III-2014 mengalami peningkatan, baik dari sisi nilai maupun volume. Nilai transaksi pembayaran non tunai meningkat Transaksi sistem pembayaran selama triwulan III-2014 mengalami peningkatan serta tetap berjalan aman dan lancar. 31

44 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran sebesar Rp8.742,08 triliun (26,97%), sedangkan volume transaksi meningkat sebesar 36,12 juta transaksi (3,16%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Tabel 2.8 dan Tabel 2.9). Peningkatan nilai transaksi sistem pembayaran tersebut sebagian besar berasal dari peningkatan transaksi moneter. Peningkatan volume transaksi lebih disebabkan oleh meningkatnya transaksi masyarakat melalui instrumen non tunai, seiring dengan perayaan hari raya Idul Fitri dan pelaksanaan pemilihan umum Presiden Transaksi pembayaran yang diselesaikan melalui sistem BI-RTGS mengalami peningkatan, baik dari sisi nilai maupun volume. Nilai transaksi pembayaran yang diselesaikan melalui sistem BI-RTGS meningkat sebesar Rp5.716,17 triliun (23,67%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp29.866,56 triliun. Sementara itu, volume transaksi meningkat sebesar 48,60 ribu (1,09%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 4,47 juta transaksi menjadi sebesar 4,52 juta transaksi. Peningkatan nilai transaksi dan volume tersebut terutama disebabkan oleh transaksi pengelolaan moneter, sejalan dengan penyerapan likuiditas oleh Bank Indonesia dan transaksi masyarakat. Peningkatan operasi moneter juga mengakibatkan peningkatan nilai transaksi Bank BI-SSSS pada triwulan III Peningkatan terjadi sebesar Rp2.969,84 triliun (46,43%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp6.396,94 triliun menjadi Rp9.366,77 triliun. Sementara volume transaksi melalui BI-SSSS menurun sebesar 3,12 ribu transaksi (8,07%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dari 38,69 ribu transaksi menjadi 35,57 ribu transaksi. Peningkatan transaksi juga terjadi pada SKNBI. Nilai transaksi SKNBI selama periode laporan tercatat sebesar Rp716,36 triliun atau naik sebesar Rp5,64 triliun (0,79%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Volume transaksi melalui SKNBI juga mengalami peningkatan sebesar 316,78 ribu (1,18%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan nilai dan volume transaksi melalui SKNBI sebagian besar terjadi pada transaksi transfer kredit antar peserta kliring. Tabel 2.8 Nilai Transaksi Pembayaran Nominal (Triliun Rp) Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai BI-RTGS , , , , , , , , , ,10 23,67% 13,26% - Pengelolaan Moneter 8.970, , , , , , , , , ,58 51,97% 10,23% - Pemerintah 696,86 835,03 813,80 934, ,89 895,89 939,18 949,31 10,13 135,52 1,08% 16,65% - Masyarakat 3.970, , , , , , , ,89 (2,45) 409,10-0,05% 9,25% - Pasar Modal 469,34 665,06 502,68 522, ,14 506,50 824,85 699,65 (125,20) 196,96-15,18% 39,18% - Valas 812, ,56 807,92 896, ,63 851, , ,29 (161,02) 563,36-10,51% 69,73% - PUAB 1.189, , , , , , , ,19 22,10 212,37 1,43% 15,64% - Lain-lain 2.667, , , , , , , ,10 (134,66) (3,26) -3,76% -0,09% BI-SSSS 4.939, , , , , , , , , ,83 46,43% 13,40% SKNBI 547,87 605,66 680,80 707, ,31 701,20 710,71 716,36 5,64 35,56 0,79% 5,22% Debet 394,76 414,81 421,16 425,56 1,656,29 420,88 417,95 411,87 (6,08) (9,29) -1,45% -2,21% - Cek 52,40 55,89 55,35 58,17 221,80 52,87 53,07 54,46 1,39 (0,89) 2,62% -1,62% - Bilyet Giro 342,22 358,78 365,69 367,27 1,433,98 346,13 364,76 357,29 (7,47) (8,41) -2,05% -2,30% - Warkat Debet Lainnya 0,14 0,14 0,11 0,12 0,51 21,87 0,12 0,12-0,01 0,00% 7,08% Kredit 153,11 190,84 259,64 282,43 886,02 280,32 292,77 304,49 11,72 44,85 4,00% 17,27% APMK 901,67 989, , , , , , ,91 50,40 169,46 4,35% 16,30% - Kartu Kredit 51,09 55,23 57,08 59,62 223,02 59,78 63,65 64,41 0,76 7,33 1,20% 12,83% - Kartu ATM dan ATM/Debet 850,58 934,38 982, , , , , ,50 49,63 162,14 4,53% 16,51% Uang Elektronik 0,59 0,68 0,90 0,74 2,91 0,73 0,83 0,86 0,03 (0,04) 3,47% -3,99% Total , , , , , , , , , ,92 26,97% 13,23% Sumber data: EDW SP dan EDW LKPBU per 5 November Total 2014 Naik/(Turun) % Naik/(Turun) Q-I Q-II Q-III Q-IV 2013 Q-I Q-II Q-III QtQ YoY QtQ YoY 32

45 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Tabel 2.9 Volume Transaksi Pembayaran Volume (Ribu Transaksi) Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai Sumber data: EDW SP dan EDW LKPBU per 5 November Total 2014 Naik/(Turun) % Naik/(Turun) Q-I Q-II Q-III Q-IV 2013 Q-I Q-II Q-III QtQ YoY QtQ YoY BI-RTGS 4.250, , , , , , , ,95 48,60 256,43 1,09% 6,01% - Pengelolaan Moneter 24,20 21,33 18,37 18,42 82,32 18,23 16,47 17,91 1,44 (0,46) 8,73% -2,48% - Pemerintah 135,79 140,71 136,78 140,95 554,23 137,38 134,65 134,76 0,11 (2,02) 0,08% -1,48% - Masyarakat 3.752, , , , , , , ,12 33,63 245,40 0,85% 6,58% - Pasar Modal 16,30 18,03 14,96 17,46 66,74 15,73 19,96 20,36 0,39 5,40 1,96% 36,08% - Valas 17,43 19,46 12,76 17,07 66,72 16,34 26,75 28,17 1,42 15,41 5,32% 120,84% - PUAB 19,39 25,54 20,31 19,37 84,60 19,12 20,50 19,58 (0,92) (0,73) -4,48% -3,59% - Lain-lain 284,00 325,88 331,64 371, ,11 352,10 312,53 298,99 (13,54) (32,65) -4,33% -9,84% BI-SSSS 34,16 34,16 28,52 35,13 131,97 32,92 38,69 35,57 (3,12) 7,05-8,07% 24,72% SKNBI , , , , , , , ,83 316,78 832,13 1,18% 3,17% Debet , , , , , , , ,04 (660,25) (712,89) -6,26% -6,73% - Cek 926,41 939,16 918,60 929, ,54 877,50 903,27 863,58 (39,69) (55,03) -4,39% -5,99% - Bilyet Giro 9.469, , , , , , , ,46 (618,14) (645,36) -6,55% -6,82% - Warkat Debet Lainnya 219,12 222,21 214,51 206,08 861,92 206,16 204,43 202,00 (2,42) (12,50) -1,18% -5,83% Kredit , , , , , , , ,79 977, ,02 6,02% 9,86% APMK , , , , , , , , , ,67 2,87% 16,31% - Kartu Kredit , , , , , , ,35 63,045,29 (1.196,06) 1.715,87-1,86% 2,80% - Kartu ATM dan ATM/Debet , , , , , , , , , ,80 3,17% 17,25% Uang Elektronik , , , , , , , , , ,50 11,59% 37,73% Total , , , , , , , , , ,78 3,16% 16,69% Selain transaksi pembayaran melalui sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI, Bank Indonesia juga melakukan kegiatan setelmen Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan oleh pemerintah. Setelmen dilakukan sebanyak 13 kali untuk setelmen SBN Rupiah dengan nominal sebesar Rp96,3 triliun. Selain dilakukan oleh Bank Indonesia, penyelenggaraan sistem pembayaran juga dilakukan oleh pihak lain di luar Bank Indonesia (bank, lembaga selain bank, dan perusahaan telekomunikasi). Kinerja penyelenggaraan sistem pembayaran oleh pihak lain di luar Bank Indonesia selama triwulan III Menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini ditopang dengan upaya Bank Indonesia dalam memperluas penggunaan instrumen nontunai di masyarakat. Perkembangan yang positif ini tercermin dari adanya peningkatan pada transaksi Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan uang elektronik, baik dari sisi nilai maupun volume. Nilai dan volume transaksi APMK pada triwulan III-2014 meningkat masing-masing sebesar Rp50,40 triliun (4,35%) dan 30,63 juta transaksi (2,87%), sejalan dengan pertumbuhan jumlah kartu sebesar 6,28%. Peningkatan nilai dan volume transaksi APMK didominasi oleh penggunaan transaksi kartu ATM dan ATM/Debet. Hal ini terutama disebabkan oleh transaksi dalam rangka persiapan hari raya Idul Fitri dan hari libur sekolah. Pada triwulan tersebut, transaksi kartu ATM dan ATM/Debet untuk tarik tunai naik 6,10%, sementara transaksi non-tunai (transfer intrabank, transfer interbank dan belanja) naik 3,37%. Namun demikian, transaksi non-tunai masih memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan transaksi tarik tunai yaitu 56,69% dari total transaksi kartu ATM dan ATM/Debet. Transaksi dengan menggunakan instrumen uang elektronik pada triwulan III-2014 juga menunjukkan peningkatan, baik dari sisi nilai maupun volume transaksi. Nilai transaksi uang elektronik naik sebesar Rp0,03 triliun (3,47%), sementara volume transaksi naik sebesar 5,13 juta transaksi (11,59%). Jumlah instrumen uang elektronik juga mengalami peningkatan yakni sebesar 6,61%. Berdasarkan nilai transaksi, uang elektronik yang diterbitkan oleh perbankan lebih banyak digunakan oleh masyarakat, namun berdasarkan jumlah penggunanya, uang elektronik yang diterbitkan perusahaan telekomunikasi lebih mendominasi. 33

46 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Selain APMK dan uang elektronik, Bank Indonesia juga merupakan regulator bagi penyelenggara transfer dana dan penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB). Berdasarkan pemantauan Bank Indonesia, penyelenggaraan transfer dana oleh penyelenggara transfer dana bukan bank pada triwulan III-2014 mengalami kenaikan. Kenaikan nominal dan volume transaksi transfer dana tersebut masing-masing tercatat sebesar Rp2,93 triliun (28,15%) dan 1,72 juta transaksi (97,87%) (Tabel 2.10). Mayoritas transaksi merupakan pengiriman uang dari luar negeri ke dalam negeri (incoming). Tabel 2.10 Perkembangan Total Transaksi Transfer Dana Triwulan II Triwulan III Q to Q Q to Q (%) PERIODE 2014 Volume Nominal (Rp Juta) Volume Nominal (Rp Juta) Volume Nominal (Rp Juta) Volume Nominal Transfer Dana ,87% 28,15% Sumber data: Laporan Transfer Dana Bukan Bank per 5 November 2014 Transaksi jual/beli Uang Kertas Asing (UKA) dan pembelian Travellers Cheque (TC) pada triwulan III-2014 mengalami peningkatan sebesar Rp3,02 triliun (6,99%) dibandingkan dengan pada triwulan II-2014 (Tabel 2.11). Peningkatan ini didominasi oleh mata uang USD dan Arab Saudi Riyal (SAR) yang terjadi seasonal saat musim liburan, ibadah umroh Ramadhan, dan ibadah haji. Tabel 2.11 Perkembangan Total Transaksi Jual/Beli Uang Kertas Asing-Travellers Cheque Pedagang Valuta Asing Bukan Bank Triwulan II III 2014 PERIODE 2014 TRIWULAN II (Rp Juta) TRIWULAN III (Rp Juta) Q to Q (Rp Juta) Q to Q (%) TRANSAKSI UKA -TC ,99% Sumber data: LKPBU per 5 November 2014 Perkembangan sistem pembayaran selama triwulan III-2014 menunjukkan kinerja positif, baik dari sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia maupun industri. Perkembangan tersebut sejalan dengan berbagai kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran yaitu untuk menjaga agar sistem pembayaran dapat berjalan aman, lancar dan efisien, serta mengedepankan aspek perlindungan konsumen. Rata-rata harian uang kartal yang diedarkan (UYD) mengalami peningkatan, sejalan dengan naiknya permintaan uang oleh masyarakat pada periode bulan Ramadhan dan Idul Fitri Perkembangan Pengedaran Uang Pada triwulan III-2014, rata-rata harian UYD tercatat sebesar Rp491,3 triliun, meningkat Rp39,2 triliun atau naik 8,7% (qtq) dibanding triwulan II-2014 yang sebesar Rp452,1 triliun. Peningkatan UYD tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan uang oleh masyarakat pada periode bulan Ramadhan dan Idul Fitri 2014 (Grafik 2.49). Hal ini terlihat dari naiknya rata-rata harian uang kartal di luar sistem perbankan (currency outside banks) sebesar 6,4% dari Rp381,6 triliun pada triwulan II-2014 menjadi Rp406,1 triliun pada triwulan laporan. Dengan perkembangan tersebut, pangsa uang kartal di luar sistem perbankan mencapai 82,7%, selebihnya berupa persediaan kas perbankan sebesar 17,3% (Tabel 2.12). Ditinjau dari trennya, pertumbuhan UYD menunjukkan kecenderungan yang melambat. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami perlambatan (Grafik 2.50). 34

47 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Rp triliun ,6% 12,0% 2,4% 0,4% 0,3% 1,3% 11,5% 0,6% 0,6% -0,1% Nominal (Rp. triliun) Pertumbuhan (qtq) 9,9% 2,7% 0,4% 0,5% 8,7% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% 20% 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% % UYD, yoy % PDB Nom, yoy 200 Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III % 0% Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Grafik 2.49 Perkembangan Rata-rata Uang yang Diedarkan (qtq) Grafik 2.50 Pertumbuhan Produk Domestik Bruto dan Uang yang Diedarkan Tabel 2.12 Perkembangan Rata-rata Uang yang Diedarkan di Masyarakat dan Bank Periode Nominal (Triliun Rp) Pangsa Masyarakat Bank Jumlah Masyarakat Bank 2012 Q-I 291,0 52,9 343,9 84,6% 15,4% Q-II 300,4 51,9 352,3 85,3% 14,7% Q-III 327,6 65,1 392,8 83,4% 16,6% Q-IV 334,8 60,2 395,1 84,8% 15,2% 2013 Q-I 332,2 65,3 397,5 83,6% 16,4% Q-II 335,5 61,4 396,9 84,5% 15,5% Q-III 371,2 65,0 436,3 85,1% 14,9% Q-IV 378,2 69,8 448,0 84,4% 15,6% 2014 Q-I 377,3 72,8 450,0 83,8% 16,2% Q-II 381,6 70,5 452,1 84,4% 15,6% Q-III 406,1 85,2 491,3 82,7% 17,3% Berdasarkan pecahan, pangsa UYD untuk uang pecahan besar (UPB, Rp keatas) mengalami penurunan dari 92,7% pada triwulan II-2014 menjadi 92,0% pada triwulan III Berbeda dengan UPB, pangsa uang pecahan kecil (UPK, Rp kebawah) meningkat dari 7,3% pada triwulan II-2014 menjadi 8,0% pada triwulan III Peningkatan terjadi terutama pada pecahan Rp10.000, Rp5.000 dan Rp Peningkatan pangsa UPK pada triwulan laporan didukung oleh adanya kerjasama Bank Indonesia dengan perbankan nasional dan PT. Pegadaian di wilayah Jakarta dalam kegiatan penukaran UPK kepada masyarakat pada periode Ramadhan dan Idul Fitri Peningkatan UYD juga didorong oleh jumlah penarikan uang rupiah oleh perbankan dari Bank Indonesia (outflow). Outflow pada triwulan laporan mencapai Rp166,4 triliun, atau lebih besar dibanding jumlah setoran uang rupiah oleh perbankan ke Bank Indonesia (inflow) sebesar Rp157,3 triliun. Dengan demikian, selama triwulan III-2014, terjadi aliran bersih uang rupiah yang keluar dari Bank Indonesia (net outflow) sebesar Rp9,1 triliun. Aliran bersih uang rupiah yang keluar tersebut terjadi karena adanya net outflow yang mulai triwulan II sampai akhir tahun merupakan siklus normal. Dalam rangka menjaga kualitas uang yang layak edar di masyarakat (clean money policy), Bank Indonesia melakukan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). UTLE yang dimusnahkan pada triwulan III-2014 sebesar Rp29,7 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp22,6 35

48 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran triliun (Tabel 2.13). Peningkatan pemusnahan UTLE tersebut terutama terjadi pada Agustus dan September Hal ini disebabkan arus balik (inflow) uang kartal dari perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia pasca periode Ramadhan dan Idul Fitri Persediaan uang rupiah di Bank Indonesia selama triwulan III-2014 tetap terjaga dengan baik. Hal ini tercermin dari kemampuan posisi kas Bank Indonesia untuk menjaga kebutuhan penarikan perbankan dan masyarakat selama rata-rata 3,43 bulan, yang meningkat dibandingkan pada akhir triwulan II-2014 sebesar rata-rata 3,35 bulan. Meningkatnya posisi kas Bank Indonesia tersebut antara lain disebabkan adanya tambahan hasil cetak uang. Tabel 2.13 Indikator Pengedaran Uang Indikator Utama Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Rata-rata harian UYD (triliun Rp) 395,1 397,5 396,9 436,3 448,0 450,0 452,1 491,3 Pertumbuhan (qtq) 0,6% 0,6% -0,1% 9,9% 2,7% 0,4% 0,5% 8,7% Pertumbuhan (yoy) 16,4% 15,6% 12,7% 11,1% 13,4% 13,2% 13,9% 12,6% Posisi UYD akhir periode (triliun Rp) 439,7 394,8 413,5 434,7 500,0 448,4 464,9 474,0 Pertumbuhan (qtq) 14,3% -10,2% 4,7% 5,1% 15,0% -10,3% 3,7% 2,0% Pertumbuhan (yoy) 17,9% 15,9% 10,4% 13,0% 13,7% 13,6% 12,4% 9,0% Outflow (triliun Rp) 133,6 74,3 101,2 163,6 150,9 80,3 112,4 166,4 Pertumbuhan (qtq) 6,8% -44,4% 36,2% 61,7% -7,8% -46,7% 39,9% 48,1% Pertumbuhan (yoy) 24,6% 19,3% -6,8% 30,8% 12,9% 8,1% 11,0% 1,7% Inflow (triliun Rp) 78,6 119,5 86,5 144,3 86,6 132,5 95,9 157,3 Pertumbuhan (qtq) -32,0% 52,0% -27,6% 66,9% -40,0% 52,9% -27,6% 64,0% Pertumbuhan (yoy) 12,2% 25,3% 12,7% 24,8% 10,2% 10,8% 10,9% 9,0% Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Nominal (triliun Rp) 7,4 14,8 19,3 30,0 41,3 28,6 22,6 29,7 Pertumbuhan (qtq) 191,4% 99,7% 30,8% 55,2% 37,8% -30,8% -20,8% 31,1% Pertumbuhan (yoy) -82,3% -55,3% 320,6% 1080,8% 458,6% 93,7% 17,3% -1,0% Rasio Pemusnahan thd Inflow 9,4% 12,4% 22,3% 20,8% 47,7% 21,6% 23,6% 18,9% Lembar (miliar) 1,0 1,2 1,0 1,2 1,7 1,3 1,1 1,3 Pertumbuhan (qtq) 92,3% 15,9% -18,1% 24,3% 40,5% -24,1% -19,0% 25,3% Pertumbuhan (yoy) -42,7% -21,2% 36,7% 126,9% 65,8% 8,6% 7,5% 8,3% Lembar < Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Grafik 2.51 Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu Jumlah temuan uang palsu selama triwulan III-2014 yang dilaporkan oleh perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia, serta hasil penyidikan Kepolisian mengalami peningkatan yang tercatat sebesar lembar. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah temuan pada triwulan II-2014 yang tercatat sebesar lembar. Dengan demikian, jumlah temuan uang rupiah palsu sampai dengan triwulan III-2014 tercatat sebesar lembar, yang didominasi oleh pecahan Rp dan Rp (Grafik 2.51), dengan rasio jumlah temuan uang palsu tercatat sebesar 7 lembar per satu juta lembar uang yang beredar. Wilayah temuan uang rupiah palsu tertinggi terjadi di Provinsi DKI Jakarta. 36

49 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pada triwulan III-2014, Bank Indonesia menilai proses penyesuaian struktur perekonomian ke arah yang lebih seimbang masih terus berlangsung dengan ditopang oleh stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Untuk itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN korporasi. Bank Indonesia juga akan meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan agar proses penyesuaian ekonomi dapat berjalan baik dengan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang sustainable ke depan. Selain itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat ketahanan sistem keuangan secara menyeluruh dengan menjaga kelancaran sistem pembayaran dan pemenuhan uang beredar.

50 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1. Stabilitas Moneter Respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia selama triwulan II konsisten dengan upaya pengendalian inflasi menuju ke sasarannya yakni 4,5±1%, serta menurunkan defisit transaksi berjalan. Pada triwulan III-2014, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung penguatan struktur perekonomian domestik. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk mengendalikan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bauran kebijakan tersebut terdiri dari kebijakan moneter melalui penetapan suku bunga kebijakan, kebijakan nilai tukar, kebijakan untuk memperkuat operasi moneter, lalu lintas devisa dan pendalaman pasar keuangan, kebijakan makroprudensial, serta penguatan koordinasi dengan Pemerintah dan kerjasama dengan bank sentral lain Kebijakan Moneter Stance kebijakan moneter Bank Indonesia pada triwulan III-2014 masih tetap sejalan dengan triwulan sebelumnya yaitu mengarahkan inflasi menuju ke sasarannya dan mendukung penurunan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Stance kebijakan moneter tersebut dimaksudkan untuk memastikan proses penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih seimbang sehingga mampu mendukung pertumbuhan yang berkesinambungan. Kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia pada triwulan III-2014 masih konsisten dalam menjawab tantangan perekonomian, baik dari eksternal maupun domestik. Dari sisi eksternal, pemulihan ekonomi global terus berlanjut meskipun berjalan tidak merata. Pemulihan ekonomi global ditopang oleh perekonomian Amerika Serikat yang terus membaik, sehingga memperbesar kemungkinan rencana normalisasi kebijakan The Fed. Di sisi lain, perekonomian global masih menghadapi risiko terkait kecenderungan perlambatan ekonomi Eropa, Jepang dan Tiongkok. Di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi domestik masih mengalami perlambatan, terkait dengan melemahnya kegiatan investasi terutama investasi non-bangunan, penurunan ekspor akibat menurunnya harga komoditas dunia serta tertahannya ekspor komoditas primer. Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, sepanjang triwulan III-2014, Bank Indonesia melakukan kebijakan suku bunga dan nilai tukar. Dalam hal kebijakan suku bunga, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk mengendalikan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Selain itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam rangka mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, termasuk kebijakan untuk memperbaiki struktur ekonomi. Dalam hal kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya. Hal ini bertujuan untuk merespons pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi seiring dengan sentimen perlambatan ekonomi global. Secara keseluruhan, berbagai respons kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia tersebut cukup efektif dalam mendukung proses penyesuaian ekonomi yang tetap terkendali. Hal ini tercermin dari terjaganya tingkat inflasi serta menurunnya defisit transaksi berjalan. Selain itu, permintaan domestik juga tetap terkelola, meskipun pertumbuhan ekonomi triwulan III-2014 tercatat lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya, dipicu oleh melemahnya kegiatan investasi non-bangunan dan kontraksi ekspor komoditas primer. 38

51 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Selama triwulan III-2014, Bank Indonesia masih melanjutkan program inisiatif Memperkuat kerangka kebijakan moneter dan bauran kebijakan moneter yang terintegrasi untuk mendukung tercapainya sasaran target inflasi nasional. Bank Indonesia melaksanakan program inisiatif tersebut dalam upaya penguatan kerangka kerja dan bauran kebijakan moneter untuk memperkuat pengendalian inflasi dari sisi permintaan dan penawaran. Pada triwulan III-2014, penyusunan draf ketentuan Bank Indonesia yang mengatur tentang kerangka kebijakan moneter telah disajikan dalam board seminar dan saat ini tengah menjalani proses finalisasi. Penyusunan ketentuan Bank Indonesia tersebut dimaksudkan untuk semakin memperkuat governance dalam pengambilan kebijakan moneter Bank Indonesia ke depan. Lebih lanjut, dalam rangka penguatan kebijakan moneter, Bank Indonesia juga terus melakukan evaluasi dan penyempurnaan kerangka kerja kebijakan moneter, antara lain terkait dengan transmisi kebijakan moneter. Pada triwulan III-2014, penyusunan kajian mengenai term structure yang telah berhasil diselesaikan pada akhir Juni 2014 telah difinalisasikan dalam bentuk working paper dan disajikan dalam Seminar Hasil Penelitian. Selain itu, penyusunan kajian mengenai transmisi bauran kebijakan moneter juga telah diselesaikan sesuai rencana dan tengah menunggu proses finalisasi dalam bentuk working paper. Telah diselesaikannya penyusunan kedua kajian dimaksud diharapkan akan semakin memperkuat pelaksanaan kerangka kerja kebijakan moneter Bank Indonesia ke depan. Penguatan kerangka kebijakan moneter terus didukung oleh berbagai upaya untuk merespons permasalahan dari sisi penawaran. Upaya tersebut antara lain melalui: (1) penguatan kebijakan Bank Indonesia di daerah melalui penguatan kelembagaan, peningkatan kualitas kajian ekonomi daerah serta penguatan perangkat analisis; (2) penguatan Tim Pengendalian Inflasi (TPI)/Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID); dan (3) penyusunan kajian komprehensif mengenai ketahanan pangan. Untuk mendukung penyusunan asumsi dan perumusan kebijakan ekonomi daerah, pada triwulan III-2014 Bank Indonesia melalui kantor perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri telah berhasil menyusun model ekonomi regional dengan baik. Hal tersebut dapat diukur dari harmonisasi data yang telah lengkap dan valid, spesifikasi model yang sesuai dengan teori, dan pengujian model dan simulasi yang relatif baik. Model ekonomi regional yang disusun telah disesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah. Hasil penyusunan model ekonomi regional tersebut juga telah dipresentasikan dalam forum riset kantor perwakilan dan kantor pusat Bank Indonesia. Sebagai langkah ke depan, saat ini tengah dilakukan finalisasi pembuatan laporan hasil penelitian. Untuk memperkuat efektivitas perumusan kebijakan ekonomi daerah, Bank Indonesia akan terus melaksanakan penguatan SDM melalui berbagai pelatihan internal sebagai upaya capacity building SDM di kantor perwakilan Bank Indonesia Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar Pengelolaan Moneter Untuk menjaga pergerakan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N), Bank Indonesia mengelola surplus likuiditas melalui operasi moneter yang bersifat kontraktif. Sejalan dengan peningkatan surplus likuiditas harian, posisi instrumen operasi moneter (operasi pasar terbuka dan standing facilities) pada akhir triwulan III-2014 naik 25% dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi Rp332,10 triliun. Kenaikan posisi operasi moneter tersebut disebabkan oleh kenaikan posisi Reverse Repo-Surat Berharga Negara Posisi operasi moneter Bank Indonesia meningkat sejalan dengan strategi Bank Indonesia untuk mengelola likuiditas. 39

52 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia (RR-SBN), Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), Deposit Facility-Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (DF-FASBIS) masing-masing sebesar 70%, 28% dan 24%. Sementara itu, posisi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) - Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) serta Foreign Exchange (FX) Swap mengalami penurunan sebesar 27% dan 10% (Grafik 3.1). Sejalan dengan peningkatan posisi instrumen operasi moneter secara keseluruhan, suku bunga instrumen operasi moneter pada triwulan laporan cenderung bergerak turun dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.2). Rp Triliun % 7,5 7,0 6,5 6,0 Tw III-2013 Tw III-2014 Tw II-2014 (100) (200) DF/S SDBI Repo LF/S TD FX Swap SBI/S RR SBN Outs. OM Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III ,5 5,0 O/N (DF) 1 mgg 2 mgg 3 mgg 1 bln 2 bln 3 bln 6 bln 9 bln Grafik 3.1 Perkembangan Outstanding Instrumen Operasi Moneter Grafik 3.2 Perkembangan Suku Bunga Instrumen Operasi Moneter Berdasarkan komposisinya, instrumen operasi moneter masih didominasi oleh penempatan pada standing facilities, dalam hal ini Deposit Facility dan FASBIS sebesar 48% dari total posisi operasi moneter. Sementara itu, proporsi instrumen RR SBN, SBI-SBIS, SDBI dan FX Swap adalah masing-masing sebesar 38%, 26%, 9% dan -21%. Sejalan dengan upaya Bank Indonesia untuk mengoptimalkan penggunaan instrumen RR-SBN, Bank Indonesia meningkatkan penggunaannya dalam instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT). Hal ini tercermin dari kenaikan porsi RR-SBN pada triwulan laporan yang cukup siginifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang baru mencapai 28% dari total posisi operasi moneter. Sebaliknya, porsi SBI/S berkurang dari 44% menjadi 26% di triwulan laporan, dan terjadinya penurunan posisi FX swap jual disebabkan likuiditas perbankan yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.3). Komposisi OM Tw. II-2014 Komposisi OM Tw. III-2014 FX Swap; -29% FX Swap; -21% DF/S; 48% DF/S; 48% RR SBN; 28% RR SBN; 38% SDBI; 9% SBI/S; 44% SDBI; 9% SBI/S; 26% 40 Grafik 3.3 Komposisi Instrumen Operasi Moneter (OM)

53 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pengelolaan Nilai Tukar Sebagai bagian dalam upaya pengelolaan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia berupaya mendorong pelaku pasar mengoptimalkan pengelolaan likuiditasnya, tidak terkecuali perbankan syariah. Belum berkembangnya instrumen valas syariah di pasar domestik menyebabkan terbatasnya outlet pengelolaan dana valas perbankan syariah. Kondisi tersebut menyebabkan kelebihan dana valas perbankan syariah umumnya ditempatkan dalam bentuk nostro di bank konvensional dan bank luar negeri, serta di giro valas pada Bank Indonesia. Potensi penempatan valas di luar negeri bertambah sejalan dengan adanya tambahan funding valas dari kewajiban setoran dana haji di perbankan syariah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama 7. Dalam rangka mendukung pelaksanaan operasi moneter Bank Indonesia terkait dengan stabilisasi nilai tukar dan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan pasar keuangan syariah domestik, Bank Indonesia menerbitkan instrumen Term Deposit (TD) Valas Syariah pada tanggal 25 Juli 2014 yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia 8. TD Valas Syariah merupakan instrumen operasi moneter syariah Bank Indonesia pertama dalam denominasi valas. Penerbitan TD Valas Syariah melengkapi outlet pengelolaan likuiditas valas di tengah belum berkembangnya instrumen valas syariah pada pasar uang syariah dalam negeri. Bertambahnya pilihan instrumen pengelolaan likuiditas valas sekaligus diharapkan dapat meningkatkan peran perbankan syariah dalam membiayai pertumbuhan ekonomi. Bagi Bank Indonesia, TD Deposit Valas Syariah menambah variasi instrumen untuk menjaga keseimbangan likuiditas di pasar uang valas dan mendukung pencapaian stabilitas nilai tukar rupiah. TD Valas Syariah menggunakan akad ju alah, yaitu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu ( iwadh/ju l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. TD Valas Syariah diterbitkan dalam mata uang dolar Amerika Serikat melalui mekanisme lelang dengan jangka waktu 1 hari sampai dengan 12 bulan. Atas penempatan bank pada instrumen TD valas syariah, Bank Indonesia akan memberikan imbalan dan instrumen ini dapat dicairkan sebelum jatuh waktu (early redemption). Selain penerbitan TD Valas Syariah, dalam kerangka stabilisasi nilai tukar, Bank Indonesia juga menerbitkan penyempurnaan pengaturan mengenai transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia 9. Penyempurnaan pengaturan ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan likuiditas di pasar uang domestik melalui transaksi lindung nilai kepada Bank Indonesia. Beberapa pengaturan yang disempurnakan meliputi (i) memperluas ruang lingkup underlying transaksi berupa pinjaman luar negeri bank dalam bentuk perjanjian kredit dan/atau penerbitan surat utang serta dana usaha yang dinyatakan (declared business fund); (ii) Bank dapat mengajukan perpanjangan kontrak lindung nilai maupun transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia dengan jangka waktu dan persyaratan tertentu; (iii) setelmen perpanjangan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia dapat dilakukan secara netting, termasuk pada saat perpanjangan kontrak lindung nilai. Hal ini dimungkinkan selama netting dilakukan untuk nominal yang sama/lebih kecil dari dari nilai transaksi atau sesuai dengan nilai outstanding pinjaman luar negeri bank atau declared business fund bank pada setiap periode perpanjangan. 7 Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 30/2013 yang berlaku efektif April PBI No.16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah tanggal 25 Juli PBI No. 16/19/PBI/2014 tentang Perubahan atas PBI No. 15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.. 41

54 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sejalan dengan penyempurnaan ketentuan swap lindung nilai pada Bank Indonesia, dilakukan juga penyempurnaan ketentuan swap lindung nilai pada bank 10. Penyempurnaan ini merupakan konsekuensi dari penerbitan ketentuan transaksi valuta asing oleh bank dengan pihak domestik maupun asing 11 yang menyederhanakan dan merelaksasi underlying transaksi valas dan penyelesaian transaksi valas secara netting. BOKS Mendorong Transaksi Lindung Nilai (Hedging) Perusahaan BUMN Secara Transparan dan Akuntabel Bank Indonesia secara berkesinambungan berupaya mendorong agar pelaku ekonomi dapat mengelola kebutuhan valasnya dan risiko nilai tukar yang dihadapi. Upaya ini dilakukan dengan mempertimbangkan belum berkembangnya pasar valuta asing (valas) di Indonesia. Kondisi pasar valas domestik ditandai oleh dominannya penggunaan cash market untuk memenuhi kebutuhan valas pelaku ekonomi. Pemenuhan kebutuhan valas dalam jumlah besar melalui cash market dapat menimbulkan tekanan pelemahan nilai tukar yang signifikan, terutama jika terjadi pada saat suplai valas di pasar terbatas. Kondisi ini sangat mungkin terjadi mengingat pembelian valas oleh pelaku domestik cenderung melebihi suplainya. Dalam situasi berkembangnya sentimen negatif, baik yang bersumber dari global maupun domestik, kenaikan harga dolar (baca: pelemahan nilai tukar) akibat tekanan pembelian valas dapat memicu pembelian valas yang lebih besar oleh pihak-pihak yang sebenarnya tidak membutuhkan valas dalam waktu segera (front-loading). Fenomena tersebut dapat mengekskalasi pelemahan nilai tukar yang tajam (overshooting) sebagaimana pernah terjadi pada krisis keuangan Pada masa tersebut, pelemahan nilai tukar yang tajam menyebabkan nilai utang luar negeri menggelembung dan menyebabkan kebangkrutan pada banyak perusahaan yang selanjutnya diikuti oleh terpuruknya perekonomian Indonesia. Untuk memitigasi risiko akibat pergerakan nilai tukar, Bank Indonesia mendorong pelaku ekonomi untuk melakukan lindung nilai atas kegiatan ekonomi yang terpapar risiko nilai tukar. Upaya mendorong kegiatan lindung nilai oleh Bank Indonesia telah dimulai sejak tahun 2010 melalui penyempurnaan berbagai ketentuan yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas dan fleksibilitas perbankan dalam memenuhi kebutuhan transaksi valas nasabah. Penyesuaian ketentuan yang telah dilakukan meliputi relaksasi atas ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN) Bank (2010), relaksasi ketentuan transaksi derivatif (2012), dan penyesuaian underlying pembelian valas (2013). Mencermati korporasi BUMN merupakan pembeli valas utama di cash market, Bank Indonesia mendorong penggunaan lindung nilai oleh BUMN. Untuk itu, Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan berbagai pihak. Forum koordinasi antara 10 PBI No. 16/18/PBI/2014 tentang Transaksi Lindung Nilai kepada Bank. 11 PBI No. 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik dan PBI No. 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing. 42

55 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Bank Indonesia dengan Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Bank BUMN, dan beberapa BUMN besar telah berhasil menerbitkan payung hukum untuk mendorong kegiatan lindung nilai. 12 Menindaklanjuti penerbitan aturan lindung nilai tersebut, beberapa BUMN besar telah melakukan persiapan infrastruktur pendukung pelaksanaan kegiatan lindung nilai antara lain: sumber daya manusia, sistem, dan kebijakan transaksi lindung nilai termasuk di dalamnya penyusunan Standard Operating Procedure (SOP). Meski telah terdapat payung hukum, masih terdapat kekhawatiran BUMN untuk melaksanakan lindung nilai akibat risiko hukum yang mungkin timbul dari adanya selisih kurs. Kekhawatiran tersebut umumnya terkait potensi timbulnya selisih kurs negatif yang dapat dianggap sebagai kerugian negara dan digolongkan sebagai tindak pidana korupsi. Kekhawatiran terkait risiko di atas disebabkan masih terbatasnya pemahaman pemegang saham, auditor, dan penegak hukum terkait esensi dari kegiatan lindung nilai melalui transaksi derivatif, terutama terkait selisih kurs negatif yang sering dianggap sebagai kerugian. Padahal, selisih kurs negatif merupakan biaya yang harus dibayar oleh BUMN untuk mengurangi ketidakpastian usaha (business uncertainty). Bertolak dari permasalahan tersebut, Bank Indonesia, penegak hukum, auditor, dan lembaga terkait lainnya sepakat untuk bersama-sama mengatasi kekhawatiran tersebut. Untuk itu, pada tanggal 19 Juni 2014, Pimpinan 8 (delapan) Lembaga/ Badan/Kementerian (BPK, BPKP, KPK, Kepolisian, Kejaksaan Agung, BI, Kementerian Keuangan dan Kementerian Negara BUMN) melakukan pertemuan dalam rangka membahas upaya meredam gejolak nilai tukar serta mewujudkan pasar valuta asing yang maju dan sehat. Pertemuan tersebut dilanjutkan dengan koordinasi di level teknis pada tanggal 10 Juli Kedua pertemuan tersebut menghasilkan kesepahaman antara lain: a. Terdapat konsekuensi biaya atas selisih kurang yang timbul dari transaksi lindung nilai. Biaya tersebut bukan merupakan kerugian negara sepanjang transaksi dilakukan secara konsisten, konsekuen, dan akuntabel serta tidak terdapat unsur melanggar peraturan/hukum yang berlaku. b. Belum terdapat pedoman pelaksanaan transaksi lindung nilai sebagai acuan bagi BUMN dalam pelaksanaan transaksi lindung nilai sehingga tidak terdapat referensi bagi Penegak Hukum dan auditor dalam pemeriksaan pelaksanaan transaksi lindung nilai. c. Perlunya membentuk sebuah Tim Teknis (Tim Kerja) yang bertugas melakukan review ketentuan dan memperjelas aturan pelaksanaannya, serta selanjutnya melakukan sosialisasi secara luas. Sebagai tindak lanjut, Tim Teknis sepakat untuk membuat Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Kegiatan Lindung Nilai untuk dapat mendukung pelaksanaan transaksi lindung nilai secara konsisten, konsekuen, dan akuntabel. 12 PBI 15/8/PBI/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai kepada Bank sebagaimana diubah oleh PBI 16/18/PBI/2014 dan PBI 15/17/ PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada BI sebagaimana diubah dengan PBI 16/19/PBI/2014, serta Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-09/MBU/2013 tentang Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai BUMN. 43

56 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Berdasarkan kesepakatan tersebut, Tim Teknis menyusun Pedoman Penyusunan SOP Kegiatan Lindung Nilai yang dinilai telah lengkap dan disetujui oleh auditor dan penegak hukum. Selanjutnya, pada tanggal 17 Oktober 2014 Kementerian BUMN mengeluarkan Surat Menteri Negara BUMN No. S-687/MBU/10/2014 yang ditujukan kepada Direktur Utama seluruh BUMN. Surat tersebut disampaikan bersamaan dengan Pedoman Penyusunan SOP Kegiatan Lindung Nilai agar dapat menjadi acuan bagi BUMN dalam menyusun SOP internal. Pedoman tersebut memuat antara lain: a. Struktur Organisasi, Tugas dan Kewenangan Perangkat Kegiatan Lindung Nilai yang mengatur kewenangan dan tanggung jawab, organ dan fungsi organisasi di BUMN yang akan menangani kegiatan lindung nilai; b. Tahapan kegiatan lindung nilai yang meliputi tahap persiapan transaksi, tahap pelaksanaan transaksi dan tahap monitoring transaksi hingga penyelesaian transaksi, termasuk dokumentasi. Selanjutnya, untuk meningkatkan pemahaman seluruh aparat/anggota di masingmasing institusi, sosialisasi dan internalisasi akan dilakukan secara intensif di masing-masing lembaga terkait. Tidak berhenti sampai di sini, Bank Indonesia bersama-sama lembaga terkait akan terus berkoordinasi untuk mendorong pelaksanaan transaksi lindung nilai baik oleh BUMN, Kementerian, Lembaga Negara lainnya, hingga pelaku usaha non BUMN yang memiliki eksposur yang cukup besar terhadap nilai tukar. Memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait dalam pengendalian inflasi, percepatan pembangunan infrastruktur dan stabilitas sistem keuangan. Untuk mendukung hal tersebut, pada 17 September 2014 Bank Indonesia kembali melakukan penyesuaian ketentuan transaksi valas untuk mempermudah pelaku pasar dalam melakukan lindung nilai. Penyesuaian tersebut mencakup antara lain: memperbolehkan pelaku usaha untuk melakukan lindung nilai atas pendapatan investasi yang belum dapat dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya (future income), perluasan underlying transaksi, memperbolehkan dokumen underlying yang bersifat perkiraan, dan memperbolehkan setelmen transaksi secara netting untuk perpanjangan (rollover), percepatan penyelesaian (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind). Selain itu, Bank Indonesia juga memperluas underlying transaksi swap lindung nilai bank kepada Bank Indonesia sebagai langkah dalam meningkatkan kapasitas perbankan dalam menyediakan instrumen lindung nilai bagi nasabah Koordinasi dengan Pemerintah Bank Indonesia senantiasa memperkuat koordinasi dengan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka pengendalian inflasi. Koordinasi tersebut dilakukan melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Selama triwulan III-2014, koordinasi pengendalian inflasi dalam forum TPI difokuskan pada kegiatan penyusunan rekomendasi terkait (i) kebijakan stabilisasi harga pangan dan (ii) kebijakan energi yang merupakan program kerja tahun Rekomendasi kebijakan pangan disusun dalam rangka meningkatkan efektivitas kebijakan stabilisasi harga pangan. Kajian ini juga bertujuan untuk memberikan masukan kepada 44

57 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia pemerintah yang tengah merumuskan tindak lanjut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Fokus kajian mencakup (i) usulan kelembagaan, baik regulator maupun operator yang sejalan dengan Undang-Undang, (ii) jenis komoditas pangan yang memerlukan keterlibatan pemerintah, (iii) instrumen stabilisasi, serta (iv) sumber pembiayaannya. Hasil kajian direncanakan akan disampaikan dalam High Level Meeting (HLM) TPI dan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID di akhir tahun Sementara itu, rekomendasi kebijakan energi disusun sebagai masukan kepada pemerintah terkait simulasi pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap sejumlah variabel makro ekonomi penting yakni Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi, neraca perdagangan, fiskal, dan pengangguran. Kajian ini juga memberikan masukan kepada pemerintah mengenai langkah-langkah untuk meminimalkan dampak pengurangan subsidi BBM terhadap inflasi dan kemiskinan. Selain itu, kajian ini juga menyampaikan risiko tekanan inflasi tahun 2015 yang bersumber dari kebijakan energi (fixed subsidy, tarif tenaga listrik dan Liquefied Petroleum Gas/LPG). Hasil kajian ini juga direncanakan akan disampaikan dalam HLM TPI dan Pokjanas TPID di akhir tahun Guna lebih mengefektifkan program kerja yang diimplementasikan di seluruh TPID, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Dalam Negeri dalam Pokjanas TPID. Hingga triwulan III-2014, perkembangan jumlah TPID semakin meningkat hingga telah mencapai jumlah 327 TPID. Pada triwulan III-2014, koordinasi pengendalian inflasi dengan Pemerintah Daerah melalui forum TPID difokuskan pada pengembangan kerjasama antara daerah. Koordinasi dilakukan melalui kegiatan Rapat Koordinasi Pusat-Daerah TPID Kawasan Sumatera dan Jawa pada 26 Agustus 2014, serta pada 18 September 2014 untuk TPID di Kawasan Timur Indonesia. Beberapa kesepakatan penting jangka pendek yang dihasilkan dari Rapat Koordinasi Pusat Daerah TPID tantara lain perlunya Pemerintah Daerah dan TPID untuk segera melengkapi data/informasi tentang potensi dan kebutuhan komoditas pokok (data surplus-defisit bahan kebutuhan pokok) sebagai dasar untuk melakukan inisiatif penjajakan dan penguatan kerjasama perdagangan antara daerah. Untuk mendukung hal ini, Pokjanas TPID saat ini sedang menyusun panduan ringkas kerjasama antar daerah dan memfasilitasi pembahasan dalam rangka mencari solusi atas permasalahan kerjasama antar daerah. Sejalan dengan pelaksanaan Rakor Pusat Daerah TPID dalam triwulan III-2014 tersebut, di berbagai daerah juga dilaksanakan pembahasan TPID termasuk di Provinsi DKI Jakarta yang melaksanakan HLM pada 23 September Secara umum, fokus pembahasan dalam HLM TPID Jakarta tersebut adalah untuk mengantisipasi risiko meningkatnya tekanan inflasi yang bersumber dari: (i) risiko inflasi volatile foods terkait dengan kekeringan (El Nino) yang diprakirakan mencapai puncaknya pada November 2014 dan potensi banjir di akhir tahun yang dapat berimbas pada kenaikan harga pangan di Jakarta; (ii) risiko inflasi administered prices terkait kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat; dan (iii) risiko inflasi inti karena transmisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap harga jual terutama komoditas dengan import content tinggi, terlebih lagi bobot inflasi inti di Jakarta yang cukup signifikan. Secara keseluruhan, HLM berupaya untuk merumuskan strategi kebijakan yang dapat ditempuh untuk memitigasi risiko-risiko yang ada agar inflasi Jakarta dapat tetap mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional tahun 2014 sebesar 4,5%±1%. Beberapa kesepakatan penting dalam HLM TPID Jakarta antara lain (i) perlunya percepatan penyelesaian Jakarta Emergency Dreadging Initiative (JEDI) untuk pengendalian banjir ke 45

58 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia depan; (ii) perlunya pengendalian tarif angkutan dalam kota dalam batasan yang wajar sekiranya kenaikan harga BBM bersubsidi diberlakukan; dan (iii) perlunya mendorong pemanfaatan moda kereta api dan short sea shipping sebagai alternatif jalur darat untuk menjami kelancaran distribusi barang. Di tingkat daerah, berbagai program dan upaya pengendalian inflasi dalam mengantisipasi lonjakan harga selama Ramadhan dan Idul Fitri telah dilakukan oleh berbagai TPID, antara lain: a. Penguatan pasokan pangan melalui kegiatan pasar murah yang dilakukan secara merata di berbagai wilayah, terutama untuk bahan pokok seperti beras, minyak goreng, tepung terigu, gula dan telur. b. Mendukung kelancaran distribusi pangan dengan memprioritaskan transportasi untuk keperluan angkutan kebutuhan pokok, mempercepat rehabilitasi jalan dan jembatan serta beberapa program spesifik seperti percepatan bongkar muat kapal di pelabuhan, dan penambahan jam operasional pelabuhan. c. Monitoring dan pengawasan langsung di lapangan melalui sidak ke perusahaan/ distributor dan pasar di berbagai daerah, untuk melihat kesiapan pasokan khususnya bahan pangan pokok. d. Pengelolaan ekspektasi masyarakat dengan melakukan komunikasi publik secara intens melalui berbagai media, antara lain jumpa pers serta talkshow di radio dan TV. Selain memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam rangka mencapai target inflasi, Bank Indonesia juga terus menjalin koordinasi dengan pemerintah dan instasi terkait untuk memperkuat Protokol Manajemen Krisis (PMK). Pertemuan koordinasi dengan pemerintah dan lembaga terkait dilakukan secara rutin dalam kerangka Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), untuk melakukan monitoring dan melakukan asesmen stabilitas sistem keuangan. Sepanjang triwulan III-2014, telah dilakukan rapat koordinasi rutin bulanan di tingkat Deputi FKSSK pada 14 Juli 2014 dan 8 September 2014 serta rapat koordinasi rutin tiga bulanan di tingkat anggota FKSSK pada tanggal 17 Juli Selain pertemuan rutin, Bank Indonesia juga secara berkala menyampaikan asesmen sub-protokol nilai tukar kepada FKSSK sesuai dengan prosedur operasional yang berlaku. Dalam rangka mendukung implementasi PMK Nasional, Bank Indonesia melakukan asesmen secara reguler terhadap perkembangan dan risiko nilai tukar, termasuk memperkuat metode dan indikator surveillance. Selain itu, pasca beralihnya pengaturan dan pengawasan perbankan ke Otoritas Jasa Keuangan sejak 31 Desember 2013, Bank Indonesia juga melakukan langkah penguatan governance dan prosedur PMK Internal. Upaya yang dilakukan khususnya terkait peran Bank Indonesia dalam mendukung stabilitas sistem keuangan dan dalam pelaksanaan tugas FKSSK. Dalam rangka menghadapi perkembangan kondisi makroekonomi dan memitigasi risiko yang muncul, Bank Indonesia telah melakukan rapat koordinasi bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 4 Juli 2014 di Jakarta. Rapat tersebut menyimpulkan bahwa stabilitas makroekonomi masih terjaga dengan baik di tengah proses penyesuaian struktur 46

59 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia perekonomian ke arah yang lebih seimbang. Namun demikian, terdapat sejumlah risiko yang perlu diwaspadai baik yang bersumber dari eksternal dan domestik. Kebijakan yang terkoordinasi antara moneter, fiskal dan sektor riil diperlukan untuk dapat secara efektif mengelola berbagai risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas makroekonomi dan memperdalam pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dan Bank Indonesia melalui rapat koordinasi tersebut sepakat untuk memelihara stabilitas makroekonomi dan menjaga kepercayaan pasar terhadap prospek perekonomian. Hal tersebut dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: a. Mengendalikan inflasi sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. b. Melanjutkan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih berkesinambungan. c. Menjaga kesinambungan fiskal. d. Mengelola Utang Luar Negeri yang lebih sehat. Selanjutnya, koordinasi antara Bank Indonesia dan pemerintah akan terus dilakukan untuk memantau dan mengevaluasi efektivitas dari kebijakan-kebijakan yang telah diambil. Dalam perspektif jangka menengah, penguatan koordinasi kebijakan antara pemerintah dan Bank Indonesia dapat mendorong upaya penguatan fundamental ekonomi yang sedang berlangsung, guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang lebih sehat. Selain koordinasi dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi dan penguatan PMK, Bank Indonesia juga menjalin koordinasi dengan pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi regional. Pada 11 Agustus 2014 di Manado, Bank Indonesia bersama dengan Pemerintah Pusat (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas, Kementerian Keuangan, BKPM) dan Pemerintah Daerah (Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia/APPSI, Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia/APEKSI, Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia/APKASI) melakukan rapat koordinasi membahas kelanjutan agenda reformasi struktural dalam aspek pembangunan ekonomi regional. Rapat koordinasi tersebut menelaah berbagai respons kebijakan baik jangka menengah maupun jangka panjang. Respons kebijakan dalam hal ini khususnya terkait peningkatan daya saing ekspor manufaktur, percepatan pembangunan infrastruktur, dan pengembangan permbangunan berwawasan maritim, termasuk penguatan lingkungan pendukung (enabling environment) di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Komitmen yang telah dihasilkan dalam rapat koordinasi tidak hanya melibatkan Pemerintah Pusat dan Bank Indonesia, tetapi juga Pemerintah Daerah. Implementasi dari komitmen tersebut akan menjadi kunci bagi percepatan pembangunan ekonomi regional ke depan. Pemerintah Pusat dan Daerah bersama Bank Indonesia menyepakati sejumlah langkah strategis dalam upaya meningkatkan daya saing ekspor manufaktur antara lain (i) penyederhanaan perizinan investasi, (ii) peningkatan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), (iii) penyediaan insentif untuk mendorong peningkatan investasi, dan (iv) terus memperkuat upaya pencegahan korupsi baik di pusat maupun daerah. Selain itu, Bank Indonesia juga akan terus berupaya menciptakan lingkungan makro yang stabil (inflasi dan defisit transaksi berjalan yang rendah). Upaya yang dilakukan Bank Indonesia melalui bauran kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran. Selain itu, upaya yang dilakukan melalui dukungan 47

60 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia terhadap berjalannya fungsi koordinasi moneter, fiskal, dan sektor riil melalui kantorkantor perwakilan Bank Indonesia di daerah dengan melibatkan stakeholders yang lebih luas. Upaya yang dilakukan mendukung pelaksanaan program TPID dan melanjutkan pengembangan klaster-klaster percontohan untuk mendukung pengendalian inflasi, serta mendorong pengembangan Regional Investor Relation Unit (RIRU). Selain itu, Bank Indonesia juga berkomitmen untuk memperkuat peran advisory kepada pemerintah daerah dengan dukungan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) serta analisis daya saing daerah Pengelolaan Utang Luar Negeri Bank Indonesia memantau perkembangan ULN Indonesia, menerbitkan joint publication ULN sektor publik sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas, dan menatausahakan ULN pemerintah. Dalam rangka mengetahui perkembangan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia yang meliputi ULN sektor publik (ULN Pemerintah dan Bank Sentral) serta ULN swasta, Bank Indonesia secara berkala melakukan pemantauan perkembangan ULN. Selain monitoring, Bank Indonesia juga menyikapi perkembangan ULN Indonesia yang mengalami peningkatan secara berhati-hati. Guna mendukung proses formulasi kebijakan moneter, Bank Indonesia secara rutin menyelenggarakan survei manajemen risiko ULN sektor swasta pada semester I Survei semesteran tersebut dimaksudkan untuk memperoleh informasi: (i) Upaya manajemen risiko yang dilakukan oleh sektor swasta dalam mengelola ULN, khususnya terkait pemetaan upaya hedging terhadap risiko ULN swasta, antara lain, currency risk (currency mismatch dan/atau exchange rate risk), dan interest rate risk, (ii) Persepsi pelapor ULN swasta terhadap kondisi usaha dan profitabilitas, dan rencana pembiayaan yang akan dilakukan dalam jangka waktu 6-12 bulan ke depan. Dalam rangka transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang sektor publik, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan menerbitkan publikasi bersama (joint publication) Statistik Utang Sektor Publik Indonesia (SUSPI). SUSPI menginformasikan data utang Pemerintah, Bank Indonesia, dan BUMN, baik utang domestik maupun utang luar negeri. SUSPI merupakan joint program antara World Bank dan International Monetary Fund (IMF) dalam rangka penyediaan data utang sektor publik di setiap negara dalam standar internasional yang comparable. Saat ini sudah ada 94 negara (termasuk Indonesia) yang setuju untuk melaporkan SUSPI secara online setiap triwulan ke website World Bank dan IMF dan 67 diantaranya sudah tersedia datanya. Selain melakukan pemantauan dan menerbitkan publikasi utang luar negeri, Bank Indonesia juga melakukan dan menatausahakan penarikan ULN Pemerintah, baik untuk membiayai proyek tertentu maupun untuk membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan pengelolaan portofolio utang serta melakukan pembayaran ULN Pemerintah yang jatuh waktu. ULN Pemerintah yang ditatausahakan Bank Indonesia terdiri dari pinjaman multilateral, bilateral, komersial, fasilitas kredit ekspor serta global bond. Untuk pembiayaan defisit APBN, penarikan ULN Pemerintah dilakukan melalui transfer langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN), sedangkan untuk pembiayaan proyek, penarikan dilakukan dengan cara pembayaran langsung, melalui rekening khusus, pembukaan letter of credit (L/C) dan pembiayaan pendahuluan. Pada triwulan III-2014, jumlah penarikan ULN Pemerintah yang ditatausahakan oleh Bank Indonesia mencapai USD3,3 miliar, terutama didominasi penerbitan Surat Utang Negara 48

61 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia dalam valuta Euro pada tanggal 2 Juli 2014 dengan seri RIEUR0721 sebesar EUR1,0 miliar. Porsi kepemilikan asing yang tercatat sebagai ULN sebesar EUR0,976 miliar ekivalen USD1.36 miliar. Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan Sukuk Global dalam valuta USD pada tanggal 3 September 2014 dengan seri SNI-124 sebesar USD1,5 miliar. Porsi kepemilikan asing yang tercatat sebagai ULN sebesar USD1,35 miliar, sehingga selama triwulan III-2014 total yang dicatat sebagai ULN sebesar USD2.71 miliar. Realisasi pembayaran ULN Pemerintah pada triwulan III-2014 tercatat sebesar USD1,6 miliar. Total realisasi pembayaran s.d. triwulan III-2014 tercatat sebesar USD8,5 miliar (77,3% dari total rencana pembayaran sepanjang tahun 2014). Pembayaran ULN dilaksanakan berdasarkan perintah pembayaran dari Kemenkeu sesuai rencana pembayaran yang diperoleh dari data administrasi ULN. Selain itu terdapat juga pembayaran ULN di luar rencana seperti pembayaran fee dan kewajiban lainnya. Aspek utama yang harus diperhatikan dalam pembayaran ULN Pemerintah adalah terlaksananya pembayaran cicilan pokok dan bunga yang aman, akurat dan tepat waktu. Hal ini penting karena berpengaruh terhadap reputasi Bank Indonesia dan Republik Indonesia dalam memenuhi kewajiban kepada pihak lender. Oleh karena itu, Bank Indonesia harus dapat menjamin ketersediaan valuta asing yang diperlukan pemerintah sesuai dengan valuta pinjaman yang harus dibayarkan Penerimaan Devisa Hasil Ekspor Perkembangan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 13 pada triwulan III-2014 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun Hal ini terlihat dari meningkatnya nilai DHE ke bank devisa dalam negeri dari USD32,16 juta pada triwulan II-2013 menjadi USD33,27 juta pada triwulan III Pangsa nilai DHE tersebut terhadap total nilai DHE juga menunjukkan peningkatan dari 85,1% menjadi 89,8%. Kondisi sebaliknya terjadi pada aliran DHE yang diterima melalui bank di luar negeri yang mengalami penurunan dari USD5,61 juta triwulan yang sama tahun sebelumnya menjadi USD3,79 juta pada triwulan laporan atau pangsanya menurun dari 14,9% menjadi 10,2%. Lima komoditas penyumbang DHE terbesar adalah batubara (coal), minyak sawit (palm oil), produk kimia (chemical products), alat-alat listrik (electrical appliances) dan produk tekstil (textile product). Informasi ini berdasarkan hasil pemantauan penerimaan DHE melalui laporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) yang disampaikan eksportir dan bank devisa. Bank Indonesia bekerjasama dengan instansi terkait dalam mendorong eksportir untuk menempatkan DHE di perbankan dalam negeri. Dari sisi kepatuhan eksportir, Bank Indonesia senantiasa melakukan pengawasan terhadap eksportir dalam memenuhi ketentuan DHE. Selama triwulan III-2014, jumlah eksportir yang dikenakan denda administratif tercatat sebanyak 807 eksportir. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 468 eksportir. Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 276 eksportir, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 166 eksportir. Selanjutnya, terdapat 22 eksportir yang dibebaskan penangguhan ekspornya, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 21 eksportir. Agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih efektif, Bank Indonesia senantiasa menjalin koordinasi dengan instansi terkait. Koordinasi antara lain dilakukan dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), 13 PBI No.16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri. 49

62 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian BUMN, Ditjen Anggaran, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ditjen Pajak, dan Asosiasi. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kualitas pelaporan RTE, Bank Indonesia senantiasa melakukan berbagai upaya antara lain berupa sosialisasi maupun coaching clinic kepada eksportir dan bank Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan Bank Indonesia melakukan berbagai survei untuk mendukung perumusan kebijakan dan menerapkan standar internasional dalam publikasi statistik. Guna mendukung perumusan kebijakan dalam rangka pelaksanaan tugas, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik, mengumpulkan data dan informasi ekonomi, keuangan dan moneter, menyusun laporan/analisis, serta menyelenggarakan berbagai jenis survei yang terkait dengan kondisi eksternal, keuangan, moneter dan sektor riil. Bank Indonesia secara rutin menyelenggarakan berbagai survei untuk mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor keuangan. Beberapa survei yang secara rutin dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain adalah Survei Konsumen (SK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SP), Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME), dan Survei Investasi Asing Langsung. Selain survei, Bank Indonesia juga melakukan in-depth interview kepada pelaku bisnis utama (keybusiness persons) untuk memperoleh informasi dan pandangan pelaku bisnis utama terhadap kondisi perekonomian terkini dan ke depan. Selain melakukan survei-survei yang bersifat rutin, Bank indonesia juga melakukan survei dengan topik khusus yakni Survei Khusus Sektor Riil (SKSR). Selama triwulan III-2014, beberapa isu terkini di sektor riil yang digali melalui SKSR antara lain: (i) Survei Perubahan Ekspor Impor, dan (ii) Survei Preferensi Pemilihan Kartu Kredit dan Respon Masyarakat Terhadap Rencana Penerbitan Kartu Kredit Domestik. Guna meningkatkan kualitas survei, Bank Indonesia telah melakukan evaluasi beberapa kuesioner survei dan mengembangkan cakupan penyelenggaraan SHPR di pasar sekunder Surabaya pada triwulan II-2014 dan di wilayah Makassar pada triwulan III Selain itu, pada triwulan II-2014 juga telah dilakukan perluasan cakupan Perkembangan Properti Komersial di wilayah Makassar. Guna mengidentifikasi sumber kerentanan korporasi yang dapat menimbulkan risiko terhadap Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), pada triwulan III-2014 telah dilakukan Survei Korporasi kepada 96 responden perusahaan non-go public. Pada 2015, direncanakan akan dilakukan pilot survei untuk memperluas cakupan wilayah dan penambahan responden di 9 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. Di bidang analisis statistik, pada triwulan III-2014, Bank Indonesia telah menyusun beberapa analisis. Analisis yang dilakukan antara lain (i) analisis sektor moneter dan finansial berupa analisis Perkembangan Uang Beredar dan Uang Primer yang mencakup juga perkembangan dana, kredit dan suku bunga, (ii) analisis Financial Account menggantikan Neraca Arus Dana (NAD), Pasar Modal, Locational Banking dan Perusahaan Pembiayaan (PP), (iii) analisis sektor fiskal dan analisis sektor sistem pembayaran berupa perkembangan rincian banknotes dan coins yang diedarkan Bank Indonesia dan penggunaan kartu elektronik sebagai alat pembayaran, dan (iv) analisis sektor eksternal berupa perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Bank Indonesia juga terus berupaya meningkatkan kualitas data statistik. Upaya tersebut dilakukan melalui pengembangan dan penyempurnaan metodologi kompilasi statistik, 50

63 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia yang mengacu pada standar yang berlaku dan mendukung pemenuhan inisiatif data gaps G20. Salah satu upaya penyempurnaan terkait dengan data sektor eksternal adalah implementasi Balance of Payments and International Investment Position Manual 6th Edition (BPM6). Penyempurnaan dilakukan mulai publikasi statistik NPI triwulan II-2014 pada Agustus 2014 dan publikasi statistik Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada September Untuk menjelaskan dampak penerapan BPM6 pada statistik sektor eksternal, telah dilakukan serangkaian kegiatan edukasi/sosialisasi kepada stakeholders antara lain melalui website Bank Indonesia. Upaya lain untuk meningkatkan kualitas pelaporan Bank, telah dilakukan penyempurnaan dalam pelaporan Bank Umum Syariah dengan menggunakan pelaporan berbasis Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan (LSMK) sejak periode pelaporan Mei Di sektor eksternal, pada triwulan III-2014, Bank Indonesia telah mempublikasikan data statistik NPI triwulan II-2014 (Agustus 2014) dan statistik PII Indonesia triwulan II-2014 (September 2014). Publikasi tersebut disertai laporan lengkapnya yang menjelaskan secara komprehensif perkembangan eksternal. Selain itu, Bank Indonesia juga mempublikasikan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) untuk data periode Mei s.d. Juli 2014, serta data posisi cadangan devisa Juni s.d. Agustus Stabilitas Sistem Keuangan Pasca beralihnya fungsi pengaturan dan pengawasan bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial industri keuangan guna mendorong terwujudnya stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudensial, mengembangkan pasar dan akses keuangan, serta melakukan koordinasi dengan otoritas terkait dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sektor keuangan Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial Pengaturan Makroprudensial Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia berkepentingan untuk mendorong terpeliharanya stabilitas sistem keuangan melalui pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Selain tercantum dalam Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 14, kewenangan Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan makroprudensial juga ditegaskan melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI). 15 Bank Indonesia memperkuat fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial dengan menerbitkan PBI Makroprudensial. Dalam PBI dimaksud diatur bahwa pengaturan dan pengawasan makroprudensial dilakukan dalam rangka mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan. Dalam pelaksanaannya, penggunaan masing-masing instrumen makroprudensial akan mengacu pada peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku. Sebagai contoh, penerapan loan to value ratio (LTV) terhadap pemberian Kredit 14 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Penjelasan Pasal 7). 15 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/11/PBI/2014 tanggal 1 Juli 2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial. 51

64 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pemilikan Rumah (KPR) mengacu pada ketentuan mengenai penerapan LTV terhadap kredit/pembiayaan pemilikan properti, kredit/pembiayaan konsumsi beragun properti, dan kredit/pembiayaan kendaraan bermotor. Sebagai tindak lanjut dari penerbitan PBI tersebut, kegiatan pengaturan makroprudensial selama triwulan III-2014 difokuskan pada penyusunan pedoman pelaksanaan dari PBI Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial. Penyusunan pedoman pelaksanaan dilakukan dengan melakukan review atas kelengkapan aturan teknis dari PBI yang telah diterbitkan, dan melakukan evaluasi terhadap beberapa ketentuan yang telah diterbitkan sebelumnya. Proses evaluasi tidak saja bertujuan untuk memastikan kesesuaian antara proses bisnis dengan ketentuan yang berlaku sehubungan dengan pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan ke OJK, tetapi juga untuk memperkuat dan menyempurnakan ketentuan terkait kewenangan Bank Indonesia di bidang makroprudensial. Beberapa ketentuan yang dievaluasi meliputi ketentuan mengenai loan to value (LTV)/financing to value (FTV), Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan Giro Wajib Minimum (GWM). Evaluasi terhadap ketentuan LTV/FTV bertujuan untuk memperkuat aspek hukum dan aspek teknis terkait mekanisme pemberian kredit pemilikan properti. Sementara itu, evaluasi terhadap ketentuan FPJP ditujukan untuk memastikan tetap berjalannya koordinasi antara Bank Indonesia dan OJK dalam proses pemberian FPJP. Adapun evaluasi terhadap ketentuan GWM khususnya GWM berbasis loan to deposit rasio (LDR) ditujukan untuk mendorong perbankan agar tetap melakukan fungsi intermediasi hingga mencapai level LDR yang optimal dengan tetap memperhatikan aspek permodalan. Selain itu, juga dilakukan penyusunan konsep ketentuan yang akan mengatur transaksi repurchase agreement (repo) surat berharga syariah berdasarkan prinsip syariah, sejalan dengan dikeluarkannya fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia 16. Implementasi ketentuan tersebut masih memerlukan koordinasi dengan Dewan Standar Akuntansi Syariah, Direktorat Jenderal Pajak dan Otoritas Jasa Keuangan Pengawasan Makroprudensial Pengawasan makroprudensial oleh Bank Indonesia dilakukan melalui surveilans (surveillance) sistem keuangan dan pengawasan langsung (on-site), sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia di bidang makroprudensial. Surveilans sistem keuangan dimaksudkan untuk melakukan penilaian risiko sistemik. Surveilans ini dilakukan melalui pemantauan perkembangan kondisi sistem keuangan, identifikasi risiko sistem keuangan, serta analisis dan penilaian risiko sistem keuangan. Pemantauan perkembangan kondisi sistem keuangan dilakukan terhadap komponenkomponen dalam sistem keuangan antara lain terdiri dari lembaga keuangan, pasar keuangan, sektor riil (korporasi dan rumah tangga), infrastruktur sistem keuangan serta kondisi makroekonomi. Pemantauan difokuskan pada faktor-faktor yang merupakan sumber risiko sistemik dan pemicunya, dengan tujuan untuk mendeteksi dan memberikan sinyal akumulasi ketidakseimbangan (imbalance) dan kerawanan (vulnerabilities) yang mungkin berdampak sistemik. Pemantauan terhadap lembaga keuangan diutamakan pada Domestic Systematically Important Bank (D-SIB) dan konglomerasinya. 16 Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN) No. 94/DSN-MUI/IV/2014 tanggal 2 April 2014 tentang Repo Surat Berharga Syariah (SBS) Berdasarkan Prinsip Syariah. 52

65 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Berdasarkan hasil pemantauan, dilakukan identifikasi dan penilaian risiko sistem keuangan antara lain untuk melihat sensitifitas risk factor terhadap kinerja dan ketahanan (permodalan) bank. Identifikasi risiko sistemik dilakukan dengan mengenali sumber-sumber risiko serta memahami jalur transmisi risiko di sistem keuangan dengan menggunakan indikator-indikator sistem keuangan dan makroprudensial, termasuk early warning system. Berdasarkan transmisi risiko tersebut, potensi risiko sistemik dapat diidentifikasi dengan menganalisis risk taking behavior yang tercermin pada portofolio dan eksposur institusi keuangan yang dapat menciptakan ketidakseimbangan (imbalances) atau tekanan (stress) pada sistem keuangan. Penilaian risiko sistem keuangan dilakukan dengan menggunakan sejumlah alat ukur, antara lain kegiatan stress testing serta pembentukan dan pengukuran indeks yang dikombinasikan dengan penetapan threshold model. Di samping itu, pemodelan untuk pengukuran dampak sistemik dan berbagai model pengukuran risiko sistemik lainnya juga digunakan dalam menilai risiko sistem keuangan. Untuk meyakini risiko sistemik yang bersumber dari kegiatan usaha bank, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan (on-site) terhadap D-SIB dan/atau bank lainnya yang memiliki common exposure 17 yang berpotensi memberikan dampak sistemik. Dalam pengawasan makroprudensial, Bank Indonesia tidak menetapkan tingkat kesehatan bank secara individual. Dalam rangka memperkuat dan mendorong Stabilitas Sistem Keuangan, pada triwulan III-2014 Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Penandatanganan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial oleh Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Hukum dan HAM RI dengan tanggal penetapan 1 Juli PBI ini menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia di bidang Makroprudensial. b. Pengembangan sistem informasi sektor keuangan, meliputi bank, industri keuangan non-bank, dan pasar keuangan dengan berkoordinasi dengan lembaga terkait (OJK). Sistem informasi yang terintegrasi di Bank Indonesia ini ditujukan untuk mendukung kebijakan makroprudensial c. Penyusunan Handbook Pengawasan Makroprudensial dan pelaksanaan berbagai riset pengembangan indikator dan tools serta riset persiapan kebijakan makroprudensial d. Penyusunan framework perijinan dan pengawasan Sistem Pembayaran (SP) yang meliputi Kartu ATM/Debet, Kartu Kredit, Uang Elektronik, dan Transfer Dana. 17 Common exposure yang berpotensi memberikan dampak sistemik antara lain apabila terdapat konsentrasi portofolio beberapa bank pada aset dan/atau kewajiban yang sama, sehingga menimbulkan potensi risiko yang sama. 53

66 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia BOKS Peran Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial Dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan Krisis Keuangan Global tahun 2007/2008 hingga saat ini masih menyisakan dampak pada perekonomian global. Pengelolaan risiko sistem keuangan melalui kebijakan makroekonomi, moneter, fiskal, serta pengaturan dan pengawasan mikroprudensial saja tidak cukup untuk mencegah krisis. Perkembangan produk keuangan yang semakin canggih, perilaku ambil risiko sebagai akibat dari motif cari untung yang sebesar-besarnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, serta sistem keuangan global yang semakin terintegrasi menyebabkan perlunya tambahan kerangka berpikir yang terfokus pada sistem keuangan secara keseluruhan. Kerangka berpikir ini dikenal dengan istilah makroprudensial. Kebijakan makroprudensial memiliki keterkaitan erat dengan fungsi Bank Indonesia sebagai otoritas di bidang moneter dan sistem pembayaran. Hal ini mempertimbangkan transmisi kebijakan moneter dilakukan melalui sistem keuangan terutama industri perbankan dan sistem pembayaran. Selain itu, sebagai otoritas Lender of the Last Resort, Bank Indonesia juga berkepentingan untuk memantau dan menjaga stabilitas sistem keuangan dalam rangka mencegah dan mengurangi risiko sistemik, yang pada gilirannya mencegah terjadinya krisis keuangan. Pelaksanaan kebijakan makroprudensial bukan merupakan hal yang baru bagi Bank Indonesia. Sejak tahun , Bank Indonesia telah melakukan pengaturan dan pengawasan di bidang makroprudensial. Pelaksanaan tugas tersebut menjadi semakin penting setelah beralihnya fungsi pengaturan dan pengawasan mikroprudensial perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Pengaturan dan pengawasan makroprudensial ditujukan untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan. Hal tersebut merupakan wujud Bank Indonesia dalam mendorong terpeliharanya stabilitas sistem keuangan. Dalam pengaturan makroprudensial, Bank Indonesia menggunakan sejumlah instrumen. Instrumen makroprudensial diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan yang akan memiliki dampak pada sistem keuangan secara keseluruhan. Hal ini dilakukan melalui pendekatan cross-section dan pendekatan time-series. Pendekatan cross-section mengatasi risiko konsentrasi dan penularan (contagion), sedangkan pendekatan time-series mengatasi terjadinya akumulasi terbentuknya (build up) risiko sistemik yang berasal dari perilaku prosiklikalitas dari institusi keuangan dan pelaku pasar keuangan. Beberapa contoh instrumen 18 Bank Indonesia mulai berperan aktif dalam mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan di Indonesia sejak tahun 2003, antara lain melalui penyusunan blue print stabilitas sistem keuangan Indonesia oleh unit Banking Workstream di Unit Khusus Program Transformasi (UKPT), pembentukan Biro Stabilitas Sistem Keuangan (BSSK), serta mengkomunikasikan hasil surveillance secara semesteran yang dituangkan dalam laporan perdana yang dikenal dengan nama Kajian Stabilitas Keuangan No.1 (Bank Indonesia, 2003). Berdasarkan blue print tersebut, upaya menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu mikroprudensial dan makroprudensial. Hal ini menunjukkan bahwa sejak awal era tahun 2000, secara implisit Bank Indonesia telah memperhitungkan dan menyadari pentingnya aspek makroprudensial dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. 54

67 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia makroprudensial yang telah diterapkan Bank Indonesia adalah Giro Wajib Minimum Loan to Deposit (GWM-LDR) dan Loan to Value (LTV). Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pengawasan makroprudensial melalui surveilans (surveillance) sistem keuangan dan pemeriksaan (on-site). Surveilans ditujukan untuk memantau perkembangan kondisi sistem keuangan komponenkomponen di dalam sistem keuangan, yang antara lain terdiri dari lembaga keuangan, pasar keuangan, sektor riil (korporasi dan rumah tangga), infrastruktur sistem keuangan serta kondisi makroekonomi dengan fokus pada faktor-faktor yang merupakan sumber risiko sistemik dan pemicunya. Hasil pemantauan selanjutnya digunakan untuk mendeteksi ketidakseimbangan (imbalance) dan kerawanan (vulnerabilities) yang memiliki dampak sistemik. Pemantauan terhadap lembaga keuangan diutamakan pada Domestic Systemically Important Bank (D-SIB) 19 dan konglomerasinya. Untuk meyakini risiko sistemik yang bersumber dari kegiatan usaha bank, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan (on-site) terhadap D-SIB dan/atau bank lainnya yang memiliki common exposure yang berpotensi memberikan dampak sistemik. Kerangka pengaturan dan pengawasan Makroprudensial sebagai implementasi mandat dan kewenangan Bank Indonesia diatur secara tegas dalam Peraturan Bank Indonesia 20. Mengingat tugas menjaga stabilitas sistem keuangan melibatkan berbagai otoritas di sistem keuangan, maka dalam melaksanakan mandatnya, Bank Indonesia melakukan koordinasi antara lain dengan OJK. Sebagai payung koordinasi, Bank Indonesia dan OJK telah menyepakati Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani pada tanggal 18 Oktober Bank Indonesia juga melakukan koordinasi dengan otoritas sistem keuangan yang lebih luas dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis. Koordinasi tersebut dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) FKSSK tanggal 3 Desember 2012 antara anggota FKSSK (Bank Indonesia, OJK, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Kementerian Keuangan). Namun, agar respons kebijakan yang diambil dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis memiliki landasan hukum yang lebih kuat, diperlukan peraturan setingkat Undang-Undang. Keberadaan Undang- Undang tersebut juga akan memperjelas pengaturan kewenangan masing-masing institusi dan koordinasi lintas sektor/otoritas dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis. 19 D-SIB merupakan bank yang karena ukuran aset, modal, kewajiban, dan luas jaringan, atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, apabila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal. 20 Peraturan Bank Indonesia No.16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial. 55

68 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pengembangan Ekonomi Syariah Bank Indonesia berperan aktif dalam pengembangan keuangan dan ekonomi syariah untuk menjaga kestabilan ekonomi dan sistem keuangan. Pada triwulan III-2014, Bank Indonesia menginisiasi penyusunan standarisasi zakat internasional bekerjasama dengan negara lainnya. Bank Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan perbankan syariah selama satu dekade terakhir ini. Hal ini diawali dengan diakuinya operasi perbankan yang dapat dilakukan secara bagi hasil dalam Undang-Undang Perbankan 21 hingga pengesahan Undang-Undang Perbankan Syariah 22. Bank Indonesia senantiasa konsisten mendampingi proses pengembangan perbankan syariah hingga pengalihan fungsi pengaturan dan pengawasan bank ke OJK pada Desember 2013, yang pada saat itu share perbankan syariah telah mencapai 4,7 persen. Dengan adanya pengalihan tersebut, bukan berarti Bank Indonesia tidak lagi berperan aktif di dalam pengembangan keuangan syariah. Sampai dengan saat ini, Bank Indonesia masih tercatat sebagai anggota pada beberapa forum internasional di bidang keuangan syariah sebagai berikut: a. Islamic Financial Services Board (IFSB); IFSB merupakan international standard setting body yang mengeluarkan standar prudensial dan guiding principles untuk industri keuangan syariah secara global. Bank Indonesia merupakan salah satu negara anggota dari IFSB yang terlibat dalam penyusunan Core Principles for Islamic Finance Regulation (CPIFR) dan task force untuk Prudential Structural Indicator for Islamic Financial Institutions (PSIFIs). b. International Islamic Liquidity Market (IILM); IILM merupakan institusi yang didirikan oleh bank sentral, otoritas moneter, dan lembaga multilateral untuk mengeluarkan cross border short term sukuk dalam rangka memenuhi kebutuhan manajemen likuiditas perbankan syariah. Bank Indonesia merupakan salah satu negara anggota yang terlibat dalam technical committee untuk Risk Management Standard Operating Procedures. c. International Islamic Financial Market (IIFM); IIFM merupakan international standard setting body yang mengeluarkan standar terkait pasar modal syariah dan pasar uang syariah. Bank Indonesia merupakan salah satu negara anggota yang terlibat dalam memberikan penilaian dan input terkait dokumentasi dan standardisasi produk pasar modal syariah dan pasar uang syariah. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pengembangan ekonomi syariah dengan inisiasi penyusunan standarisasi zakat internasional yang dimulai pada tanggal Agustus Bekerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank (IRTI-IDB), telah dilakukan pertemuan antar otoritas zakat di beberapa negara Organization of Islamic Cooperation (OIC) seperti Malaysia, Singapore, Pakistan, Indonesia, Sudan, Afrika Selatan, dan Saudi Arabia. Pada prinsipnya tujuan dari penyusunan standarisasi zakat ini adalah untuk meningkatkan tata kelola pengawasan zakat yang efektif. Zakat core principles diharapkan akan menjadi pedoman umum bagi regulator atau pengelola zakat dalam merumuskan aturan, atau perangkat infrastruktur lainnya. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan dan mempersiapkan pengawasan zakat yang efektif, sehingga tercipta pengelolaan zakat yang sehat, baik dari sisi pengumpulan maupun pendistribusian. Alasan utama keterlibatan Bank Indonesia dalam kegiatan ini, erat kaitannya dengan fungsi bank sentral yaitu : 21 Undang-undang tentang Perbankan No. 10 tahun Undang-Undang tentang Perbankan Syariah No. 21 tahun

69 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 1. Turut memelihara kestabilan sistem keuangan Zakat selama ini dianggap sebagai sektor sosial yang berada di luar sektor keuangan. Namun, apabila dilihat fungsi dan manfaat zakat, pada dasarnya zakat merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk financial safety net pada saat negara terkena krisis ekonomi dan keuangan. Selain itu, zakat juga memiliki fungsi untuk memecah tingkat konsentrasi penyaluran dana pada golongan tertentu saja. Oleh karenanya, dapat tercipta perluasan akses keuangan (financial inclusion) dengan memanfaatkan dana-dana zakat untuk tujuan produktif, yang dalam jangka panjang akan membantu terpeliharanya stabilitas sistem keuangan. Selain itu, saat ini Islamic Development Bank sedang mengembangkan suatu instrumen untuk menilai kesehatan suatu sistem keuangan di satu negara, yang dikenal dengan Islamic Financial Sector Assessment Program (IFSAP). Dalam IFSAP ini, sektor zakat turut dipertimbangkan untuk menilai kondisi sistem keuangan suatu negara. Tentu saja penilaian ini memberikan keuntungan, khususnya dalam mengundang aliran investasi ke Indonesia, dengan sistem keuangan yang sehat dan kuat maka diharapkan modal asing akan mudah masuk ke Indonesia. 2. Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah Upaya pemanfaatan zakat untuk sektor produktif tidak hanya memberikan dampak bagi upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, tetapi juga dapat digunakan untuk meningkatkan basis produksi. Upaya peningkatan basis produksi ini diharapkan akan meningkatkan supply produksi sehingga harga komoditi dapat ditekan dan inflasi terjaga. Pemanfaatan zakat kepada 4 golongan asnaf pertama yang utamanya digunakan untuk konsumsi akan mendorong tingkat permintaan, yang selanjutnya akan mendorong investasi dan produksi sehingga pada akhirnya inflasi dapat terjaga Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valas) Dalam rangka mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan memiliki ketahanan yang semakin baik, diperlukan dukungan pasar keuangan yang dalam, likuid, dan efisien. Pasar keuangan yang dalam dan likuid merupakan prasyarat terbentuknya harga yang efisien, sehingga berkontribusi dalam pembiayaan ekonomi domestik yang lebih berkesinambungan. Upaya pendalaman pasar valas pada triwulan III-2014 difokuskan pada inisiatif untuk memberikan acuan yang lebih jelas serta fleksibilitas bagi pelaku pasar untuk melakukan transaksi valas. Pasar valuta asing yang dalam dan berfungsi dengan baik pada umumnya ditandai oleh ketersediaan likuiditas yang memadai, kemudahan dalam pelaksanaan transaksi, harga yang wajar, dan risiko yang minimal sehingga kondusif untuk menjaga stabilitas perekonomian. Untuk mewujudkan pasar keuangan yang dalam dan efisien, Task Force Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia menginisiasi pembentukan Komite Pasar Valas Indonesia atau Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC). Secara kelembagaan, keanggotaan komite terdiri dari Bank Indonesia, OJK, perwakilan bank, asosiasi dealer (Association Cambiste International (ACI) Indonesia), dan asosiasi bankir (Ikatan Bankir Indonesia). Komite ini merupakan forum bagi pelaku pasar serta merupakan mitra strategis bagi regulator dalam mempercepat upaya pendalaman pasar keuangan. Komite ini juga menyediakan forum Bank Indonesia melakukan upaya percepatan pendalaman pasar keuangan melalui koordinasi dengan instansi terkait dalam mendorong peningkatan transaksi hedging, serta penyempurnaan ketentuan mengenai transaksi valas terhadap rupiah. 57

70 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia diskusi dan pertukaran informasi baik dipasar keuangan domestik maupun internasional, serta melakukan mediasi atas perselisihan yang ada di pasar keuangan domestik. Sebagai langkah awal dalam meningkatkan kredibilitas pasar keuangan Indonesia, komite telah menyusun dan menetapkan Financial Market Code of Conduct (CoC) sebagai pedoman bertransaksi di pasar keuangan. Dengan adanya market conduct, diharapkan pelaku pasar dapat lebih memahami ketentuan terkait pasar keuangan dan memiliki standar integritas dan profesionalisme yang tinggi sesuai best market practice. Upaya mewujudkan pendalaman pasar keuangan membutuhkan dukungan dan peran serta otoritas terkait lainnya. Namun demikian, pelaksanaan transaksi lindung nilai masih mengalami tantangan tersendiri antara lain terkait dengan adanya pandangan kerugian negara atas biaya yang timbul dari transaksi lindung nilai, serta kesiapan SDM dan infrastruktur dalam pelaksanaan transaksi lindung nilai tersebut. Guna memperjelas aturan pelaksanaannya, Bank Indonesia bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kejaksaan, dan Kepolisian telah membentuk tim teknis dalam rangka melakukan pendalaman dan penyamaan pandangan terkait transparansi dan akuntabilitas transaksi lindung nilai oleh BUMN. Hasil dari kegiatan ini adalah disusunnya Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Kegiatan Lindung Nilai (transaksi hedging). Selanjutnya pada tanggal 16 Oktober 2014 Kementerian BUMN telah menyampaikan surat kepada seluruh BUMN agar dapat menggunakan SOP dimaksud sebagai panduan dalam hal melaksanakan transaksi lindung nilai. Dalam rangka meningkatkan akselerasi proses pendalaman pasar keuangan, Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Tim Task Force Pengembangan Pasar Surat Utang OJK. Upaya pendalaman pasar keuangan oleh Bank Indonesia juga dilakukan untuk pasar keuangan syariah yang mencakup pengembangan instrumen dan pengembangan pasar. Sebagai contoh, Bank Indonesia tengah mempersiapkan fasilitas transaksi repo syariah dengan instrumen surat berharga syariah negara (SBSN) untuk melengkapi repo syariah dengan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang telah berlaku sebelumnya. Fatwa yang mendukung transaksi repo antar bank syariah telah diterbitkan setelah berkoordinasi dengan Dewan Syariah Nasional (DSN). Fasilitas repo antar bank syariah ini diharapkan mampu mendorong pengelolaan likuiditas perbankan syariah agar dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Dalam rangka mendorong pendalaman pasar valas domestik, pada triwulan III-2014 Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan beberapa ketentuan mengenai transaksi valas terhadap rupiah. Penyempurnaan ketentuan meliputi penyederhanaan jumlah ketentuan transaksi valas yang sebelumnya tersebar pada beberapa ketentuan, disesuaikan menjadi 2 ketentuan yang dibedakan berdasarkan kategori pelaku yakni ketentuan mengenai transaksi valas terhadap rupiah antara bank dengan pihak asing serta transaksi valas terhadap rupiah antara bank dengan pihak domestik 23. Dua ketentuan yang diterbitkan tersebut merangkum dan mengelaborasi beberapa ketentuan transaksi valas yang telah dicabut, serta memberikan relaksasi terkait underlying transaksi dan penyelesaian transaksi derivatif secara netting untuk perpanjangan (rollover), percepatan penyelesaian (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind). 23 PBI No. 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik & PBI No.16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Asing. 58

71 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia PBI Tabel 3.1 Ketentuan Bank Indonesia yang dicabut Ketentuan mengenai pembatasan transaksi Rupiah dan pemberian Kredit valuta asing oleh Bank 1. PBI No. 7/14/PBI/ SE BI No. 7/23/DPD 2. PBI No. 14/10/PBI/ SE BI No. 7/44/DPD 3. PBI No. 16/9/PBI/ SE BI No. 14/22/DPM 4. SE BI No. 16/5/DPM Ketentuan mengenai pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank 1. PBI No. 10/28/PBI/ SE BI No. 10/42/DPD 2. SE BI No. 14/11/DPM 3. SE BI No. 15/3/DPM 4. SE BI No. 15/33/DPM Ketentuan mengenai transaksi valuta asing terhadap Rupiah 1. PBI No. 10/37/PBI/ SE BI No. 10/48/DPD 2. PBI. No. 11/14/PBI/ SE BI No. 11/12/DPD 3. SE BI No. 15/19/DPM SE PBI Penyempurnaan ketentuan di atas merupakan salah satu upaya mendukung aktivitas ekonomi di sektor riil dan meminimalkan transaksi valuta asing terhadap rupiah yang bersifat spekulatif. Sementara itu, relaksasi yang dilakukan (terkait underlying dan penggunaan netting untuk penyelesaian transaksi) diharapkan dapat mendukung pendalaman pasar valas domestik melalui efisiensi pasar, meningkatkan volume transaksi (terutama transaksi derivatif), meningkatkan fleksibilitas transaksi serta mendukung transaksi lindung nilai (hedging). Pokok penyempurnaan ketentuan transaksi valas terhadap rupiah adalah memberikan fleksibilitas terhadap mekanisme penyelesaian transaksi valas terhadap rupiah. Penyelesaian transaksi derivatif yang semula wajib dilakukan dengan pergerakan dana penuh (full movement of fund) kini dapat dilakukan secara netting. Implementasi ketentuan ini diharapkan dapat berdampak pada timbulnya efisiensi harga dan peningkatan volume transaksi. Pemberian fleksibilitas kepada pelaku pasar dimaksud tetap dalam koridor mendukung transaksi yang bermanfaat bagi ekonomi. Dalam hal ini transaksi valuta asing terhadap rupiah dalam jumlah tertentu harus memiliki keterkaitan dengan kegiatan ekonomi riil. Selain itu, penyesuaian ketentuan transaksi valas terhadap rupiah juga mencakup penyederhanaan underlying transaksi valas. Sebelumnya, pengaturan mengenai underlying tersebar pada berbagai ketentuan dengan cakupan yang bervariasi dan detil sehingga seringkali pelaku pasar mengalami kesulitan dalam menyediakan dokumen underlying dimaksud. Untuk mempermudah pelaksanaan transaksi, pengaturan mengenai underlying di buat menjadi lebih sederhana, jelas dan mengatur prinsip-prinsip secara umum yakni berupa trade and investment. Sehingga upaya pendalaman pasar yang dilakukan oleh Bank Indonesia secara langsung dapat mendukung kegiatan ekonomi dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudential) khususnya dalam menjaga stabilitas nilai tukar. Implementasi kedua ketentuan tersebut berlaku efektif sejak tanggal 10 November Upaya untuk memperdalam pasar valas domestik juga dilakukan dengan mendorong transaksi derivatif di pasar valas domestik yang saat ini masih diwarnai segmentasi akibat keterbatasan counterparty line. Salah satu alternatif yang disediakan oleh Bank Indonesia kepada perbankan guna mengelola likuiditas dan risiko nilai tukar adalah transaksi 59

72 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia swap lindung nilai Bank kepada Bank Indonesia. Penyempurnaan ketentuan mengenai pelaksanaan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia mencakup penambahan underlying transaksi yakni Declared Bussiness Fund (DBF). Kontrak paling lama 3 tahun dengan tenor transaksi 3, 6, atau 12 bulan. Transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia juga dapat diperpanjang dengan settlement secara netting. Selain itu, transaksi swap lindung nilai kepada BI dapat menjadi transaksi pass-on bank dengan pihak terkait 24. Ketentuan ini mulai berlaku sejak tanggal 18 September Program Keuangan yang Inklusif (Financial Inclusion) Bank Indonesia melaksanakan berbagai program bersamasama dengan pemerintah untuk mendukung peningkatan akses masyarakat terhadap sistem perbankan guna mewujudkan keuangan yang inklusif. Dalam rangka peningkatan akses keuangan, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan keuangan inklusif yang memiliki tujuan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi melalui pengurangan kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia bersinergi dengan kementerian, lembaga domestik dan lembaga internasional, serta perbankan. Pada, telah dilaksanakan berbagai kegiatan yang terkait dengan program keuangan inklusif, dengan perkembangan sebagai berikut: 1. TabunganKu dan Basic Saving Account lainnya Program ini bertujuan untuk mendorong ketersediaan dan pemanfaatan produk tabungan yang cocok untuk masyarakat kecil. Berdasarkan data bulan September 2014, jumlah rekening TabunganKu dan Basic Saving Account (BSA) lainnya tercatat sebanyak 12,1 juta rekening, meningkat sebesar 1,5 juta rekening dibandingkan akhir tahun 2013 (10,6 juta rekening). Jumlah rekening tersebut adalah sebesar 74,3% dari target tahun 2014 sebesar 2 juta rekening. Dari sisi nominal, jumlah TabunganKu dan BSA lainnya tercatat sebesar Rp11,1 triliun meningkat Rp1,8 triliun dari Desember 2013 (Rp9,3 triliun). Adapun rata-rata saldo rekening TabunganKu dan BSA mencapai sebesar Rp ,00. Dalam rangka meningkatkan jumlah rekening dan nominal TabunganKu serta BSA, Bank Indonesia melaksanakan koordinasi dengan OJK, anggota kelompok kerja TabunganKu dan Kementerian. Beberapa hal yang menjadi isu utama adalah penggunaan prinsip mengenal nasabah (know your customer principle) yang disederhanakan, serta perlunya sosialisasi dan edukasi kegiatan menabung baik kepada masyarakat maupun kepada stakeholder terkait. 2. Perluasan Pelaksanaan Edukasi Keuangan kepada Masyarakat Target dari pelaksanaan edukasi pada triwulan III-2014 adalah pelajar (SD, SMP, SMA, mahasiswa) dan kelompok masyarakat tertentu seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI), petani, nelayan, pedagang, perempuan pekerja rumahan (homeworkers), dan masyarakat di wilayah perbatasan dan kepulauan. Melanjutkan kegiatan edukasi pada triwulan sebelumnya, pada triwulan laporan Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan di antaranya: a. Penyusunan materi edukasi pengelolaan keuangan dan Layanan Keuangan Digital (LKD). 24 PBI No.16/19/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. 60

73 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia b. Koordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), World Bank, International Labour Organization (ILO) dan Tifa Foundation dalam rangka persiapan pelaksanaan pilot project modul edukasi keuangan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kepada pelatih TKI di Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK LN). c. Melibatkan Kantor Perwakilan Bank Indonesia dalam pelaksanaan edukasi keuangan kepada masyarakat. d. Pelaksanaan edukasi keuangan sebagai berikut: i. Training of Trainer (ToT) kepada Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dan Pegawai Kantor Perwakilan Bank Indonesia di wilayah pilot project; ii. Edukasi Keuangan kepada masyarakat penerima bantuan PKH di Jakarta Utara, Bandung, Cirebon, Pasuruan, dan Kupang. iii. Edukasi kepada pembina TKI seluruh Indonesia di Bantul, Yogyakarta. 3. Kampanye Gerakan Indonesia Menabung Kampanye Gerakan Indonesia Menabung (GIM) merupakan upaya bersama yang dilakukan oleh Bank Indonesia, perbankan dan stakeholder terkait untuk melakukan edukasi keuangan kepada masyarakat. Kegiatan ini juga disinergikan dengan program pengembangan UMKM melalui penyediaan Bazar UMKM yang menjadi binaan Bank Indonesia dan perbankan. Kegiatan yang telah dilaksanakan pada Triwulan III 2014 berupa kampanye GIM di beberapa Kantor Perwakilan Bank Indonesia dengan melibatkan perbankan dan pemerintah daerah setempat. 4. Pengembangan Layanan Keuangan Digital Layanan Keuangan Digital (LKD) adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif. Dengan penyediaan akses ini, diharapkan dapat menjadi entry point masyarakat yang belum mengenal bank ke dalam sistem keuangan dan sekaligus meningkatkan efisiensi transaksi keuangan. Pada, Bank Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran tentang Penyelenggaraan LKD Dalam Rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen LKD Individu 25 dan memperkenalkan LKD kepada khalayak luas, termasuk menyelenggarakan sosialisasi dan kampanye serta edukasi LKD. 5. Memfasilitasi Penyaluran Bantuan Pemerintah kepada Masyarakat Melalui LKD Program ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyaluran bantuan pemerintah dan sekaligus mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Uji coba penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat dilakukan di 4 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Masyarakat penerima PKH sangat antusias menggunakan agen LKD karena lebih aman, nyaman, dan dekat dengan lokasi pemukiman penerima. 25 Surat Edaran (SE) Kepada Semua Bank Umum di Indonesia No.16/12/DPAU tanggal 22 Juli 2014 Perihal Penyelenggaraan LKD Dalam Rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen LKD Individu. 61

74 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 6. Penyediaan Informasi Harga Komoditas di Tingkat Produsen (Sistem Informasi Harga Bagi Petani dan Nelayan/SIPN) Program ini bertujuan untuk membantu petani khususnya mengurangi informasi asimetris sehingga membantu peningkatan bargaining position dari petani dan nelayan. SIPN memberikan informasi terkini mengenai harga input (bibit, pestisida) dan harga output (harga jual) melalui telepon genggam dan website. Kegiatan yang telah dilaksanakan sampai dengan triwulan III 2014 adalah koordinasi dengan Kementan dan Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia. Selanjutnya, akan dilakukan uji coba di Makassar, Yogyakarta, Bandung, Tegal, Palu, dan Gorontalo Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Dalam mendukung program ketahanan pangan, Bank Indonesia melakukan pembinaan klaster komoditas pangan dan wirausaha agribisnis, serta berupaya meningkatkan intermediasi perbankan kepada UMKM di tingkat pusat dan daerah. Pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan, mendorong Bank Indonesia untuk turut aktif memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan dalam rangka peningkatan akses atau pembiayaan UMKM, program klaster komoditas pangan, dan program pengembangan wirausaha Penelitian dan Pengembangan dalam Rangka Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM Bank Indonesia melakukan berbagai penelitian dan pengembangan guna meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan, serta mendorong perbankan menyalurkan kredit kepada UMKM. Selama periode triwulan III-2014, telah dilakukan berbagai kegiatan antara lain: a. Penelitian skema pembiayaan pertanian komoditas pangan dengan menggunakan pendekatan Analisis Value Chain Financing. Dalam kegiatan ini, telah dilakukan survei lapangan serta pengolahan data hasil survei lapangan untuk tiga komoditas yaitu beras, cabai, dan bawang merah. b. Menyempurnakan Penelitian Pola Pembiayaan (lending model) untuk UKM, dan saat ini dalam tahap finalisasi hasil penelitian untuk keperluan publikasi hasil penelitian. c. Bank Indonesia telah menyampaikan daftar klaster sapi binaan Bank Indonesia kepada Kementerian Pertanian untuk difasilitasi dengan Asuransi Ternak Sapi (ATS), dalam rangka mendorong implementasi ATS. Selain itu, Bank Indonesia bekerjasama dengan Kementan dan Konsorsium Asuransi, menyusun Buku Implementasi Fasilitasi Asuransi Ternak Sapi, dalam rangka penyediaan informasi mengenai Asuransi Ternak Sapi kepada stakeholders. d. Memfasilitasi adanya addendum Perjanjian Kerjasama khususnya terkait dengan biaya pemeringkatan, dalam rangka pilot project pemeringkatan kredit untuk UKM di Jawa Tengah yang merupakan kerjasama antara Bank Jateng dan PT. PEFINDO. Selain itu, Bank Indonesia telah melakukan in-depth interview di 3 negara ASEAN (Malaysia, Thailand, 62

75 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia dan Philippines), desk study implementasi credit rating UKM di 3 negara non ASEAN (India, Jepang, dan Perancis), serta Focus Group Discussion (FGD) dengan pemangku kepentingan terkait di Indonesia. Kegiatan tersebut dalam rangka penyusunan kajian credit rating untuk UKM di tingkat ASEAN (Developing an ASEAN Benchmark for SME Credit Rating Metodology). e. Melakukan kajian tentang pemetaan geografis terhadap lima sektor industri kreatif yang berdaya saing di Indonesia yang dalam pelaksanaannya bekerjasama dengan World Bank. Terkait kajian, telah dilakukan survei terhadap pelaku industri kreatif dan perbankan yang difokuskan pada industri kerajinan, guna mengetahui potensi dan kendala industri dalam hal akses pembiayaan. f. Menyusun Pedoman, Modul, dan Aplikasi Pencatatan Transaksi Keuangan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK), guna mendorong akses keuangan kepada UMKM. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). g. Melakukan penelitian pengembangan alternatif lembaga keuangan yang memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat, untuk memperoleh konsep yang lengkap, jelas, dan applicable mengenai pola pendirian lembaga tersebut. Pada triwulan III-2014, penelitian telah selesai dilakukan di wilayah sekitar area migas blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur. h. Memfasilitasi pemanfaatan sertifikasi tanah bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) untuk dapat digunakan sebagai agunan dalam mengajukan kredit. Hal ini dilakukan antara lain dengan menindaklanjuti pilot project fasilitasi pemanfaatan sertifikat tanah untuk akses UMK pada pembiayaan yang bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Pertanian (Kementan). i Penandatangan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Hukum dan HAM RI pada 18 September 2014 tentang Kerjasama dalam rangka Peningkatan Kemandirian Narapidana dan Klien Pemasyarakatan. Tujuan kerjasama adalah agar narapidana dan klien pemasyarakatan yang dibina oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dapat diberdayakan dan dibekali pengetahuan kewirausahaan Program Klaster Komoditas Pangan Upaya pengembangan sektor riil dan UMKM juga dilakukan Bank Indonesia dengan menerapkan program klaster. Sejalan dengan tugas menjaga kestabilan harga, Bank Indonesia mengembangkan klaster komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan inflasi antara lain padi, daging sapi, ayam dan produknya, bawang merah, dan cabai merah. Adanya klaster komoditas pangan tersebut diharapkan dapat berkontribusi terhadap kestabilan harga dari sisi penawaran. Sampai dengan triwulan III-2014, telah dikembangkan 133 klaster di seluruh Indonesia, terdiri dari 62 klaster yang telah mandiri dan 71 klaster yang masih dalam tahap pembinaan. Klaster ketahanan pangan telah dikembangkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia dengan peta sebaran sebagaimana Gambar

76 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Gambar 3.1 Sebaran Program Pengembangan Klaster Bank Indonesia Untuk Komoditi Ketahanan Pangan Tingkat Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Tahun 2014 Terkait program tersebut, Bank Indonesia memberikan bantuan teknis dalam bentuk pendampingan, sarana produksi pertanian, fasilitasi, dan informasi. Implementasi Program Klaster di wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Wilayah adalah sebagai berikut: a. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulawesi, Maluku & Papua) Pengembangan klaster padi dilakukan bekerja sama dengan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan, Pemerintah Kabupaten Sopeng, Badan Urusan Logistik (Bulog) dan perbankan. Sampai triwulan III-2014, telah dilakukan perumusan pola pengembangan klaster, identikasi kebutuhan bantuan teknis, dan studi banding ke D.I. Yogyakarta. b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II (Kalimantan) Dalam rangka pengembangan klaster bawang merah di wilayah KPwBI Wilayah II, pada triwulan III-2014 telah dilakukan penanaman perdana seluas 26 ha di Kelompok Tani Karya Bersama, Desa Shabah Kec. Bungur Kab. Tapin. Untuk pengembangan klaster ini, KPwBI Wilayah II memberikan fasilitasi dan pendampingan kepada para petani. c. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III (Bali dan Nusa Tenggara) Mengembangkan klaster sapi potong di Kabupaten Karangasem. Sampai triwulan III-2014, telah dilakukan fasilitasi untuk beberapa pelatihan seperti inseminasi buatan dan pemilihan bibit unggul, pengolahan wafer sapi, sistem pertanian terintegrasi, dan pengembangan pakan hijau. Selain itu, dilakukan juga pembinaan dinamika kelompok dan sosialisasi bekerja sama dengan Bank Pembangunan Daerah Bali, PT. Bank Rakyat Indonesia dan PT. Permodalan Nasional Madani. d. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV (Jawa Timur) Pengembangan klaster sapi potong juga dilakukan oleh Kantor perwakilan BI Wilayah IV di Kabupaten Tuban. Sampai triwulan III-2014, telah dilakukan pendampingan program sertfikasi tanah bagi peternak bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) 64

77 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia agar mendapatkan akses pembiayaan. Selain itu juga dilakukan pendampingan dalam sistem akuntansi bagi lembaga yang menaungi peternak. e. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V (Jawa Tengah & Yogyakarta) Pengembangan klaster padi organik yang terintegrasi dengan peternakan dan perikanan dilakukan di Kabupaten Semarang. Sampai triwulan III-2014, telah dilakukan fasilitasi pelatihan pembuatan bokashi (pupuk kompos) dan biofarm berbasis alfafa (pembuatan pupuk cair dan pakan dari olahan rumput alfafa). Selain itu, telah difasilitasi pelaksanaan focus group discussion rencana pembangunan embung (tendon/waduk buatan) untuk irigasi dan juga koordinasi persiapan musim tanam kedua. f. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) Pengembangan klaster sapi potong dilakukan di Kabupaten Sukabumi. Sampai triwulan III-2014, telah dilakukan kesepakatan pengembangan klaster dengan Pemkab Sukabumi, persiapan pembangunan fisik kandang komunal, pembuatan biogas dan pengadaan solar panel melalui mekanisme Program Sosial BI (PSBI). g. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII (Sumsel, Kepulauan Babel, Bengkulu, dan Lampung) Kegiatan pengembangan klaster cabai yang dilakukan sampai triwulan III-2014 adalah peningkatan produksi cabai pada musim panen periode ini, serta peningkatan jumlah petani dan luas tanam. Sementara untuk peningkatan pasar, dilakukan diversifikasi produk turunan cabai dan pengemasan pupuk cair organik untuk dipasarkan keluar negeri. h. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumbar, Riau, Kep. Riau & Jambi) Pengembangan klaster sapi di lakukan di Kabupaten Pasaman Barat. Sampai triwulan III-2014, telah dilakukan penetapan kelompok klaster pembibitan sapi serta pelaksanaan pelatihan manajemen kelompok dan pelatihan recording tahap I. Selain itu telah dilakukan pula persiapan pengembangan klaster cabai melalui kesepakatan dengan Gubernur Provinsi Sumatera Barat i. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumatera Utara & Aceh) Pengembangan klaster bawang merah dilakukan di Kota Medan sampai triwulan III-2014 adalah proses monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan klaster. Kegiatan dilakukan melalui identifikasi perluasan target petani klaster dan pemilihan 9 kelompok tani pelaksana Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia Program pemberdayaan sektor riil dan UMKM lain yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia adalah program pengembangan wirausaha Bank Indonesia tahun Aktivitas program ini difokuskan pada peningkatan jumlah wirausaha di sektor agribisnis dan berorientasi ekspor dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan perbaikan struktur neraca perdagangan. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia telah memberikan pendampingan (mentoring/coaching) secara intensif kepada 371 orang wirausaha. Pendampingan kepada wirausaha yang dilakukan Bank Indonesia bekerjasama dengan pendamping UMKM, tenaga ahli, dan praktisi bisnis yang berasal dari universitas, dinas 65

78 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia terkait, komunitas bisnis, asosiasi usaha, profesional business coach, dan sebagainya. Materi yang diberikan antara lain motivasi berwirausaha, soft skill dan pengetahuan teknis terkait aspek produksi, keuangan, pemasaran. Upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam memberdayakan UMKM mendapatkan apresiasi yang positif dari pemangku kepentingan. Pada triwulan III-2014, indeks kepuasan pemangku kepentingan terhadap peran Bank Indonesia dalam program pengembangan UMKM rata-rata mencapai 5,28 (skala 6) Kerjasama Internasional Terkait Pengembangan UMKM Sebagai bentuk komitmen Bank Indonesia dalam mendukung pengembangan akses dan kapabilitas UMKM, Bank Indonesia juga aktif dalam berbagai fora internasional yang fokus dalam pengembangan UMKM, khususnya untuk peningkatan akses keuangan atau akses kredit bagi UMKM. Pada triwulan III-2014, Bank Indonesia telah berpartisipasi sebagai narasumber dalam : 1. Forum The 39 th Asia-Pacific Economic Cooperation s (APEC) Small and Medium Enterprises Working Group (SMEWG) Meeting di Nanjing, China pada September Dalam pertemuan tersebut Bank Indonesia menyampaikan materi pada sesi sharing best practice dengan priority area financing, yaitu sharing mengenai Program Gerakan Pencatatan Transaksi Keuangan. 2. Forum The 6 TH Alliance for Financial Inclusion (AFI) Global Policy Forum 2014 bulan September 2014 yang dilaksanakan di Trinidad dan Tobago pada bulan September Bank Indonesia menjadi narasumber pada sesi Gender Dimension of FI Policymaking dan bertindak sebagai co-chair dalam pertemuan AFI SME Finance Working Group (AFI SMEFWG) yang membahas isu-isu mengenai pengembangan UMKM. 3. Forum Regional Conference on SME Access to Finance yang diselenggarakan oleh ASEAN Connectivity through Trade and Investment (ACTI) bekerjasama dengan US Agency for International Development (USAID) dan ASEAN SME Working Group (SMEWG) di Hanoi, Vietnam pada bulan September Pengelolaan Informasi Perkreditan Pengelolaan informasi perkreditan terus dioptimalkan untuk mendukung fungsi intermediasi industri keuangan yang sehat. Guna mendukung infrastruktur sistem keuangan, Bank Indonesia mengelola Sistem Informasi Debitur (SID). Melalui SID, lembaga keuangan dapat melakukan pengecekan data debitur sehingga proses pemberian kredit dapat dilakukan berdasarkan prinsip kehatihatian dan tercapainya efisiensi penyediaan dana di industri perbankan. Bagi Bank Indonesia, pengelolaan data perkreditan juga memiliki peranan yang penting guna mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Bank Indonesia. Tugas dan fungsi tersebut mencakup pelaksanaan penentuan kebijakan dan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan diantaranya adalah penentuan Probability of Default (PD), kebijakan Loan to Value (LTV) pada kredit perumahan dan kendaraan bermotor, dan pembatasan jumlah kepemilikan kartu kredit. Pemanfaatan SID oleh lembaga keuangan semakin meningkat dari waktu ke waktu, baik dari sisi jumlah lembaga keuangan yang menjadi pelapor SID dan data debitur serta fasilitas yang dilaporkan (Grafik 3.4). 66

79 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sampai dengan akhir triwulan III-2014, jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor dalam SID adalah 119 Bank Umum, 1323 Bank Perkreditan Rakyat, dan 28 Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB). Data perkreditan yang dilaporkan secara rutin setiap bulan oleh pelapor dari lembaga keuangan tersebut mencapai sejumlah 80,73 juta data debitur dan 174,43 juta rekening fasilitas. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sejumlah 79,77 data debitur dan 167,16 juta rekening fasilitas (Tabel 3.2). Pertumbuhan 5,00% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00% Pertumbuhan Debitur Pertumbuhan Rekening Fasilitas 3,07% 3,33% 2,44% 2,56% 1,20% TW III ke TW IV TW IV ke TW I TW I ke TW II TW II ke TW III ,07% 3,33% Pertumbuhan Debitur-Fasilitas 3,17% 3,50% 2,44% 3,17% 2,56% 3,50% 4,35% 1,20% 4,35% Grafik 3.4 Pertumbuhan Debitur-Fasilitas Sistem Informasi Debitur Tabel 3.2 Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak Triwulan III-2013 s.d Triwulan IV-2014 Tahun Triwulan IV I II III Jumlah Debitur 75,93 77,78 79,77 80,73 Jumlah Rekening Fasilitas 156,54 161,51 167,16 174,43 (dalam juta) Sejalan dengan pertumbuhan data jumlah debitur dan rekening fasilitas yang dikelola dalam SID, terdapat pula peningkatan jumlah pemanfaatan informasi perkreditan oleh lembaga keuangan pada triwulan III-2014, apabila dibandingkan dengan permintaan Informasi Debitur Individual (IDI) pada triwulan II Peningkatan jumlah permintaan informasi perkreditan tersebut mencerminkan tingkat pentingnya informasi perkreditan yang dikelola dalam SID bagi lembaga keuangan. Jumlah informasi perkreditan yang dimanfaatkan oleh lembaga keuangan tercermin dari statistik permintaan IDI yang merupakan produk utama dari SID. Namun demikian, jumlah permintaan IDI pada triwulan III-2014 yang mencapai 8,17 juta permintaan tersebut menurun sebesar 20,2% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Demikian pula dengan jumlah permintaan IDI pada triwulan III-2014 yang mengalami penurunan sebesar 12,2% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (Tabel 3.3). Tabel 3.3 Permintaan Informasi Debitur Individual per Triwulan sejak Triwulan III-2013 s.d III IV I II III 9,30 8,52 9,27 10,40 8,17 (dalam juta) 67

80 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Jumlah IDI (juta) 5,00 4,00 3,62 3,00 2,46 2,44 2,00 2,57 3,77 2,93 2,83 4,36 3,21 2,47 2,57 3,13 Disamping pemanfaatan informasi pekreditan oleh lembaga keuangan, terdapat beberapa lembaga lain selain Bank Indonesia yang juga turut memanfaatkannya diantaranya Kementerian Keuangan, World Bank, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan membentuk forum koordinasi dan menyusun petunjuk pelaksanaan kerjasama makro-mikro prudensial. 1,00 0,00 Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep TW IV 2013 TW I 2014 TW II 2014 TW III 2014 Jumlah IDI 2,46 2,44 3,62 2,57 3,77 2,93 2,83 4,36 3,21 2,47 2,57 3,13 Grafik 3.5 Permintaan Informasi Debitur Individual sejak Triwulan IV-2013 s.d Koordinasi dan Kerjasama dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia-OJK Pasca-Pengalihan Fungsi Pengawasan Bank Ke OJK Sejalan dengan beralihnya fungsi, tugas dan wewenang Bank Indonesia dalam mengawasi dan mengatur kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan ke Otoritas Jasa Keuangan sesuai amanat UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia terus melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini bertujuan guna mendukung pelaksanaan tugas masing-masing lembaga dalam menjaga stabilitas sistem keuangan yang mendukung pertumbuhan perekonomian yang berkesinambungan. Sampai dengan triwulan III-2014, kedua lembaga secara reguler berkoordinasi antara lain tukar menukar data dan/atau informasi serta pertukaran hasil pengawasan dan/atau asesmen macro surveillance, penyusunan stance di fora internasional, edukasi kepada masyarakat, serta pengelolaan SDM yang dialihkan atau dipekerjakan pada OJK. Untuk memperlancar kerjasama dan koordinasi dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang Bank Indonesia dan OJK, disusun Petunjuk Pelaksanaan Bersama (Mekanisme Kerja) Makro-Mikroprudensial yang merupakan turunan Keputusan Bersama BI-OJK tanggal 18 Oktober Selain itu, juga telah dibentuk suatu protokol untuk mekanisme koordinasi BI-OJK yaitu Petunjuk Pelaksanaan Forum Koordinasi Makro-Mikroprudensial (FKMM). FKMM adalah forum koordinasi dan kolaborasi yang dibentuk untuk memperlancar dan mengoptimalkan kerjasama dan koordinasi dalam rangka melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam rangka pertukaran informasi serta pengelolaan sistem pelaporan bank dan perusahaan pembiayaan, sebagaimana disepakati dalam Keputusan Bersama BI-OJK tanggal 18 Oktober 2013, telah dibentuk Forum Koordinasi Pertukaran Informasi dan Sistem Pelaporan. Sampai dengan triwulan II-2014, forum ini telah berkoordinasi menyusun Petunjuk Pelaksanaan Bersama Pertukaran Informasi BI-OJK dan Petunjuk Pelaksanaan Tentang Hak Akses Aplikasi Pelaporan dan Aplikasi Olahan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. 68

81 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Kebijakan Sistem Pembayaran Guna menjaga dan meningkatkan kelancaran, keamanan, dan efisiensi sistem pembayaran, pada triwulan III-2014, Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran antara lain dengan penyiapan sistem pendukung setelmen dana dan surat berharga. Selain itu, Bank Indonesia juga memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran non-tunai dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, selama triwulan III-2014, Bank Indonesia melakukan berbagai program sebagai berikut: 1. Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II sebagai infrastruktur setelmen dana dan surat berharga, dilakukan untuk meningkatkan keandalan, keamanan dan efisiensi operasional sistem pembayaran. Sampai dengan triwulan III-2014, telah diselesaikan tahapan verifikasi fungsional dan konfigurasi aplikasi sebagai persiapan uji coba oleh pihak industri. Bersamaan dengan itu, dilakukan pula penyiapan ketentuan penyelenggaraan sistem, pelaksanaan program change management bagi penyelenggara dan peserta sistem, serta penyediaan helpdesk. Bank Indonesia berupaya agar penggunaan instrumen pembayaran non-tunai di masyarakat semakin meningkat, antara lain melalui pencanangan Gerakan Nasional Non- Tunai (GNNT). 2. Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Generasi II Pengembangan SKNBI Generasi II ditujukan untuk memperluas layanan dan kepesertaan SKNBI kepada Penyelenggara Transfer Dana non Bank Umum. Selain itu, pengembangan sistem ini dimaksudkan untuk mendukung interoperabilitas antar sistem, meningkatkan kapasitas sistem, dan menyediakan informasi yang lebih komprehensif. Pada triwulan III-2014, pengembangan SKNBI Generasi II telah memasuki tahap System Integration Test (SIT) untuk memastikan operasional sistem berfungsi dengan baik. 3. Sentralisasi Helpdesk Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Dalam rangka meningkatkan layanan kepada stakeholder, Bank Indonesia melakukan sentralisasi helpdesk pada delapan layanan operasional yang meliputi sistem BI- RTGS, BI-SSSS dan Sistem Informasi BI-SSSS, SKNBI, Otomasi Kliring Jakarta, Sistem Payment Versus Payment, Daftar Hitam Nasional (DHN), serta Kepesertaan dan Member Compliance penyelenggara kliring lokal non-bank Indonesia. Layanan helpdesk tersebut didukung dengan satu sistem contact center yang terintegrasi. Dengan sentralisasi tersebut, diharapkan dapat mendukung bisnis penyelenggaraan sistem pembayaran di Bank Indonesia dengan layanan yang cepat dan memiliki manajemen pencatatan yang baik. Penyempurnaan helpdesk penyelenggaraan sistem pembayaran ditujukan pula untuk mendukung implementasi sistem baru yang masih dipersiapkan oleh Bank Indonesia yaitu Sistem BI-RTGS Generasi II dan SKNBI Generasi II. 4. Penggunaan Central Bank Money untuk Setelmen Dana Transaksi di Pasar Modal Bank Indonesia bersama dengan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) tengah mempersiapkan penggunaan central bank money dalam mekanisme setelmen dana atas transaksi di pasar modal. Saat ini, setelmen dana dalam transaksi pasar modal dilakukan melalui bank komersial atau dikenal dengan istilah Commercial Bank Money. Ke depannya, peran bank komersial tersebut akan digantikan oleh Bank Indonesia. 69

82 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Perubahan mekanisme ini dilakukan dalam rangka mitigasi risiko kredit dan risiko likuiditas sistem pembayaran. Pada triwulan III-2014, telah dilakukan pembahasan teknis termasuk issues dalam penyiapan mekanisme serta usulan strategi dan roadmap implementasinya. 5. Pengembangan National Payment Gateway (NPG) Untuk mengatasi adanya fragmentasi dalam sistem pembayaran ritel yang mengakibatkan munculnya beragam platform dan model bisnis, Bank Indonesia mengupayakan terbentuknya NPG. Beragamnya platform dan model bisnis tersebut akan berdampak pada sistem pembayaran ritel yang tidak memiliki interoperabilitas sehingga mengakibatkan keterbatasan akses dan penggunaan infrastruktur yang kurang efisien. Dalam tahap awal akan dilakukan pengembangan domestic switch untuk kartu kredit dimana pemrosesan transaksi yang tadinya dilakukan secara internasional melalui prinsipal kartu kredit asing akan diproses secara nasional oleh NPG. Dalam rangka mempersiapkan pembentukan domestic switch tersebut, pada triwulan III-2014, sedang dilakukan penyiapan materi informasi dan penjelasan terkait rencana pengembangan NPG serta penyusunan kebutuhan SDM yang akan membantu dalam pengembangan NPG. 6. Perluasan Penggunaan Instrumen Non Tunai Untuk mendorong perluasan penggunaan instrumen non-tunai yang diharapkan dapat mendorong transparansi, efisiensi, perencanaan perekonomian yang lebih akurat, dan peningkatan akses masyarakat, Bank Indonesia telah mencanangkan program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Selanjutnya, Bank Indonesia juga terus berupaya melakukan kerjasama dan koordinasi dengan berbagai instansi Pemerintah dan industri sistem pembayaran. Pada triwulan III-2014, telah dilakukan pencanangan GNNT pada sembilan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN), serta kegiatan di Institut Pertanian Bogor, yang diikuti pula dengan kuliah umum dan sosialisasi. Dalam kegiatan tersebut, Bank Indonesia melakukan edukasi dan sosialisasi serta memberikan pengalaman secara langsung kepada seluruh civitas akademika untuk bertransaksi menggunakan uang elektronik. Selain itu, Bank Indonesia bersama dengan beberapa Kementerian tengah mempersiapkan program GNNT. Kerja sama dengan berbagai pihak lainnya juga dilakukan untuk memperluas penggunaan uang elektronik di masyarakat. Salah satu bentuk kerjasama yang dilakukan antara lain melalui konsep penyaluran Bantuan Langsung Tunai Bersyarat kepada peserta Program Keluarga Harapan (PKH) dengan menggunakan Uang Elektronik melalui Agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di empat provinsi. Uji coba pelaksanaan juga dilakukan bersama dengan bank peserta untuk memeriksa kesiapan calon agen LKD. Selain itu, dilakukan fasilitasi penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara Kementerian Sosial dengan bank peserta untuk pembukaan rekening penampungan dan pelaksanaan penyaluran PKH pada wilayah yang ditunjuk. 70 Untuk memperluas penggunaan uang elektronik, Bank Indonesia juga melakukan program pengembangan kawasan masayarakat non-tunai atau Less Cash Society (LCS). Dalam rangka persiapan implementasi kegiatan LCS di beberapa kota, dilakukan koordinasi lanjutan dengan bank peserta kegiatan LCS, serta dilakukan pencanangan serempak di 11 universitas yang menjadi lokasi kegiatan LCS.

83 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Selanjutnya, dalam rangka mendukung perluasan penggunaan uang elektronik, Bank Indonesia telah mengeluarkan aturan pelaksana penyelenggaraan uang elektronik 26. Ketentuan tersebut dikeluarkan sebagai pelaksana dari Peraturan Bank Indonesia terkait Uang Elektronik yang telah diterbitkan pada periode laporan sebelumnya. 7. Standardisasi Chip dan PIN pada kartu ATM dan kartu ATM/Debet Untuk mendorong peningkatan keamanan transaksi kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan kartu ATM/Debet, Bank Indonesia mewajibkan penerbit kartu ATM untuk menggunakan standar teknologi chip dan menggunakan Personal Identification Number (PIN) 6 digit. Sampai triwulan III-2014, telah terdapat empat vendor kartu yang telah memiliki sertifikasi. Untuk vendor mesin ATM dan Electronic Data Capture (EDC), serta vendor mesin Perso, sampai dengan periode laporan, masih dalam tahap sertifikasi. 8. Upaya Peningkatan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran Bank Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Sejalan dengan hal tersebut, pada triwulan III-2014, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan terkait Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran 27. Adapun ruang lingkup jasa Sistem Pembayaran tersebut meliputi penerbitan instrumen pemindahan dana dan/atau penarikan dana, kegiatan transfer dana, Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), uang elektronik, penyediaan dan/ atau penyetoran uang Rupiah, serta penyelenggaraan Sistem Pembayaran lainnya yang akan ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia. Selain melalui penerbitan ketentuan terkait perlindungan konsumen, Bank Indonesia juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Dari penilaian peserta sosialisasi melalui survei, diketahui sosialisasi dinilai baik dan dapat memberikan pemahaman yang memadai. 9. Penyempurnaan Ketentuan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Untuk menciptakan tata kelola yang baik dan mencegah penyalahgunaan kegiatan usaha penukaran valuta asing sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, Bank Indonesia melakukan pemurnian dan penguatan kegiatan usaha penukaran valuta asing yang dilakukan penyelenggara bukan Bank. Melalui kegiatan tersebut, diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang sehat dalam mendukung pertumbuhan industri penukaran valuta asing dan meningkatkan efektivitas pengawasan sistem pembayaran yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Salah satu cara yang ditempuh adalah melalui penyempurnaan ketentuan kegiatan usaha penukaran valuta asing Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Untuk meningkatkan keamanan, kelancaran, dan efisiensi dalam penyelenggaraan sistem pembayaran, Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran. Obyek pengawasan meliputi sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia maupun yang diselenggarakan oleh pihak lain di luar Bank Indonesia, seperti penyelenggara APMK, uang elektronik, kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) dan transfer dana. 26 SE BI No. 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money). 27 SE BI No. 16/16/DKSP tanggal 30 September 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran. 28 PBI No. 16/15/PBI/2014 tanggal 11 September 2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank. 71

84 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Selain melalui pengawasan, peningkatan keamanan juga diupayakan oleh Bank Indonesia melalui kerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk penanganan dugaan tindak pidana di bidang sistem pembayaran. Selain itu, telah ditandatangani Pedoman Kerja Tata Cara Pelaksanaan Penanganan Dugaan Tindak Pidana di Bidang Sistem Pembayaran dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA). Pedoman Kerja ini meliputi penanganan dugaan tindak pidana di bidang Sistem Pembayaran (transfer dana, APMK, uang elektronik dan Jasa Pengolahan Uang Rupiah) serta KUPVA. Kerjasama ini akan berlangsung di seluruh wilayah Indonesia untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana Sistem Pembayaran dan KUPVA. BOKS Program Gerakan Nasional Non Tunai Melalui Pengembangan Kawasan Non Tunai Di Kampus Transaksi sistem pembayaran non-tunai di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun demikian, peningkatan tersebut masih perlu terus diupayakan mengingat transaksi ritel dengan menggunakan uang tunai di Indonesia masih sangat tinggi. Kondisi tersebut ditengarai karena pemahaman masyarakat terhadap instrumen non-tunai yang relatif masih rendah dan masih terbatasnya ketersediaan infrastruktur untuk dapat melakukan transaksi non tunai. Berbagai kelemahan transaksi apabila dilakukan dengan uang tunai, seperti ketidakpraktisan, peluang untuk melakukan tindakan kriminal, seperti korupsi dan pencucian uang, serta tingginya biaya pengelolaan uang, dapat diatasi apabila masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi untuk menggunakan instrumen pembayaran non-tunai. Hal inilah yang mendorong Bank Indonesia terus berupaya mendorong penggunaan alat pembayaran non tunai. Bank Indonesia telah mencanangkan Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) pada 14 Agustus 2014 yang diawali dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah serta Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia. Pemerintah menyambut baik pencanangan GNNT tersebut seiring dengan kesadaran akan manfaat penggunaan instrumen non-tunai, seperti mendorong transparansi, efisiensi, perencanaan perekonomian yang lebih akurat, dan peningkatan akses masyarakat. Selanjutnya, upaya-upaya peningkatan penggunaan instrumen non-tunai terus diupayakan Bank Indonesia, antara lain melalui pembentukan kawasan non-tunai di kampus. Pembentukan kawasan tersebut telah dilakukan di berbagai kampus pada 10 kota di Indonesia. Kampus dipilih menjadi kawasan non-tunai karena civitas akademika kampus diharapkan dapat menjadi agen perubahan untuk memperkenalkan alat pembayaran non-tunai, khususnya uang elektronik kepada masyarakat. Pertimbangan lain yang menjadikan kampus sebagai kawasan non tunai adalah adanya jumlah populasi yang tinggi, aktivitas ritel yang tinggi, akses listrik dan sinyal mobile phone yang baik, komunitas yang sudah akrab dengan bank, serta banyak orang muda yang menjadi trendsetter pada komunitasnya. Universitas 72

85 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia yang dipilih menjadi kawasan non tunai adalah Universitas Indonesia, Universitas Negeri Makassar, IAIN Antasari, Universitas Udayana, Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjajaran, Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Institut Koperasi Indonesia, Universitas Sriwijaya, Universitas Andalas, Universitas Sumatera Utara dan Institut Pertanian Bogor. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, Bank Indonesia memfasilitasi kerjasama antara bank penerbit APMK dan uang elektronik dengan universitas, pedagang (merchant), perusahaan telekomunikasi, serta otoritas wilayah. Adapun kegiatan dalam program tersebut adalah sosialisasi (antara lain melalui kuliah umum, gerai informasi, dan berbagai promosi di tempat strategis), bulan belanja, seminar, talkshow, pameran, bazar, dan berbagai lomba, serta survei. Secara umum kegiatan ini berhasil mengedukasi masyarakat dan civitas akademika untuk memahami uang elektronik sekaligus memberikan pengalaman menggunakan uang elektronik dalam bertransaksi. Hal ini terlihat dari tingginya minat masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai uang elektronik dan menggunakan uang elektronik dalam bertransaksi. Selain itu, juga dapat dilihat dari banyaknya jumlah kunjungan ke pusat informasi saat kegiatan berlangsung. Beberapa hal yang menjadi ukuran keberhasilan pengembangan kawasan masyarakat non tunai atau Less Cash Society (LCS) adalah adanya peningkatan volume transaksi non-tunai, peningkatan awareness masyarakat kawasan LCS terhadap alat pembayaran non-tunai, tingkat kepuasan bertransaksi, serta efektivitas edukasi kepada masyarakat. Dari hasil survei sebelum dan sesudah acara sosialisasi, diketahui terdapat peningkatan pengetahuan masyarakat, peningkatan penggunaan uang elektronik, serta menunjukkan kepuasan bertransaksi dengan menggunakan uang elektronik. Meskipun demikian, Bank Indonesia juga menyadari bahwa perubahan perilaku masyarakat dalam bertransaksi dari pengunaan uang tunai menjadi instrumen non-tunai, khususnya uang elektronik memerlukan waktu yang tidak singkat. Hal inilah yang mendorong Bank Indonesia untuk terus melakukan berbagai fasilitasi dan berkoordinasi dengan berbagai entitas. Pengembangan kawasan LCS ini diharapkan dapat menjadi model pengembangan untuk sektor-sektor lainnya. Diharapkan, dengan berbagai keuntungan penggunaan instrumen non-tunai, kesadaran masyarakat untuk menggunakan instrumen non-tunai tersebut dapat terus meningkat seiring dengan meningkatnya infrastruktur pendukung transaksi non-tunai. 73

86 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Kebijakan Pengelolaan Uang Bank Indonesia memenuhi kebutuhan uang Rupiah melalui perencanaan yang tepat, pencetakan uang sesuai kebutuhan dan menjaga kelancaran distribusi uang ke masyarakat. Salah satu upaya yang direalisasikan pada periode laporan adalah penerbitan uang Rupiah sebagaimana memenuhi amanat Undang- Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Kebijakan pengelolaan uang diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Selama triwulan III-2014, implementasi kebijakan dalam rangka mencapai pilar pertama adalah : a. Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) dan Rencana Cetak Uang (RCU) Tahun 2015 Dalam upaya pemenuhan kebutuhan uang rupiah, setiap tahun Bank Indonesia melakukan penyusunan Estimasi kebutuhan Uang (EKU) dengan memperhatikan berbagai variabel makro ekonomi antara lain pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga. Penyusunan EKU dilakukan Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Selain itu merupakan implementasi dari Nota Kesepahaman antara Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan Koordinasi dalam rangka Perencanaan dan Pencetakan, serta Pemusnahan Uang Rupiah. Berdasarkan EKU yang telah disusun tersebut, Bank Indonesia menyusun Rencana Cetak Uang (RCU). Pada triwulan laporan, Bank Indonesia telah menyusun dan menyampaikan Rencana Cetak Uang tahun 2015 kepada Kementerian Keuangan. b. Pencetakan Uang Rupiah tahun 2014 Pada triwulan III-2014 telah direalisasikan pencetakan uang sebesar Rp43,6 triliun, dengan komposisi uang rupiah kertas Rp43,5 triliun dan uang rupiah logam Rp125,7 miliar dalam berbagai pecahan. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut perjanjian pelaksanaan pekerjaan pencetakan uang Rupiah tahun 2014 oleh Bank Indonesia dan Perum Peruri pada 30 Desember Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan akhir triwulan III-2014, Bank Indonesia telah merealisasikan pencetakan uang sebesar Rp123,8 triliun. c. Pengeluaran dan Pengedaran Uang Rupiah Memenuhi Amanat Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Memenuhi amanat Pasal 42 Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, pada tanggal 17 Agustus 2014 Bank Indonesia telah mengeluarkan uang Rupiah kertas pecahan Rp Sebagai dasar pengeluaran uang kertas tersebut, Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.16/13/PBI/2014 tanggal 24 Juli 2014 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Rupiah Kertas Pecahan (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2014 dan PBI No.16/14/PBI/2014 tanggal 24 Juli 2014 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Rupiah Kertas Khusus Pecahan (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2014 Dalam Bentuk Uang Rupiah Kertas Bersambung. 74

87 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Depan Belakang Uang Kertas Bank Indonesia Pecahan : Rp Nama Uang Kertas : Uang Kertas Bank Indonesia Seri / Emisi : Tahun 2014 Pecahan : Rp Jaman / Masa : Jaman RI Kesatuan Tgl. Penerbitan : 17 Agustus 2014 Tgl. Penarikan Kembali Penandatangan : Gubernur Bank Indonesia Menteri Keuangan Tanda Air : W.R. Soepratman Bahan : Serat Kapas Ukuran : 151 x 65 mm Warna Dominan - Depan : Merah - Belakang : Merah Desain Utama - Depan : Gambar Pahlawan Proklamasi Dr. (H.C.) ir. Soekarno dan Dr. (H.C.) Drs. Mohammad Hatta - Belakang : Gambar Gedung MPR/DPR/DPD RI Gambar 3.2 Uang Kertas Bank Indonesia Pecahan Rp Tahun Emisi 2014 Secara umum, desain uang Rupiah kertas pecahan Rp Tahun Emisi 2014 tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan uang Rupiah kertas pecahan Rp Tahun Emisi 2004 yang beredar saat ini. Perbedaan utama antara lain dikenali dari frasa Negara Kesatuan Republik Indonesia pada bagian muka dan belakang uang, serta penanda tangan uang dari yang sebelumnya Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia menjadi Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan (Gambar 3.2). d. Upaya penanggulangan pemalsuan uang Untuk menjamin rasa aman pengguna uang rupiah, Bank Indonesia terus melakukan upaya penanggulangan peredaran uang rupiah palsu. Upaya dilakukan baik secara preventif dan preemptive serta dukungan pada upaya represif yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Realisasi upaya yang dilakukan pada periode laporan antara lain: 1. Upaya preventif dilakukan melalui penyempurnaan desain uang serta koordinasi dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal). Pada periode laporan, telah dilakukan penyiapan Nota Kesepahaman oleh seluruh unsurunsur Botasupal (Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Keuangan) mengenai Koordinasi Dalam Rangka Pemberantasan Rupiah Palsu. Hal ini dalam upaya memperlancar pelaksanaan koordinasi dalam rangka pemberantasan rupiah palsu. 2. Upaya preemptive dilakukan melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi masyarakat mengenai ciri keaslian uang rupiah dan cara memperlakukan uang rupiah dengan baik. Selama triwulan III-2014, kegiatan sosialisasi dilakukan kepada masyarakat umum dibeberapa wilayah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa. Pelaksanaan sosialisasi juga dilakukan bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu dilakukan pula edukasi melalui kegiatan berbagai instansi dan kelompok masyarakat. Edukasi pada instansi antara lain kepada aparat penegak hukum melalui 75

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pemerintah

Lebih terperinci

Triwulan II. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Triwulan II. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2014 149 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 261 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Sambutan Gubernur Bank Indonesia Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta, 10

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi di bulan Desember menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan lalu dan lebih tinggi dari historisnya. Inflasi

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan III 2014 RINGKASAN EKSEKUTIF Perekonomian Indonesia pada triwulan III 2014 menunjukkan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang terjaga serta proses penyesuaian

Lebih terperinci

Triwulan IV-2015 dan Tahun Laporan Pelaksanaan. Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Triwulan IV-2015 dan Tahun Laporan Pelaksanaan. Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia www.bi.go.id Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Penyampaian Laporan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global

Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global Di tengah ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global, kinerja perekonomian domestik selama tahun

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017 RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 217 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi Bulan Februari 217 Terkendali Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat,23% (mtm) di bulan Februari. Inflasi di bulan ini

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juli 2017 Terkendali Inflasi Juli 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar 4,0±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Koreksi Harga Paska Idul Fitri Dorong Deflasi Agustus

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii

RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii RINGKASAN EKSEKUTIF Stabilitas sistem keuangan pada semester I 2016 membaik walaupun risiko yang berasal dari dampak lambatnya pertumbuhan ekonomi global dan domestik masih cukup besar. Perbaikan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

Triwulan I. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Triwulan I. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I 2015 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan

Lebih terperinci

Triwulan IV-2014 dan Tahun Laporan Pelaksanaan. Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Triwulan IV-2014 dan Tahun Laporan Pelaksanaan. Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Penyampaian Laporan Pelaksanaan

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K 1 B A N K I N D O N E S I A KINERJA TRIWULAN I-2004 : EVALUASI KEBIJAKAN MONETER, PERBANKAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN SERTA ARAH KEBIJAKAN MENDATANG Penyampaian penjelasan ini merupakan salah satu wujud dari

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Inflasi Ramadhan 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan IV 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan IV 2003, Bank Indonesia Sampai

Lebih terperinci

Laporan Perekonomian Indonesia

Laporan Perekonomian Indonesia 1 Key Messages Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi spillover dan gejolak pasar keuangan global. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan relatif

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Inflasi Bulan Januari 2017 Meningkat, Namun Masih

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan I 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan I 2004, Bank Indonesia Membaiknya

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID Harga Pangan Dorong Inflasi Oktober 2017 Tetap Rendah INFLASI IHK Inflasi IHK sampai dengan Oktober 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ($'nrxrurruhbrunsr,e. I Dnrrnn lsr I. KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK. vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM...

DAFTAR ISI. ($'nrxrurruhbrunsr,e. I Dnrrnn lsr I. KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK. vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM... I Dnrrnn lsr I DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK I ilt vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM... BAB 2. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI 1. Pertumbuhan Ekonomi 2. Kondisi Keseimbangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan II 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan II 2004, Bank Indonesia Selama

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juni 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,69% (mtm) di bulan Juni (Tabel 1). Inflasi IHK pada periode puasa dan lebaran

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 INFLASI IHK Inflasi Mei 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,39% (mtm) di bulan Mei (Tabel 1). Inflasi IHK bulan ini meningkat dibanding

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Triwulan II. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Triwulan II. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2015 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia www.bi.go.id Triwulan II 2015 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Tinjauan Umum 485 TINJAUAN UMUM Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Selama triwulan I-2005, kinerja perekonomian Indonesia masih menunjukkan perkembangan yang membaik. Kestabilan makroekonomi

Lebih terperinci

Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 ANALISIS TRIWULANAN

Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 ANALISIS TRIWULANAN Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 109 ANALISIS TRIWULANAN Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 Tim Penulis Laporan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan II 2014 Perekonomian Indonesia pada triwulan II 2014 menunjukkan bahwa proses penyesuaian struktur perekonomian ke arah yang lebih seimbang masih

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017 RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi April 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,09% (mtm) di bulan April (Tabel 1). Inflasi IHK

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 Koreksi Harga Pangan dan Faktor Musiman Dorong Deflasi Agustus INFLASI IHK Inflasi Agustus 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017 RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Panen Dorong Deflasi Maret 2017 Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami deflasi 0,02% (mtm) di bulan Maret (Tabel 1). Deflasi bulan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Inflasi Lebaran 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 7 Oktober 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

Triwulan III. Laporan Pelaksanaan. Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Triwulan III. Laporan Pelaksanaan. Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III 2015 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia www.bi.go.id Triwulan III 2015 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Perkembangan Terkini, Tantangan, dan Prospek Ekonomi Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Disampaikan pada MUSRENBANG RKPD 2017 KOTA BALIKPAPAN OUTLINE 2 Perekonomian Nasional Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Ekonomi Global 2011 Tahun 2011 merupakan tahun dengan berbagai catatan keberhasilan, namun juga penuh dinamika dan sarat

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan Ringkasan Laporan Nusantara Februari 2014 *) Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya, realisasi

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Inflasi Bulan November 2016 Didorong Harga Pangan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI MARET 2016

ANALISIS INFLASI MARET 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) ANALISIS INFLASI MARET 2016 Komoditas Pangan Dorong Inflasi IHK Maret INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia http://www.bi.go.id BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan Moneter Grup Kebijakan Moneter Departemen

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER INFLASI IHK Inflasi September 2017 Terkendali Inflasi IHK sampai dengan September 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017. Pada bulan September inflasi

Lebih terperinci

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan Pola Inflasi Ramadhan 1 Tracking bulan Juni 2014 2 Risiko Inflasi s.d Akhir 2014 3 Respon Kebijakan 4 Pola Inflasi Ramadhan Bila mengamati pola historis inflasi selama periode Ramadhan-Idul Fitri, umumnya

Lebih terperinci

Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk kita semua

Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk kita semua SAMBUTAN DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIA SERAH TERIMA JABATAN KEPALA KANTOR PERWAKILAN BI PROVINSI ACEH BANDA ACEH, 20 OKTOBER 2015 Yang kami hormati, Gubernur Provinsi Aceh, Bp. Zaini Abdullah, Forum Komunikasi

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai bank sentral, Bank

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 Tim Penulis Laporan triwulan I-2003, Bank Indonesia Kondisi moneter selama triwulan I-2003 tetap stabil dan terkendali meskipun belum

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik Sambutan Gubernur Bank Indonesia Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta,

Lebih terperinci