62 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Sosiometri Setelah data yang berasal dari sosiometri yang diberikan kepada siswa kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa yang terisolir, dengan hasil sebagai berikut. Tabel 4. 1 Hasil Sosiometri Kelas VIII SMPN 11 Bandung Tahun Pelajaran 2009-2010 No Kelas Jumlah Siswa Siswa Terisolir Total L P L P Total 1 VIII-3 14 25 39 2 2 4 2 VIII-7 16 23 39 1 2 3 3 VIII-8 15 24 39-3 3 4 VIII-10 14 25 39 2 1 3 Jumlah 59 97 156 5 8 13 Berdasarkan tabel 4.1 dari jumlah siswa sebanyak 156, terdapat sebanyak 13 orang termasuk terisolir, jika dirata-ratakan berjumlah 8,3%. Dalam satu kelas berarti terdapat sekitar 8,3% siswa yang terisolir. Siswa terisolir laki-laki berjumlah 5 orang (3,2%), sedangkan siswa perempuan terisolir berjumlah 8 orang (5,1%). Dengan demikian jumlah siswa terisolir perempuan lebih banyak daripada siswa terisolir laki-laki. Hasil tersebut diatas sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Heri Suherlan (2005) yang menyatakan dalam 100 orang siswa terdapat 14,14 % siswa yang termasuk
63 kategori terisolir, artinya dari setiap seratus orang siswa, terdapat 14 orang siswa terisolir. Siswa terisolir tidak hanya disebabkan kemampuan penyesuaian sosialnya yang rendah, tetapi bisa saja karena siswa tersebut menunjukkan sikap atau penampilan yang tidak diterima oleh teman-temannya. Yaya Sunarya (1999) menyebutkan bahwa siswa terisolir disebabkan oleh dua hal yaitu penerimaan sosial yang tidak wajar dari teman sekelompoknya dan ketidakmampuan melakukan hubungan sosial. Penelitian Smith (Yaya Sunarya, 1999) melaporkan bahwa anak-anak yang paling disukai adalah anak-anak yang tidak mementingkan diri sendiri, tidak berat sebelah dan selalu mementingkan orang lain. Senada dengan hasil penelitian diatas, hasil studi sosiometri Thibaut (1959, 49) menunjukkan bahwa seseorang cenderung dipilih menjadi sahabat atau teman kerja, jika dia dianggap mampu untuk membantu orang lain dan dapat berbuat sesuatu tanpa orang lain itu merasa tertekan. Sebaliknya seseorang itu ditolak (rejected) jika dia gagal memberi bantuan kepada orang lain mampu berbuat tapi tidak melakukannya, atau jika kehadirannya dapat menimbulkan perasaan cemas atau tidak senang pada orang lain. Berdasarkan hasil jawaban tertulis teman kelas mengenai karakter yang ditampilkan oleh siswa terisolir tersebut diatas, ternyata penyebab mereka tidak dipilih sebagai teman karena mereka cenderung menunjukkan sikap-sikap yang tidak disenangi atau tidak bisa diterima.
64 Hurlock (1980) mengemukakan salah satu hal yang dapat menyebabkan remaja ditolak oleh teman sekelompoknya adalah karena sifatsifat kepribadian yang mengganggu, lebih lengkap Hurlock menjelaskan bahwa sindrom penolakan tersebut diantaranya kesan pertama yang menyenangkan (penampilan menarik, sikap yang tenang, dan gembira), Reputasi sebagai seorang sportif dan menyenangkan, Perilaku sosial yang ditandai oleh kerja sama, tanggung jawab, panjang akal, sopan, dll), Matang, terutama dalam hal pengendalian emosi serta kemauan untuk mengikuti peraturan-peraturan. Jika siswa tidak mampu menunjukkan kesan yang menyenangkan kepada teman-temannya, tidak bisa bersikap sportif, pengertian, menyenangkan maka ia akan cenderung untuk dijauhi. Austin dan Thompson (Hawkes, 1962: 85) melaporkan bahwa alasan mengapa seseorang memilih yang lain sebagai sahabat yang paling baik adalah (1) karena ciri-ciri pribadi tertentu sebanyak 53,3%, seperti kegembiraan, kebahagiaan hati, kehangatan, dan kemurahan hati; (2) kesamaan minat dan hobi 22,2%, (3) alasan penampilan fisik 6,8%. Berdasarkan hasil penelitian, jelas bahwa penyebab siswa terisolir dalam penelitian ini karena tidak diterima secara social oleh teman-temannya. Hal itu disebabkan mereka berperilaku yang dianggap tidak menyenangkan oleh teman-temannya. B. Gambaran Umum Kemampuan Penyesuaian Sosial Siswa Kelas VIII Gambaran umum mengenai kemampuan penyesuaian sosial siswa yang dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.
65 Tabel 4. 2 Gambaran Kemampuan Penyesuaian sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 11 Bandung Tahun Pelajaran 2009/2010 Kategori Rentang Skor Sampel f % Tinggi 19 25 15 21 Sedang 13 18 56 79 Rendah 1 12 0 0 Jumlah 71 100 Berikut disajikan dalam grafik kemampuan penyesuaian sosial siswa kelas VIII SMPN 11 Bandung tahun 2009/2010. Grafik 4. 1 Gambaran Umum Kemampuan Penyesuaian Sosial Siswa Kelas VIII SMPN 11 Bandung Tahun 2009/2010
66 Berdasarkan tabel 4.2 dan grafik 4.1 di atas, kemampuan penyesuaian sosial siswa kelas VIII SMP Negeri 11 Bandung pada umumnya berada pada kategori sedang (79%). Ini berarti, siswa sudah memenuhi atau memiliki sebagian besar aspek-aspek yang diperlukan dalam penyesuaian sosial. Selanjutnya diperlukan suatu upaya untuk memfasilitasi siswa untuk mampu mencapai aspek-aspek kemampuan penyesuaian secara menyeluruh. Sebagian siswa kelas VIII SMP Negeri 11 Bandung (21%) berada pada kategori tinggi. Ini berarti, siswa tersebut sudah memiliki atau mampu memenuhi aspek-aspek yang diperlukan dalam penyesuaian sosial. Siswa yang termasuk kedalam kategori tinggi ini sudah mampu menyesuaikan diri, kemudian berinteraksi dengan teman sebayanya. Ketika siswa sudah mampu menyesuaikan dan berinteraksi berarti dapat bekerjasama dengan temannya dalam situasi kelompok. Dalam situasi kelompok siswa yang termasuk ke dalam kategori ini, mampu mengontrol diri, berempati dan menghargai temannya. C. Aspek Kemampuan Penyesuaian Sosial a. Kelompok Eksperimen Pertemuan pertama penelitian terhadap kelompok ekperimen dimulai dengan melaksanakan pre test, kegiatan ini dilaksanakan bersamaan antara kelompok ekseprimen dengan kelompok kontrol. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2009.
67 Pertemuan kedua merupakan pemberian perlakuan pertama kepada kelompok eksperimen dengan memberikan permainan peleburan diri dan siapakah kamu?. Pertemuan ini diadakan pada tanggal 31 Agustus 2009. Pertemuan kedua ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dalam memulai dan membina interaksi dengan teman. Pada pertemuan ini, terlihat suasana kelompok masih sedikit kaku tetapi peserta terlihat mau mengikuti semua kegiatan sebaik mungkin. terlihat beberapa peserta aktif dalam bertanya, sedangkan yang lain mengikuti perintah dengan baik. Refleksi peserta pada jurnal permainan sosial pertemuan kedua IS JHS JS RRF RB IR : Bahwa kita tidak boleh membuang-buang waktu. : Kita dapat mengenal juga berinteraksi terhadap orang lain dengan cara yang menyenangkan. : saya mendapat segala profil seseorang dan mengetahui kelebihan Dan kekurangan seseorang. : mendapat teman baru dan bisa tahu kepribadian orang lain yang Baru kita kenal dan harus lebih berani untuk bertanya. : kita harus tahu apakah sifat-sifat orang/teman yang kita kenal. : kita harus lebih aktif bertanya kepada seseorang yang belum kita Kenal. Pertemuan ketiga bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan teman. Pertemuan ini diadakan pada tanggal 3 September 2009. Permainan yang diberikan adalah permainan gambaran teman. Pada pertemuan ini, terlihat kelompok sudah mulai tidak kaku, komunikasi terlihat sudah mulai terjalin. Walaupun mereka adalah teman yang berbeda kelas tetapi mereka tidak canggung dalam berkomunikasi lisan.
68 Bahkan sudah mulai berani untuk meminta maaf ketika gambarannya jelek, atau memaklumi hasil gambaran teman pasangannya. Hal tersebut merupakan sebuah perkembangan yang baik. Refleksi peserta pada jurnal permainan sosial pertemuan ketiga IS JHS JS RRF RB IR : akrab dengan teman ternyata mengasyikkan. : kita dapat mengetahui seberapa orang itu ingin menjadi apa saja Dan yang ingin dia lakukan. : saya mengetahui profil teman dengan sifatnya : berani untuk memperkenalkan teman, berani berbicara di depan orang lain. : kita tidak peduli mau teman menilai kita aneh : kita bisa memilih seseuatu yang jauh lebih penting dari kebutuhan yang tidak terlalu dibutuhkan. Pertemuan keempat diadakan pada tanggal 7 September 2009. Pertemuan ini bertujuan mengembangkan minat untuk ikut serta dan bekerjasama dalam kegiatan kelompok. Permainan yeng diberikan adalah kerajaan batu. Pada permainan ini kelompok eksperimen dibagi menjadi dua kelompok yang beranggotakan masing-masing tiga orang. Pada permainan ini terlihat kelompok merasa senang. Mereka terlihat menyusun strategi, berusaha menolong teman yang tertangkap, berusaha untuk menang, tetapi terkadang terlihat dalam usaha untuk memenangkan pertandingan anggota berjuang sendiri. Tetapi terlihat pula peserta memahami maksud dari permainan untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama. Refleksi pesertapada jurnal permainan sosial pertemuan keempat IS : permainan yang baik pasti hasilnya juga akan baik.
69 JHS JS RRF RB IR : kita dapat bekerja dengan orang lain karena bekerjasama Menyenangkan dan mempercayai orang lain. : kita harus bekerjasama satu sama lain. : kita belajar untuk bekerjasama : kita harus saling menjaga satu sama lain. : kita harus saling bekerjasama meski dengan orang yang belum Kita kenal. Pertemuan kelima diadakan pada 10 September 2009. pertemuan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dalam mengatasi konflik dengan teman. Permainan yang diberikan adalah permainan menjaga harta karun. Dalam pelaksanaannya terlihat peserta sangat fokus, baik sebagai penjaga harta atau perebut harta, semua terlihat berambisi untuk menjadi penjaga harta karun. Terlihat para perebut mencoba menggoda penjaga dengan gerakan-gerakan menipu, memberikan sindiran-sindiran agar penjaga harta karun lengah. Terlihat dalam permainan ini, semua bisa menjaga emosi untuk tidak marah atau terpengaruh oleh sindiran orang lain. Walaupun para perebut harta terus menggoda penjaga bisa tetap tenang melakukan tugasnya. Refleksi peserta pada jurnal permainan sosial pertemuan kelima IS JHS JS RRF RB IR : menjaga suatu barang itu harus sungguh-sungguh. : tidak marah jika barang kita diambil, namun kita harus berusaha Menjaga barang itu dengan teliti. : melindungi hal yang penting : untuk lebih menjaga apa yang kita punya. : jadi kalau kita punya harta harus dijaga baik-baik. : kita harus lebih teliti, sigap, dan berhati-hati.
70 Pertemuan keenam diadakan pada tanggal 1 Oktober 2009. pertemuan ini bertujuan untuk mengembangkan empati, kepekaan terhadap teman. Permainan yang diberikan adalah permainan geng buta. Dalam permainan ini dipilih satu pemimpin untuk memimpin teman-temannya yang harus berjalan dengan mata tertutup. Dalam pemilihan pemimpin terlihat semua antusias untuk ingin menjadi pemimpin sehingga pemilihan dilakukan melalui undian. Ketika memulai permainan semua terlihat tegang, hati-hati, saling berpegangan. Pemimpin berusaha untuk mengarahkan anggotanya. Menerima hasil undian, rasa peka terhadap teman, perasaan senasib sepenanggungan sangat kental terlihat dalam permainan ini, pemimpin juga terlihat berusaha keras dalam mengarahkan anggotanya sampai ke tujuan. Refleksi pesertapada jurnal permainan sosial pertemuan keenam IS JHS JS RRF RB IR : mengatur sesuatu itu tidak gampang. : Kita dapat bekerja dengan orang lain karena bekerjasama Menyenangkan dan mempercayai orang lain. : kita harus menjadi pemimpin yang berguna untuk anggotanya : bisa menjadi pemimpin dan memberi arahan kepada teman. : kita harus bisa menjadi pemimpin. : kita harus mendengarkan suruhan dari pemimpin. Pertemuan ketujuh merupakan pertemuan terakhir dalam pemberian permainan. Pertemuan ini diadakan pada tanggal 2 Oktober 2009. pertemuan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan sikap saling menghargai dengan orang lain. Kelompok dipersilakan duduk, kemudian saling mengungkapkan penghargaan kepada orang lain secara bergiliran. Mereka
71 bebas mengemukakan kesan, saran, dan kritikan terhadap sesama. Kelompok ini mampu untuk bisa saling menghargai. Refleksi peserta pada jurnal permainan sosial pertemuan ketujuh IS JHS JS RRF RB IR : lebih menghargai orang lain dan orang yang lebih berguna untuk orang lain. : lebih bisa bergaul dan orang yang mudah akrab juga memiliki banyak teman. : baik, ramah, mudah memberi penghargaan. : lebih menghargai orang lain. : ingin bisa memimpin kelompok. : menjadi orang yang berfikir jauh lebih teliti, berhati-hati dalam Mengerjakan sesuatu dan bekerjasama dengan siapa saja/ Berteman dengan siapa saja. Pertemuan kedelapan adalah akhir pertemuan dari rangakain kegiatan. Kegiatan terakhir ini kelompok eksperimen dan kontrol bertemu untuk melaksanakan post test. Tabel 4. 3 Kemampuan Penyesuaian Sosial Kelompok Eksperimen (sebelum dan setelah treatment) No Aspek % % Selisih Kemampuan Penyesuaian Sosial Pre-test Post-test (%) 1 Kemampuan dalam bekerjasama 67 71 4 2 Kemampuan dalam menyesuaikan diri 87 96 9 3 Kemampuan dalam berinteraksi 71 83 12 4 Kemampuan dalam mengontrol diri 67 71 4 5 Kemampuan berempati 75 83 5 6 Kemampuan menghargai orang lain 78 83 5
72 Berdasarkan tabel 4.3, peningkatan dalam aspek kemampuan dalam bekerjasama ini mencapai 4%. Artinya siswa kelas VIII sudah mulai menunjukkan perkembangan yang bagus. Kerjasama terlihat dalam kegiatan permainan, khususnya permainan yang membutuhkan kerjasama seperti kerajaan batu, geng buta, gambaran teman. Walaupun diperkenalkan dalam sebuah kelompok dalam waktu yang cepat, tetapi mereka berusaha untuk bekerjasama walaupun masih terlihat rasa kaku ketika melakukan kegiatan. Hal tersebut merupakan awal yang bagus. Dalam memasuki masa remaja, siswa dituntut untuk mampu membina hubungan dengan teman sebaya baik sesame jenis maupun lawan jenis. Hurlock (1980) menyebutkan dalam waktu yang singkat remaja mengadakan perubahan radikal, yaitu dari tidak menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai lawan jenis, inilah perubahan yang terjadi pada perilaku sosial remaja. Bekerjasama dengan teman sebaya pada awal masa remaja bagi beberapa remaja mungkin menjadi kesulitan. Tetapi dengan semakin banyaknya melakukan partisipasi sosial akan meningkat pula kemampuan penyesuaian sosialnya. Dalam penelitian ini kemampuan tersebut dikembangkan melalui permainan sosial. Yusuf (Euis Kurniati, 2006:152) menyebutkan bahwa dengan permainan dapat menyebabkan sikap percaya diri, tanggung jawab, dan kooperatif (kerjasama). Dalam aspek kemampuan menyesuaikan diri peningkatan mencapai 9%. Hal ini menunjukkan sebuah perkembangan yang bagus. Ketika pertama kali bertemu suasana seakan kaku. Tetapi, setelah mengikuti beberapa
73 permainan awal seperti :siapakah kamu, peleburan diri, dan gambaran teman;terlihat mereka mulai bisa menyesuaikan diri. Dengan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam berbagai kegiatan sosial, baik dirumah maupun disekolah, maka kemampuan dalam menyesuaikan diri semakin membaik. Hurlock (1980) mengistilahkanya sebagai wawasan sosial, dengan semakin meluasnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial menyebabkan penyesuaian diri dalam situasi sosial bertambah baik. Peningkatan dalam aspek kemampuan dalam berinteraksi adalah peningkatan tertinggi mencapai 12%. Interaksi yang terjalin pada saat kegiatan sangat bagus, interaksi sudah mulai bagus ketika pertemuan kedua. Artinya pada pertemuan awal mereka sudah berkomitmen untuk mengikuti kegiatan dengan bersungguh-sungguh. Sehingga interaksi yang terjalin dari awal hingga akhir kegiatan berjalan bagus. Kemampuan dalam mengontrol diri mengalami peningkatan sebesar 4%. Aspek ini merupakan aspek yang terlihat sulit untuk berkembang. Keinginan untuk menguasai permainan, keinginan untuk memimpin kelompok, dan keinginan untuk menang sangat kental terlihat. Terkadang keinginan untuk menguasai permainan, keinginan untuk menang dilakukan dengan cara yang curang, tetapi dengan pengarahan dan bimbingan mereka bisa mengontrol keinginan-keinginan tersebut. Euis Kurniati (2006) mengemukakan dalam menghindarkan diri dari kegiatan yang dapat membahayakan dirinya, munculnya sikap menahan diri dari kegiatan yang
74 bukan gilirannya menunjukkan siswa sudah memiliki kemampuan mengontrol diri. Kemampuan dalam berempati mengalami peningkatan sebesar 5%. Kemampuan ini terlihat mulai ada ketika kegiatan awal, sikap-sikap seperti meminjamkan alat tulis, memberitahu petunjuk, memberi tempat duduk sudah terlihat. Dalam melakukan kegiatan pun sudah terlihat rasa empati, seperti menolong teman yang jatuh, memberi air minum pada teman yang kehausan. Untuk anak-anak yang secara sikap tidak disenangi oleh teman sekelasnya hal tersebut suatu kemajuan yang bagus. Borba (2001) mengatakan bahwa empati merupakan kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Wantah (2004) mengatakan bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan mendapatkan penghargaan dari orang lain seperti pengakuan terhadap sesuatu yang telah dilakukannya. Dalam penelitian ini, kemampuan dalam menghargai orang lain ini mengalami peningkatan sebesar 5%. Kemampuan untuk menilai kelebihan dan kelemahan diri sendiri, kemampuan menilai kelebihan dan kelemahan orang lain, dan mampu mengungkapkan hal tersebut dengan cara yang baik terlihat pada kegiatan. Khususnya ketika melakukan kegiatan ke-7 yaitu penghargaan. Berikut disajikan grafik perubahan aspek-aspek kemampuan penyesuaian sosial kelompok eksperimen sebelum diberikan perlakuan (pretest) dan setelah diberikan perlakuan (post-test).
75 Grafik 4. 2 Perbedaan hasil Pre-test dan Post-Test Kelompok Eksperimen b. Kelompok Kontrol Tabel 4. 4 Kemampuan Penyesuaian Sosial Kelompok Kontrol (pre-test dan post-test) No Aspek % % Selisih Kemampuan Penyesuaian Sosial Pre-test Post-test (%) 1 Kemampuan dalam bekerjasama 79 79 0 2 Kemampuan dalam menyesuaikan diri 90 90 0 3 Kemampuan dalam berinteraksi 75 71 4 4 Kemampuan dalam mengontrol diri 70 77 7 5 Kemampuan berempati 58 54 4 6 Kemampuan menghargai orang lain 44 50 6 Berdasarkan tabel 4.4, aspek kemampuan dalam berinteraksi mengalami peningkatan sebesar 4%, kemampuan dalam mengontrol diri
76 mengalami peningkatan sebesar 7%, kemampuan dalam berempati mengalami peningkatan sebesar 4%, kemampuan dalam menghargai orang lain mengalami peningkatan sebesar 6%, sedangkan kemampuan dalam bekerjasama dan kemampuan dalam menyesuaikan diri tidak berubah antara hasil pre-test dan post-test. Berdasarkan hasil pengolahan data pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, baik pre-test maupun post-test terdapat perubahan. Perubahan tersebut disajikan dalam tabel 4. 9 dibawah ini. No Tabel 4.5 Perubahan Kemampuan Penyesuaian Sosial antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Aspek Kemampuanan Penyesuaian Sosial Perubahan Kelompok Eksperimen (%) Perubahan Kelompok Kontrol (%) 1 Kemampuan dalam bekerjasama 4 0 2 Kemampuan dalam menyesuaikan diri 9 0 3 Kemampuan dalam berinteraksi 12 4 4 Kemampuan dalam mengontrol diri 4 7 5 Kemampuan berempati 5 4 6 Kemampuan menghargai orang lain 5 6 Berdasarkan tabel 4.5 diatas terlihat bahwa baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol mengalami peningkatan. Namun, dalam tabel 4. 9 terlihat pula bahwa peningkatan yang dialami oleh kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan peningkatan pada kelompok kontrol.
77 D. Efektivitas Permainan Sosial Dalam Menangani Siswa Terisolir Untuk menguji efektivitas dari permainan sosial terhadap kelompok eksperimen dilakukan perhitungan perbedaan dua rata-rata hasil post-test kelompok eksperimen dengan hasil post-test kelompok kontrol. Pasangan hipotesis nol dan tandingannya yang akan diuji, yaitu : Ho : X 1 = X 2 H 1 : X 1 X 2 Ho : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor hasil post-test kelompok eksperimen dengan rata-rata skor hasil post-test kelompok kontrol. H 1 : Rata-rata skor hasil post-test kelompok eksperimen lebih baik daripada rata-rata skor hasil post-test kelompok kontrol. Berdasarkan perhitungan dengan rumus t-test dengan derajat kebebasan n 1 + n 2-2 = 25+25 2 = 48 dan pada taraf signifikansi (α ) = 0,01, maka diperoleh hasil, t = 1.777 > t 1.296. Dengan demikian, permainan sosial berpengaruh terhadap penanganan siswa terisolir. E. Efektivitas Permainan Sosial Dalam Penanganan Siswa Terisolir Hasil temuan penelitian mengenai penggunaan permainan sosial dalam penanganan siswa terisolir pada kelompok eksperimen dapat dilihat dari perhitungan dengan menggunakan rumus uji-t yang didapatkan hasil akhirnya adalah t = 1.777 > t 2,896. Dengan demikian, permainan sosial berpengaruh dalam mengatasi kemampuan penyesuaian sosial siswa terisolir.
78 Pengaruh dari permainan sosial terhadap kemampuan penyesuaian sosial dapat dilihat dari perubahan persentase aspek-aspek kemampuan penyesuaian sosial hasil pre-test dan aspek-aspek kemampuan penyesuaian sosial berdasarkan hasil post-test. Persentase aspek-aspek kemampuan penyesuaian sosial berdasarkan hasil pre-test adalah kemampuan dalam bekerjasama 67%, kemampuan dalam menyesuaikan diri 87%, kemampuan dalam berinteraksi 71%, kemampuan dalam mengontrol diri 67%, kemampuan dalam berempati 75 %, dan kemampuan dalam menghargai orang lain 78%. Persentase aspek-aspek kemampuan penyesuaian sosial berdasarkan hasil post-test adalah kemampuan dalam bekerjasama 71%, kemampuan dalam menyesuaikan diri 96%, kemampuan dalam berinteraksi 83%, kemampuan dalam mengontrol diri 71%, kemampuan dalam berempati 83%, dan kemampuan dalam menghargai orang lain 83%. Berdasarkan hasil pre-test dan post-test, terdapat perubahan persentase pada setiap aspek kemampuan penyesuaian sosial kenaikan dalam setiap aspek adalah kemampuan dalam bekerjasama 4%, kemampuan dalam menyesuaikan diri 9%, kemampuan dalam berinteraksi 12%, kemampuan dalam mengontrol diri 4%, kemampuan dalam berempati 5%, dan kemampuan dalam menghargai orang lain 5%. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa permainan sosial mampu meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa terisolir. Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulan Sarianti (2008) permainan
79 kooperatif berpengaruh dalam meningkatkan keterampilan sosial siswa sekolah dasar. Melalui permainan sosial yang diberikan dalam penelitian ini. Ternyata, mampu mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial yang terdiri dari kemampuan dalam bekerjasama, kemampuan dalam menyesuaikan diri, kemampuan dalam berinteraksi, kemampuan dalam mengontrol diri, kemampuan berempati, kemampuan menghargai orang lain.