BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI PEMBAHASAN. Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama

BAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan. peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi, pruritus yang

PREVALENSI WHITE DERMOGRAPHISM PADA DERMATITIS ATOPIK DI POLI ANAK KLINIK PRATAMA GOTONG ROYONG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi

I. PENDAHULUAN. Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang. serta predileksi yang khas (Patrick, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Permasalahan. Alergen adalah zat yang biasanya tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. setelah pulang dari perawatan saat lahir oleh American Academy of Pediatrics

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

Faktor Risiko Rinitis Alergi Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik THT- KL Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh Tahun 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Prevalensi asma semakin meningkat baik di negara maju maupun negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat

BAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah di kota Yogyakarta usia 6-15 atau lahir kurun waktu

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. Kelamin Rumah Sakit Gotong Royong Surabaya Periode 16 Juni. 2. Pada 6 orang pasien yang memiliki riwayat Rinitis Alergi,

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. gambaran dermatitis atopik pada anak usia 0 7 tahun yang terpapar. diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. 1,2 Demam

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak. Padang Sari, Puskesmas Pudak Payung, dan RSUP Dr Kariadi Semarang.

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB I PENDAHULUAN. Reaksi alergi dapat menyerang beberapa organ dan pada setiap kelompok usia.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas intelektual dapat belajar keterampilan baru tetapi lebih lambat

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan di Indonesia tepatnya Jakarta pusat didapatkan 25.5% anak yang

BAB I PENDAHULUAN. Scottish Health Survey pada anak usia 2-15 tahun didapatkan persentasi anak lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas adalah salah satu faktor yang paling umum menyebabkan umur harapan hidup (UHH) lebih pendek dan beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai di masyarakat, baik anak-anak, remaja, dewasa. maupun lanjut usia. Cedera kepala dapat dikaitkan

NILAI ATOPI KELUARGA MENENTUKAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI USIA 0-4 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. mengalirkan darah ke otot jantung. Saat ini, PJK merupakan salah satu bentuk

RIWAYAT ATOPI PADA PASIEN DENGAN KELUHAN GATAL DI POLI PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 18% kebutaan di dunia disebabkan oleh kelainan refraksi. Di Asia,

HUBUNGAN ANTARA ATOPI DENGAN RIWAYAT PENYAKIT ALERGI DALAM KELUARGA DAN MANIFESTASI PENYAKIT ALERGI PADA BALITA

LAMPIRAN 1. Biaya Penelitian 1. Alergen / pemeriksaan Rp ,- 2. Transportasi Rp ,- 3. Fotokopi dll Rp

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Relationship between the Degree of Severity Atopic Dermatitis with Quality of Life Patiens in Abdul Moeloek Hospital Lampung

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2020

BAB I PENDAHULUAN. US Preventive Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah

PENGOBATAN DINI ANAK ATOPI

PROFIL DERMATITIS ATOPIK ANAK USIA 0-14 TAHUN DI KLINIK GOTONG ROYONG SURABAYA PERIODE JUNI-AGUSTUS 2015 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit kulit. kronis kambuh-kambuhan yang disertai dengan gatal,

HASIL DAN PEMBAHASAN. 7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2) Kasur 1 0 Lainnya 0 1 Busa 0 0. Deskripsi Rerponden

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab. mortalitas dan morbiditas anak di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang

BAB 1. PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang memiliki karakteristik

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TINGKAT KEJADIAN DERMATITIS ATOPI PADA BALITA DI RSUD DR. SOEDJATI PURWODADI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. Royong I Surabaya terhadap 75 anak umur 2-14 tahun sejak 8 Juni-9 Agtustus

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat teratas dan sebagai penyebab kematian tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit alergi merupakan penyakit kronis terbanyak di negara-negara berkembang. Beberapa studi prevalensi menunjukkan terjadi peningkatan proporsi populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World Allergy Organization Specialty and Training Council, mendapatkan angka prevalensi kejadian alergi di dunia berkisar antara 7,5 % sampai 40 %, dengan rata-rata 22 % dari populasi survei. Negara-negara yang angka prevalensi alerginya tertinggi adalah Jepang, Ukraina, dan Bulgaria (Warner, 2006). Allergic march merupakan perjalanan alamiah (natural history) penyakit alergi berupa alergi makanan, dermatitis atopi, asma bronkial dan rhinitis alergi. Dermatitis atopi merupakan manifestasi dini dari penyakit alergi yang dapat berkembang menjadi asma di kemudian hari (Sugiyama et al, 2007; Wahn, 2004). Penyakit alergi memiliki pola perjalanan penyakit tersendiri, yang muncul sebagai dermatitis atopi pada masa bayi dan akan berlanjut menjadi rhinitis alergi, alergi makanan dan asma. Sebesar 50 % penderita dermatitis atopi akan menjadi asma dan 75 % menjadi rhinitis alergi (Spergel dan Schneider, 1999). Selama beberapa dekade terakhir angka insiden penyakit atopi seperti asma, dermatitis atopi, dan alergi makanan cenderung meningkat secara dramatis. Di antara anak-anak yang berumur 0-4 tahun, angka insiden asma meningkat 160 % dan insiden 1

2 dermatitis atopi meningkat 2-3 kali, sehingga peningkatan insiden penyakit atopi merupakan salah satu masalah bagi para klinisi yang memberikan pelayanan kesehatan pada anak-anak (Eichenfield et al., 2003). Menurut Sinagra et al. (2007), dermatitis atopi diderita oleh sekitar 10-12 % anak. Hill et al. (2007) menyebutkan bahwa dermatitis atopi pada bayi telah mencapai angka 28 % di Australia, Inggris dan negara-negara di Eropa. Sedang Cantani (2008) menemukan bahwa telah terjadi peningkatan prevalensi dermatitis atopi selama 25 tahun ini di berbagai belahan dunia. Peningkatan kejadian dermatitis atopi menimbulkan dampak beragam diantaranya biaya pengobatan yang tinggi. Dampak penyakit alergi berupa peningkatan biaya pengeluaran untuk berobat, stress pada anak dan orangtua, terjadinya kekambuhan berulang dan menahun, serta dapat menimbulkan kematian, oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan (Sicherer dan Leung, 2004). Penyakit alergi yang timbul pada masa anak-anak terutama saat bayi, harus sedini mungkin dicegah karena anak memerlukan proses tumbuh kembang optimal. Pencegahan tersebut terdiri dari pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier (Host et al., 2004). Dermatitis atopi ini lebih sering terjadi pada masa-masa awal kehidupan, sehingga sering menimbulkan stress terutama pada orang tua, gangguan makan dan tidur pada bayi, lebih sering mengunjungi dokter dan lebih banyak biaya yang dihabiskan untuk pelayanan kesehatan (Moore et al., 2004). Manifestasi penyakit alergi dapat dicegah dengan melakukan deteksi dan intervensi dini, salah satunya dengan identifikasi kelompok risiko tinggi atopi melalui riwayat atopi keluarga (Harsono, 2005).

3 Untuk melakukan pencegahan perlu diketahui apakah seorang anak berisiko terkena alergi atau tidak. Untuk itu dilakukan deteksi dini. Menurut Shafi dan Bapat (2009), deteksi dini terdiri dari: 1) marker genetik, 2) kadar total Ig E tali pusat, 3) riwayat atopi keluarga. Riwayat atopi pada keluarga dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan bayi atau anak terkena alergi. Risiko alergi pada bayi jika kedua orangtua tidak memiliki alergi adalah 5 % - 15 %. Risiko alergi akan meningkat bila kedua orang tua memiliki riwayat atopi dan semakin meningkat menjadi 60 % - 80 % jika memiliki manifestasi yang sama. Penelitian menunjukkan riwayat keluarga yang positif alergi, signifikan sebagai faktor risiko terjadinya dermatitis atopi pada anak (Harsono, 2005). Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah melakukan sosialisasi Kartu Deteksi Dini Risiko Alergi sejak tahun 2005, yang kemudian divalidasi pada Juli 2009 di workshop Alergi Imunologi di Bali (IDAI, 2009). Kartu tersebut dapat digunakan untuk menilai apakah ada riwayat alergi pada ayah, ibu atau saudara kandung sebagai prediksi untuk menilai kemungkinan kejadian peyakit alergi termasuk dermatitis atopi pada seorang anak dengan sensitifitas 86% dan spesitifitas 85%. Kelebihan kartu ini adalah praktis, murah dan dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan atau orangtua anak dan belum banyak dilakukan penelitian (Endaryanto, 2009). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut : 1. Kejadian penyakit alergi dan dermatitis atopi pada anak makin meningkat dan menimbulkan dampak sosial, ekonomi maupun psikis.

4 2. Dermatitis atopi merupakan bentuk atopi pertama yang merupakan faktor risiko timbulnya asma bronkial atau rinitis alergi di kemudian hari dan sudah ada usaha - usaha untuk pencegahan. 3. Kartu Deteksi Dini Risiko Alergi dikembangkan untuk menilai riwayat alergi pada keluarga 4. Bagaimana hubungan antara skor deteksi dini risiko alergi dengan kejadian dermatitis atopi pada anak? C. Pertanyaan Penelitian Apakah skor deteksi dini risiko alergi berhubungan dengan kejadian dermatitis atopi pada anak? D. Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan antara skor deteksi dini risiko alergi dengan kejadian dermatitis atopi pada anak. E. Manfaat Penelitian 1. Dalam bidang akademik dan ilmiah: manfaat penelitian ini adalah untuk meninjau kembali skor deteksi dini risiko alergi sebagai faktor risiko dermatitis atopi pada anak. 2. Dalam bidang pelayanan masyarakat: hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan informasi tentang skor deteksi dini risiko alergi sebagai faktor risiko pada dermatitis atopi anak.

5 3. Dalam bidang pengembangan penelitian: manfaat penelitian ini adalah sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan penelitian tentang deteksi dini risiko alergi pada keluarga dan hubungannya dengan kejadian dermatitis atopi pada anak. F. Keaslian Penelitian Dari penelusuran secara manual di perpustakaan pusat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tidak ditemukan artikel mengenai skor deteksi dini sebagai faktor risiko dermatitis atopi. Dari penelusuran kepustakaan tahun 1990 2013 melalui elektronik (internet) melalui Medline (Pubmed) dengan kata kunci atopic dermatitis, allergy history of family, risk factor, didapatkan 5 artikel berupa penelitian yang kesemuanya dilakukan di luar Indonesia, yang meneliti tentang riwayat atopi keluarga sebagai faktor risiko dermatitis atopi.

No Peneliti, tahun 1 Peroni dkk, 2007 2 Lee dkk, 2004 Prevalence and Risk Factors for Atopic Dermatitis in Preschool Children Tabel 1.1 Penelitian tentang riwayat atopi keluarga sebagai faktor risiko Judul Desain Besar sampel Cross sectional Familial Risk of Allergic Rhinitis and Atopic Dermatitis among Chinese Families in singapore Cross sectional 1402 Anak usia 3-5 tahun. Hasil penelitian Prevalensi dermatitis atopi pada populasi adalah 18,1% (254 kasus). Sensitisasi paling sering pada anak dengan dermatitis atopi adalah mites dan grass pollen. Gejala rinitis dan wheezing tampak pada 32,2% dan 24,2% anak dengan dermatitis atopi. Faktor risiko untuk dermatitis atopi adalah sensitisasi terhadap telur{or 9,53(95% CI; 2,40-37,82)}, kucing{or 4.48(95% CI;1.83-10,93)}, grass pollen{or 2,50(95% CI; 1,35-4,61)}, mites{or 2,13(95% CI; 1,16-3,91)} dan juga riwayat atopi keluarga yang positif {OR 2,08(95% CI; 1,57-2,76)}. 257 keluarga Ditemukan kecenderungan peningkatan dermatitis atopi pada anak dengan{prr 1,9 (95% CI; 0,3-11,8)} dan {1,5 (95% CI; 0,4-5,5)} untuk ayah saja atau ibu saja dengan riwayat atopi positif dan {PRR 2,3 (95% CI; 0,4-3,7)} untuk kedua orangtua dengan riwayat atopi positif. 6

7 Tabel 1.1 Lanjutan 3 Purvis dkk, 2005 Risk Factors for Atopic Dermatitis in New Zealand Children at 3,5 years age Cohort study 550 anak usia 0sampai usia 3,5 tahun Dermatitis atopi terdiagnosis pada 87 (15,8%) anak pada usia 3,5 tahun yang berhubungan dengan peningkatan serum Ig E>200 ku. Dermatitis atopi berhubungan dengan penyakit atopi orangtua: hanya atopi ibu, OR 3,83 (95% CI;1,2-12,23), hanya atopi ayah, OR 3,59 (95% CI;1,09-11,75), kedua orangtua atopi, OR 6,12 (95% CI; 2,02-18,50). Dermatitis atopi pada usia 3,5 tahun tidak berhubungan dengan jenis kelamin, status sosioekonomi, ibu yang merokok, paritas, kelembaban, jamur, atau penggunaan antibiotik pada usia 1 tahun kehidupan. 4 Moore dkk, 2004 5 Ngamph aiboon et al, 2009 Perinatal Predictors of Atopic Dermatitis Occuring in the First Six Months of Life Atopic Risk Score for allergy prevention Cohort Study Retrospe ktif 1005 Ibu dan Anak Insiden kumulatif dermatitif atopi pada usia 6 bulan pertama kehidupan adalah 17,1 %. Faktor prediktor perinatal untuk dermatitis atopi pada penelitian ini: - ibu kulit hitam OR 2,41 (95% CI; 1,47-3,04) - ibu ras Asia OR 2,58 (95% CI; 1,02-1,27) - tiap peningkatan usia kehamilan 1 minggu OR 1,14 (95% CI; 1,02-1,27) - riwayat eksema pada ibu OR 2,67 (95% CI; 1,74-4,1) Faktor-faktor sosial, makanan dan variabel lingkungan tidak berhubungan dengan risiko terjadinya dermatitis atopi. 3502 anak Ada hubungan yang bermakna antara skor risiko atopi dengan perkembangan penyakit alergi pada skor 1 atau lebih(or 2,64, p< 0,001, 95 % CI; 1,30-1,72 ) skor untuk mendeteksi bayi risiko tinggi adalah >2.