BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

OPTIMASI PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SIMPLISIA TEMU PUTIH DAN TEMU LAWAK BERDASARKAN ANALISIS EKSERGI LAMHOT PARULIAN MANALU

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS ENERGI & EKSERGI PENGERINGAN SIMPLISIA. Pendahuluan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PENGERINGAN LAPISAN TIPIS TEMU PUTIH

ANALISIS EKSERGI PENGERINGAN IRISAN TEMULAWAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan masyarakat perkotaan yang penuh dengan polusi, limbah, dan

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Begitu banyak khasiat jahe merah. Antara lain sebagai pencahar, antirematik, peluruh keringat, peluruh masuk angin, meningkatkan gairah seks,

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini besarnya jumlah konsumsi energi di Indonesia terus mengalami

Penetapan Kadar Sari

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007 BPS mencatat rata-rata konsumsi ubi jalar orang Indonesia

BAB 2 STUDI KARAKTERISTIK PENGERINGAN SIMPLISIA. Pendahuluan

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. baik di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, juga didukung dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan mineral. Proses-proses pemisahan senantiasa mengalami. pemisahan menjadi semakin menarik untuk dikaji lebih jauh.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar

BAB I PENDAHULUAN I-1

TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. apabila tidak ditangani secara benar. Kerusakan bahan pangan tersebut

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

PRODUKSI PATI TEMU LAWAK SEBAGAI ALTERNATIF PEMANFAATAN TEMU LAWAK UNTUK BAHAN BAKU PRODUK OLAHAN PANGAN : STUDI KASUS DI DESA PABUARAN, KEC

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Obat tradisional 11/1/2011

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang terkandung dalam sayur dan buah. Sayuran dan buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. pengeringan hingga kadar airnya menurun dan tahan terhadap. mikroba dan jamur, sehingga bisa disimpan dalam waktu cukup

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

CAPAIAN PEMBELAJARAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA (UB)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serta meningkatkan daya tahan tubuh. Tingginya permintaan obat herbal

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

III. METODE PENELITIAN

KOMPARASI WAKTU PENGERINGAN AWAL GREEN BODY HASIL CETAK KERAMIK DENGAN SISTEM ALAMIAH dan SISTEM VENTILASI PADA PT X BALARAJA - BANTEN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing.dari sekian banyaknya tanaman tersebut, tidak sedikit yang dapat

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA *

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

BAB I PENDAHULUAN. nutrien untuk menumbuhkan bakteri yang diinginkan. Pembuatan kombucha, teh

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Jawa sebesar ton (Badan Pusat Statistik, 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan dasar pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan secara termal sampai ke tingkat tertentu, di mana kerusakan akibat mikroba dan reaksi kimia dapat diminimalisasi, sehingga kualitas produk keringnya dapat dipertahankan (Rizvi 2005). Pengeringan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan perpindahan massa dan panas secara simultan serta terutama disebabkan oleh adanya perubahan yang tidak diinginkan atas kualitas produk keringnya (Mujumdar & Menon 1995). Salah satu produk pertanian yang memerlukan proses pengeringan adalah tanaman obat. Proses pengeringan tanaman obat perlu perhatian khusus karena setiap tanaman obat mengandung bahan aktif yang spesifik dimana senyawa ini dapat hilang atau berkurang selama proses pengeringan akibat pemakaian suhu yang relatif tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat dengan jumlah produksi sebesar 448 juta ton dengan ekspor sebanyak 4,8 juta ton atau senilai US $ 4,9 juta pada tahun 2006 (Anonim 2009). Akhir-akhir ini permintaan akan tanaman obat dan bahan alami mengalami peningkatan yang cukup signifikan seiring dengan meningkatnya tingkat konsumsi terhadap produkproduk bahan alam, juga karena bukti manfaatnya secara empiris bagi kesehatan. Pada tahun 2006 pasar jamu dan obat alami Indonesia mencapai Rp 5 triliun dan pada tahun 2010 diprediksi meningkat hingga Rp 10 triliun. Temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) dan temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obat yang banyak tumbuh di Indonesia dan digunakan sebagai bahan baku obat tradisional atau jamu. Bagian tanaman yang digunakan adalah umbi akar (rhizome) yang diiris dan dikeringkan menjadi simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun berupa bahan yang dikeringkan (Depkes 2008). Secara empiris khasiat temu putih antara lain antimikroba, antidiare, kontraksi usus, imnostimulan, antioksidan dan juga antitumor, sedangkan temu

2 lawak banyak digunakan sebagai obat gangguan pencernaan, mencret, cacingan, radang, ginjal dan sembelit. Selain itu temu lawak banyak dipakai untuk penambah nafsu makan, bahan pangan dan minuman, pewarna dan kosmetika (Syukur 2003; Dalimartha 1999). Khasiat tanaman obat berhubungan erat dengan zat aktif yang terdapat di dalam tanaman obat tersebut, sehingga keberadaan zat aktif tersebut harus dipertahankan. Kadar air panen rimpang temu putih dan temu lawak berkisar 80-90%, angka ini cukup tinggi sehingga komoditas ini mudah rusak bila tidak segera diolah atau dikeringkan. Mengacu pada Farmakope Herbal Indonesia (Depkes 2008) dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional, maka standar kadar air maksimum simplisia adalah 10%. Pada umumnya petani dan pedagang pengumpul melakukan pengeringan dengan cara penjemuran yang rawan kontaminasi. Petani juga mengalami kesulitan dan membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai kadar air standar yang disyaratkan dengan cara ini. Untuk mempercepat pengeringan dan untuk dapat menjamin tercapainya kadar air yang diinginkan, simplisia temu putih dan temu lawak harus dikeringkan dengan cara mekanis yang lebih terjamin kebersihannya. Pengeringan dikenal sebagai suatu proses yang sangat intensif energi (Dincer & Sahin 2004). Tingginya harga energi pada saat ini membuat upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi pada suatu proses semakin dibutuhkan. Umumnya teori yang digunakan untuk menganalisis efisiensi energi adalah hukum termodinamika pertama yang menjelaskan tentang prinsip kekekalan energi. Akan tetapi teori ini mempunyai keterbatasan dalam mengukur penurunan kualitas energi akibat terbentuknya entropi selama berlangsungnya suatu proses (Graveland & Gisolf 1998). Hal ini dikarenakan dalam menentukan efisiensi proses pengeringan terutama lapisan tipis yang prosesnya diasumsikan bersifat adiabatis, nilai efisiensi yang dihitung bukanlah nilai sebenarnya melainkan nilai efisiensi dari alat pengering. Untuk mengetahui apakah energi yang digunakan untuk proses pengeringan sudah digunakan secara optimal dari sisi kualitas serta untuk menghitung efisiensi proses pengeringan itu sendiri digunakan metode analisis berdasarkan hukum

3 termodinamika kedua. Kaidah ini menyatakan bahwa selain memiliki kuantitas, energi juga memiliki kualitas. Besaran dari kualitas energi ini disebut eksergi (Ahern 1980). Pada beberapa tahun terakhir ini analisis eksergi telah menjadi metode penting yang komprehensif dan mutakhir dalam studi tentang desain, analisis dan optimasi suatu sistem termal. Walaupun demikian, pemakaian metode eksergi untuk menganalisis proses pengeringan produk pertanian masih belum banyak dilakukan (Dincer & Sahin 2004). Untuk meningkatkan kualitas hasil pengeringan maka perlu dipelajari kondisi proses yang dapat menjamin tercapainya kadar air yang dipersyaratkan. Secara teoritis kondisi tersebut adalah pada suhu udara pengering yang tinggi, kelembaban nisbi rendah dan laju udara yang tinggi pula. Akan tetapi kondisi tersebut dihadapkan pada masalah bagaimana mempertahankan kandungan zat aktif dalam bahan yang peka terhadap suhu tinggi. Selain itu, proses tersebut dituntut agar secara termodinamika tetap efisien karena suhu pengeringan yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan penurunan efisiensi serta biaya energi yang tinggi. Berdasarkan permasalahan tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kondisi proses yang optimum bagi pengeringan simplisia temu putih dan temu lawak dengan mempelajari pengaruh berbagai kondisi pengeringan terhadap karakteristik, kinetika, mutu dan efisiensi eksergi pengeringan lapisan tipis simplisia temu putih dan temu lawak. Studi tentang perilaku pengeringan tanaman obat dan kajian tentang analisis eksergi telah menjadi topik yang menarik bagi berbagai peneliti. Akan tetapi studi yang komprehensif tentang karakteristik pengeringan rimpang temu putih dan temu lawak dikaitkan dengan kualitas simplisia dan efisiensi eksergi proses pengeringan belum dilakukan. Perumusan Masalah Dari paparan di atas diketahui bahwa pengeringan simplisia merupakan permasalahan yang cukup rumit karena kondisi pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda bahkan berlawanan terhadap parameter kadar air akhir, mutu produk dan efisiensi pengeringan. Agar studi ini terstruktur dan dapat memberikan solusi dengan baik dan sistematis, maka permasalahan di atas dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut:

4 1. Bagaimana pengaruh kondisi pengeringan terhadap karakteristik pengeringan simplisia temu putih dan temu lawak? Pada kondisi mana saja kedua komoditas dapat mencapai kadar air akhir yang sesuai dengan persyaratan? 2. Bagaimana pengaruh kondisi pengeringan terhadap mutu atau kandungan zat aktif dan tampilan fisik simplisia temu putih dan temu lawak? 3. Apakah metode analisis eksergi dapat menentukan efisiensi proses pengeringan dan besaran kualitas energi yang hilang selama pengeringan? Bagaimana pengaruh kondisi pengeringan terhadap efisiensi pengeringan? 4. Pada kondisi proses manakah dapat diperoleh hasil pengeringan yang terbaik dimana standar kadar air akhir dapat dicapai, kandungan zat aktif bahan dapat dipertahankan tetapi proses pengeringannya tetap efisien? Tujuan Penelitian 1. Mengkaji karakteristik pengeringan lapisan tipis temu putih dan temu lawak. 2. Mengkaji pengaruh kondisi pengeringan terhadap penyusutan dan mutu temu putih dan temu lawak. 3. Melakukan analisis energi dan eksergi pengeringan lapisan tipis simplisia temu putih dan temu lawak. 4. Menentukan kondisi proses yang optimum untuk pengeringan temuputih dan temu lawak. Manfaat Penelitian Pengembangan suatu tanaman obat hingga menjadi obat atau makanan kesehatan yang diakui dan memenuhi syarat memerlukan dukungan riset dan teknologi yang konsisten dan kontinu. Prosesnya sudah dimulai sejak penyiapan bahan baku yaitu dari budidaya tanaman, panen, pascapanen hingga proses pengolahan lebih lanjut. Penelitian ini memberi kontribusi pada mata rantai pascapanen melalui perbaikan teknologi proses secara ilmiah dan modern. Penelitian ini menjadi dasar bagi pengembangan dan aplikasi pengeringan dalam skala yang lebih besar berupa informasi tentang kondisi proses pengeringan yang optimum untuk memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan. Hasil penelitian ini penting bagi pengembangan jamu dan obat herbal di Indonesia, terutama dalam hal saintifikasi dan standardisasi produk.

5 Penelitian ini juga memberi manfaat bagi masyarakat akademik dan peneliti dalam hal penerapan metode dan kajian ilmiah yang lebih mutakhir (state of the art) untuk menganalisis proses pengolahan produk-produk pertanian yang melibatkan sistem termal seperti pengeringan. Kerangka Pemikiran Pengeringan simplisia bukan hanya persoalan mencapai kadar air standar tetapi juga menyangkut mutu pengeringan dan pemanfaatan energi atau konsumsi eksergi. Untuk dapat menentukan kondisi proses pengeringan yang optimum maka hubungan parameter tersebut sebagai fungsi dari kondisi pengeringan harus diidentifikasi terlebih dahulu. Kerangka pemikiran yang dibangun merupakan sintesa dari hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori dalam literatur, yang selanjutnya dianalisis secara sistematis sehingga menghasilkan informasi tentang hubungan kondisi proses dengan respon parameter yang diteliti. Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini ditampilkan dalam bentuk diagram pada Gambar 1-1. Secara ringkas kerangka pemikiran dimulai dari pengolahan tanaman obat temu putih dan temu lawak menjadi simplisia yang memerlukan proses pengeringan. Simplisia yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Proses pengeringan membutuhkan energi yang besar untuk menguapkan kandungan air simplisia yang relatif banyak sehingga prosesnya dituntut untuk efisien. Untuk mengkaji efisiensi proses pengeringan digunakan metode analisis eksergi karena hukum termodinamika pertama tentang keseimbangan energi tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai tentang efisiensi proses. Ruang Lingkup Penelitian Agar studi ini dapat fokus pada tujuan, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada aspek-aspek berikut: 1. Studi karakteristik pengeringan temu putih dan temu lawak. Studi ini membahas pengaruh kondisi pengeringan (suhu, kelembaban relatif dan laju udara pengeringan) terhadap karakteristik pengeringan, laju pengeringan dan kadar air final yang dapat dicapai pada suatu kondisi tertentu. Pada bagian ini juga akan dikaji model matematis pengeringan baik teoritis

6 maupun empiris untuk merepresentasikan proses pengeringan simplisia berdasarkan data percobaan, serta mengkaji pengaruh kondisi pengeringan terhadap konstanta pengeringan lapisan tipis temu putih dan temu lawak. Gambar 1.1. Skema kerangka pemikiran 2. Studi pengaruh pengeringan terhadap penyusutan dan mutu temu putih dan temu lawak. Studi ini membahas pengaruh kondisi pengeringan terhadap mutu simplisia temu putih dan temu lawak yang ditinjau dari kadar zat aktif dan tampilan fisik produk keringnya. Juga dipelajari pengaruh kondisi pengeringan baik internal maupun eksternal terhadap penyusutan simplisia temu putih dan temu lawak selama proses pengeringan konvektif dengan menggunakan bantuan pengolahan citra. Selanjutnya akan dikaji model penyusutan serta pengaruh penyusutan yang terjadi terhadap difusivitas efektif simplisia. 3. Analisis energi dan eksergi pengeringan temu putih dan temu lawak. Bagian ini akan mengkaji model termodinamika pengeringan lapisan tipis serta melakukan analisis energi dan eksergi untuk menentukan efisiensi eksergi proses pengeringan lapisan tipis simplisia temu putih dan temu lawak pada berbagai kondisi pengeringan. Pada bab ini juga dilakukan analisis eksergi udara pengeringan sebagai media utama perpindahan massa dan energi pada

7 pengeringan konvektif dengan mengacu kepada kondisi lingkungan sebagai dead state. 4. Analisis kondisi proses pengeringan yang optimum. Analisis ini dilakukan untuk menentukan kondisi pengeringan yang optimum dari berbagai kondisi percobaan yang telah dilakukan. Kondisi optimum didefinisikan sebagai kondisi dimana mutu hasil pengeringan simplisia yang diperoleh berada pada level terbaik atau tertinggi, kadar air akhir pengeringan tidak lebih 10% dan efisiensi eksergi proses pengeringan mencapai nilai optimum.