1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut apabila tidak diimbangi dengan pertambahan ruang terbuka hijau dapat menyebabkan menurunnya kualitas udara. Perubahan kualitas udara terjadi dengan semakin banyaknya emisi zat-zat pencemar udara, salah satunya adalah peningkatan emisi karbon yang akan berakibat pada peningkatan suhu udara. Kriebitszch (1992) mengungkapkan bahwa dalam tiga puluh tahun terakhir, konsentrasi CO2 di atmosfer mengalami peningkatan tajam, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk global dan penggundulan hutan di seluruh dunia. CO2 merupakan gas yang memberikan kontribusi terbesar bagi gas rumah kaca lebih dari 50%, kemudian diikuti CH4 (19%) dan CFCs (17%). Setiap kenaikan dua kali dari konsentrasi CO2 menyebabkan kenaikan temperatur 3 0 C. Kota Malang sebagai kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya telah mengalami penurunan kualitas lingkungan. Hal ini terjadi akibat kebijakan pembangunan yang tidak berorientasi pada lingkungan sehingga menyebabkan berkurangnya lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH). Penggunaan lahan di Kota Malang didominasi ruang terbangun dengan luasan total 6.836,83 ha (62,12%) dari luas wilayah, sedangkan lahan tidak terbangun dengan luasan total 4.196,17 ha (37,88%) dari luas wilayah (BPS Kota Malang, 2015). Data penggunaan lahan
2 tersebut menunjukkan ketimpangan orientasi penggunaan lahan yang terus bertumbuh untuk pembangunan, permukiman dan fasilitas lainnya. Peningkatan pembangunan fisik tidak terlepas dari jumlah penduduk yang semakin bertambah. Data dari BPS, Angka pertumbuhan penduduk Kota Malang periode 10 tahun (2005-2014) sebesar 15,98 %, sama halnya dengan jumlah kendaraan bermotor bertambah setiap tahun. Berdasarkan data dari Samsat Kantor Bersama, pada tahun 2005 jumlah kendaraan bermotor di Kota Malang mencapai 236.788 unit dan meningkat pada tahun 2014 menjadi 489.201 unit. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam memperbaiki kualitas udara adalah penyediaan hutan kota di perkotaan. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 menyebutkan bahwa luas hutan kota minimal 10% dari wilayah perkotaan. Keberadaan hutan kota di kawasan perkotaan sangat penting dalam mendukung keberlangsungan sebuah kota ditinjau dari aspek ekologis. Fungsi intrinsik (utama) hutan kota beragam, diantaranya sebagai penghasil oksigen. Oksigen merupakan kebutuhan dasar yang mutlak diperlukan oleh sebuah kota baik oleh penduduk, kendaraan bermotor maupun hewan ternak. Gas oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk proses respirasi. Kota Malang saat ini memiliki RTH sebesar 18,14% dari luas wilayah, dengan rincian sebagai berikut: hutan kota sebesar 0,35%, taman 1,87%, lapangan 0,61%, makam 0,98%, jalur hijau 2,26%, sempadan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 0,26%, sempadan sungai 11,41% dan sempadan rel kereta api 0,45% dari luas wilayah Kota Malang (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang, 2014). Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
3 Ruang, luas ruang terbuka hijau kawasan perkotaan minimal 30% dari luas kawasan perkotaan, sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, luas hutan kota minimal 10% dari wilayah. Hal ini berarti bahwa RTH maupun hutan kota di Kota Malang belum tercukupi. Fenomena ini menarik, tetapi belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengkaji tentang hutan kota, khususnya mengenai kebutuhan dan ketersediaan oksigen serta implikasinya terhadap pengembangan hutan kota di Kota Malang. 1.2 Perumusan Masalah Hutan kota sebagai unsur RTH merupakan subsistem kota yang memiliki peranan menghasilkan oksigen. Kebutuhan akan oksigen dapat terpenuhi apabila oksigen tersedia dalam jumlah cukup dan kecukupan ketersediaan oksigen sangat ditentukan oleh jumlah oksigen yang dihasilkan oleh hutan kota. Mengingat arti pentingnya ketersediaan oksigen pada suatu wilayah, perlu dikaji ketersediaan oksigen hutan kota di Kota Malang. Selain itu dalam mengantisipasi terjadinya kekurangan oksigen di Kota Malang, sangat penting mengetahui jumlah kebutuhan oksigen di Kota Malang. Besarnya kebutuhan oksigen yang diperlukan dipengaruhi oleh jumlah penduduk, kendaraan bermotor dan ternak. Jumlah penduduk di Kota Malang mengalami kenaikan tiap tahunnya. Berdasarkan data penduduk 10 tahun, pada periode 2005-2014 rata-rata laju pertumbuhan penduduk adalah 1,6% setiap tahunnya. Hal ini akan berdampak pada kebutuhan oksigen yang semakin meningkat, di sisi lain lahan terbuka hijau tidak bertambah bahkan cenderung berkurang akibat alihfungsi lahan. Berdasarkan fenomena tersebut, sangat penting untuk mengetahui
4 berapa luas hutan kota optimal yang dibutuhkan Kota Malang dalam memenuhi kebutuhan oksigen Kota Malang. Wilayah Kota Malang tahun 2014 yang mencapai 110,06 km 2 tercatat mempunyai RTH sebesar 18,14% dari luas wilayah, dengan rincian sebagai berikut: hutan kota sebesar 0,35%, taman 1,87%, lapangan 0,61%, makam 0,98%, jalur hijau 2,26%, sempadan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 0,26%, sempadan sungai 11,41% dan sempadan rel kereta api 0,45% dari luas wilayah Kota Malang (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang, 2014). Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 menyebutkan bahwa luas hutan kota minimal 10% dari wilayah perkotaan. Permasalahan yang lain adalah hutan kota hanya tersebar di tiga kecamatan dari lima kecamatan yang ada di Kota Malang. Berdasarkan fenomena tersebut, sangat penting untuk menentukan arah pengembangan hutan kota di Kota Malang. 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian tentang kajian hutan kota telah banyak dilakukan, namun hanya sebatas mengestimasi kebutuhan luas hutan kota optimal. Dalam penelitian ini, akan dihitung kebutuhan oksigen dan ketersediaan oksigen hutan kota serta implikasinya dalam pengembangan hutan kota di Kota Malang. Sebagai bahan perbandingan dengan penelitian sebelumnya, berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang mempunyai kemiripan dengan penelitian sekarang seperti terlihat dalam Tabel 1.1.
5 Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No. Nama Judul Tujuan Hasil Penelitian 1. Bos Ariadi Muis (2005) 2. Muchammad Chusnan Aprianto (2010) Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Dan Air di Kota Depok Provinsi Jawa Barat Kajian Luas Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen, Karbon Tersimpan, Dan Kebutuhan Air di Kota Yogyakarta Menentukan luas ruang terbuka hijau berdasarkan kebutuhan oksigen dan ketersediaan air Memberikan rekomendasi luas hutan kota yang harus ditambahkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen, karbon tersimpan dan kebutuhan air. survei survei Kota Depok sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan oksigen dan air, sehingga diperlukan penambahan ruang terbuka hijau (RTH) Ada tujuh kecamatan yang perlu ditambahkan luas hutan kotanya. 3. Rizald Hussein (2010) Analisis Kualitas Dan Kenyamanan Lingkungan Kawasan Hutan Kota di Kota Malang Mengetahui hubungan bentuk-bentuk hutan kota terhadap kualitas udara di sekitar wilayah hutan kota dan mengetahui pengaruh bentuk hutan kota terhadap tingkat kenyamanan masyarakat di sekitar wilayah hutan kota. Survei Bentuk hutan kota menyebar lebih baik dalam mengameliorasi iklim mikro, selain itu bentuk maupun posisi hutan kota di Kota Malang saat ini masih berada dalam kisaran cukup nyaman. 4. Hernawi Abdullah (2015) Kajian Kebutuhan dan Ketersediaan Oksigen Serta Implikasinya terhadap Pengembangan Hutan Kota di Kota Malang Menentukan kebutuhan oksigen di Kota Malang, menentukan ketersedian oksigen yang dihasilkan hutan Kota Malang, dan mengetahui implikasinya terhadap pengembangan hutan kota di Kota Malang. survei Kebutuhan oksigen Kota Malang paling tinggi pada tahun 2014 sebesar 896.032 kg/hari, dan ketersediaan oksigen Kota Malang sebesar 99.975 kg/hari. Jika tidak segera diimbangi dengan RTH yang memadai, kebutuhan oksigen di Kota Malang kurang terpenuhi. Data ini diketahui kebutuhan hutan Kota Malang sebesar 1.606,02 g/hari. Untuk itu, arah pengembangan hutan kota adalah perlunya mempertahankan hutan kota eksisting bentuk lain berupa taman, jalur hijau jalan, dan sempadan sungai seluas 1.752,15 Ha, meregenerasi hutan kota dengan menjadikan tegalan dan kebun seluas 1.135,04 Ha menjadi hutan kota, dan mempertahankan lahan sawah seluas 1.214 Ha sebagai lahan produktif yang bernilai ekonomi.
6 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perrumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan kebutuhan oksigen di Kota Malang. 2. Menentukan ketersedian oksigen yang dihasilkan hutan kota di Kota Malang. 3. Menentukan arah pengembangan hutan kota berdasarkan kebutuhan dan ketersediaan oksigen di Kota Malang. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Memperoleh informasi tentang kebutuhan dan ketersediaan oksigen Kota Malang. 2. Memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesadaran pemerintah dan masyarakat terhadap usaha pelestarian hutan kota, sehingga tercipta hubungan yang saling menguntungkan dan berkelanjutan. 3. Acuan bagi peneliti yang akan datang untuk melakukan penelitian dengan topik yang terkait dengan hutan kota.