KEBERADAAN PURA TAMAN YEH SELEM DI DESA PANGKUNG PARUK, SERIRIT, BULELENG, BALI ( SEJARAH DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN KEARIFAN LOKAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

TAMAN NARMADA BALI RAJA TEMPLE IN PAKRAMAN TAMANBALI VILLAGE, BANGLI, BALI (History, Structure and Potential Resource For Local History) ABSTRACT

PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA

PENINGGALAN PURBAKALA DI PURA SUBAK APUAN, SINGAPADU, SUKAWATI, GIANYAR, BALI (SEJARAH, STRUKTUR DAN POTENSINYA) SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS. oleh

PURA BEJI SEBAGAI CAGAR BUDAYA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN DI DESA SANGSIT, SAWAN, BULELENG, BALI. Oleh

Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna Dan Nilai Budaya (1) Oleh: Wardizal, S.Sen., M.Si. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

ARTIKEL. Oleh Ni Wayan Astini JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA

TABEL 1. DATA SUMBER MATA AIR DI DALAM KAWASAN HUTAN YANG TELAH DI INVENTARISASI DI KABUPATEN BULELENG

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig)

ARTIKEL. Judul. Oleh. I Putu Sandiasa Adiawan JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

IDENTIFIKASI POTENSI MONUMEN PUPUTAN KLUNGKUNG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

PENGKEMASAN PAKET WISATA TRACKING DENGAN KONSEP TRI HITA KARANA DI DESA MUNDUK-BULELENG

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

PERAWATAN DAN PELESTARIAN BAHAN PUSTAKA DI PERPUSTAKAAN FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

TABEL 5. DATA SUMBER MATA AIR DI DALAM KAWASAN HUTAN YANG TELAH DI INVENTARISASI DI KABUPATEN BULELENG S/D TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

CATUR PURUSA ARTHA SEBAGAI DASAR KEGIATAN USAHA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI DESA PAKRAMAN KIKIAN

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

ARTIKEL. Judul. Oleh NI KETUT EKA KRESNA DEWIPAYANTI

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya

Paradigma Pendidikan berbasis Tri Hita Karana Dr. Putu Sudira, MP. Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

PARIWISATA BUDAYA TELAAH KRITIS YURIDIS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ARTIKEL. Judul. Pemertahanan Tradisi Gebug Ende di Desa Pakraman Seraya, Karangasem, Bali, dan Potensinya Sebagai Sumber belajar Sejarah di SMA.

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS DESA ADAT DI DESA PENGLIPURAN KABUPATEN BANGLI

Kata Kunci: Sejarah, struktur, fungsi, potensi Pura Wayah Dalem Majapahit sebagai sumber belajar. *) Dosen Pembimbing

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA

BAB VI PENUTUP Simpulan

Pengaruh Perubahan Penguasaan Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Eksistensi Subak Di Desa Medewi Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana

PENGATURAN KEARIFAN LOKAL DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun

PERENCANAAN PAKET WISATA SPIRITUAL DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

PURA GOA GIRI PUTRI SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN MULTIKULTUR BAGI WARGA DESA PAKRAMAN SUANA, NUSA PENIDA, KLUNGKUNG, BALI

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara

ARTIKEL. Judul. Oleh I WAYAN GUNAWAN

ARTIKEL. Oleh NI LUH PUTU SRI ADNYANI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IDA BAGUS SUDARMA PUTRA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

SENGKETA TANAH SETRA DAN PENYELESAIANNYA (STUDI KASUS SENGKETA BANJAR ADAT AMBENGAN DENGAN BANJAR ADAT SEMANA UBUD KABUPATEN GIANYAR)

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu

ABSTRAK. Kata kunci: sarkofagus, bentuk perubahan fungsi, penyebab perubahan fungsi, makna perubahannya.

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

Pura Kehen di Desa Pakraman Cempaga, Bangli, Bali (Sejarah Struktur dan Fungsinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah).

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG

BAB VI KESIMPULAN. tenggara Pulau Bali. Dari Pulau Bali, Nusa Lembongan hanya bisa ditempuh

II. TinjauanPustaka A. Definisi Sasi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

Sumber Daya Perempuan dalam Ritual Subak

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM MEMPERKUAT KETAHANAN SOSIAL BUDAYA MELALUI KONSEP AJARAN TRI HITA KARANA. Ni Wayan Suarmini * Abstrak

Pengetahuan dan Penerapan Tri Hita Karana dalam Subak untuk Menunjang Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

ANGKLUNG TIRTHANIN TAMBLINGAN DI DESA PAKRAMAN SELAT KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tri Hita Karana terdiri atas tiga kata yaitu tri, artinya, tiga, hita artinya,

PELESTARIAN KAWASAN PUSAKA BERKELANJUTAN (Studi Kasus: Kawasan Taman Ayun, Kabupaten Badung, Provinsi Bali)

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PERUBAHAN PERUNTUKAN LAHAN PERTANIAN DAN PERGESERAN IMPLEMENTASI KONSEP TRI HITA KARANA

PERAN KRAMA DESA PAKRAMAN DALAM MENJAGA PALEMAHAN DI KABUPATEN GIANYAR (Studi Di Desa Pakraman Ubud, Lodtunduh dan Mawang)

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33

MEMBANGUN STRATEGI OPERASI MELALUI BUDAYA ORGANISASI BERBASIS TRI HITA KARANA UNTUK MENCAPAI KEUNGGULAN BERSAING BERKELANJUTAN

PERPUSTAKAAN SEKOLAH SD NO.2 KUTUH KUTA SELATAN DALAM MENUNJANG KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR TUGAS AKHIR

PENCURIAN PRATIMA DI BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT

ARTIKEL JUDUL PURA PANYAGJAGAN DI DESA PAKRAMAN CATUR, KINTAMANI, BANGLI, BALI

Transkripsi:

ARTIKEL Judul KEBERADAAN PURA TAMAN YEH SELEM DI DESA PANGKUNG PARUK, SERIRIT, BULELENG, BALI ( SEJARAH DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN KEARIFAN LOKAL ) Oleh Kadek Maharta Dharma 0914021049 JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2013 1

KEBERADAAN PURA TAMAN YEH SELEM DI DESA PANGKUNG PARUK, SERIRIT, BULELENG, BALI ( SEJARAH DAN KONTRIBUNYINYA TERHADAP PENDIDIKAN KEARIFAN LOKAL ) Oleh Kadek Maharta Dharma, NIM.0914021049 Jurusan Pendidikan Sejarah Maharta@email.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Sejarah berdirinya Pura Taman Yeh Selem di Desa Pangkung Paruk, Seririt, Buleleng, Bali; (2) Aspek-aspek yang mengandung nilai-nilai Kearifan Lokal; dan (3) Kontribusinya terhadap Pendidikan Kearifan Lokal, khususnya yang berkaitan dengan konsep pelestarian Hutan Yeh Selem. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yaitu: (1) teknik penentuan lokasi penelitian; (2) teknik penentuan informan; (3) teknik pengumpulan data (teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik studi dokumen); dan (4) teknik analisis data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pura Taman Yeh Selem merupakan pura Subak (ulun suwi) yang berada di dalam hutan Yeh Selem Desa Pangkung Paruk. Berdirinya Pura Taman Yeh Selem tidak dapat dilepaskan dari peristiwa bersejarah yakni revolusi fisik di Bali Utara, khususnya Buleleng Barat pada tahun 1945-1949 yang pada saat itu berpusat di Desa Ringdikit. selain itu erat pula kaitannya dengan kondisi hutan Yeh Selem, dimana pada masa revolusi fisik hutan Yeh Selem digunakan sebagai tempat persembunyian, dengan nama Markas Amerta. (2) Adapun aspek-aspek dari pura Taman Yeh Selem yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal antara lain bisa dilihat dari aspek; (a) sejarah; (b) lingkungan pura; (c) struktur pura; (d) benda-benda pura; dan (e) kepercayaan. (3) Pura Taman Yeh Selem memiliki kontribusi penting terhadap pendidikan kearifan lokal, khususnya yang berkaitan dengan konsep pelestarian Hutan Yeh Selem yakni; (a) kepercayaan hutan Yeh Selem sebagai milik dewa yang beristana di pura Taman Yeh Selem. Status kepemilikan hutan semacam ini merupakan kunci utama yang melatarbelakangi kelestarian hutan Yeh Selem. (b) adanya pengawasan desa pakraman Pangkung Paruk, mengingat hutan Yeh Selem adalah hutan desa; dan (c) adanya kesepakatan skala dan niskala. Kata Kunci: Pura Taman Yeh Selem, Sejarah dan Kontribusinya terhadap Pendidikan Kearifan Lokal. 1

ABSTRAC This study aimed to determine (1) history of the founding of Taman Yeh Selem temple in Pangkung Paruk, Seririt, Buleleng, Bali, (2) the aspects containing the values of local wisdom, and (3) Local Wisdom contribution to education, especially with regard to the concept of Yeh Selem forest conservation. This research used descriptive qualitative research methods, namely : (1) determining the research location, (2) determination techniques of choosing informer, (3) data collection techniques (observation, interview techniques, and document study), and (4) data analysis techniques. Results of this study indicate that (1) Taman Yeh Selem Temple is Subak temple (Ulun Suwi) situated in the forest of Yeh Selem, Pangkung Paruk Village. Establishment of Pura Taman Yeh Selem can not be separated from the historical events of physical revolution in North Bali, Buleleng especially the West in 1945-1949 which at the time centered on the village of Ringdikit. But it is also closely related to Yeh Selem forest condition, where on the physical revolution Yeh Selem forest used as a hiding place, the name of Amerta Headquarters. (2) As for the aspects of the garden temple, Yeh Selem containing the values of local wisdom, among others, can be seen from the aspectof : (a) history; (b) the temple compound, (c) structur of the temple; (d) temple objects, and (e) believe. (3) Taman Yeh Selem temple had an important contribution to the education of local knowledge, especially with regard to the concept of forest conservation Yeh Selem, namely : (a) the believe that Yeh Selem forest as belonging to the God which stayed at the Taman Yeh Selem temple. Ownership status of such forests is a key underlying sustainability Yeh Selem. (b) the supervision Pakraman Pangkung Paruk, considering Yeh Selem forest is a forest village, and (c) a Sekala and Niskala agreement. Keywords : Taman Yeh Selem Temple, History and Contribution to Education Local Wisdom. 2

Salah satu ciri masyarakat beragama adalah memiliki tempat ritual untuk ibadah bersama. Demikian halnya dengan umat beragama Hindu yang mempunyai tempat ibadah yang disebut dengan Pura. Pura berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Pur yang artinya tempat yang dikelilingi tembok (Wiana, 2009 : 8). Secara konseptual Pura adalah tempat suci untuk melakukan persembahyangan atau menghaturkan persembahan sebagai sujud bhakti umat kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan juga Bhatara-Bhatari (Widana, 2002 : 47). Kehidupan masyarakat Bali juga berlandaskan pada ideologi Tri Hita Karana yang menjadi pedoman masyarakat Bali yang terdiri atas tiga unsur yakni Parhyangan, Pawongan dan Palemahan, ketiga unsur ini dipandang sebagai satu-kesatuan yang menjadi sumber atau penyebab kesejahteraan atau kebahagiaan hidup manusia. Dengan adanya konsep Tri Hita Karana, perwujudan Parhyangan dapat dilihat pada masyarakat Bali dengan adanya bangunan suci yang disebut pura. Di Desa Pangkung Paruk ada sebuah pura yang kedudukannya sangat penting bagi masyarakat Desa Pangkung Paruk yakni pura Taman Yeh Selem. Pura Taman Yeh Selem merupakan pura Subak yang berada di dalam Hutan Yeh Selem, Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, 3 Bali. Hutan Yeh Selem termasuk hutan tua, dalam artian bahwa hutan ini sudah ada sejak jaman megalitikum dan sampai sekarang masih terjaga kelestariannya, sebagaimana telah ditulis oleh Maryati,dkk (1999). Status kepemilikan hutan yang berada ditangan Dewa menjadikan Hutan Yeh Selem sebagai suatu kawasan yang bersifat sakral dan kramat atau tenget. Bagi masyarakat desa Pangkung Paruk dan masyarakat Bali pada umumnya, suatu kawasan yang diyakini tenget, bersifat tabu untuk diganggu. Aktualisasi dari kearifan lokal tersebut melahirkan suatu prilaku berpola, yang berkaitan dengan tindakan warga Desa Pangkung Paruk untuk menjaga dan melestarikan hutan Yeh Selem. Dengan adanya kearifan-kearifan lokal tersebut, maka Pura Taman Yeh Selem memiliki kedudukan yang sangat penting bagi masyarakat Desa Adat Pangkung Paruk, terlebih-lebih bagi organisasi Subak yang ada di desa adat tersebut. Kedudukannya sebagai Pura Subak (Ulun Suwi), juga diperkuat dengan adanya dua sungai yang mengapit Pura Taman Yeh Selem, yakni tukad Salak dan tukad Bayuh. Selain secara niskala berfungsi untuk melestarikan Hutan Yeh Selem, berdirinya Pura Taman Yeh Selem juga tidak dapat dilepaskan dari peristiwa bersejarah yakni revolusi fisik pada tahun 1945-1949 di Bali Utara, khususnya

Buleleng Barat yang pada saat itu berpusat di Desa Ringdikit. Pada masa revolusi fisik, hutan Yeh Selem digunakan sebagai tempat persembunyian para pemuda pejuang yang terlibat dalam revolusi fisik tersebut. Sebagai tempat persembunyian, para pejuang menamakan kawasan hutan ini sebagai markas Amerta. Kelestarian hutan Yeh Selem di Desa Pangkung Paruk pernah diteliti oleh Maryati, dkk (1999), dimana penelitiannya menunjukan bahwa, kelestarian hutan Yeh Selem dikarenakan masyarakat setempat percaya bahwa hutan Yeh Selem adalah milik dewa yang beristana di pura Taman Yeh Selem. Sedangkan penelitian yang penulis teliti yakni Keberadaan Pura Taman Yeh Selem di Desa Pangkung Paruk (sejarah dan kontribusinya terhadap pendidikan kearifan lokal). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah berdirinya pura Taman Yeh Selem dan aspek-aspek apa yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal serta bagaimana kontribusinya terhadap pendidikan kearifan lokal, khususnya yang berkaitan dengan konsep pelestarian hutan Yeh Selem. Kajian teori yang digunakan adalah konsep Tri Hita Karana, yang terdiri dari Parhyangan, Palemahan, dan Pawongan yang mengajarkan tentang keserasian umat 4 manusia dengan Tuhannya (Parhyangan), manusia dengan sesama (Pawongan) dan manusia dengan alam lingkungannya (Palemahan) (Bambang, 2008 98). Tinjauan mengenai kearifan lokal menurut Ayatrohaedi (dalam Laksmi, 2011 : 9) secara implisit hakekat local genius adalah : (1) mampu bertahan terhadap budaya luar, (2) memilikikemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar, (3) mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur-unsur budaya luar ke dalam kebudayaan asli, (4) memiliki kemampuan mengendalikan, dan (5) mampu memberikan arah pada perkembangan budaya. Secara konseptual kearifan lokal merupakan bagian dari kebudayaan dan secara spesifik merupakan bagian dari sistem pengetahuan tradisional. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Ada 4 tahap dalam penelitian deskriptif kualitatif yakni, (1) Teknik Penentuan Lokasi Penelitian, (2) Teknik Penentuan Informan, (3) Teknik Pengumpulan Data, (observasi, wawancara dan studi dokumen), (4) Teknik Analisis Data. HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Pura Taman Yeh Selem di Desa Pangkung Paruk, Seririt, Buleleng, Bali.

Pura Taman Yeh Selem dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yakni : sejarah, aspek-aspek yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal, dan kontribusinya terhadap pendidikan kearifan lokal, khususnya dalam pelestarian hutan Yeh Selem. Sejarah Pura Taman Yeh Selem. Pura Taman Yeh Selem merupakan pura Subak (ulun suwi) yang memiliki kedudukan sangat penting bagi masyarakat desa adat Pangkung Paruk, terlebih-lebih bagi organisasi Subak. Istilah Yeh Selem yang dijadikan sebagai nama pura ini, berasal dari nama mata air yang terdapat di dalam pura. Air yang berasal dari mata air ini berwarna kehitamhitaman. Hal ini sebenarnya disebabkan karena humus dan lumpur yang terdapat di dasar kolam mata air ini berwarna hitam, sehingga airnya seolah-olah berwarna hitam. Berdirinya pura Taman Yeh Selem tidak dapat dilepaskan dari pristiwa bersejarah yakni revolusi fisik di Bali Utara, khususnya Buleleng Barat yang pada saat itu berpusat di Desa Ringdikit. Selain itu erat pula kaitannya dengan kondisi hutan Yeh selem. Pada masa revolusi fisik, hutan Yeh Selem digunakan sebagai tempat persembunyian para pemuda pejuang yang terlibat dalam revolusi fisik tersebut. Dipilihnya kawasan 5 hutan ini tidak terlepas dari kondisi hutan yang strategis sebagai tempat persembunyian, yakni karena lokasinya yang jauh dari desa, serta keadaan hutan yang lebat. Kondisi tersebut menjadikan kawasan hutan ini jarang dikunjungi oleh orang-orang dan sulit ditemukan oleh pihak musuh, yakni Belanda. Dengan demikian hutan Yeh Selem sangat strategis dan aman untuk dijadikan tempat persembunyian dengan nama Markas Amerta. Pada mulanya areal tempat berdirinya pura Taman Yeh Selem ini merupakan sebuah areal yang terdiri dari batu-batu peninggalan jaman Megalitikum. Ketika para pemuda pejuang akan menyerang tangsi Belanda yang terdapat di Banjar dan Seririt, para pejuang melakukan semadi dan berdoa memohon perlindungan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, agar mereka selamat dan memproleh keberhasilan dalam penyerbuan tersebut. Semadi ini dilakukan di atas batu-batuan Megalith tersebut. Dalam semadinya, para pejuang memproleh pawisik, yakni semacam bisikan bahwa; agar selamat dalam usaha penyerbuan para pejuang disarankan memakai jimat dari batu yang terdapat di dasar kolam mata air yang ada di areal pura tersebut. Dengan memakai jimat dari batu ini para pejuang akan dapat menirukan suara-suara binatang dan tidak

terlihat oleh musuh, sehingga dapat menipu dan tidak menjadi perhatian pihak Belanda. Jimat dari batu ini ternyata terbukti kemampuannya, dimana dengan memakai jimat batu ini para pejuang benar-benar dapat menirukan suara binatang, sehingga dalam penyamaran ini mereka berhasil mengelabui dan mengalahkan pihak Belanda. Pada saat akan melakukan penyerbuan ke tangsi Belanda, para pejuang sempat mengucapkan sebuah kaul (janji/sumpah), yakni apabila mereka berhasil mengalahkan Belanda mereka akan maturan, yaitu dengan membuat bangunan pelinggih (pura), dan menghaturkan seekor kerbau bertanduk emas yang terlebih dahulu diarak dari Desa Banjarasem menuju Desa Pangkung Paruk, dengan beralaskan kain putih. Janji atau kaul inilah yang kemudian ditepati oleh para pejuang tersebut, dimana para veteran pejuang ini pada tahun 1983 mendirikan sebuah pura tepat diatas areal batu-batuan Megalith tempat mereka bersemadi dahulu. Perwujudan dari pura tersebut tampak seperti yang sekarang dapat dilihat di kawasan Hutan Yeh Selem. Pada saat peresmian pura ini, dihadiri oleh pihak veteran yakni Dewa Made Suwidja. Aspek-aspek Pura Taman Yeh Selem yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal. 6 Adapun aspek-aspek dari pura Taman Yeh Selem yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang dapat diwariskan dari generasi ke generasi yakni : (1) aspek sejarah, dimana keberadaan pura Taman Yeh Selem erat kaitannya dengan revolusi fisik pada tahun 1945-1949 yang terjadi di Bali Utara, khususnya Buleleng Barat yang pada saat itu berpusat di Desa Ringdikit, tempat ini dulunya digunakan sebagai tempat persembunyian, oleh para pejuang dengan nama Markas Amerta ; (2) lingkungan pura, keberadaan areal pura yang menyatu dengan kawasan hutan menunjukan adanya suatu kepercayaan dari masyarakat bahwa hutan Yeh Selem adalah bagian integral dari pura, atau bahwa hutan Yeh Selem adalah milik dewa-dewa yang bersemayam di pura tersebut. Pura Taman Yeh Selem kedudukannya sebagai pura subak (ulun suwi), juga diperkuat dengan adanya dua sungai besar, yakni Tukad Salak dan Tukad Bayuh yang airnya digunakan sebagai pengairan oleh subak ; (3) Struktur pura, halaman pura Taman Yeh Selem ditata mengikuti sistem kesepadanan dengan makrokosmos. Dalam pandangan agama Hindu, makrokosmos terdiri dari tiga bagian, yakni bhur loka, bwah loka dan swah loka ; (4) benda-benda pura, beberapa bangunan atau pelinggih yang mempunyai fungsi khusus yang

menggambarkan personifikasi bangunan sebagai lambang kesuburan, yakni : Pelinggih Dewi Danu berfungsi sebagai tempat memuja Dewa Wisnu dan Dewi Sri, yang merupakan lambang kesuburan dan dewi pertanian untuk lahan basah, Pelinggih Dewa Arya Melanting sebagai dewa kesuburan untuk pertanian lahan kering, Lebuh sebagai penjaga, Pelinggih Penungun Taman berfungsi sebagai penjaga taman Yeh Selem, Dwarapala simbul adanya binatang gaib, yakni macan, Padmasana untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Pelinggih Manik Galih sebagai memuja Dewi Sri (dewi beras), Pelinggih Bagus Aeng sebagai keangkeran dari hutan Yeh Selem, Piasan yang memiliki fungsi sebagai wewenang, Taksu untuk memohon kesidian dalam segala bidang, Lumbung sebagai simbul tempat penyimpanan, dan batu besar yang dipercaya sebagai tempat memohon hujan atau sebaliknya memohon terang (nerang). ; (5) kepercayaan, keberadaan pura Taman Yeh Selem yang berada satu kawasan dengan hutan Yeh Selem menjadikan kawasan ini bersifat sakral atau tenget. Kepercayaan ini berpengaruh terhadap prilaku warga masyrakatnya dimana mereka takut mengganggunya, karena takut pada pemiliknya yakni para dewa yang akan memberikan sanksi religious magis yakni berupa kepongor atau salahang dewa. Kontribusinya terhadap pendidikan kearifan lokal, khususnya yang berkaitan dengan pelestarian hutan Yeh Selem. Kepercayaan Hutan Yeh Selem Sebagai Milik Dewa yang beristana di Pura Taman Yeh Selem. Keberadaan areal pura yang menyatu dengan kawasan hutan menunjukan adanya suatu kepercayaan dari masyarakat bahwa hutan Yeh Selem adalah bagian integral dari pura, atau bahwa hutan Yeh Selem adalah milik dewa-dewa yang bersemayam di pura tersebut. Status kepemilikan hutan yang berada ditangan dewa menjadikan hutan Yeh Selem sebagai suatu kawasan yang bersifat sakral dan keramat atau tenget. Bagi masyarakat desa Pangkung Paruk dan masyarakat Bali pada umumnya, suatu kawasan yang diyakini tenget, bersifat tabu untuk diganggu. Kepercayaan terhadap hutan Yeh Selem sebagai suatu kawasan tenget berpengaruh terhadap perilaku masyarakat desa Pangkung Paruk, yakni mereka tabu atau tidak berani merusak hutan Yeh Selem. Hal ini disebabkan karena mereka takut pada pemiliknya, yakni mahluk halus berupa dewa atau roh leluhur. Mahluk halus tersebut diyakini dapat mengenakan sanksi religius magis 7

terhadap mereka yang merusak hutan Yeh Selem, yakni berbentuk penyakit atau aneka bentuk kemalangan lainnya. Hal ini lazim disebut dengan istilah sakit karena kepongor atau salahang dewa. Kemampuan mahluk halus menjaga dan memberikan sanksi terhadap mereka yang berani merusak hutan Yeh Selem, berbeda dari kemampuan manusia atau jaga wana. Dewa atau roh leluhur menjaga dan memberikan sanksi kepada mereka yang berani merusak hutan Yeh Selem, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Sedangkan kemampuan jaga wana atau manusia dalam mengawasi maupun mengenakan sanksi terhadap mereka yang berani merusak hutan Yeh Selem, dibatasi oleh ruang dan waktu. Dengan demikian pengawasan yang dilakukan oleh para dewa maupun roh leluhur jauh lebih efektif dari pada pengawasan yang dilakukan oleh manusia. Hal inilah yang menyebabkan mereka tidak berani mengganggu kelestarian hutan Yeh Selem, meskipun desa adat tidak pernah menempatkan jaga wana, sebagaimana hutan lindung yang berada di bawah pengawasan pemerintah. Pengawasan Desa Pakraman Pangkung Paruk. Kelestarian hutan Yeh Selem tidak dapat dilepaskan dari pengawasan yang dilakukan oleh desa pakraman, terutama melalui lembaga subak.keberadaan lembaga subak ini 8 dalam sistem pengawasan hutan Yeh Selem tidak terlepas dari kedudukan pura Taman Yeh Selem sebagai pura subak (ulun suwi). Meski berada dalam pengawasan lembaga subak, namun tanggung jawab tertinggi pengawasan hutan Yeh Selem tetap berada pada desa pakraman.pengawasan mereka karena terdorong perasaan takut terhadap sanksi religious magis yang diberikan oleh dewa yang bersemayam di pura Taman Yeh Selem. Mereka percaya bahwa sanksi yang diberikan kepada perusak hutan, tidak saja dapat menimpa pelakunya tetapi dapat pula menimpa warga desa pakraman secara keseluruhan.desa pakraman merasa menjadi wali atau wakil dari dewa dalam rangka menjaga kelestarian hutan Yeh Selem. Kesepakatan sekala dan niskala. Pengawasan berlapis, yakni pengawasan niskala dan sekala. Pengawasan niskala dilakukan oleh para dewa atau suatu kekuatan adikodrati yang tidak tampak atau tidak nyata yang bersemayam pada kawasan hutan maupun pura Yeh Selem.Sedangkan pengawasan sekala, adalah kontrol nyata yang dilakukan desa pakraman Pangkung Paruk. KESIMPULAN Berdasarkan uraian penelitian di atas, maka dapat dikemukakan beberapa

kesimpulan, bahwa pura Taman Yeh Selem merupakan pura Subak, yang berada di dalam hutan Yeh Selem desa Pangkung Paruk. Berdirinya Pura Taman Yeh Selem tidak dapat dilepaskan dari peristiwa bersejarah yakni revolusi fisik di Bali Utara pada tahun 1945-1949, khususnya Buleleng Barat yang pada saat itu berpusat di Desa Ringdikit. Selain itu erat pula kaitannya dengan kondisi hutan Yeh Selem, dimana pada masa revolusi fisik, hutan Yeh Selem digunakan sebagai tempat persembunyian,para pemuda pejuang menamakan sebagai Markas Amerta. Bentuk bangunan Pura Taman Yeh Selem bersepadan pula dengan mikrokosmos atau tubuh manusia yang terbagi menjadi tiga bagian, yakni bagian kaki, badan dan kepala. Sejalan dengan itu, halaman Pura Taman Yeh Selempun terbagi menjadi tiga bagian, yakni bhur loka atau jaba sisi, bwah loka atau jaba tengah dan swah loka atau jeroan. Pura Taman Yeh Selem yang merupakan pura Subak memiliki fungsi sebagai lambang kesuburan untuk pertanian, hal tersebut dibuktikannya banyak terdapat lahan pertanian disekitarnya yakni bertanian lahan basah berupa sawah, dan pertanian lahan kering berupa kebun dan tegalan.dilihat dari lingkungan pura Taman Yeh Selem yang diapit oleh adanya sungai yakni tukad bayuh dan tukad salak 9 yang airnya mengalir menjadi satu yakni tukad lebah mantung, dimana air yang mengalir dari hulu ke hilir menjadikan daerah dihilirnya memproleh air untuk lahan pertanian, sehingga menjadikan derah yang dilalui sungai tersebut menjadi subur, mengingat hal tersebut sesuai dengan konsep agama Hindu dimana air merupakan lambang kesuburan.adapun aspek-aspek dari pura Taman Yeh selem yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang bisa diturukan dari generasi ke generasi, yakni bisa dilihat dari segi aspek sejarah yang erat kaitannya dengan perjuangan bangsa indonesia dalam melawan musuh yakni Belanda yang pada saat itu terjadi di Bali Utara, khususnya Buleleng Barat yang berpusat di Desa Ringdikit. Lingkungan pura yang berada satu kawasan dengan hutan Yeh Selem dan diapit oleh dua sungai yakni tukad Salak dan tukad Bayuh, struktur dan fungsi pura, benda-benda yang ada di pura yang mempunyai nilai sakral, sehingga menimbulkan suatu kepercayaan dari masyarakat setempat yang berpengaruh terhadap pola prilaku warga masyarakat Desa Pangkung Paruk dalam menjaga baik pura Taman Yeh Selem maupun hutan Yeh Selem. Keberadaan pura Taman Yeh Selem yang satu kawasan dengan hutan Yeh Selem menimbulkan kearifan-kearifan lokal pada masyarakat setempat,

diantaranya : adanya kepercayaan dari masyarakat bahwa hutan Yeh Selem adalah milik dewa yang bersemayam di pura Taman Yeh Selem, adanya pengawasan dari desa pakraman, mengingat hutan Yeh Selem adalah hutan desa dan adanya kesepakatan skala dan niskala yang diatur dalam norma yang berlaku (awig-awig) yang menjadikan pura Taman Yeh Selem memiliki peran penting dalam pelestarian Hutan Yeh Selem. Saran yang ditunjukan antara lain :Bagi pemerintah Desa Pangkung Paruk, diharapkan dapat memotivasi dalam mengambil kebijakan dibidang pelestarian dan konservasi Pura Taman Yeh Selem sebagai aset budaya spiritual bagi umat Hindu, khususnya warga masyarakat desa adat Pangkung Paruk dan masyarakat desa adat Pangkung Paruk telah terbukti mampu melestarikan hutan desa yang mereka miliki, melalui kearifan-kearifan lokal yang mereka wariskan dari generasi ke generasi dan terus dipertahankan. Ucapan terimakasih ditunjukan kepada : Dr. Tuty Maryati, M.Pd selaku Pembimbing Akademik dan sekaligus Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya kepada penulis dalam memberikan pengetahuannya, memotivasi dan membimbing penyusunan artikel 10 sehingga lancar dan dapat terselesaikan dengan baik. Drs. I Wayan Sugiartha, M.Si, selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya kepada penulis dalam memberikan pengetahuannya, memotivasi dan membimbing penyusunan artikel sehingga lancar dan dapat terselesaikan dengan baik. DAFTAR RUJUKAN Bambang Oka Sudira, Made. 2008. Konsef Filosofi Hindu dalam Desa Adat Kebudayaan Bali.Surabaya : Paramitha. Laksmi, dkk, 2011.Cagar Budaya Bali : Menggali Kearifan Lokal dan Model Pelestariannya.Denpasar : Udayana University Press. Maryati, Tuty dan N.B.Atmadja. 1999. Menyeruak di Tengah Kegersangan : Pelestarian Hutan Yeh Selem di Desa Pangkung Paruk, Seririt, Buleleng, Bali. Singaraja : STKIP Singaraja. Wiana,2009.Pura Besakih dan Hulunya Pulau Bali.Surabaya : Paramitha. Widana, I Gst. Ketut. 2002. Mengenal Budaya Hindu di Bali.Denpasar : PT. BP. Denpasar.