BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB I PENDAHULUAN. lahan serta kerusakan infrastruktur dan bangunan (Marfai, 2011).

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Oleh. Muhammad Legi Prayoga

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

BAB II TEORI TERKAIT

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB 1. PENDAHULUAN

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN :

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

PEMETAAN GELOMBANG LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

Peramalan Gelombang di Perairan Kabupaten Indramayu dengan Pemodelan Numerik SWAN 41.01A

KONDISI UMUM BANJARMASIN

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terkecil lingkup Balai Besar TNBBS berbatasan dengan:

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I - 1

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

Musim Hujan. Musim Kemarau

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Pada pemodelan gelombang ini, yang menjadi daerah pemodelannya adalah wilayah pesisir Kabupaten dan Kota Cirebon. Terkait dengan wilayah pesisir ini, akan dijelaskan tentang keadaan lingkungan termasuk kondisi geografi, keadaan oseanografi, keadaan meteorologi dan keadaan pesisir Cirebon. 2.1.1 Kondisi Geografi Sebagai wilayah studi pemetaan gelombang dan identifikasi kerentanan wilayah pesisir terhadap abrasi ini adalah daerah pesisir di Kabupaten dan Kota Cirebon, Jawa Barat. Perairan Cirebon merupakan perairan yang berada pada posisi 6 0 30 LS - 7 0 LS dan 108 0 19 BT 108 0 50 BT. Kabupaten dan Kota Cirebon memilkiki daerah seluas 1027,36 km 2 (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2012). Daerah ini termasuk salah satu rangkaian pantai utara Pulau Jawa. Daerah Kabupaten dan Kota Cirebon dijadikan wilayah penelitian karena merupakan salah satu daerah pesisir yang mempunyai kerusakan pantai yang cukup parah. Kota Cirebon berada di dalam wilayah Kabupaten Cirebon, seluruh wilayah Kota Cirebon berbatasan dengan Kabupaten Cirebon kecuali di sebelah timur yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Peta administratif Cirebon ditunjukkan pada Gambar 2.1, sedangkan batas administratif Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut. a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu. b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Brebes. c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuningan. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Berdasarkan topografinya, wilayah di Kabupaten Cirebon dikelompokkan menjadi wilayah kecamatan yang terletak sepanjang jalur pantura termasuk pada dataran rendah yang memiliki letak ketinggian antara 0 10 m dari permukaan air laut, dan 6

wilayah kecamatan yang terletak di bagian selatan memiliki letak ketinggian antara 11 30 m dari permukaan laut (Pemerintah Kabupaten Cirebon, 2012). Gambar 2.1. Peta Administrasi Cirebon Sumber: http://www.cirebonkab.go.id/sekilas-kab-cirebon/peta-wilayah Kota Cirebon merupakan dataran rendah dengan ketinggian bervariasi antara 0-150 meter di atas permukaan laut. Kemiringan lereng di wilayah ini antara 0-40 % dimana 0-3 % merupakan daerah berkarateristik kota, 3-25 % daerah transmisi dan 25-40 % merupakan pinggiran (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2012). 2.1.2 Keadaan Oseanografi Arus adalah proses pergerakan massa air menuju kesetimbangan yang menyebabkan perpindahan massa air secara horisontal dan vertikal. Nurhayati dan Suyarso (2008) melaporkan bahwa kecepatan arus permukaan di perairan Cirebon pada bulan Februari bervariasi antara 5,2 cm/detik 49,7 cm/detik, dengan rata-rata 23,7 cm/detik. Sedangkan di Bulan Juli, kecepatan arus permukaan di perairan Cirebon bervariasi antara 12,7 cm/detik 63,9 cm/detik dengan rata-rata 32,8 cm/detik. Arah arus laut pada bulan Februari beragam, terutama pada permukaan menuju ke timur 7

dan tenggara mencapai 62% sedangkan 38% arah arus permukaan menuju ke barat daya. Pada bulan Juli, pergerakan arus di perairan Cirebon 52% cenderung ke arah timur dan tenggara sedangkan 31% menuju ke arah selatan. Gelombang merupakan pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Kecepatan angin sangat mempengaruhi kekuatan gelombang yang dihasilkan karena angin merupakan pembangkit utama terjadinya gelombang. Dengan adanya data angin, secara tidak langsung dapat diketahui kondisi gelombang di wilayah perairan tersebut. Frekuensi terbesar kecepatan angin di Kabupaten dan Kota Cirebon adalah sekitar 11-16 knot atau 5,5-8 m/s. 2.1.3 Keadaan Meteorologi Kota Cirebon termasuk daerah iklim tropis. Banyaknya curah hujan di wilayah ini adalah 1.351 mm per tahun dengan hari hujan 86 hari. Kelembaban udara berkisar antara ± 48-93% dengan kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Januari- Maret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus. Rata-rata curah hujan tahunan di kota Cirebon ± 2.260 mm/tahun dengan jumlah hari hujan ± 155 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, iklim di kota Cirebon termasuk dalam tipe iklim C dengan nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan bulan basah). Musim hujan jatuh pada bulan Oktober-April, dan musim kemarau jatuh pada bulan Juni-September (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2012). Keadaan angin di wilayah ini terdapat tiga macam angin, yaitu: Angin Musim Barat : antara bulan Desember sampai bulan Maret. Angin Pancaroba : antara bulan April sampai bulan November. Angin Musim Timur : antara bulan Mei sampai bulan Oktober. Menurut Dinas Pertanian dan Perkebunan Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Cirebon, keadaan ikilm di wilayah Kabupaten Cirebon dapat dipilahkan ke dalam 5 kelompok kawasan, yaitu kawasan dengan curah hujan <1.500 mm/tahun, 1.500-2.000 mm/tahun, 2.000 2.500 mm/tahun, 2.500 3.000 mm/tahun dan kawasan >3.500 mm/tahun. 8

Berdasarkan curah hujan dan hari hujan, wilayah pertanian Kabupaten Cirebon sangat potensial untuk tiga kali pertanaman padi atau padi-padi dan palawija. Unsur iklim lainnya meliputi suhu udara, dengan rerata tahunan sebesar 29,5 o C. Suhu tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu 32,1 o C dan terendah pada bulan Januari yaitu 25 o C. Adapun kelembaban udara rerata tahunan sebesar 83,07% tertinggi pada bulan April dan Mei sebesar 86,1% dan terendah terjadi pada bulan Oktober sebesar 80,6%. 2.1.4 Keadaan Pesisir Wilayah Cirebon memiliki pantai sepanjang 61 km. Kondisi pesisir tanpa tanaman bakau terlihat hampir di sepanjang garis pantai Kota dan Kabupaten Cirebon. Secara umum karakteristik garis pantai Cirebon terbagi menjadi dua, yaitu garis pantai yang mengalami sedimentasi dan garis pantai yang mengalami erosi. Pantai Losari dan Gebang cenderung mengalami sedimentasi sedangkan pantai Tanjung dan Bangkaderes sampai Karangreja cenderung mengalami erosi (Rositasari, dkk. 2011). 2.2 Gelombang dan Pemodelannya Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut terbentuk oleh adanya transfer energi dari udara ke massa air. Angin merupakan pengaruh utama terjadinya gelombang. Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih besar. Gelombang dihasilkan di daerah fetch dan menjalar melintasi laut sampai gelombang tersebut pecah di pantai. Fetch adalah wilayah interaksi antara angin dan air, dan wilayah ini merupakan awal mula terjadinya gelombang yang dibangkitkan oleh angin (Windupranata, 2011). Fetch mempengaruhi ketinggian dan periode gelombang. Semakin panjang fetch-nya, gelombang yang dihasilkan pun akan semakin tinggi. Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai akan mengalami perubahan bentuk karena perubahan kedalaman laut sepanjang jalur yang dilewati oleh gelombang tersebut. Gelombang yang bergerak menuju pantai akan mengalami perlambatan pergerakan di bagian bawah gelombang yang berbatasan dengan dasar laut. Hal ini merupakan akibat dari gesekan antara air dengan dasar laut. Sementara itu, bagian atas gelombang di permukaan air akan terus melaju. Semakin mendekat 9

dengan pantai, puncak gelombang akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar. Kejadian inilah yang menyebabkan gelombang tersebut pecah. Gelombang laut tersebut akan pecah jika panjang gelombang lebih kecil dari tujuh kali tinggi gelombang. Gelombang merupakan salah satu kerakteristik dari air laut yang sangat penting untuk diketahui. Manfaat dari data gelombang diantaranya adalah untuk pelayaran kapal, konstruksi bangunan wilayah pesisir, konstruksi bangunan lepas pantai, untuk mengidentifikasi erosi pantai dan perpindahan sedimen laut, untuk rekreasi (surfing), dan masih banyak manfaat yang lainnya. Terkait dengan kerentanan wilayah pesisir terhadap abrasi, gelombang merupakan salah satu fenomena dinamika laut yang berpengaruh. Gelombang yang menjalar dari laut menuju pantai akan mempengaruhi bentuk garis pantai sebagai akibat dari gesekan antara air dengan dasar pantai. Gelombang dapat didefinisikan dengan panjang gelombang, tinggi gelombang, periode gelombang, dan sebagainya. Pada penelitian tugas akhir ini, karakteristik gelombang yang akan dibahas adalah tinggi signifikan gelombang dan arah datangnya gelombang. Data gelombang dapat diperoleh dari pengukuran atau pemodelan. Karena di wilayah Indonesia sangat sulit untuk memperoleh data pengukuran gelombang, maka untuk mendapatkan data gelombang dilakukan pemodelan gelombang. Pemodelan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pemodelan matematik. Pemodelan matematika terbagi dua, yaitu pemodelan analitik dan pemodelan numerik. Pemodelan numerik merupakan pemodelan yang memanfaatkan persamaanpersamaan matematika. Salah satu aplikasi dari pemodelan numerik adalah pemodelan gelombang seperti yang dilakukan dalam penelitian tugas akhir ini. Dalam pembuatan pemodelan numerik terdiri atas beberapa tahap, yaitu : a. Penentuan Daerah Model dan Batimetri Penentuan daerah model dan batimetri merupakan tahap pertama dalam proses pemodelan. Dalam tahap ini termasuk penentuan grid numerik dan interpolasi data batimetri. Untuk menentukan daerah model dan batimetri dibutuhkan lokasi dan bentuk garis pantai serta data batimetri untuk keseluruhan daerah pemodelan. 10

b. Penentuan Syarat Batas dan Syarat Awal Tahap ini merupakan tahap untuk menentukan nilai yang akan diberikan pada batas model. Dalam pemodelan harus ditentukan nilai batas antara daerah yang akan dimodelkan dengan daerah yang tidak akan dimodelkan. Nilai untuk batas ini dapat ditentukan dengan data time series, atau dengan persamaan numeris. Data pengukuran diperlukan dalam proses ini. Dalam tahap ini juga ditentukan variabel yang akan digunakan sebagai nilai masukan untuk pembuatan model di daerah batas model tersebut. c. Penentuan Parameter Masukan Model Pada tahap ini dilakukan pemilihan proses yang akan dilakukan dan pemilihan parameter yang akan digunakan dalam simulasi. Pemilihan proses dan parameter tersebut memerlukan masukan data dari pengukuran atau dari model numerik lainnya. d. Analisis Sensitifitas Analisis sensitifitas adalah untuk mengetahui pengaruh dari perubahan variabel yang digunakan dalam proses pemodelan. Dilakukan pemodelan dengan perubahan data masukan, misalnya perbedaan syarat awal termasuk proses dan parameter masukan akan mempengaruhi model yang dihasilkan. e. Verifikasi Hasil Model Hasil pemodelan bisa menunjukkan perilaku yang berbeda dengan fenomena alam. Oleh karena itu hasil pemodelan harus diverifikasi dengan data pengukuran. f. Kalibrasi Model Kalibrasi model dilakukan dengan pemilihan proses yang berbeda atau dengan input parameter yang berbeda. g. Validasi Hasil Model Setelah verifikasi dan kalibrasi model, selanjutnya dilakukan validasi. Pada validasi ini, diuji kehandalan dari model yang dihasilkan, misalnya model harus menghasilkan hasil yang bagus pada periode simulasi yang berbeda. h. Aplikasi Model Model dapat diterapkan jika validasinya didapatkan hasil yang memuaskan. Hasil simulasi tersebut kemudian diasumsikan sebagai representasi kondisi alam realistik. Kemudian dalam hal model hidrodinamika, model tersebut 11

dapat digabungkan dengan modul model numerik lainnya, seperti perpindahan sedimen dan gelombang. Pemodelan gelombang terbagi menjadi model dinamik dan model spektral. Pada penelitian ini, yang dilakukan adalah pemodelan spektral menggunakan SWAN (Simulating Waves Nearshore) versi 40.85. SWAN adalah model numerik perhitungan gelombang generasi ketiga untuk memperoleh perkiraan realistik parameter gelombang di area pesisir, danau dan muara dari data angin, dasar perairan (batimetri) dan kondisi lingkungan. SWAN dapat digunakan pada skala yang relevan untuk gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Model gelombang tersebut berdasarkan persamaan keseimbangan gerak gelombang dengan sources dan sink. Model SWAN merupakan model stasioner dengan spektral diskrit dalam frekuensi dan arahnya. Model tersebut diformulasikan dalam istilah densitas gerak N (densitas energi dibagi dengan frekuensi relatif; N = E/σ). Informasi mengenai permukaan laut terdapat dalam spektrum variansi gelombang atau densitas energi E(σ,θ), dimana σ merupakan frekuensi energi gelombang yang tersebar dan θ merupakan arah perambatan gelombang. Biasanya, model gelombang menentukan evolusi densitas gerak N(x, t; σ,θ) dalam ruang x dan waktu t. Densitas gerak didefinisikan sebagai N = E/σ. Pada kondisi ini diasumsikan bahwa arus ambient sama dengan koordinat vertikal dan dinotasikan dengan U (The SWAN Team, 2011). Secara umum, evolusi spektrum dapat dijelaskan dengan persamaan keseimbangan gerak spektral seperti yang dinyatakan pada persamaan (2.1) (The SWAN Team (2011)). N + t x.[(c g + U) N] + C σ N σ keterangan: + C θ N θ = S tot σ (2.1) N t = bagian kinematik dari persamaan ini (laju perubahan densitas gerak dalam waktu). x.[(c g + U) N] = perambatan energi gelombang dalam ruang x geografis dua dimensi. 12

C σ N σ rata-rata. = efek perubahan frekuensi radian yang disebabkan variasi kedalaman dan arus C θ N θ = refraksi kedalaman terinduksi dan arus terinduksi. S (σ,θ ) σ = Istilah yang mewakili semua proses fisik yang membangkitkan, menghilangkan, atau mendistribusikan energi gelombang. C σ dan C θ merupakan kecepatan perambatan dalam ruang spektral (σ, θ). Istilah kedua ( x,y.[(c g + U) N (σ,θ)]) pada persamaan (1) dapat disusun kembali dalam koordinat kartesian, sperikal atau kurvilinier. Untuk aplikasi-aplikasi skala kecil persamaan keseimbangan gerak spektral dapat dinyatakan dalam koordinat kartesian seperti yang dituliskan pada persamaan (2.2) (The SWAN Team (2011)). N + C x N + C y N + C σ N + C θ N = S tot t x y σ θ σ (2.2) dengan : C x = C g,x + U x ; C y = C g,y + U y S tot = S in + S nl3 + S nl4 + S ds,w + S ds,br (2.3) keterangan: N t C x N x C y N y C σ N σ C θ N θ S tot σ S in S nl3 S nl4 S ds,w = laju perubahan energi tiap waktu = perambatan energi gelombang dalam ruang x = perambatan energi gelombang dalam ruang y = efek perubahan frekuensi radian berdasarkan kedalaman dan arus rata-rata = refraksi yang dipengaruhi kedalaman dan arus = Istilah yang mewakili semua proses fisik yang membangkitkan, menghilangkan, atau mendistribusikan eneri gelombang = data angin = interaksi gelombang triad = interaksi gelombang quadruplet = penghamburan karena whitecapping 13

S ds,b S ds,br = penghamburan karena kekasaran dasar laut = penghamburan karena gelombang pecah akibat pengaruh dari kedalaman Produk dari pemodelan gelombang dengan SWAN adalah karakteristik gelombang seperti tinggi signifikan gelombang (H sign ), arah gelombang (Dir), panjang gelombang (WLEN) dan periode gelombang (TM01). Nilai karakteristik gelombang yang dihasilkan tersebut diturunkan dari energi gelombang pada pemodelan dengan persamaan-persamaan matematik. Untuk mendapatkan tinggi signifikan gelombang digunakan persamaan (2.4) (The SWAN Team (2011)). Hs = 4 E ω, θ dωdθ (2.4) Untuk meringankan perhitungan dalam mendapatkan tinggi signifikan gelombang dapat juga menggunakan persamaan (2.5) (The SWAN Team (2011)). Hs = 4 E σ, θ dσdθ (2.5) keterangan: Hs E ω, θ ω σ θ = tinggi signifikan gelombang = spectrum densitas variansi = frekuensi radian absolut yang ditentukan dengan hubungan dispersi pergeseran Doppler = frekuensi energi gelombang yang tersebar = merupakan arah perambatan gelombang Dan untuk menentukan arah gelombang digunakan persamaan (2.6) (The SWAN Team (2011)). Dir = arctan sinθe σ,θ dσdθ cosθe σ,θ dσdθ (2.6) keterangan: σ θ = frekuensi energi gelombang yang tersebar = merupakan arah perambatan gelombang 14

Persamaan (2.4) dan (2.5) merupakan persamaan untuk memperoleh nilai tinggi signifikan gelombang. Sedangkan persamaan (2.6) merupakan persamaan untuk menentukan arah gelombang. Untuk menentukan periode gelombang absolut rata-rata dari E ω, θ digunakan persamaan (2.7) (The SWAN Team (2011)). T m01 = 2π ωe ω,θ dωdθ E ω,θ dωdθ 1 = 2π ωe σ,θ dσdθ E σ,θ dσdθ 1 (2.7) keterangan: T m01 = peridoe gelombang absolut rata-rata Sedangkan untuk menghitung panjang gelombang rata-rata digunakan persamaan (2.8) (The SWAN Team (2011)). WLEN = 2π k p E σ,θ dσdθ k p 1 E σ,θ dσdθ 1 (2.8) keterangan: WLEN = panjang gelombang rata-rata p = power 2.3 Kerentanan Wilayah Pesisir terhadap Abrasi Secara umum, kerentanan merupakan tingkatan suatu sistem yang mudah terkena atau tidak mampu menanggulangi bencana. Tingkat kerentanan dapat dilihat dari aspek fisik, sosial kependudukan dan ekonomi. Kerentanan fisik menggambarkan suatu kondisi fisik yang rawan terhadap bencana tertentu. Dalam kaitannya dengan daerah pantai, kerentanan merupakan suatu kondisi yang menggambarkan keadaan dari suatu sistem alami serta keadaan sosial pantai terhadap bencana pantai. Identifikasi kerentanan suatu wilayah tergantung pada jenis fenomena yang mungkin terjadi pada daerah tersebut. 15

Abrasi merupakan salah satu fenomena di kawasan pesisir yang merupakan bagian dari aspek fisik yang menyebabkan kerentanan. Abrasi adalah proses pengikisan pantai yang disebabkan oleh dinamika laut yang bersifat merusak. Gelombang merupakan salah satu dari proses dinamika laut tersebut yang menyebabkan abrasi pantai. Untuk menyimpulkan suatu wilayah pesisir dikatakan rentan terhadap abrasi diperlukan acuan yang disebut dengan Indeks Kerentanan Wilayah Pesisir terhadap Abrasi (IKPA). IKPA merupakan suatu nilai indeks yang menggambarkan tingkat kerentanan suatu wilayah pesisir terhadap terjadinya abrasi di wilayah tersebut (Windupranata, dkk. 2011a). Pada Tabel 2.1 terlihat bahwa sudut datang gelombang terhadap pantai dan tinggi gelombang merupakan kondisi fisik yang mempengaruhi kerentanan pantai terhadap abrasi. No 1 2 3 4 5 Tabel 2.1. Indeks Kerentanan Wilayah Pesisir terhadap Abrasi (Windupranata, dkk. 2011a) Klasifikasi Variabel Tunggan Pasut Maksimum (m) Kecepatan Arus Maksimum (m) Tinggi Gelombang Signifikan (m) Sudut Datang Gelombang terhadap Garis Pantai ( o ) Kemiringan Topografi Pantai (%) 6 Jenis Sedimen 1 (Aman) 2 (Kurang Rentan) 3 (Rentan) 4 (Sangat Rentan) < 0,50 0,50 1,29 1,30 2,00 > 2,00 < 0,10 0,10 0,29 0,30 0,50 > 0,50 < 0,50 0,50 1,29 1,30 1,99 > 2,00 80-90 0 20 atau 70 80 20 35 atau 55-70 35 55 < 5.0 5.0 10.0 10.1 15.0 > 15.0 Batu Keras 7 Tutupan Lahan Vegetasi 8 9 Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Kecepatan Angin Ratarata Bulanan (Bft) Batu Halus Kawasan Terbangun Pasir Kasar Tanah Pasir Halus Perairan < 50 51 100 100 199 > 200 < 3 4-6 7-9 > 10 16

Untuk membedakan pengaruh dari variabel terhadap fenomena abrasi dilakukan pembobotan terhadap tinggi signifikan gelombang dan sudut datang gelombang. Pembobotan yang dilakukan adalah dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) yang telah dikembangkan oleh Mugiarto (2012). Nilai bobot untuk masingmasing variabel dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Nilai Bobot untuk Variabel Fisik yang Mempengaruhi Kerentanan (Mugiarto, 2012) No Variabel Fisik Bobot 1 Tunggang Pasang Surut 0,06 2 Arus Maksimum 0,11 3 Tinggi Gelombang 0,23 4 Arah Datang Gelombang 0,23 5 Kemiringan Pantai 0,06 6 Sedimen Pantai 0,23 7 Tutupan Lahan 0,04 8 Curah Hujan 0,02 9 Kecepatan Angin 0,02 Pada Tabel 2.2 terlihat bahwa variabel tinggi signifikan gelombang dan sudut datang gelombang mempunyai bobot yang sama. Dengan demikian, jika pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah dua variabel, maka pembobotan untuk masingmasing variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Nilai Bobot untuk Variabel Tinggi Signifikan dan Sudut Datang Gelombang No Variabel Bobot 1 Tinggi Gelombang Signifikan (Hs) 0,5 2 Sudut Datang Gelombang (SG) 0,5 Untuk menghitung indeks kerentanan pesisir terhadap abrasi menggunakan persamaan (2.4) (Mugiarto, 2012). 17

IKPA = v 1 b 1 + v 2 b 2 + + v n b n (2.4) dengan keterangan: IKPA = Indeks Kerentanan Pesisir terhadap Abrasi v = Nilai masing-masing variabel yang disesuaikan dengan Tabel 2.1 b = Bobot variabel yang disesuaikan dengan Tabel 2.3 Dalam penelitian tugas akhir ini, persamaan 2.4 disesuaikan dengan variabel fisik yang diteliti sehingga menjadi persamaan 2.5. IKPA = v 1 b 1 + v 2 b 2 (2.5) dengan keterangan: v1 b1 v2 b2 = nilai kelas tinggi signifikan gelombang = bobot tinggi signifikan gelombang = nilai kelas sudut datang gelombang = bobot sudut datang gelombang Penilaian dari hasil perhitungan IKPA diuraikan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Indeks IKPA (Mugiarto, 2012) IKPA 1 s.d. <1,5 1,5 s.d. <2,5 2,5 s.d. <3,5 3,5 s.d. 4 Keterangan Aman Kurang Rentan Rentan Sangat Rentan 18