BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat pada tahun 2014 karsinoma ovarium adalah karsinoma peringkat tujuh terbanyak yang terjadi pada wanita. Sementara itu, American Cancer Society menyatakan bahwa di Amerika Serikat karsinoma ovarium merupakan karsinoma peringkat lima terbanyak pada wanita di Amerika Serikat. Di Asia Tenggara, persentase kasus karsinoma ovarium yang tercatat oleh petugas World Health Organization (WHO) di daerah tersebut mencapai 47.689 kasus atau sekitar 21,2% dari total kasus karsinoma ovarium di dunia. Di Indonesia, studi yang dilakukan oleh Tjindarbumi dan Mangunkusumo (2002) menunjukkan bahwa karsinoma ovarium adalah karsinoma dengan frekuensi ketiga terbanyak pada wanita di Indonesia. Senada dengan studi tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Oemiati (2011) menyatakan bahwa prevalensi tumor ovarium dan tumor serviks mencapai angka yang tertinggi 1
2 di Indonesia, yakni 19% dari total kasus tumor. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Karodimejo di Yogyakarta pada tahun 1976 menunjukkan bahwa angka kejadian karsinoma ovarium adalah 30,5% dari seluruh keganasan ginekologi. Meskipun insidensi karsinoma ovarium lebih rendah dibandingkan dengan karsinoma serviks dan karsinoma payudara, angka mortalitas yang disebabkan oleh karsinoma ini merupakan yang tertinggi dibandingkan karsinoma ginekologis pada wanita lainnya (ACS, 2014). Akibat gejala dari karsinoma ini yang tidak spesifik, mayoritas pasien baru terdiagnosis pada stadium akhir (stadium III dan IV). Tumor ovarium terdiri dari beberapa tipe. Tipe tumor ovarium dengan prevalensi tertinggi adalah tipe tumor yang berasal dari jaringan epitel permukaanstroma. Termasuk dalam jenis ini adalah tumor serosum, musinosum, endometrioid, clear cell, sel transisional, dan epitelial-stroma. Meskipun prevalensi tumor musinosum lebih rendah dibandingkan dengan tumor serosum, pasien dengan tumor ovarium tipe musinosum cenderung memiliki angka rekurensi yang tinggi akibat spillage tumor intraoperatif yang sering terjadi. Spillage ini sering
3 terjadi bahkan pada tumor stage I (Brown et al., 2014). Hal ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien dan memperburuk prognosisnya. Tingkat rekurensi yang tinggi ini juga dapat mempersulit terapi pada pasien (Kumar et al., 2010). Tingginya angka morbiditas, mortalitas, dan rekurensi pada penderita tumor musinosum ovarii ini mendorong terbukanya penelitian-penelitian untuk mengembangkan terapi yang dapat bekerja secara efektif, cepat, dan tepat. Dewasa ini, penelitian-penelitian tentang terapi terhadap karsinoma lebih dititikberatkan pada targeted therapy. Targeted therapy adalah farmakoterapi yang memiliki fokus menghambat pertumbuhan sel karsinoma dengan menginterferensi molekul target spesifik yang diperlukan dalam proses karsinogenesis dan pertumbuhan sel tumor (NCI, 2014). Sifat spesifik ini merupakan salah satu kelebihan dari targeted therapy, sehingga efek samping yang ditimbulkan lebih minimal dibandingkan dengan terapi kemoterapi konvensional. Food and Drugs Administration (FDA) telah menyetujui beberapa obat yang dapat digunakan untuk targeted therapy pada karsinoma payudara, kolorektal, prostat, kolon, acute myelocytic leukemia, chronic lymphocytic leukemia, dan limfoma sel B (Radji, 2011). Sementara
4 itu, pada karsinoma ovarium telah dikembangkan targeted therapy yang difokuskan pada proses yang terjadi pada karsinoma ovarium, yakni: angiogenesis, mutasi genetik (HER dan gangguan molekul poly (adenosine diphosphate [ADP]-ribose) polymerase), dan inflamasi (Coward et al., 2015). Proses inflamasi yang disupresi pada karsinoma dapat menyebabkan turunya imunitas tubuh terhadap sel karsinoma, sehingga sel tersebut dapat lebih leluasa tumbuh di tubuh penderita. Salah satu sitokin yang diperkirakan berperan dalam proses supresi imun ini adalah interleukin-10 (IL-10). Anti IL-10 telah diteliti dapat menghambat pertumbuhan tumor pada model tumor pre-klinik (Vicari et al., 2002), namun aplikasinya pada manusia masih menjadi suatu perdebatan. Interleukin-10 adalah salah satu sitokin yang diproduksi oleh beberapa jenis sel, termasuk sel neoplasma dan tumor-associated macrophages (TAMs). Interleukin-10 memiliki implikasi dalam proses kontrol pertumbuhan tumor dan metastasis beberapa jenis karsinoma pada manusia. Namun, efek imunomodulator IL- 10 terhadap pertumbuhan dan progresi tumor, termasuk tumor musinosum ovarii, masih merupakan kontroversi (Zeni et al., 2007). Pada kasus karsinoma ovarium
5 secara umum, Zhou et al. (2007) mengemukakan bahwa ekspresi IL-10 pada karsinoma ovarium lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan tumor ovarium benigna dan jaringan ovarium normal. Namun, Mustea et al. (2006) menemukan bahwa tidak terdapat korelasi signifikan antara kadar IL-10 pada cairan ascites dan/atau serum dan stadium FIGO, massa residual tumor, dan umur pasien. Beberapa penelitian lain juga masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang menilai tentang ekspresi IL-10 pada tumor dan karsinoma musinosum ovarii juga masih sangat minim. Oleh karena itu, penelitian mengenai ekspresi dan peran IL-10 pada tumor dan karsinoma ovarium tipe musinosum masih sangat terbuka untuk dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Apakah ekspresi IL-10 pada kistadenokarsinoma musinosum ovarii lebih tinggi dibandingkan dengan kistadenoma musinosum ovarii?
6 1.3 Keaslian Penelitian No. Peneliti Judul Hasil 1. Bhairavabhotla et al. (2007) 2. Stanilov et al. (2010) 3. Mustea et al. (2006) 4. Zhou et al. (2007) 5. Pratidina, 2012 Role of IL-10 in Immune Suppression in Cervical Cancer Role of IL-12p40 and IL-10 in Progression of Colorectal Cancer Expression of IL- 10 in Patients with Ovarian Carcinoma The Expression of Interleukin-10 in Patients with Primary Ovarian Epithelial Carcinoma and in Ovarian Carcinoma Cell Lines Perbedaan Ekspresi Interleukin 10 antara Kistadenoma dengan Kistadenokarsinoma Ovarium Tipe Serosum Biopsi tumor serviks menunjukkan peningkatan ekspresi mrna IL-10 dan IL-1α. Kadar IL-12p40 tertinggi terdapat pada karsinoma kolorektal stadium I. Sebaliknya, kadar IL-10 tertinggi terdapat pada karsinoma kolorektal stadium IV. Konsentrasi IL-10 terekspresi lebih tinggi secara signifikan di cairan ascites pasien dengan karsinoma ovarium. Penelitian ini juga menemukan bahwa IL-10 secara signifikan berkorelasi dengan faktor prognostik seperti status rekurensi (P=0,005), volume ascites (p<0,001, serum, P=0,03), grading histologis (P=0.053) dan tipe histologis (ascites P=0,005/serum P=0,09). Di sisi lain, tidak terdapat korelasi signifikan antara kadar IL-10 pada cairan ascites dan/atau serum dan FIGO stage, massa residual tumor, dan umur pasien. Pada jaringan tumor epitelial, ekspresi IL-10 ditemukan di sitoplasma dan nukleus. Perbandingan berpasangan menunjukkan bahwa ekspresi IL- 10 pada karsinoma ovarium lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan tumor ovarium benigna dan jaringan ovarium normal. Terdapat perbedaan ekspresi IL-10 pada sel epitel kistadenoma dan kistadenokarsinoma serosum ovarii, dengan ekspresi IL-10 lebih tinggi secara signifikan pada sel epitel kistadenokarsinoma serosum ovarii
7 Penelitian ini akan membandingkan ekspresi IL-10 pada sel epitel kistadenoma dengan sel epitel kistadenokarsinoma musinosum ovarii. 1.4 Tujuan Penelitian Mengetahui perbandingan ekspresi IL-10 pada kistadenoma dan kistadenokarsinoma musinosum ovarii. 1.5 Manfaat Penelitian A. Manfaat teoretis a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk membantu menjelaskan peran IL-10 dalam patogenesis kistadenoma dan kistadenokarsinoma musinosum ovarii b. Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpan oleh oncology center dan dimanfaatkan untuk penelitian selanjutnya B. Manfaat klinis Penelitian ini diharapkan dapat membantu perkembangan targeted therapy (khususnya yang menarget molekul IL-10) pada pasien dengan kistadenoma dan kistadenokarsinoma musinosum ovarii