ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA KE SEKTOR PROPERTI DI INDONESIA MIRSAD AWAWIN

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN. time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time series

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tradisional (traditional interest rate effect), jalur efek harga asset lain (other asset

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PERAN PERBANKAN SYARIAH DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER GANDA DI INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. waktu (time series) dari tahun 1986 sampai Data tersebut diperoleh dari

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

METODE PENELITIAN. terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak,

ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA KE SEKTOR USAHA KECIL MIKRO DAN MENENGAH (UMKM) DI INDONESIA

III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Pada tahun 2012 hingga 2013 UMKM menyumbang kan. tahun 2013 sektor ini mampu 97,16% dari total tenaga kerja.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder runtut waktu

IV. GAMBARAN UMUM. bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit, presentase profit dan loss

I. PENDAHULUAN. negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres

Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah Dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana Ke Sektor Pertanian Di Indonesia

METODE PENELITIAN. merupakan data time series dari bulan Januari 2002 sampai Desember Data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Unit Root Test Augmented Dickey Fuller (ADF-Test)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung akar-akar unit atau tidak. Data yang tidak mengandung akar unit

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka yang dijadikan objek

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Akar Unit (Unit Root Test) bahwa setiap data time series yang akan dianalisis akan menimbulkan spurious

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah diproxykan melalui penyaluran pembiayaan, BI Rate, inflasi

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. tahun 1980 hingga kuartal keempat tahun Tabel 3.1 Variabel, Notasi, dan Sumber Data

SKRIPSI ANALISIS EFEKTIVITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER GANDA DI INDONESIA OLEH INGRIT MAGDALENA

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Indonesia dan variabel independen, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN INVESTASI DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk. MAS UDI FARIDATUSH SHAFIYAH

BAB I PENDAHULUAN. Seorang investor bersedia menanamkan dananya di suatu investasi jika

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perkembangan Instrumen Kebijakan Moneter Syariah di Indonesia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam data time series adalah uji stasioner,

BAB III METODE PENELITIAN. Exchange Rate Rp/US$ ER WDI Tax Revenue Milyar Rupiah TR WDI Net Export US Dollar NE WDI

BAB I PENDAHULUAN. yang melambat ditandai dengan meningkatnya angka inflasi dan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Food and

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder.data ini

Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit dan Jalur Harga Aset di Indonesia Pendekatan VECM (Periode 2005: :12)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Pra Estimasi Uji Akar Unit (Unit Root Test) Pada penerapan analisis regresi linier, asumsi-asumsi dasar yang

METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Respon PDB terhadap shock

METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang dijadikan objek

BAB III METODELOGI PENELITIAN. variabel- variabel sebagai berikut : tingkat gross domestic product(gdp), total

IV. METODE PENELITIAN

BAB 5 PENUTUP. moneter melalui jalur harga aset finansial di Indonesia periode 2005: :12.

I. PENDAHULUAN. Indonesia, melalui aktivitas investasi. Dengan diberlakukannya kebijakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. urutan waktu dimulai dari penerapan Base Money Targeting Framework

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Dinamika Perbankan Syariah di Jawa Tengah

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atas, data stasioner dibutuhkan untuk mempengaruhi hasil pengujian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Uji Stasioneritas Data

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. diperoleh dari data Bank Indonesia (BI) dan laporan perekonomian indononesia

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data-data tersebut berupa data bulanan dalam rentang waktu (time series) Januari

Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel. penjelasan kedua variabel tersebut :

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PEMBAHASAN. 51 Universitas Indonesia. Keterangan : Semua signifikan dalam level 1%

BAB III METODE PENELITIAN. analisis yang berupa angka-angka sehingga dapat diukur dan dihitung dengan

sejak zaman Rasulullah, seperti pembiayaan, penitipan harta, pinjam-meminjam uang, bahkan pengiriman uang. Akan tetapi, pada saat itu, fungsi-fungsi

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau

III. METODE PENELITIAN

Economics Development Analysis Journal

BAB I PENDAHULUAN. keuangan atau Financial Intermediatary antar dua pihak, yaitu pihak yang memiliki

EFEKTIVITAS MEKANISME TRANSMISI MONETER MELALUI JALUR PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DI INDONESIA WULANDARI SANGIDI

Economics Development Analysis Journal

Transkripsi:

ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA KE SEKTOR PROPERTI DI INDONESIA MIRSAD AWAWIN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 Mirsad Awawin NIM H14100034

iv ABSTRAK MIRSAD AWAWIN. Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO. Penelitian ini menganalisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor properti melalui perbankan syariah dan konvensional dari Januari 2008 hingga Desember 2013 dengan menggunakan metode VAR/VECM yang dianalisis melalui Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Hasil penelitian menunjukkan instrumen moneter konvensional yang diwakili oleh suku bunga SBI dan instrumen moneter syariah yang diwakili oleh SBIS secara signifikan berpengaruh negatif terhadap pembiayaan properti baik melalui perbankan syariah maupun perbankan konvensional. Berdasarkan hasil simulasi IRF guncangan moneter akan berpengaruh dengan cepat pada pembiayaan Properti dari perbankan syariah dan kredit Properti dari perbankan konvensional. Akan tetapi, kredit Properti dari perbankan konvensional akan lebih cepat stabil dibandingkan dengan pembiayaan Properti dari perbankan syariah. Berdasarkan hasil FEVD, SBI dan SBIS memiliki pengaruh yang besar pada jalur pembiayaan perbankan syariah dan memiliki pengaruh yang kecil pada jalur kredit perbankan konvensional. Hal ini mengindikasikan peran SBI yang semakin tidak efektif dalam transmisi moneter melalui jalur kredit dan peran SBIS yang semakin signifikan dalam transmisi moneter melalui jalur pembiayaan. Kata kunci : Mekanisme transmisi moneter, Kredit/Pembiayaan Properti, Impulse Response Function, Variance Decomposition. ABSTRACT MIRSAD AWAWIN. The Impact of Islamic and Conventional Monetary Instruments towards property fund distributions. Supervised by NUNUNG NURYARTONO. This study analyse the impact of Islamic and Conventional Monetary Instruments towards property funding held by Islamic and Conventional Banking from January 2008 to December 2013 using VAR/VECM which analysed through Impulse Response Function (IRF) and Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). The result shows Conventional Monetary Instruments which represented by interest rate of SBI and Islamic Monetary Instruments which represented by fee of SBIS significantly affect to property funding negatively, which held by both Islamic and Conventional Banking. As the result of IRF simulation, monetary shocks can affect rapidly on property funding from Islamic and conventional Banking. Despite, property funding from Conventional Banking will be more stable than Islamic Banking. SBI and SBIS are more likely affect to property funding held by islamic banking than conventional banking, according to the result of FEVD. The result indicates that the significant role of SBIS is more effective to monetary transmission through funding than the role of SBI. Keywords: The Mechanism of Monetary Transmission, Property Funding, Impulse Response Function, Variance Decomposition.

ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA KE SEKTOR PROPERTI DI INDONESIA MIRSAD AWAWIN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

vi

viii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penyusunan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih tulus penulis ucapkan kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku dosen penguji utama dan Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P, M.Si selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan atas kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. 3. Kedua orang tua penulis, yakni Aswardi dan Dismalyeni serta kedua adik penulis Yuni Kartika dan Muhammad Ikhsan Alfadillah atas segala doa dan dukungan yang selalu dicurahkan. 4. Saudara seperjuangan hidup Maya Sasmita, Ibrohim, dan Muhammad Deni Ramadhan yang selalu bersemangat dan tidak pernah bosan dalam memberikan doa dan motivasi. 5. Rekan seperjuangan bimbingan skripsi Luqman Aziz, Andri Sukrudin, Ahmad Azhari Pohan, Fatimah Zachra Fauziah, Masyitoh Al Kautsar, dan Nana Rodiana atas dorongan semangat dan bantuan selama penulisan skripsi ini. 6. Sahabat seperjuangan gerakan sosial Inovasi untuk Indonesia Sigit, Rizal, Azka, Delly, Kautsar, Maya, Astri, dan sahabat lainnya yang banyak menanamkan value. 7. Sahabat seperjuangan eksternal Ranger X-Tion FORMASI FEM IPB 2013 Ulfah, Rahmi, Mpit, dan Sanjoyo yang selalu mengingatkan kebaikan 8. Sahabat seperjuangan kampus Ksatria Jakpus BEM KM IPB 2013 Dede Rahmat, Fikria Ulfa, Elvira, Dara, Riki, Fikri, Riswan, Laras, Noeng, Siska, dan Tuti yang selalu memberikan semangat tulus 9. Sahabat seperjuangan kuliah keluarga Ilmu Ekonomi 47, khususnya prodi ESP 47. 10. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kelanjutan studi ekonomi Islam sehingga ekonomi Islam dapat terus bertumbuh di Indonesia. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, November 2014 Mirsad Awawin

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA 5 METODE DAN PENELITIAN 14 Jenis dan Sumber Data 14 Metode Analisis Data 14 Pengolahan Data 15 Model Penelitian 17 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 18 Gambaran Umum 18 Hasil Estimasi Model VECM 22 Implikasi Estimasi Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia 33 SIMPULAN DAN SARAN 35 Simpulan 35 Saran 35 DAFTAR PUSTAKA 36 LAMPIRAN 37 RIWAYAT HIDUP 58 x x x

x DAFTAR TABEL 1 Perkembangan Jumlah Bank Syariah, Unit Usaha Syariah, dan BPRS Tahun 2008-2013 3 2 Jenis dan Sumber Data Penelitian 14 3 Rujukan Model Penelitian 17 4 Model Penelitian 18 5 Hasil Uji Stasioneritas Data 23 6 Perhitungan Lag Optimum 23 7 Stabilitas sistem Vector Autoregression 24 8 Hasil Johansen Cointegration test Model I 25 9 Hasil Johansen Cointegration test Model II 25 10 Hasil Granger Causality Test 26 11 Hasil Estimasi VECM Model I 26 12 Hasil Estimasi VECM Model II 27 DAFTAR GAMBAR 1 Pertumbuhan sektor konstruksi yang mencakup properti tahun 2008-2013 1 2 Pangsa kredit properti terhadap total kredit periode Desember 2008- Desember 2013 2 3 Skema Transmisi Kebijakan Moneter jalur Pembiayaan 6 4 Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia 7 5 Kurva Permintaan dan Penawaran Uang 8 6 Konsep Real Estate, Properti Riil, dan Properti Individu 9 7 Kerangka Pemikiran 13 8 Perkembangan SBI dan SBIS periode Januari 2008- Desember 2013 19 9 Perkembangan Kredit Properti 20 10 Perkembangan Pembiayaan Properti 20 11 Perbandingan porsi penyaluran dana ke sektor properti bank syariah dan konvensional periode Januari 2008- Desember 2013 21 12 Perbandingan Suku Bunga dan Bagi Hasil periode 2008-2013 22 13 Analisis impulse response function (IRF) persamaan LNCRD 28 14 Analisis impulse response function (IRF) persamaan LNPYD 30 15 Variance decomposition (%) LNCRD 32 16 Variance decomposition (%) LNPYD 32 DAFTAR LAMPIRAN 1 Data yang digunakan 37 2 Hasil Uji Stasioneritas Variabel 39 3 Hasil Analisis VAR/VECM Model I 43 4 Hasil Analisis VAR/VECM Model II 50

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dunia mencatat bahwa sektor properti memainkan peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang namun juga di negara maju. Negara maju seperti Amerika telah menjadikan sektor properti sebagai motor penggerak perekonomian negaranya, yaitu sebagai pemicu percepatan pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor riil. Menurut Wuryandani et all (2005), sektor properti merupakan indikator seberapa aktifnya kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung di suatu negara. Sektor properti memiliki efek pelipat gandaan (multiplier effect) dengan mendorong naiknya berbagai kegiatan di sektor-sektor lain yang terkait seiring meningkatnya kegiatan di bidang properti. Kebutuhan akan produk properti akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi. Dengan demikian, meningkatnya kegiatan di bidang properti menandakan mulai membaiknya perekonomian suatu negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia. Sektor properti memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh sekitar 6 persen pada tahun-tahun terakhir ini sangatlah ditunjang oleh pertumbuhan sektor riil salah satunya yaitu sektor konstruksi yang mencakup properti. Berdasarkan data BPS (2013), sektor ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 6.349.487 jiwa atau 5,6 persen dari total angkatan kerja. Berdasarkan Gambar 1, pertumbuhan sektor konstruksi yang mencapai rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 7,8 persen mampu menyumbang sebesar 10,78 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar 907,27 triliun rupiah. Nilai ini tentunya belum optimal dan menjadi peluang emas mengingat penduduk Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan berjumlah 250 juta jiwa, yang menjadikan kebutuhan akan properti khususnya perumahan akan semakin besar. Begitu juga dengan permintaan terhadap apartemen, pusat perbelanjaan, perkantoran serta bangunan-bangunan komersial lainnya juga akan mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja akan berimplikasi pada pertumbuhan sektor properti yang nantinya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi dan perkembangan ekonomi nasional. Milyar Rupiah 1000000 800000 600000 400000 200000 0 PDB Sektor Konstruksi Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah) Gambar 1. Pertumbuhan sektor konstruksi yang mencakup properti tahun 2000-2013

2 Pada kenyataannya perkembangan sektor properti di Indonesia sangat berkaitan erat dengan sektor perbankan. Salah satu sumber utama pembiayaan sektor properti berasal dari perbankan. Pembiayaan perbankan terhadap proyek properti pun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat terhadap portofolio kredit perbankan. Berdasarkan data SEKI (2013), penyaluran kredit properti sampai dengan desember 2013 mencapai Rp 471,96 triliun dengan pertumbuhan mencapai 26,54 persen. Gambar 2 menunujukan kredit Properti memberikan kontribusi sebesar 14,33 persen dari total outstanding kredit bank umum yang bernilai Rp 3.292,87 triliun, dimana nilai kredit properti ini terus bertumbuh sejak tahun 2008. Persen 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Pangsa Kredit Properti terhadap Total Kredit Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI), 2013 (diolah) Gambar 2. Pangsa kredit properti terhadap total kredit periode Desember 2008-Desember 2013 Sebagian besar sumber pembiayaan perbankan berasal dari dana pihak ketiga atau masyarakat yang biasanya disimpan dalam bentuk tabungan atau deposito yang bersifat jangka pendek. Sementara itu, sifat kredit properti cenderung merupakan jangka panjang Hal ini bisa menimbulkan maturity mismatch atau ketidaksesuaian jatuh tempo, karena kredit sektor properti umumnya berjangka panjang sedangkan sumber dananya sewaktu-waktu dapat di tarik oleh masyarakat. Hal ini akan menyebabkan terganggunya likuiditas perbankan yang berdampak pada pembiayaan yang disalurkan. Ketergantungan terhadap pembiayaan dari perbankan inilah yang membuat perkembangan sektor properti di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan bank/lembaga keuangan, otoritas moneter Negara (Bank Indonesia), serta lebih jauh lagi dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi negara secara keseluruhan (Murtiningsih, 2009). Oleh karena itu, pembiayaan sektor properti menjadi sangat bergantung pada instrumen moneter khususnya SBI yang berhubungan langsung dengan likuiditas perbankan. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999, Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan sistem moneter ganda pada sistem perekonomiannya yakni sistem moneter syariah dan

3 konvensional. Hal ini membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Mulai tahun 2002 bermunculan bank syariah, unit usaha syariah (UUS) dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang tersebar di seluruh Indonesia dengan tren yang meningkat dan diprediksi akan terus bertambah sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1. Munculnya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 2002 mendorong bertumbuh kembangnya perbankan syariah. Perkembangan bank syariah yang semakin pesat menjadikan perbankan syariah sebagai salah satu lembaga keuangan yang memainkan peran yang semakin besar dalam perbankan nasional. Tabel 1 Perkembangan jumlah bank syariah, unit usaha syariah, dan BPRS tahun 2008-2013 Kelompok Bank 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Bank Umum Syariah (BUS) 5 6 11 11 11 11 Unit Usaha Syariah (UUS) 27 25 23 24 24 23 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) 131 138 150 155 158 163 Total Jumlah Kantor BUS, UUS, DAN BPRS 1024 1223 1763 2101 2663 2929 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Indonesia, 2013 Penerapan sistem moneter ganda di Indonesia juga mendorong Bank Indonesia melahirkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen moneter pelengkap Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai oleh perbankan konvensional. SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. SBIS yang berdasarkan akad Ju alah mulai digunakan sebagai instrumen moneter sejak tahun 2008 yang menggantikan peran Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Sebagai instrumen moneter, SBI dan SBIS memilki jalur transmisi tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen ini akan mempengaruhi besarnya pembiayaan dan penyaluran kredit kepada sektor riil. Penyaluran dana ke sektor properti melalui perbankan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya faktor eksternal yaitu instrumen moneter. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan bahwa penelitian mengenai pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap pembiayaan properti di Indonesia penting untuk dilakukan karena akan mempengaruhi tindakan perbankan konvensional maupun syariah dalam menyalurkan dananya ke sektor properti. Selain itu, hadirnya SBIS dengan prinsip syariah sebagai instrumen moneter pelengkap SBI diharapkan lebih efektif dalam meningkatkan penyaluran dana perbankan ke sektor properti. Untuk menjawab ekspektasi tersebut, penelitian ini akan menganalisis secara kuantitatif pengaruh instrumen moneter terhadap pembiayaan properti di Indonesia. Rumusan Masalah Peran sektor properti yang cukup besar dan prospektif terhadap perekonomian Indonesia membuat sektor ini menjadi perhatian penting yang harus didukung dan di fasilitasi terutama dalam hal pembiayaan. Sumber

4 pembiayaan sektor properti yang selama ini cukup didominasi pembiayaan perbankan dihadapkan dengan sifat kredit properti yang cenderung jangka panjang. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri bagi perbankan mengingat sebagian besar sumber dana perbankan berasal dari pihak ketiga atau masyarakat yang bersifat jangka pendek sehingga terjadi maturity mismatch yang menyebabkan terganggunya likuiditas perbankan. Kebutuhan terhadap pembiayaan perbankan inilah yang menjadikan perkembangan sektor properti sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan otoritas moneter, salah satunya transmisi kebijakan moneter khususnya SBI yang berhubungan langsung dengan likuditas perbankan. Dilihat dari sisi perbankan, instrumen moneter menjadi faktor eksternal yang memengaruhi penyaluran kredit perbankan. Oleh karena itu, pembiayaan perbankan ke sektor properti yang efektif akan terwujud apabila transmisi moneter berjalan dengan baik dimana sektor keuangan yang digambarkan melalui perbankan dapat menyalurkan dana ke masyarakat dan menggerakkan perekonomian secara riil. Berdasarkan fenomena tersebut, penerapan mekanisme transmisi moneter ganda sejak tahun 1992 dengan penggunaan sistem moneter syariah dan konvensional secara bersamaan akan menimbulkan pengaruh dari instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana dari perbankan, termasuk dalam pemberian kredit atau pembiayaan properti. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis instrumen moneter manakah yang lebih berpengaruh dalam penyaluran dana ke sektor properti di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh instrumen moneter konvensional terhadap kredit properti di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan properti di Indonesia? 3. Bagaimanakah perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional dalam penyaluran dana ke sector properti di Indonesia? Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi pengaruh instrumen moneter konvensional terhadap kredit properti di Indonesia. 2. Mengidentifikasi pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan properti di Indonesia. 3. Membandingkan sejauh mana pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional dalam penyaluran dana ke sektor properti di Indonesia.

5 Manfaat Penulisan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan masukkan bagi pemerintah, masyarakat, dan kalangan akademisi: 1. Pemerintah dapat menjadikan penelitian ini sebagai masukan dalam mengambil kebijakan moneter, khususnya dalam mengembangkan sektor properti melalui perbankan. 2. Masyarakat dapat mengetahui peran perbankan syariah dalam mengembangkan sektor properti 3. Kalangan akademisi dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap perkembangan sektor properti di Indonesia. Instrumen moneter yang digunakan terbagi dua menjadi instrumen moneter konvensional dan syariah, instrumennya yaitu bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), kredit properti perbankan konvensional, dan pembiayaan properti perbankan syariah. Sedangkan periode waktu yang diambil dalam studi kasus ini adalah perekonomian Indonesia dari Januari 2008 sampai dengan Desember 2013. TINJAUAN PUSTAKA Transmisi Moneter Transmisi moneter adalah mekanisme bekerjanya kebijakan moneter sampai memengaruhi sektor riil. Mishkin (2009) menjelaskan bahwa jalur mekanisme transmisi moneter dapat terjadi melalui beberapa jalur, yaitu jalur efek suku bunga tradisional (traditional interest rate effect), jalur efek harga asset lain (other asset price effect) dan jalur kredit (credit view). Mekanisme transmisi moneter melalui jalur kredit (credit view) muncul untuk menangani masalah asimetri informasi pada pasar keuangan. Pada jalur ini, transmisi moneter memengaruhi penyaluran dana pada perbankan serta neraca perusahaan dan rumah tangga. Terkait pengaruhnya terhadap penyaluran dana dari perbankan (bank lending channel), berangkat dari analisis bahwa bank memiliki peran penting dalam sistem keuangan karena dapat menangani masalah informasi asimetrik pada pasar kredit maka peminjam hanya dapat mengakses pasar kredit melalui bank. Berdasarkan asumsi tidak ada subtitusi sempurna diantara bank dengan sumber dana lain, maka saat terjadi ekspansi moneter yang meningkatkan cadangan perbankan dan deposit bank maka akan meningkatkan ketersediaan dan kuantitas pinjaman perbankan yang tersedia. Berdasarkan

6 asumsi peminjam tergantung pada pinjaman perbankan untuk membiayai aktifitasnya, maka peningkatan pinjaman pada perbankan akan meningkatan investasi. Secara skematik, transmisi kebijakan moneter melalui jalur pembiayaan perbankan diperlihatkan pada Gambar 3 berikut: Ekspansi kebijakan moneter: cadangan dan deposit bank bank Investasi Output (Y) ketersediaan pinjaman dari Sumber: Mishkin (2009) Gambar 3. Skema Transmisi Kebijakan Moneter jalur Pembiayaan Kebijakan moneter melalui jalur kredit bertujuan untuk mendorong investasi dari sisi supply yang direpresentasikan oleh bank sebagai lembaga intermediasi. Dalam proses transmisinya, Bank Indonesia dapat melakukan kontraksi dan ekspansi moneter dengan menaikkan atau menurunkan suku bunga kebijakan (BI Rate). Kebijakan ini akan memengaruhi sisi liabilitas (kewajiban) bank yang didominasi oleh dana pihak ketiga (DPK) yaitu dana masyarakat yang disimpan di perbankan. Ketika ekonomi memanas, Bank Indonesia melakukan kontraksi moneter dengan menaikkan BI Rate. Kebijakan ini akan menyebabkan jumlah uang beredar di masyarakat akan turun sehingga mengakibatkan jumlah DPK juga ikut menurun. Penurunan DPK akan mengakibatkan penurunan ketersediaan dana yang siap disalurkan oleh perbankan, salah satunya dalam bentuk kredit. Untuk meningkatkan DPK perbanakan akan cenderung menaikan suku bunga dana seperti tabungan dan deposito sehingga berakibat pada kenaikan suku bunga kredit. Permintaan terhadap kredit baru cenderung turun karena suku bunga kredit yang meningkat dan menyebabkan investasi turun dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Instrumen Moneter Instrumen moneter adalah alat kebijakan moneter yang digunakan untuk memengaruhi sektor riil. Dalam menjalankan kebijakan moneter Bank Indonesia memiliki beberapa instrument moneter yaitu Operasi Pasar Terbuka (OPT), Giro Wajib Minimum (GWM), Fasilitas Diskonto, dan Intervensi Mata Uang Asing. Instrumen moneter menggunakan Operasi Pasar Terbuka dilaksanakan dengan melangsungkan kegiatan jual beli surat berharga oleh bank sentral yang pada gilirannya akan memengaruhi tingkat suku bunga. Operasi ini memiliki dua aktivitas di dalamnya, yaitu jual dan beli surat-surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Kedua instrumen ini menjadi instrumen utama dalam kebijakan moneter. Menurut Sugiyono (2003), hal ini dilandaskan Bank Indonesia yang memiliki SBI dalam jumlah yang memadai untuk mengeksekusi keputusan kontraksi atau ekspansi moneter. Selain itu, SBI memenuhi tiga syarat utama likuiditas surat berharga yakni dapat diperjualbelikan dalam operasi pasar terbuka dan diterbitkan secara kontinyu serta tersedia setiap saat. Peraturan Bank Indonesia nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menyatakan bahwa SBI adalah surat berharga dalam mata uang

7 rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu piranti dalam Operasi Pasar Terbuka (OPT). Sedangkan peraturan Bank Indonesia nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah menyatakan bahwa SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan akad Ju alah. Kedua instrumen ini memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai instrumen Operasi Pasar Terbuka dalam rangka pengendalian moneter dengan tujuan akhir kestabilan nilai rupiah dan tingkat inflasi. SBIS dibuat oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Akad Ju alah merupakan jenis akad dimana pihak Bank Indonesia (Ja il) memberikan sejumlah bonus (ju ul) kepada bank syariah (Maj ullah) karena dianggap telah membantu Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter (mahall al- aqd). Di dalam prakteknya, yaitu saat Bank Indonesia akan melakukan transaksi lelang SBIS maka Bank Indonesia akan mengumumkan bahwa Bank Indonesia akan melakukan kebijakan moneternya yaitu akan menyerap likuiditas yang beredar di masyarakat. Maka bank syariah yang akan membeli SBIS tersebut dan mendapatkan imbalan tertentu. Jumlah nominal Ju ul atau imbalannya harus dibayarkan oleh Ja il yang ditetapkan saat terjadinya akad dan harus disepakati oleh kedua belah pihak. Menurut Muslim (2008), perubahan pada tingkat suku bunga SBI diharapkan mampu memberi pengaruh pada tingkat suku bunga kredit sebab tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) nantinya akan digunakan sebagai proksi bagi kebijakan moneter. Dengan kata lain tingkat suku bunga SBI dijadikan barometer untuk menentukan tingkat suku bunga deposito, kemudian suku bunga pinjaman akan merepon perubahan tersebut. Sumber: Ascarya (2012) Gambar 4. Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia Bertumbuh kembangnya perbankan syariah menjadikan transmisi kebijakan moneter tidak hanya memengaruhi perbankan konvensional saja namun juga memengaruhi perbankan syariah karena mekanisme transmisi juga dapat

8 melewati jalur syariah. Instrumen kebijakan moneter ganda juga tidak terbatas hanya menggunakan suku bunga saja, tetapi dapat pula menggunakan bagi hasil atau margin. Gambar 4 menjelaskan dalam rangka mencapai tujuan akhir kebijakan moneter yaitu pengendalian output dan inflasi, instrumen moneter syariah yang menggunakan bagi hasil atau margin dan instrumen moneter konvensional yang menggunakan suku bunga akan mempengaruhi kredit dan pembiayaan melalui suku bunga pinjaman dan bagi hasil atau margin pembiayaan. Dengan demikian, menurut Ascarya (2012) dalam sistem moneter ganda, interest rate pass-through lebih tepat disebut policy rate pass-through, dimana policy rate untuk konvensional menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk syariah dapat menggunakan bagi hasil atau margin. Teori Preferensi Likuiditas Teori Preferensi Likuiditas menyatakan bahwa tingkat bunga menyesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang. Jika M adalah penawaran uang dan P adalah tingkat harga maka M/P adalah penawaran dari keseimbangan uang riil. Teori ini mengasumsikan adanya penawaran uang riil yang tetap dan menegaskan bahwa tingkat bunga adalah sebuah determinan dari berapa banyak uang yang ingin dipegang oleh masyarakat. Alasannya adalah bahwa tingkat bunga adalah biaya peluang (opportunity cost) dari memegang uang, yaitu biaya yang harus ditanggung karena memegang sebagian asset dalam bentuk uang (yang tidak mendapatkan bunga) atau dalam deposit atau obligasi. Ketika tingkat bunga naik, orang-orang ingin memegang uang dalam jumlah yang lebih sedikit. Hal ini menunjukan bahwa fungsi permintaan uang riil dipengaruhi oleh suku bunga (Mankiw, 2007). Berdasarkan Gambar 5, tingkat bunga akan menyesuaikan untuk menyeimbangkan pasar uang dimana jumlah uang riil yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Apabila tingkat bunga diatas keseimbangan maka jumlah uang riil yang ditawarkan akan melebihi jumlah yang diminta. Orang-orang yang memegang kelebihan penawaran uang akan berusaha untuk mengubah sebagian diantaranya menjadi deposito atau obligasi. Bank-bank dan penerbit obligasi yang lebih suka membayar tingkat bunga yang lebih rendah akan merespon kelebihan uang dengan mengurangi tingkat bunga sehingga tingkat bunga akan bergerak kembali menuju keseimbangan, begitu juga sebaliknya. Sumber: Mankiw, 2007 Gambar 5. Kurva Permintaan dan Penawaran Uang

9 Properti Properti adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki atau dijadikan objek kepemilikan. Sementara Properti riil diartikan sebagai kepentingan, keuntungan, dan hak-hak yang menyangkut kepemilikan tanah dan bangunan beserta perbaikan yang menyatu terhadapnya (Rafitas dalam Murtiningsih, 2005). Properti terbagi menjadi: a. Aset berwujud (Tangible Property) yang terdiri dari: 1. Real Property yang terdiri dari tanah, bangunan dan prasarana, serta pengembangan lainnya. 2. Personal Property terdiri dari mesin dan peralatan, kendaraan, peralatan kantor, fixtures dan furnitures serta building equipment. b. Aset tak berwujud (Intangible Property) yang terdiri dari goodwill, personal guarantee, francises, trademark, patent, dan copy right. c. Surat-surat berharga (Marketable Securities)yang terdiri dari saham, tabungan dan promissary notes. Dalam perkembangannya, bangunan dalam bisnis properti berdasarkan penggunaannya dibagi atas: 1. Bangunan Komersial yang terdiri dari bangunan perkantoran, ruko, pertokoan, serta hotel dan motel. 2. Bangunan Perumahan yang terdiri dari rumah tinggal dan kondominium/apartemen. 3. Bangunan Industri yang terdiri dari industri berat, industri ringan dan gudang, gudang dan kantor, pergudangan, dan industrial parks. 4. Bangunan Fasilitas Umum yang terdiri dari rumah sakit, perguruan tinggi, gedung-gedung pemerintah, dan SPBU/ pom bensin. 5. Bangunan Hiburan yang terdiri dari bioskop, lapangan golf, museum, sarana olahraga, convention center, dll. Gambar 6 menjelaskan mengenai konsep/hubungan antara real estate, properti riil, dan properti individu. Sumber: Sidik (2000) Gambar 6. Konsep Real Estate, Properti Riil, dan Properti Individu

10 Pembiayaan dan Kredit Properti Berdasarkan Undang-undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, sewa menyewa, jual beli atau pinjam meminjam berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan pihak yang lain mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana tersebut untuk mengembalikan dana tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil. Ascarya (2007) menjelaskan bahwa kebutuhan pembiayaan properti dapat dipenuhi dengan berbagai cara, antara lain: 1. Bagi hasil dengan akad musyarakah mutanaqisah, yaitu pembiayaan dengan cara bank syariah dan nasabah bermitra untuk membeli aset yang diinginkan nasabah. Aset tersebut kemudian disewakan kepada nasabah. Bagian sewa dari nasabah digunakan sebagai cicilan pembelian porsi aset yang dimiliki oleh bank syariah, sehingga pada periode waktu tertentu (saat jatuh tempo), aset tersebut sepenuhnya telah dimiliki oleh nasabah. 2. Jual beli dengan akad murabahah, yaitu pembiayaan dengan cara bank syariah membelikan aset yang dibutuhkan nasabah dari supplier kemudian menjual kembali kepada nasabah dengan mengambil margin keuntungan yang diinginkan. Selain mendapat keuntungan margin,ban syariah juga hanya menanggung resiko yang minimal. Sementara itu, nasabah mendapatkan kebutuhan asetnya dengan harga yang tetap. 3. Sewa dengan akad ijarah muntahiya bittamlik, yaitu pembiayaan dengan cara bank syariah membelikan aset yang yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakannya kepada nasabah dengan perjanjian pengalihan kepemilikan di akhir periode dengan harga yang disepakati di awal akad. Dengan cara ini bank syariah tetap menguasai kepemilikan aset selama periode akad dan pada waktu yang sama menerima pendapatan dari sewa. Sementara itu, nasabah terpenuhi kebutuhannya dengan biaya yang dapat diperkirakan sebelumnya. Akad murabahah merupakan akad yang paling luas penggunaannya karena mudah diterapkan dan beresiko kecil, sehingga tidak mengherankan jika porsi terbesar portofolio bank syariah menggunakan akad murabahah. Namun demikian, akad bagi hasil merupakan akad yang dipercaya lebih mencerminkan esensi bank syariah untuk mendorong kelancaran usaha produktif di sektor riil sehingga seharusnya menjadi akad utama pembiayaan pembiayaan bank syariah. Berdasarkan Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

11 Berdasarkan Definisi Bank Indonesia, kredit properti diberikan dalam bentuk kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi. Kredit investasi dan kredit modal kerja diberikan kepada pengembang untuk proses pembangunan proyek properti, sementara kredit konsumsi diberikan kepada masyarakat sebagai konsumen dari produk-produk properti. Dilihat dari komposisinya, kredit properti terbagi menjadi kredit konstruksi, kredit real estate, dan kredit kepemilikan rumah atau apartemen (KPRA). Kredit konstruksi umumnya diberikan kepada kontraktor atau para usahawan untuk membangun perkantoran, mall, ruko, dan pusat bisnis lainnya. Kredit real estate diberikan kepada para pengembang untuk membangun kompleks perumahan kelas atas. Sedangkan kredit KPRA diberikan kepada perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah atau apartemen. Suku Bunga dan Profit Loss Sharing Suku bunga adalah salah satu komponen utama dalam kebijakan ekonomi konvensional yang berarti biaya yang harus dibayarkan oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Sedangkan bagi hasil adalah komponen terpenting dalam sistem moneter syariah dan merupakan cerminan dari kinerja sektor riil. Dengan adanya sistem bagi hasil maka distribusi kekayaan dan pendapatan akan semakn merata sehingga sektor riil akan tumbuh (Ayuniyyah, 2010). Pada bank syariah terdapat dua jenis keuntungan yang didapat dari pembiayaan yang diberikan, yaitu margin keuntungan dan bagi hasil. Margin keuntungan adalah persentase tertentu yang ditetapkan oleh perbankan syariah terhadap produk pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contract atau akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu seperti murabahah, ijarah, salam, dan istisna. Sedangkan bagi hasil adalah nisbah yang ditetapkan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contract atau akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah maupun waktunya seperti musyarakah dan mudharabah (Karim, 2010). Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai mekanisme transmisi moneter melalui jalur kredit atau pinjaman sudah cukup banyak dilakukan. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Rusydiana (2009), yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi SWBI yang ditetapkan Bank Indonesia maka akan semakin rendah pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah. Selain itu terdapat hubungan yang negatif antara pembiayaan syariah dan SBI. Semakin tinggi SBI akan menyebabkan penurunan pembiayaan syariah dan sebaliknya. Hal ini disebabkan jika Bank Indonesia menaikan suku bunga maka akan memicu perbanakan konvensional untuk menaikan suku bunganya, baik pinjaman maupun deposito. Oleh karena itu, daya saing perbankan syariah akan turun dan menjadi kurang kompetitif. Hasil yang berbeda ditunjukan dalam penelitian yang dilakukan Ramadhan (2012), yang menyimpulkan SBI dan SBIS memiliki pengaruh yang negatif

12 terhadap kredit perbankan konvensional dan pembiayaan perbankan syariah. Menariknya, terdapat hubungan yang positif antara pembiayaan syariah dan SBI. Semakin tinggi SBI akan menyebabkan kenaikan pembiayaan syariah dan sebaliknya. Hal ini disebabkan jika bank sentral menaikkan suku bunga maka akan memicu perbankan konvensional untuk menaikan suku bunganya, baik pinjaman maupun deposito. Kenaikan suku bunga pinjaman akan mendorong menurunnya permintaan kredit perbankan konvensional. Kondisi ini dimanfaatkan oleh perbankan syariah dengan memberikan pembiayaan properti yang lebih besar karena bank konvensional sebagai saingannya sedang menurunkan penyaluran kreditnya. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Ayyuniah (2010) menjelaskan bahwa instrumen moneter konvensional memberikan guncangan yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor riil dibandingkan dengan instrumen moneter syariah karena proporsi instrument konvensional yang masih mendominasi sampai dengan 97 persen dari share perbankan nasional. Akan tetapi, instrumen moneter syariah memiliki karakteristik yang lebih stabil dibandingkan dengan variabel moneter konvensional karena lebih cepat menemukan titik kestabilan dibandingkan dengan instrumen moneter konvensional. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter baik ekspansif maupun kontraktif dengan instrument suku bunga SBI tidak mampu memengaruhi jumlah penawaran kredit investasi perbankan umum. Hal ini menjadi bukti bahwa kebijakan moneter melalui jalur bank lending tidak berlangsung di Indonesia selama periode 2001-2007. Selain itu, penelitian yang dilakukan Ascarya (2009) menjelaskan bahwa sisi konvensional banyak memengaruhi sisi syariah dari kredit karena sistem moneter dan keuangan Indonesia masih didominasi (97,5 persen) oleh sistem konvensional, dan bagian yang berhubungan dengan sektor riil adalah kredit. Suku bunga SBI memberikan dampak buruk yang setara dan permanen dengan imbal hasil SBIS terhadap output. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Policy Rate Pass-Through syariah dinilai belum efektif. Tidak ada keseimbangan jangka pendek yang signifikan dan hanya PLS yang signifikan dalam kesembangan jangka panjang. Hal ini disebabkan karena ekonomi syariah berpusat pada aktifitas di sektor riil. Sementara itu SBIS, demi semangat perlakuan yang adil (fair treatment) dengan konvensional, melakukan benchmark pada kebijakan suku bunga konvensional dan nilainya sama dengan SBI. Kerangka Pemikiran Penerapan sistem moneter ganda di Indonesia yang dilandasi oleh Undangundang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 mendorong Bank Indonesia menjalankan kebijakan moneter konvensional dengan prinsip suku bunga dan kebijakan moneter syariah dengan prinsip profit dan loss sharing secara bersamaan. Selain itu, penerapan sistem moneter ganda telah melahirkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen moneter perlengkap Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai oleh perbankan konvensional. Sebagai instrumen moneter, SBI dan SBIS memiliki jalur transmisi tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen moneter ini akan memengaruhi

13 besarnya pembiayaan dan penyaluran kredit kepada sektor riil, termasuk sektor properti yang salah satu sumber utama pembiayaannya berasal dari perbankan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor properti di Indonesia. Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7, instrumen moneter yang dimaksud adalah SBI dan SBIS. Sedangkan penyaluran dana digambarkan dengan pembiayaan dari perbankan syariah dan kredit dari perbankan konvensional. Sebagai saluran transmisinya, digunakan besarnya bagi hasil dan suku bunga kredit. Instrumen Moneter Konvensional Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia Instrumen Moneter Syariah Suku Bunga Bank Konvensional Profit dan Loss Sharing Bank Syariah Kredit Pembiayaan Kredit Properti Instrumen yang lebih berpengaruh dalam penyaluran dana ke sektor Properti Pembiayaan Properti Rekomendasi Kebijakan Gambar 7. Kerangka Pemikiran Hipotesis Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Suku bunga SBI dan bonus SBIS berpengaruh negatif terhadap penyaluran dana ke sektor Properti. 2. Pembiayaan properti dari perbankan syariah lebih cepat stabil ketika terjadi guncangan moneter dibandingkan dengan kredit properti dari perbankan konvensional.

14 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif berupa timeseries bulanan periode Januari 2008 sampai dengan Desember 2013. Data diperoleh dari beberapa sumber, yaitu Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Statistik Perbankan Indonesia Syariah (SPIS), Laporan Keuangan Bulanan Bank Umum dan Bank Umum Syariah, dan Badan Pusat Statistik (BPS). Tabel 2. Jenis dan Sumber Data Penelitian Kategori Variabel Satuan Sumber Kredit Properti LNCRD Rupiah Bank Indonesia Pembiayaan Properti LNPYD Rupiah Bank Indonesia Suku Bunga SBI SBI Persen Bank Indonesia Bonus SBIS SBIS Persen Bank Indonesia Suku Bunga Rata-Rata Kredit IR Persen Bank Indonesia Margin Rata-Rata Pembiayaan MARGIN Persen Bank Indonesia Profit and Loss Sharing PLS Persen Bank Indonesia Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan untuk mendukung dan mencapai tujuan penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis ekonometrika. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Analisis deskriptif dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan grafik, tabel dan diagram. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai perkembangan SBI dan SBIS, jumlah dan porsi penyaluran dana ke sektor properti bank syariah dan konvensional, serta suku bunga bank kovensional dan bagi hasil bank syariah di Indonesia selama kurun waktu 2008-2013. Analisis Ekonometrika Metode analisis ekonometrika yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Autoregression (VAR) jika data yang digunakan adalah stasioner dan tidak terdapat kointegrasi, atau Vector Error Correction Model (VECM) jika data yang digunakan kemudian diketahui stasioner dan terdapat kointegrasi. Analisis data dengan menggunakan pendekatan model VAR dan VECM mencakup tiga alat analisis utama yaitu Granger causality test, impuls response function (IRF), dan

15 forecast error variance decomposition (FEVD). Adapun perangkat lunak yang digunakan untuk proses pengolahan adalah Eviews 6. Pengolahan Data Berikut adalah tahapan-tahapan dalam pengolahan data menggunakan perangkat lunak Eviews 6 dengan metode VAR/VECM : Uji Stasioneritas Data Estimasi model ekonometrik time series akan menghasilkan kesimpulan yang tidak berarti, ketika data yang digunakan mengandung akar unit (tidak stasioner). Data yang mengandung akar unit (tidak stasioner) jika dimasukan dalam pengolahan stastistik maka akan memberikan hasil estimasi yang spurious yang ditandai oleh tingginya koefisien determinasi, R 2 dan t-statistik signifikan, tetapi penafsiran hubungannya tidak memiliki arti secara ekonomi. Augmented dickey-fuller test (ADF test) merupakan prosedur standar, untuk menyelidiki adanya akar unit pada data time series. Uji akar unit ADF memerlukan estimasi regresi :...(1) Dalam persamaan seperti ini hipotesis yang digunakan adalah : H 0 : β = 0 (mengandung akar unit-series tidak stasioner) H 1 : β < 0 (tidak mengandung akar unit-series stasioner) Jika nilai statistik ADF secara absolut lebih kecil dibandingkan nilai kritis MacKinnon, maka H 0 diterima. Dengan kata lain, Y t mengandung satu akar unit atau data tidak stasioner. Data time series yang belum stasioner pada tingkat level dapat dijadikan stasioner, melalui proses diferensiasi agar data menjadi stasioner. Uji Akar-akar Unit Uji stasioneritas akan dilakukan dengan metode ADF. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Sementara series nonstasioner akan berimplikasi pada dua pilihan yaitu VAR dalam bentuk differens atau VECM. Uji Stabilitas VAR Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya <1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga Impuls Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) yang dihasilkan dianggap valid.

16 Pengujian Lag Optimal Penentuan jumlah lag optimal yang digunakan merupakan langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR maupun VECM. Untuk penentuan panjang lag optimal dapat digunakan beberapa kriteria yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), Final Prediction Error (FPE), dan Hannan-Quinn Information Criterion (HQ). Pengujian panjang lag optimal berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR maupun VECM. Dalam penelitian ini digunakan semua kriteria informasi untuk menentukan lag optimal. Model diestimasi dengan lag yang berbeda-beda lalu dibandingkan nilai kriterianya. Lag optimum yang dipilih berdasarkan nilai kriteria yang terkecil. Uji Kointegrasi (Johannsen Cointegration Test) Uji kointegrasi bertujuan untuk menetukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi dikemukakan oleh Engle dan Granger (1987) sebagai kombinasi linier dari dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linier ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang di antara variabel. Jika trace statistic>critical value, persamaan tersebut terkointegrasi. Dengan demikian H 0 = nonkointegrasi dengan hipotesis alternatifnya H 1 = kointegrasi. Jika trace statistic>critical value, kita tolak H 0 atau terima H 1 yang artinya terjadi kointegrasi. Setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui maka tahapan analisis dilanjutkan dengan analisis Vector Error Correction Model. Vector Error Correction Model (VECM) Vector Error Correction Model (VECM) adalah VAR terestriksi yang digunakan untuk variabel yang nonstasioner tetapi memiliki potensi untuk terkointegrasi. Dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke jangka panjang. Menurut Firdaus (2011) model VECM secara umum adalah sebagai berikut :...(2) Di mana : = vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian = vektor intercept = vektor koefisien regresi t = time trend = α x β dimana b mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang = variabel in-level T x = matriks koefisien regresi k-1 = ordo VECM dari VAR k = lag ε = error term

17 Impuls Response Function (IRF) Suatu metode yang digunakan untuk menentukan respons suatu variabel endogen terhadap suatu shock tertentu. Hal ini dikarenakan shock variabel misalnya ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i itu saja, tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VECM. Atau dengan kata lain IRF mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan di masa yang akan datang. Sementara itu, IRF bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih spesifik, yang artinya suatu variabel dapat dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu. Apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi oleh shock, maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan shock secara umum. Variance Decomposition (FEVD) Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adala FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR/VECM. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. FEVD merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Dengan menghitung persentase kuadrat prediksi galat k-tahap ke depan dari sebuah varabel akibat inovasi dalam varabel-variabel lain maka akan dapat dilihat seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain. Jadi melalui FEVD dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu. Model Penelitian Model Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada model penelitian Masyitha Mutiara Ramadhan (2012) : Tabel 3. Rujukan Model Penelitian Model Dimana: CRDt PYDt IRt MARGINt PLSt SBIt SBISt I CRDt= f ( IRt, SBIt,SBISt ) Penjabaran II PYDt= f ( MARGINt, PLSt, SBIt, SBISt ) = Kredit UMKM Konvensional = Pembiayaan UMKM Syariah = Suku Bunga Rata-Rata Kredit = Tingkat Margin Rata-Rata Pembiayaan = Profit and Loss Sharing = Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia = Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah

18 Merujuk pada model penelitian tersebut, model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 4. Model Penelitian Model Dimana: CRDt PYDt IRt MARGINt PLSt SBIt SBISt I CRDt= f ( IRt, SBIt,SBISt ) Penjabaran II PYDt= f ( MARGINt, PLSt, SBIt, SBISt ) = Kredit Properti Konvensional = Pembiayaan Properti Syariah = Suku Bunga Rata-Rata Kredit = Tingkat Margin Rata-Rata Pembiayaan = Profit and Loss Sharing = Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia = Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pada penelitian ini instrumen moneter yang digunakan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu instrumen moneter konvensional dan syariah. Instrumen moneter konvensional dicerminkan melalui suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), sedangkan instrumen moneter syariah dicerminkan melalui bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Penyaluran dana dari perbankan ke sektor Properti dicerminkan melalui total kredit Properti dari perbankan konvensional dan pembiayaan Properti dari perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit, presentase profit dan loss sharing, dan presentase margin adalah variabel dalam proses transmisi moneter melalui jalur kredit. Sertifikat Bank Indonesia dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau bunga. SBI digunakan untuk menjaga kestabilan rupiah dimana dengan penjualan SBI Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Bank Indonesia melakukan perhitungan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dengan cara mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan Bank Indonesia untuk pelelangan pada masa periode tertentu. Dewasa ini, jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah di Indonesia semakin berkembang sehingga berdampak terhadap peningkatan mobilisasi dana masyarakat. Perkembangan bank syariah yang cukup pesat tentunya dilandasi dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Dengan perkembangan tersebut maka pengendalian moneter oleh