BAB VII HUBUNGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII HUBUNGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS"

Transkripsi

1 BAB VII HUBUNGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim dan Gudykunts (1997) memaparkan bahwa keterampilan berkomunikasi penting agar dapat berkomunikasi dengan efektif untuk mengurangi perasaan cemas dan khawatir. Untuk menghindari hal tersebut, sedikitnya diperlukan tiga keterampilan, yaitu kemampuan untuk berhati-hati ketika berkomunikasi, toleransi terhadap ambiguitas, dan kemampuan menenangkan diri. Keterampilan berkomunikasi diperlukan sebagai bagian terakhir setelah seorang komunikator atau komunikan mempunyai motivasi dan pengetahuan berkomunikasi. Keterampilan menunjukkan kecakapan seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain, yang juga menciptakan kesan pertama bagi lawan bicara. Jika memiliki keterampilan yang baik, maka kesan yang ditimbulkan akan baik pula. Keterampilan yang diperlukan di antaranya: (1) kemampuan untuk menjadi pembicara dan pendengar yang baik, (2) toleransi terhadap ambiguitas yang terjadi akibat masing-masing etnis menggunakan bahasa daerahnya sendiri dan salah mengartikan kata-kata yang diucapkan ketika berinteraksi, (3) kemampuan berempati dengan cara menjadi pendengar yang baik dan antusias yang tinggi terhadap isi pembicaraan, (4) adaptasi kebiasaan untuk menggunakan bahasa yang bisa dipahami bersama, dan (5) mampu memprediksi dan memberikan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicara. Penyajian data dimulai dengan mendeskripsikan variabel yang akan diuji hubungan kausalnya. Deskripsi variabel faktor keterampilan dan perilaku tersinggung serta canggung bertujuan untuk memberikan gambaran tentang perilaku pasangan teman di lokasi penelitian. Setelah setiap variabel yang akan diuji dideskripsikan, maka penyajian data berikutnya adalah penjelasan mengenai hubungan kausal antara faktor keterampilan dengan efektivitas komunikasi antar etnis. Dimulai dari hasil uji statistik Pearson hingga penjelasan mendalam mengenai hubungan antara faktor keterampilan dengan perilaku tersinggung dan canggung ketika berkomunikasi.

2 Hubungan Keterampilan Berkomunikasi dengan Perilaku Tersinggung Tabel 14 menunjukkan bahwa sebesar 66,7 persen keterampilan berkomunikasi yang dimiliki oleh orang Arab dan orang Sunda berada pada tingkatan sedang. Walaupun berada pada tingkatan sedang, hal ini secara umum menunjukkan, baik individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda memiliki keterampilan yang baik ketika berinteraksi. Individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda memiliki keterampilan untuk sadar/berhati-hati ketika berkomunikasi, toleransi terhadap ambiguitas, kemampuan menenangkan diri, adaptasi kebiasaan, dan prediksi atau penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicaranya. Tabel 14. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan Tingkat Keterampilan Frekuensi (n) Persentase (%) Rendah 1 3,3 Sedang 20 66,7 Tinggi 9 30,0 Total ,0 Sebesar 66,7 persen pasangan orang Arab dan Sunda memiliki perilaku tersinggung yang rendah (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku tersinggung antara individu dari etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi dapat dihindari. Dua individu yang sedang berinteraksi secara umum mampu menjaga perasaan lawan bicaranya dengan tidak menirukan bahasa daerah etnis lain sebagai bahan ejekan dan tidak menyinggung ciri fisiknya. Hipotesis awal menyatakan bahwa semakin tinggi keterampilan berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku tersinggung antara etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi. Agar dapat melihat hubungan antar keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan analisis Pearson. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig.), jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji.

3 50 Tabel 15. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan dan Tingkat Perilaku Tersinggung Tingkat Tingkat Keterampilan (%) Perilaku Tersinggung Rendah Sedang Tinggi Rendah 0,0 55,0 100,0 Sedang 0,0 15,0 0,0 Tinggi 100,0 30,0 0,0 Total (%) 100,0 100,0 100,0 Tabel 15 menunjukkan sebesar 100 persen pasangan yang tingkat keterampilan berkomunikasinya rendah, memiliki tingkat perilaku tersinggung yang tinggi. Sebesar 15 persen pasangan yang tingkat keterampilannya sedang memiliki tingkat perilaku tersinggung yang sedang. Untuk tingkat keterampilan yang tinggi, sebesar 100 persen memiliki tingkat perilaku tersinggung yang rendah. Persentase tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi tingkat keterampilan berkomunikasi seseorang, maka semakin rendah tingkat perilaku tersinggung yang ditunjukkan ketika berinteraksi. Keterampilan yang baik membuat dua orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi mampu menghindarkan lawan bicaranya merasa tersinggung akibat menyinggung ciri fisik atau menirukan bahasa etnis lain. Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi untuk hubungan antara pengetahuan berkomunikasi dengan perilaku tersinggung adalah 0,005. Hal ini berarti terdapat hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan perilaku tersinggung antara etnis Arab dan Etnis Sunda ketika berinteraksi. Nilai signifikansi 0,005 menunjukkan hubungan yang signifikan, dimana semakin tinggi keterampilan berkomunikasi maka semakin rendah perilaku tersinggung antara orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi. Keterampilan pertama yang dimiliki oleh orang Arab dan Sunda adalah kemampuan untuk sadar atau berhati-hati ketika berinteraksi. Sadar dalam berinteraksi artinya memiliki perhatian yang penuh terhadap lawan bicara. Tidak hanya bisa berbicara dengan baik, namun juga mampu menjadi pendengar yang baik. Sebesar 80 persen orang Arab dan Sunda mampu menjadi pembicara sekaligus pendengar yang baik ketika berinteraksi. Kemampuan berbicara dan mendengarkan yang seimbang, membuat komunikator dan komunikan berada

4 51 dalam posisi yang sejajar. Jika seseorang terlalu banyak bicara, maka lawan bicaranya akan merasa didominasi dalam proses interaksi. Kondisi ini dapat menyebabkan lawan bicara merasa tersinggung karena kesempatan untuk berbicaranya sedikit. Kondisi ini secara umum mampu diatasi oleh orang Arab dan Sunda dengan tidak mendominasi dalam sebuah percakapan. Orang Arab yang dikenal banyak berbicara, tidak menunjukkan hal itu terhadap lawan bicaranya yang orang Sunda dengan tidak terlalu banyak berbicara. Sebaliknya, orang Sunda yang dikenal lebih tenang mampu mengambil bagian untuk berbicara agar seimbang dengan bagian untuk mendengarkan. Kemampuan lainnya adalah toleransi terhadap ambiguitas. Sebesar 50 persen orang Arab dan Sunda mampu mentoleransi ambiguitas di antara mereka. Kondisi ambigu muncul ketika orang Arab atau Sunda menggunakan bahasa daerahnya masing-masing ketika berbicara. Orang Arab dengan bahasa Arabnya, dan orang Sunda dengan bahasa Sunda. Sikap toleransi yang ditunjukkan adalah ketika seorang komunikan tidak marah dan terganggu ketika lawan bicaranya menggunakan bahasa daerahnya. Terkadang orang Arab menggunakan bahasa Arab ketika berinteraksi dengan orang Sunda, dan ada pula orang Arab yang tidak terbiasa menggunakan bahasa Sunda dalam kesehariannya. Ketika orang Arab menggunakan bahasa Arab ketika berinteraksi, secara umum orang Sunda mampu mentoleransi hal tersebut. Hal ini dikarenakan, bahasa Arab yang digunakan sudah umum dan dipahami oleh orang Sunda seperti syukron (terima kasih), fulus (uang), hareem (perempuan), dan lain-lain. Sedangkan jika orang Sunda berbicara dengan bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Arab yang tidak mengerti bahasa tersebut, secara umum orang Arab dapat memakluminya karena orang Sunda hampir selalu menambahkan kata-kata dalam bahasa Sunda ketika berbicara dalam bahasa Indonesia. Sikap toleransi lain yang ditunjukkan adalah ketika seorang komunikator tidak marah ketika lawan bicaranya salah mengartikan kata-kata yang diucapkannya. Terkadang orang Sunda menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Arab seperti leuleus liat (lemah lembut ketika berbicara) dan heuras genggerong (keras kepala). Kemungkinan salah mengartikan istilah tersebut bisa terjadi karena istilah yang dipakai tidak umum seperti bahasa Arab yang dipaparkan sebelumnya.

5 52 Kemampuan mentoleransi ambiguitas yang baik membuat orang Arab dan Sunda dapat terhindar dari perasaan tersinggung. Kemampuan untuk menenangkan diri ketika berinteraksi juga mampu menghindarkan seseorang dari perilaku tersinggung. Perasaan kaku dan khawatir yang berlebihan yang ditunjukkan ketika berinteraksi akan membuat lawan bicara merasa tidak nyaman, yang akhirnya membuat dia merasa tersinggung. Interaksi antara orang Arab dan Sunda yang jarang bertemu di lingkungannya, bisa saja menimbulkan rasa kaku dan khawatir. Perasaan ini muncul karena dua orang tersebut jarang bertemu dan tidak akrab. Sebesar 53,3 persen orang Arab dan Sunda sudah mampu menenangkan dirinya dengan mengendalikan rasa kaku dan khawatir ketika berinteraksi. Kemampuan ini didorong oleh sikap untuk menjaga kerukunan dalam hidup bertetangga. Walaupun jarang bertemu dan berinteraksi, hubungan pertetanggaan harus dijalin dengan baik agar tercipta lingkungan bertetangga yang harmonis. Etnis Arab dan Sunda juga memiliki keterampilan berempati yang baik. Sebesar 76,7 persen orang Arab dan Sunda mampu mendengarkan dengan cermat perkataan lawan bicaranya dan antusias dengan isi pembicaraan yang disampaikan. Jika orang Arab dan Sunda yang terlibat dalam sebuah interaksi tidak memiliki keterampilan berempati yang baik, maka seseorang akan merasa tersinggung. Perilaku tersinggung muncul karena seseorang merasa tidak dihargai ketika berbicara. Lawan bicara tidak mendengarkan dengan baik dan tidak antusias atas apa yang dibicarakan. Mengadaptasikan perilaku juga memiliki peranan agar seseorang tidak tersinggung ketika berinteraksi. Perilaku yang diadaptasikan adalah penggunaan bahasa daerah ketika berbicara dan jarak interpersonal agar seseorang merasa nyaman. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, orang Arab terkadang berbicara dalam bahasa Arab ketika berinteraksi dengan orang Sunda, dan orang Sunda terkadang berbicara dalam bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Arab. Sebesar 83,3 persen orang Arab dan Sunda mampu mengadaptasikan perilakunya ketika berkomunikasi. Orang Arab dan Sunda lebih memilih menggunakan bahasa yang dapat dipahami bersama agar tidak ada yang merasa tersinggung. Jika orang Arab yang diajak berinteraksi memahami bahasa Sunda,

6 53 maka interaksi dilakukan menggunakan bahasa Sunda. Jika orang Arab tersebut tidak memahami bahasa Sunda, maka interaksi dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Jarak interpersonal tidak lagi menjadi masalah karena baik etnis Arab atau etnis Sunda memiliki jarak interpersonal yang sama, yaitu sekitar setengah meter agar dapat berinteraksi dengan nyaman. Keterampilan terakhir yang dipaparkan dalam subbab ini agar terhindar dari perilaku tersinggung adalah kemampuan untuk membuat prediksi dan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicara. Perilaku yang diprediksikan adalah jarak interpersonal, nada bicara, dan gerakan tangan. Ketiga perilaku tersebut dijelaskan sebagai budaya asli dari masing-masing etnis. Sebesar 70 persen orang Arab dan Sunda mampu menjelaskan ketiga perilaku tersebut sebagai bawaan dari budaya asli yang sulit dihilangkan. Nada bicara orang Arab cenderung keras dan tegas. Apabila hal ini ditunjukkan ketika berinteraksi, orang Sunda mampu memberikan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicaranya. Nada bicara yang keras dan tegas merupakan sifat bawaan dari budaya bangsa Arab, bukan untuk mendominasi pembicaraan atau membuat orang Sunda merasa tidak nyaman. Jika masing-masing etnis memahami hal ini, maka perasaan tersinggung akibat ketidaknyamanan perbedaan gaya berbicara dapat dihindari dan proses interaksi dapat berjalan efektif.

7 Hubungan Keterampilan Berkomunikasi dengan Perilaku Canggung Tabel 14 menunjukkan bahwa keterampilan berkomunikasi yang dimiliki oleh etnis Arab dan etnis Sunda berada pada tingkatan sedang, yaitu sebesar 66,7 persen. Tabel 9 menunjukkan persentase perilaku canggung dari pasangan etnis Arab dan etnis Sunda. Sebesar 56,7 persen orang Arab dan Sunda memiliki perilaku canggung yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa rasa canggung antara individu dari etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi dapat diatasi dengan baik. Dua individu yang sedang berinteraksi dapat menghilangkan perilaku tidak berani, malu, ataupun ragu-ragu untuk berinteraksi dengan lawan bicaranya. Mereka sudah terbiasa untuk saling menyapa, inisiatif untuk memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat. Hipotesis awal menyatakan bahwa semakin tinggi keterampilan berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku canggung antara etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi. Agar dapat melihat hubungan antar keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan analisis Pearson. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig). Jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Tabel 16. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan dan Tingkat Perilaku Canggung Tingkat Tingkat Keterampilan (%) Perilaku Canggung Rendah Sedang Tinggi Rendah 0,0 40,0 100,0 Sedang 0,0 40,0 0,0 Tinggi 100,0 20,0 0,0 Total (%) 100,0 100,0 100,0 Tabel 16 menunjukkan bahwa sebesar 100 persen pasangan yang memiliki keterampilan berkomunikasi yang rendah memiliki perilaku canggung yang tinggi. Sebesar 40 persen pasangan yang keterampilan berkomunikasinya sedang memiliki perilaku canggung yang sedang pula. Pada tingkat keterampilan berkomunikasi yang tinggi, sebesar 100 persen pasangan memiliki perilaku tersinggung yang rendah. Persentase tersebut menunjukkan kecenderungan

8 55 dimana semakin tinggi keterampilan berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku canggung yang ditunjukkan ketika berinteraksi. Keterampilan yang tinggi mendorong dua orang yang sedang berinteraksi dapat mengurangi dan menghilangkan perilaku canggung. Mereka dapat dengan leluasa menyapa, memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat. Perasaan ragu-ragu, tidak berani, atau malu dapat dikendalikan dengan baik oleh keduanya. Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi untuk hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan perilaku canggung adalah 0,001. Hal ini berarti terdapat hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan perilaku canggung antara etnis Arab dan Etnis Sunda ketika berinteraksi. Nilai signifikansi 0,001 menunjukkan hubungan yang signifikan. Kondisi ini menunjukkan semakin tinggi keterampilan yang dimiliki ketika berinteraksi maka semakin rendah perilaku canggung antara etnis Arab dan Sunda ketika berinteraksi. Keterampilan pertama yang menghindarkan kedua etnis dari perilaku canggung adalah sadar atau berhati-hati ketika berkomunikasi. Ketika dua orang yang sedang berinteraksi mampu menyeimbangkan kemampuan berbicara dan mendengarkan dengan baik, kedua orang tersebut tidak akan merasa canggung untuk bertukar pendapat. Orang yang terlalu banyak berbicara dapat dianggap ingin mendominasi percakapan, sedangkan orang yang terlalu banyak mendengarkan akan dianggap pasif dan tidak antusias. Rasa canggung muncul ketika salah satu perilaku tersebut muncul. Pada suatu kesempatan interaksi, orang Sunda terlalu banyak berbicara sehingga orang Arab yang menjadi lawan bicaranya hanya dapat mendengarkan. Orang Arab tersebut dapat merasa canggung karena dirinya diposisikan tidak sejajar, dalam artian tidak mendapat kesempatan yang sama untuk berbicara. Kondisi ini membuat pertukaran informasi tidak seimbang sehingga orang Arab yang merasa didominasi, akan ragu-ragu untuk bertukar informasi yang sama banyaknya seperti orang Sunda. Kemampuan etnis Arab dan Sunda dalam mentoleransi ambiguitas juga dapat menghindarkan keduanya dari perilaku canggung ketika berinteraksi. Sebesar 50 persen orang Arab dan Sunda dapat melakukan hal ini. Sikap untuk tidak marah ketika orang Arab atau Sunda menggunakan bahasa daerahnya sendiri membuat pertukaran informasi dapat terus berjalan. Begitu pula halnya ketika

9 56 orang Arab atau Sunda salah mengartikan kata-kata yang diucapkan lawan bicara dan disikapi dengan tidak marah, maka perilaku malu, tidak berani, atau takut dapat dihindari ketika berinteraksi. Kemampuan mentoleransi hal yang ambigu membuat proses interaksi antar etnis berjalan dengan baik. Perilaku canggung dapat dihindari sehingga dua orang yang sedang berinteraksi dengan leluasa dapat bertukar pendapat. Orang Arab dan Sunda juga memiliki kemampuan untuk menenangkan diri yang baik. Sebesar 53,3 persen orang Arab dan Sunda dapat menghilangkan perasaan kaku dan khawatir ketika berinteraksi. Rasa kaku maupun khawatir yang disebabkan jarangnya orang Arab dan Sunda berinteraksi tidak membuat keduanya canggung ketika berinteraksi. Bagi mereka menjaga kerukunan hubungan tetangga lebih penting dibanding mengedepankan sikap kaku dan khawatir. Sikap kaku dan khawatir yang berlebihan hanya akan membuat kedua etnis semakin canggung sehingga kegiatan saling sapa yang sederhana, dapat menjadi kegiatan yang berat untuk dilakukan. Keterampilan lainnya yaitu kemampuan untuk berempati terhadap lawan bicara. Kemampuan yang harus dimiliki adalah mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan orang lain dan tertarik atau antusias terhadap isi pembicaraan yang disampaikan orang lain. Kemampuan berempati menjadi penting untuk menghidarkan dua orang yang sedang berinteraksi dari perilaku canggung. Bila orang Arab mampu menjadi pendengar yang baik bagi orang Sunda, maka orang tersebut akan merasa dihargai sehingga dia dapat dengan leluasa menyampaikan pendapatnya kepada orang Arab. Begitupun sebaliknya, bila orang Sunda memiliki antusias yang tinggi terhadap apa yang dikatakan orang Arab, maka orang tersebut tidak akan ragu-ragu untuk memulai pembicaraan atau bertukar pendapat dengan orang Arab. Etnis Arab dan Sunda juga memiliki kemampuan untuk mengadaptasikan perilakunya ketika berinteraksi. Kedua etnis lebih baik menggunakan bahasa yang sama, keduanya berbahasa Sunda, atau berbahasa Indonesia agar memiliki pemahaman yang sama dan tidak merasa canggung ketika berinteraksi. Perbedaan bahasa yang digunakan terkadang membuat proses interaksi menjadi kaku dan pertukaran informasi tidak berjalan lancar. Untuk itu diperlukan keterampilan

10 57 beradaptasi yang baik dengan segera menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh kedua etnis. Jarak interpersonal antara etnis Arab dan Sunda tidak menjadi hal yang dapat menimbulkan perasaan canggung. Hal ini dikarenakan jarak interpersonal antar kedua etnis sama, yaitu sekitar setengah meter agar merasa nyaman ketika berinteraksi. Keterampilan yang melengkapi keterampilan sebelumnya adalah kemampuan memberikan prediksi dan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicara. Penjelasan yang akurat tentang perilaku orang lain menjadi penting agar tidak terjadi salah paham yang berujung pada munculnya perilaku canggung ketika berinteraksi. Perilaku yang harus dijelaskan secara akurat adalah nada bicara dan gaya bicara (gerakan tangan) dari kedua etnis. Bila orang Sunda memahami bahwa kebiaasan berbicara dengan nada yang keras dan tegas yang dimiliki orang Arab adalah sifat bawaan dari leluhurnya, maka perasaan canggung dapat dihindari. Orang Sunda dapat bertukar informasi dengan leluasa tanpa merasa didominasi oleh orang Arab. Gerakan tangan yang mengikuti perkataan orang Arab untuk menjelaskan maksudnya juga mampu dipahami oleh orang Sunda sebagai kebiasaan bangsa Arab yang ekspresif. Orang Sunda dapat memaklumi hal ini sehingga ketika berinteraksi mereka tidak merasa risih dan bisa bertegur sapa serta bertukar pendapat dengan leluasa.

BAB VI HUBUNGAN PENGETAHUAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

BAB VI HUBUNGAN PENGETAHUAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS BAB VI HUBUNGAN PENGETAHUAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kompetensi komunikasi berikutnya yang memiliki peranan penting dalam menciptakan komunikasi yang efektif adalah pengetahuan

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif adalah bentuk komunikasi yang dapat mengurangi rasa cemas

Lebih terperinci

KUESIONER. Faktor Motivasi Indikator No Pernyataan Jawaban Ya Tidak. Faktor Pengetahuan Indikator No Pernyataan Jawaban Ya Tidak Mengumpulkan atau

KUESIONER. Faktor Motivasi Indikator No Pernyataan Jawaban Ya Tidak. Faktor Pengetahuan Indikator No Pernyataan Jawaban Ya Tidak Mengumpulkan atau LAMPIRAN 62 Lampiran 1. Kuesioner Orang Arab KUESIONER A. karakteristik Individu Nama : Umur : Jenis Kelamin : Jenis Pekerjaan : B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Antar Budaya Faktor

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Karakteristik Etnis Arab dan Etnis Sunda Kata Arab sering dikaitkan dengan wilayah Timur Tengah atau dunia Islam. Negara yang berada di wilayah Timur

Lebih terperinci

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE Komunikasi menjadi bagian terpenting dalam kehidupan manusia, setiap hari manusia menghabiskan sebagian besar

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG 24 BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Kelurahan Empang merupakan kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Secara administratif, batas-batas

Lebih terperinci

BAB VII OUTPUT PEMBELAJARAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VII OUTPUT PEMBELAJARAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 91 BAB VII OUTPUT PEMBELAJARAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Hubungan Antara Tingkat Kehadiran dengan Sikap Terhadap Keberlanjutan Pendidikan Hipotesis awal menyatakan bahwa terdapat hubungan

Lebih terperinci

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA 65 No : PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Sebelum menjawab pernyataan, bacalah secara teliti 2. Pada lembar lembar berikut terdapat pernyataan yang membutuhkan tanggapan Anda. Pilihlah salah satu tanggapan yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Pada dasarnya komunikasi interpersonal digunakan pada keseharian umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat berkomunikasi di sekolah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa 62 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Sosiometri Setelah data yang berasal dari sosiometri yang diberikan kepada siswa kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Gambaran Singkat Ma had Sunan Ampel Al- Aly Terlampir 2. Visi, Misi dan Tujuan Ma had Terlampir B. Hasil Analisa Data Analisa data

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Analisis data merupakan bagian dari tahap penelitian kualitatif yang berguna untuk mengkaji data yang telah diperoleh peneliti dari para informan maupun pengamatan

Lebih terperinci

Terapi Cerita Bergambar Untuk Mengurangi Kesulitan Dalam Berkomunikasi Pada Seorang Remaja di Desa Wedoro Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo

Terapi Cerita Bergambar Untuk Mengurangi Kesulitan Dalam Berkomunikasi Pada Seorang Remaja di Desa Wedoro Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Vol. 05, No. 01, 2015 ------------------------------------------------------------------------------- Hlm. 108 117 Terapi Cerita Bergambar Untuk Mengurangi Kesulitan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Subjek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VIII B SMP NEGERI 1 NGABLAK Kabupaten Magelang. Subjek penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena komunikasi merupakan alat manusia untuk saling berinteraksi satu sama lain. Manusia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Setelah diperoleh data dari lapangan melalui wawancara, observasi, dan

BAB IV ANALISIS DATA. Setelah diperoleh data dari lapangan melalui wawancara, observasi, dan 85 BAB IV ANALISIS DATA Setelah diperoleh data dari lapangan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi seperti yang sudah dipaparkan penulis, maka penulis menganalisa dengan analisa deskriptif. Adapun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS (Kasus: Etnis Arab dan Etnis Sunda di Kelurahan Empang, Bogor Selatan) MUHAMMAD AZIS DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN EFEKTIVITAS MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION DALAM DISEMINASI TEKNOLOGI PERTANIAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN EFEKTIVITAS MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION DALAM DISEMINASI TEKNOLOGI PERTANIAN 45 HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN EFEKTIVITAS MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION DALAM DISEMINASI TEKNOLOGI PERTANIAN Efektivitas media komunikasi cyber extension dalam diseminasi informasi mengenai

Lebih terperinci

Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal

Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal LAMPIRAN 1 Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal No item Validitas Kriteria 1 0,563 Item dapat dipakai 2 0,511 Item dapat dipakai 3 0,438 Item dapat dipakai 4 0,462 Item dapat dipakai 5 0,417

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. remaja etnis Jawa di Pasar Kliwon Solo, sejauh ini telah berjalan baik,

BAB IV PENUTUP. remaja etnis Jawa di Pasar Kliwon Solo, sejauh ini telah berjalan baik, BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dan analisa data, maka dapat disimpulkan komunikasi antarbudaya remaja etnis keturunan Arab dengan remaja etnis Jawa di Pasar Kliwon Solo, sejauh ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi yang dilakukan oleh manusia merupakan suatu proses yang melibatkan individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Salatiga. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas IX A dan Kelas IX B yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: stakeholder, pelanggan, proses komunikasi interpersonal, tahapan penetrasi sosial

ABSTRAK. Kata kunci: stakeholder, pelanggan, proses komunikasi interpersonal, tahapan penetrasi sosial ABSTRAK Pada dasarnya setiap perusahaan tidak akan pernah terlepas dari stakeholder. Salah satu stakeholder eksternal perusahaan yang berperan penting dalam keberhasilan suatu perusahaan adalah pelanggan,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK

KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK Karakteristik Guru sebagai Pembimbing di Taman Kanak-kanak 127 KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK Penata Awal Guru adalah pembimbing bagi anak taman kanak-kanak. Proses tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 2000). Untuk hasil r hitung pada penelitian dapat dilihat pada kolom Corrected

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 2000). Untuk hasil r hitung pada penelitian dapat dilihat pada kolom Corrected BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji validasi dan reliabilitas 1. Hasil Uji Validasi Uji validasi pada penelitian dilakukan dengan uji korelasi yaitu melalui korelasi setiap item pernyataan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini menyajikan tentang hasil penelitian dan pembahasannya. Adapun hasil penelitian ini dijabarkan dalam pelaksanaan tindakan. 4.1 Pelaksanaan Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

Jangan takut menjawab ya, jawaban anda sangat berarti

Jangan takut menjawab ya, jawaban anda sangat berarti LAMPIRAN 1. Self Confidence Scale Nama : Usia : Kelas : Sekolah : L / P : Berilah tanda X pada jawaban yang sesuai dengan diri anda. Tersedia 4 pilihan jawaban yaitu STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini ditujukan pada siswa kelas VII MTsN 1 Bojonegoro dengan sampel penelitian dua kelas sebagai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini peneliti akan membahas tentang hasil olah data yang sudah di analisis

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini peneliti akan membahas tentang hasil olah data yang sudah di analisis BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini peneliti akan membahas tentang hasil olah data yang sudah di analisis oleh peneliti dan penjabaran tentang hasil yang sudah didapatkan. Berikut pemaparan tentang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR

LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR Kuesioner Gaya Pengasuhan No. Item Spearman Diterima / Ditolak 1 0,304 Diterima 2 0,274 Ditolak 3 0,312 Diterima 4 0,398 Diterima 5 0,430 Diterima 6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

Angket 1 No Pernyataan SS S TS STS

Angket 1 No Pernyataan SS S TS STS Identitas Diri Subyek : Nama : Usia : Berat Badan : Isilah dengan memberi tanda [ ] pada pernyataan yang sesuai dengan jawaban anda. Beri Tanda [ ] bila : SS : Menunjukkan bahwa pernyataan tersebut Sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 77 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Paparan Data dan Analisis Data 1. Faktor yang menyebabkan kesulitan belajar peserta didik mata pelajaran Matematika pada materi pembagian peserta didik kelas III MI Darussalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada tahun 2016 membuat keprihatinan bagi seluruh masyarakat Bekasi. Catatan pada Badan Pemberdayaan

Lebih terperinci

PROFESSIONAL IMAGE. Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM

PROFESSIONAL IMAGE. Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM Modul ke: PROFESSIONAL IMAGE Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara Fakultas FIKOM Syerli Haryati, S.S. M.Ikom Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang

BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON Motivasi menonton menurut McQuail ada empat jenis, yaitu motivasi informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial, dan motivasi hiburan.

Lebih terperinci

A. SKALA PENELITIAN. A 1 Skala Komunikasi Interpersonal. A 2 Skala Konsep Diri

A. SKALA PENELITIAN. A 1 Skala Komunikasi Interpersonal. A 2 Skala Konsep Diri LAMPIRAN A. SKALA PENELITIAN A 1 Skala Komunikasi Interpersonal A 2 Skala Konsep Diri IDENTITAS No. Skala : Jenis kelamin : laki-laki / perempuan *) Umur : Tanggal : *) coret yang tidak perlu INSTRUKSI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses

BAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran merupakan proses perubahan dalam perilaku sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antar variable yang digunakan dalam penelitian ini. Variable-variable

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antar variable yang digunakan dalam penelitian ini. Variable-variable 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini, korelasi (hubungan) digunakan untuk melihat hubungan antar variable yang digunakan dalam

Lebih terperinci

NO : TB : BB : PETUNJUK PENGISIAN 1. Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda sendiri.

NO : TB : BB : PETUNJUK PENGISIAN 1. Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda sendiri. NO : TB : BB : PETUNJUK PENGISIAN 1. Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda sendiri. Pilihan jawaban sebanyak empat buah, yaitu: SS : Bila pernyataan tersebut

Lebih terperinci

Penyesuaian Diri Menantu Perempuan Mean empirik: 49,67 SD Empirik: 6,026 SD: 6/5 x : 7,2312

Penyesuaian Diri Menantu Perempuan Mean empirik: 49,67 SD Empirik: 6,026 SD: 6/5 x : 7,2312 Penyesuaian Diri Menantu Perempuan Mean empirik: 49,67 SD Empirik: 6,026 SD: 6/5 x 6.026 : 7,2312 Perhitungan: M+ 0.5 SD = 49,67 + 0.5 (7,2312) = 53,2856 M+1,5 SD = 49,67 + 1,5 (7,2312) = 60,5168 M+2,5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010). BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Orientasi Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo yang terletak di Jalan Brigjend Sudiarto No. 347 Semarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dapat dikatakan dengan melakukan komunikasi. Komunikasi

Lebih terperinci

Personality Plus : Mengenal Watak Phlegmatis http://meetabied.wordpress.com Tempat Belajar Melembutkan Hati 1 Bagaimana Memahami Orang Lain dengan Memahami Diri Kita Sendiri : Mengenal Watak Phlegmatis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pemberian angket dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pre-test dan posttest.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pemberian angket dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pre-test dan posttest. 56 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Setelah proses kegiatan penelitian selesai, maka dapat dilakukan pengelolaan dan analisis data terhadap hasil penelitian tersebut. Adapun pengelolaan dan analisis

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Kemampuan bertanya siswa dalam pendekatan pembelajaran saintifik Kurikulum 2013 di Sekolah Dasaryang didasarkan atas frekuensi pertanyaan dan tingkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam praktek pembelajaran di kelas V SDN Blotongan 2 Salatiga dengan jumlah 39 peserta didik pada mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Antarbudaya Dalam ilmu sosial, individu merupakan bagian terkecil dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya terkandung identitas masing-masing. Identitas tersebut yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERAPI BEHAVIOR DENGAN TEKNIK MODELLING. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada dasarnya komunikasi

BAB IV ANALISIS TERAPI BEHAVIOR DENGAN TEKNIK MODELLING. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada dasarnya komunikasi BAB IV ANALISIS TERAPI BEHAVIOR DENGAN TEKNIK MODELLING Pada bab ke empat ini peneliti akan menguraikan analisis dari data penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada dasarnya komunikasi interpersonal

Lebih terperinci

Bab 5 PENUTUP. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi. bersama, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

Bab 5 PENUTUP. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi. bersama, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : Bab 5 PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama, maka dapat dibuat kesimpulan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari )

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari ) Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy DATA PRIBADI Nama ( inisial ) : Jenis Kelamin : Usia : Fakultas : Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari ) Kadang-kadang

Lebih terperinci

KIP dan Perubahan Sikap

KIP dan Perubahan Sikap KIP dan Perubahan Sikap Pertemuan ke 8-9 1 Pengaruh komunikasi interpersonal terhadap perubahan sikap terjadi dalam dua arah. Arah pertama bersifat incongruent, yaitu perubahan sikap yang menuju ke arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik,

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang menjadikan peserta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut: 74 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan di keluarga Bapak Mardianto, pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah disajikan dalam Bab III didapatkan,

Lebih terperinci

Sosialisasi Bahasa dalam Pembentukkan Kepribadian Anak. Sosialisasi bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu di

Sosialisasi Bahasa dalam Pembentukkan Kepribadian Anak. Sosialisasi bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu di 96 D. Pembahasan Sosialisasi Bahasa dalam Pembentukkan Kepribadian Anak Sosialisasi bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu di dalamnya, yaitu segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan. Akan tetapi, apabila kegiatan berkomunikasi terjadi tanpa diawali keterampilan berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana guru mengajar, berperilaku dan bersikap memiliki pengaruh terhadap siswanya (Syah, 2006). Biasanya,

Lebih terperinci

SAPAAN DI RUANG RAWAT INAP ANAK RUMAH SAKIT DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

SAPAAN DI RUANG RAWAT INAP ANAK RUMAH SAKIT DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN SAPAAN DI RUANG RAWAT INAP ANAK RUMAH SAKIT DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan

Lebih terperinci

Tingkat kemampuan A B C D 1 Apersepsi 10 2 Motivasi 12 3 Revisi 12

Tingkat kemampuan A B C D 1 Apersepsi 10 2 Motivasi 12 3 Revisi 12 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pembelajaran yang diterapkan pada penelitian guna meningkatkan kreatifitas dan prestasi belajar dalam pemecahan masalah matematika adalah pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

52 Perpustakaan Unika LAMPIRAN

52 Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN 52 53 LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN A - 1 Skala Harga Diri Remaja Panti Asuhan A - 2 Skala Persepsi Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Privasi 54 A - 1 Harga Diri Remaja Panti Asuhan 55 PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 oleh: Dr. Rohmani Nur Indah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Angket 1: Beri tanda berdasarkan pengalaman anda di masa kecil A. Apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan sebagai wahana yang digunakan untuk mencerdaskan dan memberikan perubahan kehidupan bagi siswa yang bersifat progresif,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN 66

Perpustakaan Unika LAMPIRAN 66 LAMPIRAN 66 LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN A-1 Skala Kepercayaan Diri Remaja Putri Overweight 67 PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Tulislah terlebih dahulu identitas diri anda. 2. Bacalah setiap pernyataan dengan

Lebih terperinci

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc.

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc. EQ KEMAMPUAN EMOTIONAL INTELLIGENCE UNTUK MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN. Laporan untuk Sam Poole ID HC560419 Tanggal 23 Februari 2017 2013 Hogan Assessment Systems Inc. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Hasil Temuan Peneliti Suatu penelitian diharapkan akan memperoleh hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, disini peneliti memaparkan hasil temuan di lapangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS LAMPUNG DAN BALI DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN HIDUP BERMASYARAKAT

BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS LAMPUNG DAN BALI DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN HIDUP BERMASYARAKAT BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS LAMPUNG DAN BALI DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN HIDUP BERMASYARAKAT Bagian ini menjelaskan hasil-hasil yang didapatkan dari penelitian dan mendiskusikannya

Lebih terperinci

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 Coffee Morning Global Sevilla School Jakarta, 22 January, 2016 Rr. Rahajeng Ikawahyu Indrawati M.Si. Psikolog Anak dibentuk oleh gabungan antara biologis dan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berbahasa merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Si pembicara berkedudukan sebagai komunikator, sedangkan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 96 BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi ayah-anak yang terdapat dalam kisah Nabi, menurut pandangan para mufasir dalam Tafsir

Lebih terperinci

6.1. Pengaruh Etnosentrisme Terhadap Pernyataan Diri dalam Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa UKSW di Kegiatan PSBI 2012

6.1. Pengaruh Etnosentrisme Terhadap Pernyataan Diri dalam Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa UKSW di Kegiatan PSBI 2012 BAB VI PENGARUH ETNOSENTRISME TERHADAP PERNYATAAN DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTAR MAHASISWA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA YANG SALING BERBEDA LATAR BELAKANG BUDAYANYA Pada bab sebelumnya penulis sudah membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasai siswa. Dalam keterampilan berbicara diperlukan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasai siswa. Dalam keterampilan berbicara diperlukan kemampuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterampilan berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa yang perlu dikuasai siswa. Dalam keterampilan berbicara diperlukan kemampuan dan keterampilan khusus,

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT)

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT) BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT) A. Teknik Latihan Asertif Latihan asertif atau sering dikenal dengan latihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling membantu dan mengadakan interaksi. berbagai sarana komunikasi salah satunya adalah Blackberry.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling membantu dan mengadakan interaksi. berbagai sarana komunikasi salah satunya adalah Blackberry. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi memegang peranan penting bagi kehidupan suatu perusahaan, baik swasta maupun negeri. Komunikasi sangat penting untuk menjalin hubungan kerjasama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING Setelah menyajikan data hasil lapangan maka peneliti melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif (DeVito, 1989). Keefektifan dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Kesimpulan tersebut meliputi

BAB V PENUTUP. yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Kesimpulan tersebut meliputi BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan setelah dikonfirmasikan dengan teori yang ada, peneliti dapat menarik kesimpulan mengenai beberapa hal yang menjadi fokus dalam

Lebih terperinci

Data Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :.

Data Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :. Data Pribadi Nama (inisial) Kelas/No. Absen Usia Alamat/Telp :.(L/P)* :. :. :. :..... Pekerjaan Ayah/Ibu Pendidikan Ayah/Ibu Nilai raport saat ini* : / : / : a. di atas rata-rata kelas b. rata-rata kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa, serta memberikan sikap-sikap atau emosional yang seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. siswa, serta memberikan sikap-sikap atau emosional yang seimbang. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu sarana pembelajaran anak usia belajar. Pembelajaran merupakan proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan

Lebih terperinci

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG PENILAIAN PRIBADI SANDIMAN DI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

Lebih terperinci

BAB VII MANFAAT PROGRAM PEMBINAAN

BAB VII MANFAAT PROGRAM PEMBINAAN BAB VII MANFAAT PROGRAM PEMBINAAN Program pembinaan UMKM yang dilakukan oleh YDBA merupakan salah satu program unggulan PT. Astra Internasional Tbk. dalam mengembangkan masyarakat. Program pembinaan UMKM

Lebih terperinci

Bab 2 KAJIAN PUSTAKA. Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu

Bab 2 KAJIAN PUSTAKA. Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu Bab 2 KAJIAN PUSTAKA A. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi Interpersonal Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu comunicatio yang berarti pemberitahuan atau

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Maka dari iru tugas seorang

BAB V PEMBAHASAN. penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Maka dari iru tugas seorang BAB V PEMBAHASAN Tanggung jawab seorang pendidik sebagai orang yang mendidik yaitu dapat merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,

Lebih terperinci